DAN KEBAHASAAN
NOVEL
“RONGGENG
DUKUH PARUK”
Unsur Intrinsik
1. Tema
Latar
1) Latar Tempat :
a. Dukuh Paruk. “dua puluh tiga rumah berada di pedukuhan
itu,dihuni oleh orang-orang seketurunan…”.
b. Ladang/ Kebun “ditepi kampung, tiga anak sedang bersusah
payah mencabut sebatang singkong. Yakni Rasus, Darsun dan
Warta…”.
c. Dibawah pohon nangka. “dipelataran yang membatu
dibawah pohon nangka,...Srintil menari dan bertembang.
Gendang, gong dan calung mulut mengiringinya..”.
d. Rumah Nyai Kartareja. “di dalam rumah. Nyai Kartareja
sedang merias Srintil. Tubuhnya yang kecil dan masih lurus
tertutup kain sampai ke dada …”.
Perkuburan. “rombongan bergerak menuju perkuburan dukuh paruk.
Kartareja berjalan paling depan membawa pedupan….”.
f. Pasar Dawuan. “Perkenalanku dengan pedagang singkong di
pasar memungkinkan aku mendapat upah…”.
g. Di Markas Tentara. “pada hari pertama menjadi tobang,
banyak hal baru yang kurasakan…”
h. Di Hutan. “Sampai di hutan, perburuan langsung dimulai.
Dalam hal ini aku kecewa karena tiga orang tentara yang
kuiringkan sama sekali tak berpengalaman dalam hal
berburu…”.
i. Rumah Sakarya.”kulihat dua orang perampok tetap tinggal
diluar rumah, satu dibelakang dan lainya
dihalaman…..Sakarya yang terkejut langsung mengerti…”.
j. Rumah Nenek “selagi orang-orang Dukuh Paruk
mengerumuni rumah Kartareja, aku duduk berdekatan
dengan Srintil di beranda rumah neneku sendiri”.
k. Rumah Sakum “Sakum tak terusik oleh hiruk pikuk anak-
anaknya, jemarinya terus bekerja..…Sakum berhenti
mendadak ketika Srintil melangkah mendekatinya ”.
l. Rumah Tarim “panas udara mulai reda ketika Marsusi
diterima oleh Kakek Tarim….”.
m. Lapangan bola deka kantor Kecamatan.” Malam itu semangat
kota kecil dawuan berpusat dilapangan sepak bola dekat kantor
Kecamatan. Sebuah panggung lebar…..”
n. Di Alaswangkal “hampir setengah hari ketika rombonhan
dari Dukuh Paruk memasuki kampung Alaswangkal.
Pemukiman penduduk…”.
o. Kantor Polisi “dikantor itu ternyata bukan hanya polisi,
melainkan tentara juga ada disana mereka segera mengenal
siapa yang sedang melangkah…”
p. Di Penjara/ Tahanan “ Saya Prajurit Dua Rasus. Saya ingin
berjumpa Komandan kompleks tahanan ini secara pribadi…”.
q. Di Sawah “di tengah sawah, seratus meter diSebelah barat
dukuh paruk.Bajus memimpin..”
r. Di Pantai “sampai dipantai Bajus memilih tempat yang agak
terpencil buat memarkir jipnya…”
s. Di Vila “...Bajus membelokan mobilnya ke halaman sebuah
vila mungil yang ternyata kemudian sudah disewanya….”
Latar Waktu :
a. Sore hari “ ketiganya patuh. Ceria dibawah pohon nangka itu
sampai matahari menyentuh garis cakrawala.”
(Tohari,Ahmad, 2008:7)
b. Malam hari “ jadi pada malam yang bening itu, tak ada anak
Dukuh Paruk yang keluar halaman...” (Tohari,Ahmad,
2008:7)
c. Pagi hari “ menjelang fajar tiba, kudengar burung sikakat
mencecet si rumpun aur di belakang rumah.” (Tohari,Ahmad,
2008:63)
Latar Suasana :
1. Tenang, tentram
“Sakarya merasa hawa dingin bertiup di kuduknya. Suara hiruk-pikuk
bergalau dalam telinga. Dan tiba-tiba Sakarya terkejut oleh sinar
menyilaukan yang masuk matanya. Matahari pagi muncul di balik
awan. “Ah, boleh jadi benar, kematianku sudah dekat,” gumam
Sakarya. Aneh, Sakarya merasakan ketentraman dalam hati setelah
bergumam demikian.”
2.Gembira, bangga, bahagia
3.Tegang, genting
“Kenapa Jenganten?”
“Pusing, Nyai, pusing! Oh, hk. Napasku sesak. Dadaku sesak!”
Nyai Kartareja merangkul Srintil. Dia langsung mengerti masalahnya
genting karena Srintil tidak lagi menguasai berat badannya sendiri.
