Anda di halaman 1dari 19

MENGANALISIS ISI

DAN KEBAHASAAN
NOVEL
“RONGGENG
DUKUH PARUK”
Unsur Intrinsik
1. Tema

Tema dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk” yaitu “Kasih Tak


Sampai”. Mengapa “Kasih Tak Sampai”? karena cerita dalam novel
tersebut bercerita tentang harapan ronggeng Srintil untuk dapat
hidup bersama dengan lelaki yang sangat dicintai dan didambakan
sejak kecil, karena dia memang teman bermainnya, yaitu Rasus.
Namun Rasus tidak mau menerima ajakan Srintil untuk menikah,
karena bagi Rasus, Ronggeng adalah milik masyarakat, milik orang
banyak, dan milik semua orang. Maka Rasus merasa akan sangat egois
jika harus menikahi Srintil. Meskipun sebenarnya hati Rasus sangat
sakit ketika harus mengatakan hal itu kepada Srintil. Srintilpun
sebenarnya tahu perasaan Rasus, bahwa dia masih sangat
mencintainya. Namun Rasus tidak mau mengakuinya dan lebih
memilih pergi meninggalkan Srintil, neneknya yang sudah tua, dan
Dukuh Paruk.
2. Alur
Alur atau jalannya cerita yang digunakan dalam novel
“Ronggeng Dukuh Paruk” adalah alur campuran yaitu alur maju dan
alur mundur, dikatakan alur mundur karena pada ditengah-tengah
cerita, pengarang menceritakan kembali masa lalu yang sempat
dialami oleh tokoh pada cerita.

Latar
1) Latar Tempat :
a. Dukuh Paruk. “dua puluh tiga rumah berada di pedukuhan
itu,dihuni oleh orang-orang seketurunan…”.
b. Ladang/ Kebun “ditepi kampung, tiga anak sedang bersusah
payah mencabut sebatang singkong. Yakni Rasus, Darsun dan
Warta…”.
c. Dibawah pohon nangka. “dipelataran yang membatu
dibawah pohon nangka,...Srintil menari dan bertembang.
Gendang, gong dan calung mulut mengiringinya..”.
d. Rumah Nyai Kartareja. “di dalam rumah. Nyai Kartareja
sedang merias Srintil. Tubuhnya yang kecil dan masih lurus
tertutup kain sampai ke dada …”.
Perkuburan. “rombongan bergerak menuju perkuburan dukuh paruk.
Kartareja berjalan paling depan membawa pedupan….”.
f. Pasar Dawuan. “Perkenalanku dengan pedagang singkong di
pasar memungkinkan aku mendapat upah…”.
g. Di Markas Tentara. “pada hari pertama menjadi tobang,
banyak hal baru yang kurasakan…”
h. Di Hutan. “Sampai di hutan, perburuan langsung dimulai.
Dalam hal ini aku kecewa karena tiga orang tentara yang
kuiringkan sama sekali tak berpengalaman dalam hal
berburu…”.
i. Rumah Sakarya.”kulihat dua orang perampok tetap tinggal
diluar rumah, satu dibelakang dan lainya
dihalaman…..Sakarya yang terkejut langsung mengerti…”.
j. Rumah Nenek “selagi orang-orang Dukuh Paruk
mengerumuni rumah Kartareja, aku duduk berdekatan
dengan Srintil di beranda rumah neneku sendiri”.
k. Rumah Sakum “Sakum tak terusik oleh hiruk pikuk anak-
anaknya, jemarinya terus bekerja..…Sakum berhenti
mendadak ketika Srintil melangkah mendekatinya ”.
l. Rumah Tarim “panas udara mulai reda ketika Marsusi
diterima oleh Kakek Tarim….”.
m. Lapangan bola deka kantor Kecamatan.” Malam itu semangat
kota kecil dawuan berpusat dilapangan sepak bola dekat kantor
Kecamatan. Sebuah panggung lebar…..”
n. Di Alaswangkal “hampir setengah hari ketika rombonhan
dari Dukuh Paruk memasuki kampung Alaswangkal.
Pemukiman penduduk…”.
o. Kantor Polisi “dikantor itu ternyata bukan hanya polisi,
melainkan tentara juga ada disana mereka segera mengenal
siapa yang sedang melangkah…”
p. Di Penjara/ Tahanan “ Saya Prajurit Dua Rasus. Saya ingin
berjumpa Komandan kompleks tahanan ini secara pribadi…”.
q. Di Sawah “di tengah sawah, seratus meter diSebelah barat
dukuh paruk.Bajus memimpin..”
r. Di Pantai “sampai dipantai Bajus memilih tempat yang agak
terpencil buat memarkir jipnya…”
s. Di Vila “...Bajus membelokan mobilnya ke halaman sebuah
vila mungil yang ternyata kemudian sudah disewanya….”
Latar Waktu :
a. Sore hari “ ketiganya patuh. Ceria dibawah pohon nangka itu
sampai matahari menyentuh garis cakrawala.”
(Tohari,Ahmad, 2008:7)
b. Malam hari “ jadi pada malam yang bening itu, tak ada anak
Dukuh Paruk yang keluar halaman...” (Tohari,Ahmad,
2008:7)
c. Pagi hari “ menjelang fajar tiba, kudengar burung sikakat
mencecet si rumpun aur di belakang rumah.” (Tohari,Ahmad,
2008:63)

