Anda di halaman 1dari 13

NASKAH DRAMA BAHASA INDONESIA

“ANAK PERAWAN DI SARANG PENYAMUN”

Disusun oleh:
1. Armando Butar Butar
2. Gerry Ananta Wijaya
3. Irma Novianti
4. Nisrina Hanifah
5. Paula Arta Ivolala
6. Salwa Al Wafi
7. Septi Octaviana

XII IPS 3

SMA NEGERI 1 CIBINONG

Jl. Mayor Oking Atmaja No. 73 Telp/Fax (021) 8752614, Cibinong, 16918
PENOKOHAN

1. Armando sebagai Medasing.


 Seorang penyamun jahat yang tidak punya iba-kasihan, tetapi akhirnya ia
disadarkan oleh seorang perawan yang lembut hatinya.

2. Paula sebagai Sayu.


 Menjadi perawan yang memiliki dendam kepada para penyamun yang dipimpin
oleh Medasing, akan tetapi karena kelembutan hati dan sifatnya yang pemaaf, ia
dapat meluluhkan hati Medasing yang di kenal kejam.

3. Gerry sebagai Samad.


 Salah satu dari anggota penyamun yang kejam, yang akhirnya memiliki niat untuk
membebaskan Sayu yang saat itu menjadi tawanan.

4. Nisrina sebagai Haji Sahak dan Tusin.


 Seorang saudagar kaya yang pekerja keras,
yang dibunuh dan dirampas hartanya oleh sekelompok penyamun yang
dipimpin oleh Medasing.
 Salah satu anggota penyamun.

5. Salwa sebagai Nyi Hajjah Andun.


 Istri dari Haji Sahak yang memiliki sifat
penyabar, tabah dalam menghadapi cobaan
dan tidak pernah mau merepotkan orang lain.

6. Septi sebagai Sanip dan pemilik baru yang menempati rumah lama Sayu.
 Anggota penyamun yang merupakan anak buah Medasing.

7. Irma sebagai Sima,


 Anak angkat Nyi Hajjah Andun yang sangat berbakti kepada orang tuanya.
Anak Perawan di Sarang Penyamun

ADEGAN 1.

Pagi-pagi sekali, seorang saudagar kaya dengan istri dan anaknya sudah bersiap untuk
berangkat ke pasar.
Nyi Andun : “Sayu, mari kita berangkat.”
Sayu : “Iya, Bu. Ini Sayu sudah selesai.”
(Sayu sedikit berlari dari arah kamarnya).
Kemudian, Haji Sahak dan keluarganya berangkat ke pasar dengan membawa beberapa
kerbau dan barang dagangan untuk dijual.
Haji Sahak : “Semoga hari ini dagangan kita habis terjual.”
Nyi Andun : “Iya, semoga aja, Pak.”
Barang dagangan Haji Sahak telah habis terjual dan mereka pun bergegas pulang.
Haji Sahak : “Hari sudah malam. Apa sebaiknya kita beristirahat dahulu di pondok itu?”
(Menunjuk salah satu pondok yang berada tidak jauh dari mereka).
Sayu : “Boleh, Pak. Sayu sangat lelah, ingin istirahat.”
Lalu, ketiganya pun beristirahat dengan nyaman di pondok tersebut.

ADEGAN 2.

Pada dini hari, ternyata pondok itu diserang oleh sekelompok penyamun.
Medasing : “Cepat bunuh mereka dan ambil semua hartanya!”
Sanip : “Siap, Tuan.”

(Dengan cepat membunuh Haji Sahak dan membuat Nyi Andun terluka parah).
(Sanip hendak membunuh Sayu).
Medasing : “Berhenti. Jangan bunuh dia. Kita bawa saja dia ke sarang kita.”
Sanip : “Baik, Tuan.”
Sanip : “Cepat bangun. Jangan membantah atau kami akan menyakitimu.”
Sayu dengan berlinang air mata akhirnya mengikuti sekelompok penyamun tersebut dan
meninggalkan ibunya yang terluka parah.
Nyi Andun : “Tolooooong, toloooooong!”
(Berteriak sambil menangis merintih kesakitan).
Ketika itu ada seorang anak yang sedang melewati jalan setapak di dekat pondok. Dan
mendengar teriakan Nyi Andun.
Sima : “Suara apa itu?”
(Melihat ke sekeliling dan melihat Nyi Andun dengan seorang pria yang kondisinya
memprihatinkan).
Sima : “Ya ampun, apa yang terjadi pada ibu?”
(Sedikit berteriak dengan nada panik).
Nyi Andun : “T-tolong saya, Nak. Suami saya dibunuh dan anak saya diculik oleh para
penyamun.”
(Sambil menangis tersedu-sedu).
Sima merasa iba dan kasihan, ia pun memutuskan untuk mengajak Nyi Andun ke rumahnya
untuk diobati.

