Anda di halaman 1dari 15

Fiksi adalah jenis tulisan yang hanya berdasarkan imajinasi. Dia hanya rekaan sipenulisnya.

Jadi, jenis-jenis karya seni berikut ini merupakan karya Fiksi : Cerita pendek (cerpen), novel,
cerita sinetron, telenovela, drama, film drama, film komedi, film horor, film laga.

Nonfiksi adalah tulisan-tulisan yang isinya bukanlah fiktif, bukan hasil imajinasi/rekaan si
penulisnya. Dengan kata lain, nonfiksi adalah karya seni yang bersifat ofktual. Hal-hal yang
terkandung di dalamnya adalah nyata., benar-benar ada dalam kehidupan kita. Jadi, jenis-
jenis karya seni berikut ini merupakan karya nonfiksi : Aetikel, opini, resensi buku, karangan
ilmiah, skripsi, tesis, tulisan-tilisan yang berisi pengalaman pribadi si penulisnya (seperti
diary, chiken soup for the soul, laporan perjalanan wisata), berita di koran/majalah/tabloid,
film dokumenter, dan masih banyak lagi.

Perbedaan antara fiksi dan nonfiksi hanya terletak pada masalah faktual atau tidak, imajiner
atau tidak. Jadi, perbedaan antar keduanya sama sekali tidak ada hubungannya dengan gaya
bahasa atau apapun selain masalah fakta atau imajiner.
HARIMAU DAN 3 EKOR RUSA

Disebuah hutan hiduplah tiga ekor rusa kecil yang hidup bersama dengan ibunya.
Ke-3 ekor rusa kecil ini demikian cepat tumbuh besar. Pada suatu hari ibunda
mereka memberikan mereka saran untuk bangun tempat tinggal semasing supaya
terlepas dari harimau. Harimau ialah binatang yang sangat ditakuti oleh ke-3 ekor
rusa ini serta ibundanya. Spontan mereka cemas, mereka yang tetap berlaku seperti
rusa yang masih tetap kecil serta manja saat ini mesti hidup mandiri.
Tibalah waktu mereka mandiri, saat mereka berjalan bertemulah ke-3 ekor rusa itu
dengan seseorang yang membawa jerami. Secara cepat serta tiada fikir panjang,
rusa pertama minta jerami itu. Pada akhirnya rusa pertama bangun rumah memiliki
bahan jerami. Rusa ke-3 semakin putus harapan saat rusa ke-2 berjumpa dengan
seorang yang membawa kayu serta kayu itu dikasihkan pada rusa ke-2 dan secara
cepat dia bangun rumah itu.
Rusa ke-3 dalam keputusasaan tapi dia masih sabar. Pada akhirnya dia terasa suka
ketia dia berjumpa dengan seorang yang membawa bata serta memberi bata itu
kepadanya. Dalam waktu cepat rumah itu berdiri kuat serta rusa ke-3 meyakini jika
harimau tidak akan memangsanya.
Permasalahan juga hadir, harimau mendatangi rumah setiap rusa. Dengan sekali
tiup saja, rumah rusa pertama serta ke-2 langsung rubuh tidak bersisa termasuk
juga beberapa pemiliknya si rusa pertama serta ke-2. Dengan perut yang kenyang
harimau mendatangi rumah rusa ke-3, tentunya untuk memangsanya lagi. Ditupnya
rumah rusa ke-3 berkali-kali, sampai angin dari tiupannya tidak bisa berhembus lagi.
Harimau geram serta kembali terasa lapar.
Dengan beberapa akal harimau merayu rusa ke-3. Dari mulai berjumpa di kebun
lobak jam empat sore. Tetapi rusa ke-3 tahu jika harimau ingin memangsanya. Rusa
ke-3 hadir lebih awal serta isi keranjangnya dengan lobak sampai penuh. Harimau
semakin jengkel, dia juga terus-terusan merayu rusa ke-3 tetapi rusa ke-3 makin
cerdas.
Tiap-tiap penawaran harimau dijawab dalam kata dia, tetapi dia tetap hadir lebih
awal serta tinggalkan harimau supaya selamat. Walau dia mesti menggelinding
dalam satu tong yang dia beli saat memiliki janji dengan harimau berjumpa di
festival.
2

