Anda di halaman 1dari 4

Analisis Novel

Identitas Novel
Judul : Anak Perawan di Sarang Penyamun
Pengarang : Sutan Takdir Alisjahbana
Penerbit : Dian Rakyat
Tahun Terbit : 2011
Halaman : 109 halaman

Sinopsis
Medasing merupakan pemimpin dari sekelompok perampok yang terkenal keji dan
jahat. Apabila ia telah berniat untuk merampok seseorang, tak ada yang dapat menghalanginya.
Ia sudah terkenal diseluruh negeri bahwa ia adalah Medasing, sang perampok yang tak kenal
belas kasih. Medasing suka merampok dengan membunuh korban rampokannya.
Tersebar kabar bahwa Haji Sahak hendak melintasi daerah dekat sarang perampok
tersebut. Sehingga para perampok hendak merampok Haji Sahak. Dibunuhlah Haji Sahak dan
rombongannya. Ternyata Haji Sahak mempunyai seorang anak gadis yang bernama Sayu.
Disanderalah Sayu di sarang para perampok tersebut. Anak buah Medasing, Samad
jatuh hati kepada Sayu. Samad bahkan berjanji akan mempertemukan Sayu dengan orang
tuanya. Tetapi Sayu menolak ajakan untuk kabur oleh Samad karena Sayu melihat bahwa
Samad memiliki agenda tersendiri. Sayu melihat bahasa tubuh yang mecurigakan dalam diri
Samad.
Setelah perampokan Haji Sahak, kelompok perampok Medasing sering mengalami
kegagalan. Ternyata Samad lah yang membocorkan kepada calon korban bahwa kelompok
perampok sedang memburu mereka. Banyak anak buah Medasing yang meninggal. Hingga
Medasing terluka parah. Sayu kemudian merawat Medasing dan akhirnya ia juga jatuh hati
setelah mendengar cerita hidup Medasing. Medasing sanggup untuk bertobat demi bersama
Sayu. Akhirnya mereka menikah dan hidup tentram.