ADEGAN 3.

Salah satu anak buah Medasing datang ke sarang penyamun. Namun, ia melihat ada
seorang gadis cantik di sana.
Samad : “Siapa gadis cantik itu? Aku baru melihatnya di sini.”
(Melihat ke arah Sayu dan mengikutinya kemana pun ia pergi).

Samad : “Ada apa dengan dia? Mengapa dia kelihatan sedih? Sebaiknya aku
menghampirinya saja.”
(Berjalan menghampiri Sayu yang tengah duduk di bawah pohon).

(Sayu mendongakkan kepalanya ketika merasa ada seseorang di depannya).


Sayu : “Siapa kamu?”
(Dengan nada ketakutan).
Samad : “Tenang saja, aku bukan orang jahat. Dan kau siapa? Mengapa kau ada di
sini?”
Sayu : “A-aku tidak tahu. Aku sedang tertidur di salah satu pondok bersama
keluargaku dan kemudian para penyamun itu datang dan mencuri semua
harta ayahku.”
Sayu : “Bahkan mereka membunuh ayahku juga. Ibuku bahkan terluka parah.
Tapi, aku tidak bisa menolongnya karena langsung dipaksa untuk ikut
mereka ke sini.”
(Sayu menahan tangis akan rasa sakit hatinya).
(Samad menenangkan Sayu yang bercerita sambil menangis).
Samad merasa iba dan kasihan akan gadis cantik yang baru saja ditemuinya ini.
Samad : “Tidak usah khawatir, aku berjanji akan membawamu keluar dari sini dan
membawamu bertemu dengan ibumu lagi.”
Namun, ternyata tindakan Samad itu mempunyai maksud lain. Yang bukan lain bermaksud
untuk menikahi Sayu.

ADEGAN 4.

Samad berjanji akan bertemu dengan Sayu di dekat pohon. Samad menyuruhnya untuk
menunggu ia disana.
Sayu : “Akhirnya aku akan terbebas dari para penyamun itu. Dan aku akan segera
bertemu dengan ibu.”
(Merasa sangat senang karena akan kabur dari sarang penyamun itu).

(Samad mendatangi sarang penyamun, berniat mengambil harta-harta yang ada di sana).

(Medasing tidak sengaja melewati tempat penyimpanan hartanya dan melihat Samad yang
membuka peti berisi hartanya).
Medasing : “Hei, Samad. Apa yang kau lakukan di sana?”
(Dengan wajah penuh kecurigaan).
Samad : “Oh, tidak. Aku hanya ingin melihatnya.”
(Samad segera pergi meninggalkan sarang penyamun itu dan melupakan Sayu).
(Sayu mulai lelah menunggu Samad yang tak kunjung datang).
Dengan berat hati, Sayu memutuskan untuk kembali ke sarang penyamun. Ia berjanji
bahwa ia tak akan mempercayai Samad lagi.

ADEGAN 5.

Setelah kegagalannya membawa Sayu kabur, Samad yang awalnya menjadi salah satu anak
buah Medasing. Kini, beralih mengkhianati Medasing.
Samad : “Hei, saudagar. Nanti saat di perjalanan pulang, kau akan diserang dan
dirampok oleh para penyamun yang berada di hutan sana.”
(Samad menghampiri saudagar kaya yang akan menjadi korban Medasing selanjutnya dan
membocorkan rahasia Medasing).
Saudagar : “Bagaimana kau bisa tahu?”
(Menatap Samad kebingungan).
Samad : “Sebenarnya aku diutus menjadi pengintai oleh mereka. Tetapi, aku tidak
lagi bekerja sama dengan mereka. Aku memanfaatkan ini untuk membantu
kalian para saudagar kaya.”
Saudagar : “Baiklah, terima kasih karena telah memberi tahu kami. Ini, terimalah
sebagai sebuah hadiah dari kami karena telah membantu kami.”
(Memberikan beberapa uang hasil penjualannya).

ADEGAN 6.