Selanjutnya harimau termakan oleh gagasannya sendiri. Riwayatnya selesai saat dia
ingin masuk ke rumah rusa ke-3 melalu cerobong asap. Rusa ke-3 yang benar-
benar cerdas, dengan sigap memanaskan air dalam panci tidak bertutup serta
ditempatkan pas di atas tungku sampai panas.
Lalu, harimau juga jatuh serta tersiram bahkan juga di rebus hidup-hidup dalam
panci yang berisi air panas itu. Keseluruhannya, buku narasi dongeng Tiga Rusa
Kecil ini mempunyai jalur yang begitu menarik serta anggota beragai ide. Pesan-
pesan moralnya sangat banyak serta berguna terpenting untuk anak-anak. Dalam
pemaparannya ikut dipakai bahasa yang gampang dimengerti.
Akan tetapi, ada satu kekuangan, yakni dalam narasi ini kurang diuraikan perasaan
gotong royong serta kekeluargaan dari beberapa tokohnya terpenting tiga ekor rusa
kecil. Meskipun mereka ingin bangun rumah sendiri, tapi perasaan gotong royong itu
begitu dibutuhkan.
GADIS KECIL DAN DEWI BULAN

Andini ialah seseorang gadis desa yang miskin. Mukanya cukup suram, karena dia
menanggung derita penyakit kulit di mukanya. Beberapa orang desa seringkali takut
bila berpapasan denganya. Andini pada akhirnya tetap memakai cadar. Dalam satu
malam, Andini punya mimpi berjumpa dengan pangeran Rangga. Putra Raja itu
populer dengan keramahannya serta ketampanannya. Andini ingin berteman
dengannya. Dia juga semakin seringkali mengimpikan Pangeran Rangga.

“Sudahlah, Andini! Buang jauh-jauh mimpimu itu!“ kata Ibu Andini, saat lihat anaknya
termangu di muka jendela kamar. “Ibu tidak punya maksud menyakiti hatimu. Kamu
bisa suka pada siapapun. Tetapi Ibu tidak mau pada akhirnya kamu sedih,“ papar
Ibu Andini lembut.

Sebetulnya Andini ikut sadar. Mimpinya sangat tinggi. Beberapa orang desa saja
takut memandangnya, ditambah lagi pangeran Rangga. Fikir Andini.
Dalam satu malam, Andini lihat panorama alam yang begitu indah. Bulan cemerlang
jelas di langit. Cahayanya lembut keemasan. Di sekelilingnya, terlihat bintang-
bintang yang berkelap-kelip. Malam itu demikian cerah.

“Sungguh cantik!“ gumam Andini. Matanya kagum melihat mengarah bulan.


Tidak diduga saja Andini ingat pada suatu dongeng mengenai Dewi Bulan. Dewi itu
tinggal di bulan. Dia begitu cantik serta baik hati. Dia seringkali turun ke bumi untuk
membantu beberapa orang yang kesulitan. Di desa Andini, tiap-tiap ibu yang ingin
memiliki anak wanita, tetap mengharap anaknya seperti Dewi Bulan. Dahulu, saat
Andini masih tetap kecil, mukanya juga secantik Dewi Bulan, menurut Ibu Andini.
“Aku ingin meminta pada Dewi Bulan supaya saya dapat canti lagi seperti dahulu.
Tapi…, ah.., tidak mungkin! Itu tentu cuma dongeng!” Andini selekasnya menghalau
harapannya. Sesudah senang memandang bulan, Andini tutup rapat jendela
kamarnya. Dia bergerak untuk tidur dengan hati susah.
2

Andini ialah gadis yang baik. Hatinya lembut serta senang membantu orang yang
lain. Satu sore, Andini bersiap-siap pergi mengantar makanan untuk seseorang
nenek yang tengah sakit. Walau rumah nenek itu cukuplah jauh, Andini ikhlas
menjenguknya.

Sepulang dari rumah si nenek, Andini kemalaman di dalam perjalanan. Dia bingung
sebab kondisi jalan demikian gelap. Tidak tahu dari tempat mana aslinya, tidak
diduga, muncul beberapa ratus kunang-kunang. Sinar dari badan mereka demikian
jelas.

