Anda di halaman 1dari 9

Makalah Mujahadah an-Nafs

BAB I

PENDAHUAN

A. Latar Belakang

Islam Agama Rahmat bagi Seluruh Alam Kata islam berarti damai, selamat, sejahtera,
penyerahan diri, taat dan patuh. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa agama islam adalah
agama yang mengandung ajaran untuk menciptakan kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan
hidup umat manusia pada khususnya dan seluruh alam pada umumnya. Agama islam adalah agama
yang Allah turunkan sejak manusia pertama, Nabi pertama, yaitu Nabi Adam AS. Agama itu
kemudian Allah turunkan secara berkesinambungan kepada para Nabi dan Rasul-rasul berikutnya.

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari beragam agama.
Kemajemukan yang ditandai dengan keanekaragaman agama itu mempunyai kecenderungan kuat
terhadap identitas agama masing- masing dan berpotensi konflik. Indonesia merupakan salah satu
contoh masyarakat yang multikultural. Multikultural masyarakat Indonesia tidak sauja kerena
keanekaragaman suku, budaya,bahasa, ras tapi juga dalam hal agama. Agama yang diakui oleh
pemerintah Indonesia adalah agama islam, Katolik, protestan, Hindu, Budha, Kong Hu Chu. Dari
agama-agama tersebut terjadilah perbedaan agama yang dianut masing-masing masyarakat
Indonesia. Dengan perbedaan tersebut apabila tidak terpelihara dengan baik bisa menimbulkan
konflik antar umat beragama yang bertentangan dengan nilai dasar agama itu sendiri yang
mengajarkan kepada kita kedamaian, hidup saling menghormati, dan saling tolong menolong.

Oleh karena itu, untuk mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama yang sejati, harus
tercipta satu konsep hidup bernegara yang mengikat semua anggota kelompok sosial yang berbeda
agama guna menghindari ”ledakan konflik antarumat beragama yang terjadi tiba-tiba”.

Makalah ini akan membahas tentang Mujahadah Nafs tentang kontrol diri yang perlu dimiliki setiap
umat muslim.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Muzahadah Nafs?

2. Apa Perilaku yang Mencerminkan Sikap Mujahadah an-Nafs?

3. Hikmah atau Manfaat dari Sikap Mujahadah an-Nafs?

4. Apa Hikmah atau Manfaat dari Sikap Mujahadah an-Nafs?


C. Tujuan

Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah

1. Untuk memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)

2. Menambah pengetahuan tentang akhlaqul karimah yaitu Mujahadah

3. Dapat menerapkan Mujahadah dalam kehidupan sehari-hari

4. Menjadi pribadi yang lebih Islami


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Mujahadah an-Nafs berasal dari bahasa Arab yang terdiri atas dua kata, yakni mujahadah yang
artinya kesungguhan dalam mengendalikan sesuatu dan an-Nafs yang artinya diri pribadi. Jadi,
mujahadah an-Nafs adalah kesungguhan dalam mengendalikan diri pribadi atau sikap kontrol diri.

Sikap kontrol diri atau mujahadah an-Nafs adalah satu sikap yang diajarkan Islam agar manusia
mampu menjadi pribadi yang tidak selalu mengedepankan hawa nafsu dan emosinya dalam
menjalani kehidupan. Akan tetapi, mampu mengendalikan emosi dan hawa nafsunya dengan selalu
mengedepankan kejernihan hati dan pikiran serta perilaku mulia yang dapat meninggikan derajatnya
di hadapan Allah swt.

Rasulullah saw. Bersabda yang artinya :

“Orang yang cerdas adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya dan beramal untuk kehidupan
setelah mati”

(H.R. Tarmidzi: 2383)

Diantara tanda kecintaan seorang hamba kepada Allah swt., yaitu dia yang mengutamakan perkara
yang disukai-Nya daripada mengutamakan kehendak nafsu pribadinya. Orang-orang yang sanggup
melawan hawa nafsu adalah mereka yang beriman kepada Allah swt. dan hari akhir, inilah kekuatan
yang ada dalam diri umat Islam.