Seperti biasa, Medasing dan anak buahnya sedang bersiap untuk merampok saudagar kaya
yang akan lewat hutan. Sebelum mereka melakukan serangan, para penjaga saudagar kaya itu
menyerang mereka terlebih dahulu.
Medasing : “Bagaimana ini? Kita tidak pernah berhasil merampok para saudagar kaya
lagi sekarang.”
Sanip : “Kita harus cepat merampok lagi karena persediaan makanan kita pun
sudah tersisa sedikit.”
Tusin : “Betul. Bahkan bukan hanya persediaan makanan. Anggota kita pun
semakin banyak yang tewas karena diserang oleh saudagar-saudagar kaya
itu.”
Medasing : “Maka dari itu kita harus memiliki strategi yang lebih baik untuk berhasil
merampok mereka.”
Tusin : “Bagaimana jika setelah ini kita langsung merampok lagi saja? Sebentar
lagi hari akan malam.”
Sanip : “Betul. Lebih baik setelah ini kita bersiap untuk merampok mereka.”
Medasing : “Ingat. Jangan sampai gagal dan kehilangan anggota lagi.”
(Mereka dengan cepat membahas bagaimana cara merampok para saudagar kaya itu dan segera
bersiap untuk melaksanakan aksi mereka nanti malam).
Namun, ternyata perampokan yang mereka lakukan tetap mengalami kegagalan dan
Medasing lagi-lagi kehilangan anak buahnya. Kini, anak buahnya tersisa Sanip saja. Tetapi,
keduanya terluka parah.

ADEGAN 7.

Akibat kegagalan dari perampokan tersebut, Medasing dan Sanip berniat untuk memburu
di hutan.
Sanip : “Sepertinya aku melihat seekor rusa di sana. Kita tangkap saja dia.”
Medasing : “Baiklah, mari kita berpencar untuk menangkap rusa itu. Kau ke arah Barat
dan aku akan ke arah Timur.”

(Medasing dan Sanip berpencar).

Sanip : “Tuan, rusa itu berlari ke arahmu.”


(Berteriak).
Dari kejauhan, Medasing bersiap untuk menangkap rusa itu. Di belakang rusa, Sanip juga
mengejarnya. Tetapi, rusa tersebut berbalik arah. Sanip pun terpeleset dan terjatuh ke jurang.
Medasing : “Oh tidaaak, Saniiiiiip!”
(Medasing terduduk sambil menatap sedih ke arah jurang).

ADEGAN 8.

Dengan kondisi tubuh yang terluka parah, Medasing kembali ke sarang penyamun.
Sayu : “Ada apa dengannya? Apa baik-baik saja? Apa sebaiknya aku tolong dia?”
(Merasa iba dan kasihan).
Medasing : “Sakit sekali.”
(Meringis kesakitan).
Akhirnya, Sayu mendekat ke arah Medasing dan mulai mengobatinya perlahan-lahan
dengan hening.
Sayu : “A-apa yang terjadi dengan Anda?”
(Mengobati luka yang ada di lengan Medasing).
Medasing : “Lagi-lagi aku gagal dalam perampokan dan para saudagar kaya itu
menyerangku. Untungnya, aku masih bisa selamat.”
(Diam-diam Sayu merasa lega karena Medasing selamat dan masih hidup).
Sayu : “Lalu, mengapa Anda pulang sendirian? Dimana anak buahmu itu?”
Medasing : “Dia tewas saat kami sedang berburu rusa di hutan.”
Sayu : “B-bagaimana bisa?”
Medasing : “Dia terpeleset dan jatuh ke jurang.”
Sayu : “Begitu, kah? Aku turut bersedih, Tuan.”

ADEGAN 9.