“Terima kasih kunang-kunang. Kalian sudah menerangi jalanku!“ kata Andini lega.
Dia berjalan, serta selalu berjalan. Akan tetapi, walau cukup sudah jauh berjalan.
Andini tidak ikut sampai di tempat tinggalnya. Andini tidak ikut mememukan tempat
tinggalnya.

“Kusara saya telah tersesat!“ gumamnya cemas. Nyatanya beberapa kunang-


kunang sudah mengarahkannya masuk ke rimba. “Jangan takut, Andini! Kami
membawamu ke sini , supaya wajahmu dapat sembuh,“ tutur seekor kunang-
kunang. “Kau?Kau dapat bicara?“ Andini memandang heran seekor kunang-kunang
yang terbesar.

“Kami ialah utusan Dewi Bulan,“ jelas kunang-kunang itu. Andini pada akhirnya
datang di pinggir danau. Beberapa kunang-kunang beterbangan ke arah langit.
Demikian kunang-kunang menghilang, perlahan awan hitam di langit mengungkap.
Keluarlah cahaya bulan purnama yang jelas benderang. “Indah sekali!“ Andini
kagum. Kondisi di seputar danau jadi jelas. Andini memerhatikan bayang-bayang
bulan diatas air danau. Bayangan purnama itu demikian bundar prima. Selang
beberapa saat, pas dari bayangan bulan itu nampaklah figur wanita berparas cantik.
“Si…siapa kau?“ bertanya Andini kaget.
3

“Akulah Dewi Bulan. Saya hadir untuk mengobati wajahmu,“ papar Dewi Bulan
lembut. “Selama ini kau sudah mendapatkan ujian. Sebab kebaikan hatimu, kau
memiliki hak terima air kecantikan dariku. Usaplah wajahmu dengan air ini!“ lanjut
Dewi Bulan sekalian memberi sebotol air. Dengan tangan gemetar Andini
menerimanya. Perlahan Dewi Bulan masuk kembali ke bayang-bayang bulan di
permukaan air danau. Lalu dia menghilang. Andini selekasnya membersihkan
mukanya dengan air pemberian Dewi Bulan. Malam itu, Andini tertidur di pinggir
danau.

Namun, benar-benar ajaib! Keesokannya. Dia sudah ada di kamarnya sendiri lagi.
Saat bercermin, dia begitu senang lihat kilit mukanya sudah halus lembut kembali
seperti dahulu. Dia sudah canti kembali. Ibunya heran serta senang.
“Bu, Dewi Bulan nyatanya betul-betul ada!“ narasi Andini.

Secara cepat kecantikan wajah Andini menyebar kemana saja. Bahkan juga sampai
ikut ke telinga Pangeran Rngga. Sebab ingin tahu, Pangeran Rangga juga mecari
Andini. Kedua-duanya pada akhirnya dapat berjumpa. Andini begitu gembisa dapat
berteman dengan pangeran idola hatinya.
ANAK KURCACI KECIL DAN MANGGA AJAIB

Peter, sang kurcaci penggali sumur mempunyai sebatang pohon mangga ajaib di
tempat tinggalnya di dalam rimba Morin. Buahnya berwarna-warni sesuai dengan
warna cabangnya. Pohon mangga ini adalah pohon ajaib di kelompok beberapa
kurcaci di rimba Morin. Pohonnya bercabang lima seperti jari tangan dengan warna
yang berlainan. Tiap-tiap warna memiliki khasiatnya sendiri. Buah merah cabang ibu
jari, bermanfaat mengobati penyakit asma. Buah hijau cabang telunjuk, bermanfaat
mengobati sakit perut. Buah kuning cabang jari tengah bermanfaat mengobati
penyakit mata.

Buah putih cabang jari manis bermanfaat percantik muka. Seperti bentuk jari manis
yang anggun, mangga putih seringkali dipesan kurcaci wanita untuk percantik muka
serta badan, supaya masih fresh serta penuh pesona. Nah, buah biru cabang
kelingking, kecil serta cukup ringkih. Buah biru bermanfaat mengobati penyakit lupa.
Semua kurcaci yang pelupa di rimba Morin, langsung sembuh ingatannya saat
mengonsumsi mangga biru. Intinya nyos deh khasiatnya.