Rasulullah saw. Bersabda yang artinya :

“Dan saya juga mendengar Rasulullah saw. Bersabda, “Mujahid adalah orang yang berjihad terhadap
jiwanya”

(H.R. Ahmad)

Perang melawan hawa nafsu merupakan jihad akbar, yang nilainya lebih utama dibanding jihad
memerangi orang-orang kafir, yang sering disebut jihad kecil (al jihad al asghar) oleh Rasulullah saw.
Rasulullah saw. Bersabda yang artinya :

“Nabi Muhammad saw. Bersabda: Telah kembalilah kita dari sebuah perlawanan yang kecil (perang
Badar dengan orang Kaum Kafir Quraisy waktu itu), menuju peperangan yang agung, bertanyalah
para sahabat: Ya Rasulullah, apa yang engkau maksudkan peperangan yang besar? Rasul menjawab:
Perang melawan hawa nafsu”

B. Perilaku yang Mencerminkan Sikap Mujahadah an-Nafs

a. Berpikir positif

Selalu berpikir positif dalam segala hal, tidak pernah mempunyai prasangka buruk terhadap apa pun
dan siapa pun, tidak memiliki perasaan untuk merendahkan, atau bahkan menghina siapa pun yang
ditemuinya. Ketika seseorang memiliki perilaku berpikir positif, dia akan selalu mempertimbangkan
setiap ucapan dan perilakunya untuk memberikan manfaat kepada orang lain.

Rasulullah saw. Bersabda yang artinya :

“Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a. bahwasanya Nabi Muhammad saw. Bersabda, “Demi Zat
(Allah) yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, tidaklah beriman seorang hamba dengan
sempurna sehingga dia mencintai tetangganya atau saudaranya seperti halnya mereka mencintai
dirinya sendiri”

(H.R. Muslim: 65)

b. Bekerja keras, tuntas, dan ikhlas

c. Optimis dalam segala hal

Sikap optimis artinya keyakinan yang kuat bahwa kesungguhan dan kerja keras yang kita lakukan
akan mendapatkan petunjuk dan pertolongan dari Allah swt. dengan berbagai macam kemudahan.

Allah swt. berfirman :

ََ‫سبُلَنَا لَنَ ْه ِد َينَّ ُه َْم فِينَا َجا َهدُوا َوالَّذِين‬ َََّ ‫ْال ُم ْح ِسنِينََ لَ َم ََع‬
ََّ ‫ّللا َو ِإ‬
ُ ۚ‫ن‬

Artinya :

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada
mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik” (Q.S. Al-
Ankabut (29): 69)
d. Bersyukur ketika mendapat keberhasilan

e. Bersabar ketika mendapat kegagalan

Seseorang yang memiliki sikap kontrol diri akan bersabar dan menganggap bahwa setiap kegagalan
dalam usahanya adalah ujian baginya untuk meningkatkan usaha dan doanya lebih maksimal lagi di
kemudian hari.

Allah swt. berfirman :

ََّ ِ‫سوا ا ْذ َهبُوا َبن‬


‫ي َيا‬ َْ ِ‫ف م‬
َّ ‫ن فَت َ َح‬
ُ ‫س‬ ُ ‫ل َوأَخِ ي َِه يُو‬
ََ ‫س‬ ُ َ ‫ن ت َ ْيأ‬
ََ ‫سوا َو‬ َْ ِ‫ح م‬ ََّ ۚ ُ‫ل ِإنَّ َه‬
َِ ‫ّللاِ َر ْو‬ َُ َ ‫ن َي ْيأ‬
ََ ‫س‬ َْ ِ‫حِ م‬ ََّ ‫ْالكَاف ُِرونََ ْالقَ ْو َُم ِإ‬
ََِّ ‫ل‬
َ ‫ّللا َر ْو‬

Artinya :

“Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu
berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-
orang yang kafir.” (Q.S. Yusuf (12): 87)

C. Hikmah atau Manfaat dari Sikap Mujahadah an-Nafs

a. Menambah ketentraman hati dan pikiran

Seseorang yang memiliki sikap kontrol diri, hatinya akan merasa tenteram dan nyaman, tidak pernah
berburuk sangka terhadap siapa pun yang ditemuinya, tidak mengucapkan sesuatu yang dapat
merugikan orang-orang yang ada di sekitarnya.

Rasulullah saw. Bersabda yang artinya :

“Sesungguhnya dalam tubuh (manusia) itu terdapat segumpal daging, apabila segumpal daging itu
baik maka baik pula seluruh tubuhya, akan tetapi apabila rusak segumpal daging itu maka rusak
pulalah seluruh tubuhnya, ingatlah segumpal daging itu adalah hati.”

(H.R. Bukhari: 50 dan Muslim: 2996)

b. Mendapatkan hasil yang memuaskan


Seseorang yang dapat mengontrol dirinya dari sifat malas dan menunda pekerjaan menggantinya
dengan kerja keras, tuntas, dan ikhlas tentu akan mendapatkan hasil yang memuaskan.