Hari semakin hari, Medasing dan Sayu menjadi semakin dekat bahkan saling bertukar
cerita.
Sayu : “Apa lukamu sudah sembuh?”
Medasing : “Ya, sudah membaik dari yang sebelumnya.”
Sayu : “Kalau begitu, mari kita makan dahulu. Aku sudah menyiapkan makan.”
Medasing : “Baiklah.”
Di tengah-tengah kegiatan makan malam mereka, mereka membunuh kesunyian yang
melanda mereka dengan berbincang.
Medasing : “Makanan ini sangat enak. Aku sudah lama tidak merasakan seenak ini.”
Sayu : “Benarkah? Terima kasih.”
Medasing : “Iya, benar. Tapi, mengapa engkau mau menolongku padahal aku sudah
membunuh ayahmu dan menculikmu?”
Sayu : “Awalnya aku memang takut. Tetapi, aku tahu dibalik sikapmu yang terlihat
kejam sebenarnya kau masih memiliki sisi yang baik. Buktinya saja kau
tidak membunuhku.”
Medasing : “Sebenarnya aku menjadi seperti ini karena masa laluku yang kelam.”
(Medasing menarik napas sebelum mulai bercerita).
Medasing : “Aku bukanlah keturunan penyamun. Sama sepertimu, aku juga merupakan
anak dari seorang saudagar kaya yang dirampok oleh sekelompok
penyamun. Kedua orang tuaku dibunuh. Tetapi, saat itu aku masih kecil
sehingga mereka tidak membunuhku dan memutuskan untuk membawaku
ke sarang mereka.”
Sayu : “Lalu, apa yang terjadi? Mengapa engkau bisa menjadi pemimpin dari
kelompok penyamun?”
Medasing : “Aku diangkat menjadi anak dari pemimpin penyamun tersebut. Dan,
diajarkan untuk ikut merampok. Sehingga, ketika ayah angkatku
meninggal dunia. Aku yang menggantikan posisinya sebagai pemimpin
penyamun.”
Mendengar cerita Medasing, Sayu merasa luluh hatinya dan akhirnya merawat Medasing
hingga sembuh dengan sepenuh hati dan jatuh cinta kepada Medasing.

ADEGAN 10.

Suatu hari, persediaan makanan dalam hutan sudah habis dan dia mengajak Medasing
untuk keluar dari hutan itu dan pergi ke rumah lama Sayu.
Sayu : “Persediaan makanan kita sudah habis. Sebaiknya kita pergi dari sini.”
Medasing : “Lalu kita hendak kemana?”
Sayu : “Bagaimana kalau kau ikut denganku ke rumahku?”
Medasing : “Apa boleh aku ikut denganmu?”
Sayu : “Mengapa tidak?”
(Mereka meninggalkan hutan dan ke kota tempat tinggal Sayu).
Tidak butuh waktu yang lama, Sayu dan Medasing sudah sampai di rumah Sayu.
Sayu : “Assalamualaikum, Bu. Ini Sayu.”
(Sayu mengetok pintu. Namun, ketika pintu dibuka yang terlihat bukan ibunya).
Saudagar : “Ada apa ya?”
Sayu : “Anda siapa? Dimana ibuku?”
Saudagar : “Apakah kau adalah anak dari pemilik rumah ini yang sebelumnya?”
Sayu : “Memangnya apa yang terjadi?”
Saudagar : “Maaf, Nak. Beberapa bulan yang lalu, ibumu menjual rumah ini kepadaku
dan pindah ke pinggiran kota bersama anak angkatnya.”
Sayu : “Baiklah, kalau begitu saya akan mencari ibu saya. Terima kasih.”
Medasing : “Mari kita pergi mencari ibumu. Aku akan menemanimu.”
Sayu : “Terima kasih, Medasing.”

Mereka berdua pergi ke pinggiran kota untuk menemui ibunya. Sementara itu, di rumah
Nyi Hajjah Andun.
Nyi Andun : “Aku sangat merindukan Sayu, Sima. Aku takut umurku sudah tidak akan
lama lagi. Dan aku tidak sempat bertemu dengannya.”
Sima : “Sabar, Ibu. Bila Tuhan mengizinkan kita untuk bertemu dengannya.”

ADEGAN 11.