Latar Suasana :
1. Tenang, tentram
“Sakarya merasa hawa dingin bertiup di kuduknya. Suara hiruk-pikuk
bergalau dalam telinga. Dan tiba-tiba Sakarya terkejut oleh sinar
menyilaukan yang masuk matanya. Matahari pagi muncul di balik
awan. “Ah, boleh jadi benar, kematianku sudah dekat,” gumam
Sakarya. Aneh, Sakarya merasakan ketentraman dalam hati setelah
bergumam demikian.”
2.Gembira, bangga, bahagia

“Kegembiraan itu lahir dan berkembang dari Dukuh Paruk. Berita


cepat tersiar bahwa pada malam perayaan Agustusan nanti Srintil
akan kembali meronggeng. Kurang dua hari lagi, tetapi sudah banyak
orang bersiap-siap. Anka-anak mulai bertanya tentang uang jajan
kepada orangtua mereka. Para pedagang, dari pedagang toko sampai
pedagang pecel bersiap dengan modal tambahan. Juga tukang lotre
putar yang selalu menggunakan kesempatan ketika banyak orang
berhimpun.”

3.Tegang, genting

“Kenapa Jenganten?”
“Pusing, Nyai, pusing! Oh, hk. Napasku sesak. Dadaku sesak!”
Nyai Kartareja merangkul Srintil. Dia langsung mengerti masalahnya
genting karena Srintil tidak lagi menguasai berat badannya sendiri.
Tokoh dan Penokohan
1. Rasus : bersahabat, penyayang, pendendam, pemberani
2. Srintil : Bersahabat, seorang ronggeng, agresif, Dewasa
3. Dursun : bersahabat
4. Warta : bersahabat, perhatian dan penghibur
5 Sakarya (Kakek Srintil): Penyayang, tega
6 Ki Secamenggala : nenek moyang asal Dukuh Paruk
7 Kartareja dan Nyai Kartareja : mistis, egois
8 Sakum : hebat
9 Nenek Rasus : linglung
10 Santayib (Ayah Srintil) : bertanggungjawab, keras kepala
11 Istri Santayib : Keibuan, prihatin
12 Dower : mengusahakan segala macam cara
13 Sulam : penjudi dan berandal, sombong
14 Siti : alim
15 Sersan Slamet : penyuruh, tegas
16 Kopral Pujo : penakut
17. Tampi : penyayang, sabar.
18. Masusi. Jahat, hidung belang, pendendam.
19 Diding. Kacung Tamir yang tunduk dan patuh pada majikan
demi uang yangakan di bawanya pulang untuk anak istrinya.
20 Tamir. Laki-laki hidung belang yang datang dari kota Jakarta
dalam pekerjaannya pengukuran tanah untuk pembuatan
jalan di Dukuh

21 Paruk Pecikalan. Dia seorang laki-laki petualang perempuan


yang patah hati oleh Srintil.