Allah swt. berfirman :

َ‫ْس َوأ َ ْن‬


ََ ‫ان لَي‬ ِْ‫لل‬
َ ‫ِْل ْن‬
َِ ‫س‬ ََّ ِ‫سعَىَ َما إ‬
َ

Artinya :

“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.” (Q.S. An-Najm (53): 39)

c. Memiliki kepercayaan diri yang tinggi

d. Menambah ketawakalan kepada Allah swt. dalam menyerahkan semua urusan

D. Dapat Melakukan Mujahadah an Nafs hanya karena hidayah Allah

Mujahadah al-nafs merupakan perbuatan yang berat. Meskipun berat Allah menjanjikan jalan keluar
bagi orang beriman yang bersungguh-sungguh berjuang mengendalikan nafsunya. Sebagaimana
firman Allah : : “Orang-orang yang berjihad di jalan Kami, pasti akan kami tunjukkan kepadanya
jalan-jalan Kami…” (QS al-Ankabut: 69).

Imam Ibn al-Qayyim berkata: “Allah menggantungkan hidayah dengan laku jihad. Maka orang yang
paling sempurna hidayah (yang diperoleh)-nya adalah dia yang paling besar laku jihadnya. Jihad yang
paling fardu adalah jihad melawan nafsu, melawan syahwat, melawan syetan, melawan rayuan
duniawi. Siapa yang bersungguh-sungguh dalam jihad melawan keempat hal tersebut, Allah akan
menunjukkan padanya jalan ridha-Nya, yang akan mengantarkannya ke pintu surga-Nya. Sebaliknya,
siapa yang meninggalkan jihad, maka ia akan sepi dari hidayah…”

Di ayat lain, Allah menjelaskan bahwa membebaskan nafsu merupakan karunia Allah, sebagaimana
frimannya: “Dan aku tidak membebaskan nafs-ku, karena sesungguhnya nafs itu selalu sangat
menyuruh kepada keburukan, kecuali nafs yang dirahmati Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. Yusuf/12: 53).

Kalimat yang bergaris bawah menunjukkan bahwa kita tidak akan sanggup mengendalikan diri,
kecuali mendapatkan rahmat dan kasih sayang Allah

E. Akibat mengikuti nafsu

Para pelaku tindak kriminal di sekitar kita, seperti para koruptor, pemakai narkoba, pembunuh,
misalnya, adalah orang-orang yang gagal dalam laku mujahadah diri. Sebaliknya, mereka justru
menuruti segala keinginan dan syahwat diri, sehingga mereka tertawan dan diperbudak olehnya.
Mereka tidak pernah menyadari tentang buah kejahatan yang akan datang menjelang, cepat atau
lambat. Yang mereka pikirkan adalah bayangan semu tentang kenikmatan sesaat dan instan.
Na’udzu billah, semoga kita dihindarkan cara pandang sedemikian.

F. Hikmah mujahadah an nafs

Ada beberapa hikmah yang dapat diambil dari mujahadah an-nafs, yaitu:

a) Dapat meminimalisasi akibat negatif dari perbuatan yang dilakukan, karena dipertimbangkan
dengan matang.

b) Berusaha berbuat yang baik dan terbaik, sebaik perbuatan itu akan dipertanggungjawabkan di
hadapan Allah

c) Tidak cepat bereaksi terhadap berbagai permasalahan yang timbul.

G. Cara Mujahadah an nafs

Ada empat cara melakukan mujahadah an-nafs dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:

1) Bersabar atau menyisihkan waktu yang lebih lama untuk mengambil keputusan dari
perbuatan yang akan dilakukan.

Ketika seseorang atau umat Islam dihadapkan kepada banyak tantangan dan kesulitan atau berposisi
minoritas, hendaklah bersabar. Sikap sabar akan membuka pikiran jernih yang menjadi pembuka
ide-ide brilian yang mengambil keputusan.

2) Memikirkan akibat dari perbuatan yang kita lakukan.