Keesokan harinya, Medasing dan Sayu sudah sampai di pinggiran kota. Mereka dengan
cepat menemukan rumah ibunya.
Sayu : “Assalamualaikum.”
Sima : “Waalaikumsalam. Ada perlu apa kemari?”
Sayu : “Apa benar ini rumah Nyi Hajjah Andun?”
Sima : “Iya, betul. Saya anaknya. Anda siapa?”
Sayu : “Saya adalah Sayu, anak kandung dari Nyi Hajjah Andun.”
Sima : “Benarkah ini Sayu? Silakan masuk, ibu ada di dalam.”
(Sayu dan Medasing pun masuk ke dalam rumah).
Sayu melihat ibunya dalam keadaan berbaring yang ternyata ibunya sedang sakit.
Sayu : “Ibuuuu. Apa ibu baik-baik saja? Apa yang terjadi selama ini? Aku
merindukanmu.”
(Nyi Andun terbangun karena mendengar suara tangisan Sayu).
Nyi Andun : “Sayu? Anakku? Apa benar kau anakku?”
Sayu : “Iya, Ibu. Ini aku.”
Medasing : “Ibu, maafkan saya karena telah memisahkan kalian berdua. Dan
menyebabkan suami Anda meninggal.”
(Berlutut dan menggenggam tangan Nyi Andun).
(Nyi Andun menghempaskan tangan Medasing).
Nyi Andun : “Berani-beraninya kau menemuiku. Kau telah menghancurkan keluargaku.
Aku tidak akan memaafkanmu.
Sayu : “Tidak, Ibu. Selama ini Medasing baik kepadaku. Dia melakukan itu karena
terbawa masa lalunya yang kelam.”
(Sayu menceritakan alasan mengapa Medasing menjadi penyamun. Nyi Andun akhirnya
memaafkan Medasing).
Keesokan harinya, ternyata kondisi Nyi Hajjah Andun semakin parah dan tanpa disangka-
sangka Nyi Hajjah Andun meninggal. Kemarin merupakan pertemuan terakhirnya dengan Sayu.

ADEGAN 12.

Medasing merasa menyesal atas apa yang telah ia lakukan kepada Sayu dan keluarganya.
Dan, ia pun sadar kalau ia mencintai Sayu.
Sayu : “Aku dan Sima sudah menyiapkan makanan ini. Silakan dimakan.”
Medasing : “Terima kasih, Sayu. Betapa baiknya hatimu.”
Sayu : “Ah, aku tidak merasa keberatan.”
Medasing : “Aku baru menyadari perasaanku, sepertinya aku mencintaimu. Maukah
kau menjadi permaisuriku?”
Sayu : “Apakah kau melamarku?”
Medasing : “Iya, Sayu. Apakah kau mau?”
Sayu : “Tentu saja, aku mau. Aku juga mencintaimu, Medasing.”
Akhirnya mereka menikah. Medasing pun menjadi saudagar kaya yang disukai banyak
orang. Ia juga mengganti namanya menjadi Haji Karim setelah pergi ke tanah suci bersama Sayu.
Mereka dikaruniai 2 orang anak dan hidup bahagia.
RINGKASAN

Suatu hari terdapat seorang saudagar kaya yang akan berangkat ke pasar untuk menjual
beberapa barang dan kerbaunya. Ia akan berangkat bersama dengan istri dan anak perawannya.
Saudagar itu bernama Haji Sahak. Namun, ketika perjalanan pulang, Haji Sahak diserang oleh
sekelompok penyamun yang dipimpin oleh Medasing, dan Haji Sahak berakhir tewas. Untungnya,
Nyi Hajjah Andun, istrinya, hanya terluka parah dan ditolong oleh seorang anak yang sedang
lewat, Sima. Lain cerita dengan Sayu, anak perawannya, ia diculik oleh para penyamun itu dan
dibawa ke sarang penyamun. Salah satu anak buah Medasing, Samad, jatuh hati dengan Sayu dan
berniat untuk membawanya kabur dan berjanji akan mempertemukan Sayu dengan orang tuanya.
Tetapi, ternyata rencana itu gagal. Setelahnya, kelompok penyamun itu tidak pernah berhasil
merampok lagi. Ternyata dibalik itu, Samad mengkhianati Medasing dengan membocorkan
rencana merampok para saudagar kaya. Hingga anak buah Medasing semakin lama semakin
banyak yang tewas dan tersisa Sanip saja. Namun, tidak lama juga Sanip tewas. Medasing bersedih
hati dan Sayu mencoba menenangkan Medasing dan mengobatinya yang terluka karena diserang
oleh saudagar kaya. Semakin lama, Sayu dan Medasing semakin dekat dan akrab. Bahkan mereka
sudah saling bertukar cerita. Hingga pada suatu hari, Sayu kembali ke kota dan bertemu dengan
ibunya yang ternyata mengangkat anak, Sima. Sayangnya, itu adalah pertemuan terakhir mereka
karena sehabis itu ibunya meninggal dunia. Medasing yang melihat itu merasa tidak enak dan
menyadari betapa kejamnya ia dahulu. Medasing pun akhirnya berubah secara perlahan dan kini
menjadi saudagar kaya yang telah menikahi Sayu yang kemudian membawa Sayu ke tanah suci.
Setelah itu, Medasing mengganti namanya menjadi Haji Karim.

Anda mungkin juga menyukai