22 Bajus. Bujang tua yang baik kepada Srintil namun jauh dari
perkiraan. Srintil sempat akan dijadikannya umpan demi
proyek tendernya lolos.

23 Darman. Aparat kepolisian yang membantu maksud dan


tujuan Marsusi kepada Srintil demi satu truk kayu bakar.

24 Pak Blengur. Bos besar pemegang tender pembuatan jalan,


jembatan dan gedung bupati (majikan Bajus).

25 Lurah Pecikalan (kepala desa). Bijaksana dan peduli akan


penduduknya.
Gaya Bahasa
Gaya Bahasa yang terlihat dalam novel ini kadang membingungkan,
karena terdapat bahasa jawa dan mantra-mantra jawa.
Misalnya :
Uluk-uluk perkutut manggung
Teka saka negndi,
Teka saba tanah sabrang
Pakanmu apa
Pakanku madu tawon
Manis madu tawon,
Ora manis kaya putuku, Srintil

Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan oleh Pengarang dalam penulisan
novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah menggunakan sudut
pandang orang pertama sebagai pelaku utama seperti adanya kata
“aku” dan sudut pandang pengganti orang ketiga baik dalam cerita
maupun diluar cerita. Bukti pengarang menggunakan kata ganti orang
ketiga adalah seperti adanya kata “ dia dan –nya” dan menyebutkan
nama tokoh secara langsung.
Amanat
Amanat atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada
pembaca melalui novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah: agar kita
semua mau dan mampu melihat seseorang itu tidak hanya dari
luarnya saja melainkan juga dari hatinya. Dan agar kita mau berpikir
mengenai tragedi-tragedi kemanusiaan yang terjadi disekeliling kita.
Pesan lain mungkin juga seperti jangan menyia-nyiakan orang yang
telah sepenuh hati mencintai kita, karena belum tentu suatu saat
nanti kita dapat menemukan orang yang mencintai kita seperti itu.
Dan adat bagaimanapun tetap harus berlaku dalam kehidupan yang
meyakininya, karena jika memang suatu daerah mempercayai adat
yang berlaku, maka harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Karena
pada setiap keyakinan pasti ada suatu hal yang akan terjadi jika suatu
adat kebiasaan tidak dilaksanakan. Serta jangan gampang
terpengaruh dengan keadaan duniawi karena suatu saat penyesalan
akan datang dalam hidupmu, segala sesuatu akan kembali kepadaNya.
Kehidupan fana dalam hura-hura dunia dapat mencekam masa
depanmu!
Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk ini
yaitu menggunakan bahasa Indonesia dan juga bahasa daerah, yaitu
bahasa Jawa.Penggunaan bahasa daerah terlihatdari adanya
penggunaan kata kata seperti , mbak yu, wong bagus, jenganten,
wong ayu, dan masih banyak lagi. tidak hanya dari pengguanaan kata-
kata tersebut, penggunaan bahasa daerah juga
terlihat dari adanya nyanyian atau mantra
mantra yang digunakan pada saat "rintil menarironggeng, yaitu :

uluk uluk perkutut manggung

teka suka ngendi,

teka suka tanah sabrang

Pekanmu apa,

Pakanku mado tawon

manis madu tawon,

ora manis kaya putuku, srintil


Dalam penggunan bahasa novel ini juga menggunakan beberapa majs,
yaitu :
a). Majas Personifikasi, yaitu majas kiasan yang menggambarkan
benda benda mati seolah olah memiliki jiwa atu hidup
Contohnya :
1. Dukuh paruk masih diam membisu meskipun beberapa jenis
satwanya sudah terjaga
2. Tetes tetes embun jstuh mrnimbulksn suara desahan
desahan musik yang serempak
3. Dalam kerimbunan daun daunya, sedang dipagelarkan
merdunya harmoni alam
4. Dukuh paruk kembali menjathkan pundak pundaak yang
berat,bersimbah air mata