Berpikir tentang akibat perbuatan yang akan dilakukan dapat meminimalisasi hal-hal negatif dan
penyesalan yang akan ditimbulkan dari perbuatan tersebut. Bukankah setiap perbuatan sebenarnya
akan kembali kepada pelakunya sendiri? Allah Swt berfirman: “Jika kamu berbuat baik, maka kamu
berbuat baik kepada dirimu sendiri. Jika kamu berlaku jahat, maka kamu berbuat jahat pada dirimu
sendiri.” (QS Al-Isra: 7). Sebagian ulama salaf menafsirkan ayat ini dengan berkata: “Sesungguhnya
amal kebaikan melahirkan cahaya di dalam kalbu, kesehatan pada badan, kecerahan pada wajah,
keluasan pada rizki, serta kecintaan dari segala makhluk. Sedangkan kejahatan, sebaliknya,
menciptakan kegelapan di hati, keringkihan di badan, kesuraman di wajah, kesempitan pada rizki,
serta kebencian dari hati segala makhluk.”

3) Berdzikir kepada Allah


Berdzikir merupakan cara untuk menyadarkan diri bahwa segala perbuatan kita dilihat dan dicatat
oleh Allah untuk dipertanggungjawabkan di akhirat. Dengan berdzikir iman akan bertambah,
membentengi godaan setan dan menjadi penyelamat dari neraka. Sebagaimana sabda Nabi saw:

َ‫ان ع ِْل َُم للاَِ ِذ ْك ُر‬ َِ ‫صنََ النِِّفَا‬


َِ ‫ق مِ نََ َوبَ َرائِ َِه اإلي َم‬ ِ ‫ان مِ نََ َو ُح‬ َ ‫ش ْي‬
َِ ‫ط‬ َِ ‫النِِّي َْر‬
َّ ‫ان مِ نََ َو ُح ِرزََ ال‬

“Dzikirullah itu (dapat membuka) pengetahuan tentang keimanan, pembebasan dari kemuafikan,
benteng dari syetan, dan penyelamat dari neraka.” (Miftah al-Shudur).

Ibnu Atha’illah al-Sakandari dalam al-Hikam-nya memberikan nasehat:

‫فيه للا مع حضورك لعدم الذكر تترك ل‬، ‫ذكره وجود في غفلتك من أشد ذكره وجود عن غفلتك ألن‬

“Janganlah engkau meninggalkan zikir karena engkau tidak hadir bersama Allah (tidak khusyuk),
karena kelalaianmu sambil tidak berzikir itu lebih dahsyat daripada kelalaianmu sambil zikir kepada-
Nya.”

4) Berdoa kepada Allah

Doa menjadi modal spritual ketika dalam kesulitan. Inilah yang dicontohkan Rasulullah, ketika
beliau dilempari batu dan diusir dari Thaif, justru beliau mendoakan penduduk thaif agar diberi
hidayah oleh Allah.

BAB III
PENUTUP

Mujahadah artinya kesungguhan: merupakan yang sangat penting dalam unsur yang di percayai
sebagai kekuatan dan mencapai cita-cita.untukk mencapai kesuksesan orang harus disiplin
melaksanakan tugas yang sedang dilasanakannya.sejak awal ia harus brusaha untuk beremujahadah
mencapai keseluruhan tujuan.kalau kesungguhan ini dilakukannya maka akn ditemukan hasilnya
diantaranya adalah musyahabah

Demikian juga barang siapa yang tidak bersungguh-sunguh melawan hawa napsunya yang selalu
mernggang dirinya dan mengajak berbuat maksiat dan mentang kebaikan,maka tidak mungkin ia
akan mendapat cahayatarikat yang dicaarinya.

Abu Qasim Al-Qusairy rahimatalla Ta’ala mengatakan barang siapa yang tidak beermujahadah sejak
awal,ia tidak akan mendapat keharuman sedikitpun dari cahaya tarikat,dikatakan dari apa yang
pernah di dengarnya dari Syeh Abu Ali Ad Daqaq: barang siapa dari sejak awal tidak mempuunyai
pendirian yang kuat,akhirnya ia tidak mempunyai majelis musyawarah: sebagian Ulamak
mengatakan hanya dengan ketekunan dan kesungguhan serta disiplin yang teratur, akan mencapai
tujuan yang tinggi.

Arti mujahadah menurut bahasa adalah perang, menurut aturan syara’ memerangi nafsu amarah
dan memberi beban kepadanya adalah perang melawan musuh-musuh Alloh, dan menurut istilah
ahli hakikat adalah untuk melakukan sesuatu yang berat baginya yang sesuai dengan aturan syara’
(agama). Sebagian Ulama mengatakan . Mujahadah adalah tidak menuruti kehendak nafsu dan ada
lagi yang mengatakan. Mujahadah adalah menahan nafsu dari kesenangannya.

Anda mungkin juga menyukai