Unsur Intrinsik
1. Tema
Novel ini menceritakan kisah yang bertema tentang perubahan sikap seseorang saat
dihadapkan pada suatu keadaan dimana ia menyesal telah berbuat buruk dalam masa
lalunya.
2. Tokoh
a. Medasing
b. Sayu
c. Nyi Haji Andun
d. Samad
3. Penokohan
a. Medasing : suka merampok namun dermawan kepada anak buahnya.
“Lama-kelamaan, oleh karena tak lain yang dilihat dan didengarnya, tak lain pula
karena kerjanya, maka ia pun menjadi seorang penyamun sejati pula.” (4)
“Maka Medasing memberikan sebagian dari pada uang dan perhiasan kepada
Samad, sebab sebagaimana biasa ia akan pulang ke Lahat juga.” (34)
b. Sayu : sayang orang tua, tak mudah terayu, dan waspada.
“Sebagai kilat, amat cepatnya perawan itu meniarap di kakinya seraya bersedu-
sedu: ‘Tolonglah aku, lepaskan aku dari sarang penyamun ini. Bawalah aku kepada
ayah-bundaku!’” (31)
“’Adikku, siapakah mengusikmu dan mengapakah engkau serupa ini?’ ujar Samad
pula dengan penuh kasih mesra. Sayu mual mendengar ia menyebut ‘adikku’ itu.”
(57)
“Senyumnya yang ganjil dan pandangan matanya yang tajam, sejak dari semula tak
dipercayainya … “ (55)
c. Nyi Haji Andun : menyayangi anak dan suaminya dan beriman kepada Tuhan.
“Sejak hari itu berhari-hari tak tentu perasaan dan pikiran Nyi Haji Andun oleh
kedukaan mengenang kehilangan suami dan anak tunggalnya yang
dicintainya.”(43)
“Dan sejak sembahyang subuh itu ia tak dapat memicingkan matanya lagi sampai
hari siang.”(44)
d. Samad : tidak ramah dan penuh muslihat.
“Samad tak pernah beramah-ramahan dengan anaknya dalam pemandangannya pun
mereka kebetulan dilahirkan oleh perempuan yang kebetulan menjadi istrinya.”(41)
“Samad senantiasa melihat kepadanya, lagi pula nyata benar ia selalu mencari-cari
jalan akan bercakap, akan beramah-ramahan dengan dia. Senyumnya yang ganjil
dan pandangan matanya yang tajam, sejak dari semula tak dipercayainya dan kalau
Medasing dengan Sanip dan Tusin pergi, sehingga kebetulan tinggal mereka berdua
saja di pondok, amatlah kecut hatinya.”(55)
4. Alur
Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur campuran (maju-mundur).
Tahapan alur :
 Pengenalan
Medasing adalah perampok terkenal dengan kekejamannya dalam merampok
harta yang diincarnya. Kebetulan ada pengusaha ternama yang melewati daerah
Medasing yang bernama Haji Sahak beserta keluarga.
 Pemunculan Konflik
Haji Sahak dirampok dan dibunuh. Anak tunggalnya yang bernama Sayu
diculik dan disembunyikan di pondok perampok. Sedangkan Nyi Haji Andun,
istrinya terluka parah.
 Klimaks
Medasing jatuh hati kepada Sayu karena ada sesuatu dengan kebaikan dalam
diri Sayu sehingga Medasing yang berhati batu dapat jatuh hati kepadanya.
Samad yang tak dapat memiliki Sayu berkhianat menyebabkan gagalnya setiap
usaha perampokan oleh Medasing.
 Penurunan Konflik
Anak buah Medasing tumbang satu persatu. Medasing bertaubat dan berjanji
kepada Sayu untuk menjalani hidup lebih baik lagi.
 Penyelesaian
Medasing dan Sayu menikah. Mendatangi Nyi Haji Andun dan meminta restu.
Samad kembali dan ditampung oleh Sayu namun pergi lagi.
5. Latar
Latar waktu
a. Pagi
“Tetapi makin tinggi matahari di tepi langit, makin berkuranglah gemuruh itu.”
(26)
b. Sore hari
“Senja hari ia tiba di dusun Pulau Pinang.” (41)
Latar tempat
 Pondok perampok
“Dalam pondok kabut rupanya dan Amat dan Tusin taklah bedanya dengan ikan
disalai.” (35)
Latar suasana
a. Sedih mengenang masa lalu
“Ketika ia melihat perawan dalam pondok itu, cantic disinari api yang
bernyalah-nyalah, masuk kehatinya suatu gerak. Menjelma sayup-sayup dari
tempat yang amat jauhnya, sebagai sesuatu kenangan tiba-tiba kepada
dengungan suara yang telah lama lenyap dari ingatan.” (36)
6. Sudut pandang
Novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu.
7. Gaya Bahasa
“ … laksana bunga mawar kembang dicium sinar pagi kuning-jelita.” (38-39)
8. Amanat
Amanat novel ini adalah kita harus segera bertaubat apabila melakukan kesalahan kecil
maupun besar sebelum ditegur oleh Tuhan. Karena ada baiknya kita selalu introspeksi
diri dan selalu membenahi diri kita.

Unsur Ekstrinsik
1. Biografi pengarang
Penulis novel ini adalah Sutan Takdi Alisjahbana. Beliau lahir di Sumatera Utara pada
11 Febuari 1908. Beliau bersekolah dengan giat dan menekuni bidang sastra dan dapat
menghasilkan karya-karya fenomenal yang menginspirasi banyak orang.
2. Nilai yang terkandung dalam novel :
a) Nilai moral
Bila melihat orang terdekat melakukan sesuatu yang salah, ingatkan. Agar kita
dapat menjadi pribadi yang dewasa dan matang
b) Nilai social
Sayangi keluarga karena hanya kepada keluarga lah kita berpulang
3. Kritikan untuk novel
Secara keseluruhan novel ini menggunakan Bahasa Indonesia lama sehinga
mempersulit generasi muda untuk memahami maksud dari penulis. Cerita yang ada
juga berbelit-belit dan tidak fokus.

Anda mungkin juga menyukai