b). Majas simile, yaitu maja perbandingan


Contohnya :
1. Di bagian langin lain, seekor burung pipit sedang berusaha
mempertahankan nyawanya, dia terbang bagai batu lepas dari
ketapel sambil menjerit jerit jadinya
2. Setelah didapat, rasus memanjat seperti seekor monyet
3. Latar sejarahnya yang melarat dan udik ibarat beribil
4. Matanya berkilat seperti kepik emas hinggap datas daun
5. Srintil bigung seperti munyuk dirubung orang.
Majas Metafora, yaitu semacam analogi yang membandngkan 2 hal
secara langsung tetapi dalam bentuk yang singkat
Contohnya :
1).Di pelataran yang membantu di bawah pohon nangka ketika
angin tenggara bertiup dingin menyapu harum bunga kopi
yang selalu mekar di musim kemarau
Maknanya :
Melukiskan keadaan dukuh paruk yag masih asri, ketika malam
hari pada musim kemarau angin terasa dingin
2).Mereka pantas berkejaran, bermain dan bertembang.
Mereka sebaiknya tahu masa kanak kanak adalah surga
yang hanya sekali datang.
Maknanya :
Melukisakan keindahan dunia anak anak di dukuh kecil yang
Serba gembira, bebas bermain dan belum memiliki tanggung
jawab. Dunia anak anak merupakanfase kehidupan yang indah
dan tidak mungkin terulang kembali pada kkehidupan
seseorang.
3).Wirister bersama istrinya pergi kesana kemari menjajakan
musik yang memanjakan rasa, yang sendu dan melankolik.
Musiknya tidak membuat orang bangkit berjoget, melainan
membuat pendengar mengangguk angguk menatap ke
dalam diri atau terbang mengapung bersama khayalan
sentimental.
Maknanya :
Musik tradisional siter yang kini sudah langka dalam masyarakat, yang
dimainan oleh sepasang suami istri, wirister dan ciplak. Tohari
menempatkan musik yang menajaan rasa, membuat pendengarnya
masuk ke alam khayalan sentimental. Disinilah tohari membuat pesan
tesirat bahwa musik siter adalah budaya kuno yang harus
dilestarikanjangan sampai dilupakan

d).Majas metoimia, yaitu majas yang memakai nama ciri atau nama hal
yang ditautkan dengan orang , barang atau hal sebagai penggantinya,
kita dapat menyebut pencipta atau ombuatnya jika yang kita
maksudkan ciptaan atau buatannya atau kita menyebutnya bahannya
jika yang kita maksudnkan barangnya.
Contohnya :
1).Disana dialam kurung klambu yang tampak dari empatku
berdiri akan, terjadi pemusanahan mustika yang selama ini
amat kuhargai.
Kata “mustika” pada kutipan diatas artinya sebah
keperawanan seorang gadis
2).Pelita kecil dalam kamar itu melengkapi citra punahnya
kemanusiaan pada diri bekas mahkota dukuh paruk itu.
Kata “citra” pada kutipan diatas adalah gamvaran kepribadian dari
seorang ronggeng yaitu tokoh srintil, citra tersebut telah hilang karena
suatu deraan, cobaan hingga muncullah goncangan jiwa pada srintil
yang semula mendapat sebutan seorang mahkota dukuh paruk