Tokoh dan Penokohan
1. Rasus : bersahabat, penyayang, pendendam, pemberani
2. Srintil : Bersahabat, seorang ronggeng, agresif, Dewasa
3. Dursun : bersahabat
4. Warta : bersahabat, perhatian dan penghibur
5 Sakarya (Kakek Srintil): Penyayang, tega
6 Ki Secamenggala : nenek moyang asal Dukuh Paruk
7 Kartareja dan Nyai Kartareja : mistis, egois
8 Sakum : hebat
9 Nenek Rasus : linglung
10 Santayib (Ayah Srintil) : bertanggungjawab, keras kepala
11 Istri Santayib : Keibuan, prihatin
12 Dower : mengusahakan segala macam cara
13 Sulam : penjudi dan berandal, sombong
14 Siti : alim
15 Sersan Slamet : penyuruh, tegas
16 Kopral Pujo : penakut
17. Tampi : penyayang, sabar.
18. Masusi. Jahat, hidung belang, pendendam.
19 Diding. Kacung Tamir yang tunduk dan patuh pada majikan
demi uang yangakan di bawanya pulang untuk anak istrinya.
20 Tamir. Laki-laki hidung belang yang datang dari kota Jakarta
dalam pekerjaannya pengukuran tanah untuk pembuatan
jalan di Dukuh
22 Bajus. Bujang tua yang baik kepada Srintil namun jauh dari
perkiraan. Srintil sempat akan dijadikannya umpan demi
proyek tendernya lolos.
Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan oleh Pengarang dalam penulisan
novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah menggunakan sudut
pandang orang pertama sebagai pelaku utama seperti adanya kata
“aku” dan sudut pandang pengganti orang ketiga baik dalam cerita
maupun diluar cerita. Bukti pengarang menggunakan kata ganti orang
ketiga adalah seperti adanya kata “ dia dan –nya” dan menyebutkan
nama tokoh secara langsung.
Amanat
Amanat atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada
pembaca melalui novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah: agar kita
semua mau dan mampu melihat seseorang itu tidak hanya dari
luarnya saja melainkan juga dari hatinya. Dan agar kita mau berpikir
mengenai tragedi-tragedi kemanusiaan yang terjadi disekeliling kita.
Pesan lain mungkin juga seperti jangan menyia-nyiakan orang yang
telah sepenuh hati mencintai kita, karena belum tentu suatu saat
nanti kita dapat menemukan orang yang mencintai kita seperti itu.
Dan adat bagaimanapun tetap harus berlaku dalam kehidupan yang
meyakininya, karena jika memang suatu daerah mempercayai adat
yang berlaku, maka harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Karena
pada setiap keyakinan pasti ada suatu hal yang akan terjadi jika suatu
adat kebiasaan tidak dilaksanakan. Serta jangan gampang
terpengaruh dengan keadaan duniawi karena suatu saat penyesalan
akan datang dalam hidupmu, segala sesuatu akan kembali kepadaNya.
Kehidupan fana dalam hura-hura dunia dapat mencekam masa
depanmu!
Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk ini
yaitu menggunakan bahasa Indonesia dan juga bahasa daerah, yaitu
bahasa Jawa.Penggunaan bahasa daerah terlihatdari adanya
penggunaan kata kata seperti , mbak yu, wong bagus, jenganten,
wong ayu, dan masih banyak lagi. tidak hanya dari pengguanaan kata-
kata tersebut, penggunaan bahasa daerah juga
terlihat dari adanya nyanyian atau mantra
mantra yang digunakan pada saat "rintil menarironggeng, yaitu :
Pekanmu apa,
d).Majas metoimia, yaitu majas yang memakai nama ciri atau nama hal
yang ditautkan dengan orang , barang atau hal sebagai penggantinya,
kita dapat menyebut pencipta atau ombuatnya jika yang kita
maksudkan ciptaan atau buatannya atau kita menyebutnya bahannya
jika yang kita maksudnkan barangnya.
Contohnya :
1).Disana dialam kurung klambu yang tampak dari empatku
berdiri akan, terjadi pemusanahan mustika yang selama ini
amat kuhargai.
Kata “mustika” pada kutipan diatas artinya sebah
keperawanan seorang gadis
2).Pelita kecil dalam kamar itu melengkapi citra punahnya
kemanusiaan pada diri bekas mahkota dukuh paruk itu.
Kata “citra” pada kutipan diatas adalah gamvaran kepribadian dari
seorang ronggeng yaitu tokoh srintil, citra tersebut telah hilang karena
suatu deraan, cobaan hingga muncullah goncangan jiwa pada srintil
yang semula mendapat sebutan seorang mahkota dukuh paruk
h). Majas sindiran ( sarkasme ), yaitu suatu acuan yang lebih kasar dari
ironi dan sinisme. Ia adalah suatu acuan yang mengandung
kepahitandana celaan yang getir. Dalam RDP majas sarkasme
ditemukan pada kutipan teks dibawah ini
Contohnya :
1). Dower merasa berat dan mengutuk kartareja yang sengit
“ Si tua bangka ini sungguh sangat tengik”
2). Kertareja memnag bajingan. Bajul buntung “ jawabku,
mengumpat dukun ronggeng itu
3). Kalian mau mampus mampuslah tapi jangan katakan
tempeku mengandung racun