D ). Majas Hiperbola, yaitu majas yang megungkapkan pernyataan


yang berlebihan dengan membesar besarkan suatu hal
Contohnya :
1). Ini cukup kukataan bahwa yang terjadi pada dirinya seribu
kali lebih hebat daripada kematian karena kematian itu
sendiri adalah anak kandung kehidupan manusia
2). Aku bisa mendengar semua bisik hati yang aling liriih
sekalipun
3). Aku dapat melihat mutiara mutiara jiwa dari lubuk yang
paling pingit
4). Kedua unggas kecil itu melayang beratus – ratus bahkan
beribu – ribu kilometer mencari genangan air
5). Dalam pemukiman yang sempit, hitam, gelap, gulita, pekat,
terpencil itu lengang sekali, amat sangat lengang
6). Aku membiarkan dukuh paruk tetap cabul,kere, bodoh, dungu
dan sumpah serapah
7). Srintil meratap, meronta, menangis , melolong lolong di
kamarnya yang persis bui
F). Majas Sinekdoke, yaitu majas yang mempergunakan sebagian dari
suatu hal yang menyatakan keseluruhan ( pars prototo ) atau
mempergunakan keseluruhan untuk meyatakan sebagian ( totem pro
parte )
contohnya :
1). Celoteh di sudut pasar itu berhenti karena kehabisan bahan
Penggambaran majas sinekdoke terdapat pada kata “ di sudut
pasar” padahal yang dimaksudkan tidak hanya sudut pasar
tetapi seluruh wilayah pasar, ungkapan ini termasuk majas
sinekdoke jenis totem pro parte

2). Sampean hanya memikirkan diri sendiri dan tidak mau


mengerti urussan perut orang
Pengambaran majas sinekdoke pada kutipan tersebut
terdapat pada kata “perut orang” yang dimaksu disini
sebenarnya adlah seluruh jiwa raga manusia

3). Dua ekor anak kambing melompat lompat dalam gerakan


amat lucu . Majas sinekdoke pada kutipan diatas terdapat
pada kata “dua ekor anak kambing” padahal yang sebenarnya
adalah seluruh jiwa raga kambing bukan hanya ekornya.
g). Majas pertentangan ( litotes ), yaitu majs yang dipakai untuk
meyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Sesuatu hal
kurang dari keadaan sebenarnya atau suatu pikiran dinyatakan dengan
menyangkal lawan katanya
Contohnya :
1). Aku sadar betul diriky terlalu kecil bagi alam
majas litotes terletak pada kata terlalu kecil
2). Aku terkejut menyadari semua orang di tanah airku yang
kecil ini memenuhi segala keinginanku
majas litotes teletak pada kata tanah airku yang kecil ini
3). Kita ini memang buruk rupa tetapi punya suami dan anak –
anak.
majas litotes terletak pada kata buruk rupa

h). Majas penegasan ( repetisi ), yaitu majs yang mengandung


pengulangan berkali kali kata atau kelompok kata yang sama.
Contohnya :
1). Mereka hanya ingin melihat srintil kembali menari, menari
dan menari
Pada kutipan di atas majas repetisi di temukan pada kata
kembali menari, menari dan menari.
2). Srintil sedang berada dalam haribaan dukuh paruk yang tengah
tidur lelap selelap lelapnya, erenung dan terus merenung
Pada kutipan diatas majas repetisi terlihat pada kata tidur
lelap selelap lelapnya, merenung dan terus merenung.
3). Yang kelihatan adalah perempuan perempuan pekerja,
perempuan perempuan bergiwang serta perempuan perempua
berkaleng besar
Pda kutipan diatas majas repetisi terlihat pada kata
perempuan perempuan.

h). Majas sindiran ( sarkasme ), yaitu suatu acuan yang lebih kasar dari
ironi dan sinisme. Ia adalah suatu acuan yang mengandung
kepahitandana celaan yang getir. Dalam RDP majas sarkasme
ditemukan pada kutipan teks dibawah ini
Contohnya :
1). Dower merasa berat dan mengutuk kartareja yang sengit
“ Si tua bangka ini sungguh sangat tengik”
2). Kertareja memnag bajingan. Bajul buntung “ jawabku,
mengumpat dukun ronggeng itu
3). Kalian mau mampus mampuslah tapi jangan katakan
tempeku mengandung racun

Anda mungkin juga menyukai