Satu hari, Peter, pergi menggali sumur di desa samping rimba Morin. Tidak diduga
matanya terserang pecahan batu galian. Wah, bahaya jika tidak cepat diatasi. Peter
lantas ambil mangga kuning dari dalam tasnya, lalu dimakannya. Ajaib, saat itu ikut
sakit mata Peter kembali sembuh. Saat hari mulai sore, Peter pulang ke rimba. Di
dalam perjalanan Peter berjumpa seseorang Ibu tua yang sakit asma. Peter jatuh
kasihan, lalu dia ambil mangga merah dari tasnya serta dikasihkan pada Ibu tua itu.
Sesudah ibu tua mengkonsumsinya, saat itu ikut sembuhlah penyakit asmanya. Ibu
tua lantas mengatakan terima kasih pada Peter. Wis meneruskan perjalanan
pulangnya. Kembali Peter berjumpa dengan Kakak beradik yang tengah duduk
diatas batu di tepi sungai.

“Aduh, sakit perutku, kak!” kata anak lelaki sekalian meringis kesakitan memegang
perutnya. “Sakit sekali ya, dek?” bertanya Kakak perempuannya yang jelek rupa.
“Iya kak, saya telah tidak tahan lagi,” kata anak lelaki meredam sakit. Peter yang
dengar pembicaraan itu menanyakan, “Ada yang dapat saya membantu?”
2

“Oh, iya pak kurcaci, Adikku perlu pertolongan. Dia sakit perut, mungkin kebanyakan
makan jambu air,” sang Kakak memberi tahu Peter. Peter ambil mangga hijau dari
dalam tasnya serta dikasihkan ke anak lelaki itu. “Nah, makan ini!” kata Peter
sekalian menyerahkan mangga itu. Peter memandang Kakak wanita yang jelek rupa
lalu jadi iba. Peter lantas ambil mangga putih serta dikasihkan pada sang Kakak.
“Saya tidak sakit pak kurcaci,” kata sang Kakak.

“Kamu ikut bisa mengkonsumsinya, kelak kamu akan tahu khasiatnya!” jawab Peter.
Pada akhirnya ke-2 Kakak beradik itu mengonsumsi buah mangga dari pohon ajaib
itu. “Haa? Saya bisa saja cantik? Kulitku jadi putih serta halus!” sorak sang Kakak
wanita jelek rupa kagum dengan pergantian yang barusan berlangsung. “Aku juga
pulih, kak! Perutku telah tidak mules lagi,” kata si anak lelaki. “Wah, terima kasih ya
pak kurcaci. Kami begitu mujur berjumpa kamu ini hari. Terima kasih, terima kasih,
terima kasih,” kedua-duanya mengemukakan perasaan terima kasihnya berkali-kali.
Peter cuma tersenyum dengar perkataan terima kasih itu.

Mendekati tempat tinggalnya di rimba, Peter berjumpa dengan seseorang Kakek.


Keliatannya sang Kakek tengah kebingungan. Peter mendekati si Kakek serta
menanyakan, “Ada apakah, kek? Ada yang dapat saya membantu?” bertanya Peter
lembut. “Iya, saya perlu pertolongan. Saya ingin pulang ke rumah saya di tepi rimba
tetapi saya lupa jalan pulangnya. Saat ini saya tersesat,” tutur sang Kakek yang
pelupa. “Oh janganlah cemas, kek. Kakek makan saja mangga biru ini!” kata Peter
sekalian menyerahkan mangga paling akhir dari dalam tasnya. Sesaat lalu
tampaklah reaksinya. Kakek mulai sadar serta sudah tahu arah ke tempat
tinggalnya.

“Terima kasih, saat ini saya jadi tahu jalan pulang ke rumah!” kata Kakek suka. “Oke,
berhati-hati ya, kek!” jawab Peter sopan. Nah, lengkaplah telah pekerjaan Peter hari
itu, mengobati lima penyakit dengan buah mangga ajaib. Sehari-hari, Wis si kurcaci
serta mangga ajaibnya selalu mengobati siapapun yang memerlukan pertolongan.
CERITA NON FIKSI

KOTAK PEMBERIAN NENEK

Waktu sudah menunjukkan pukul 03.00 WIB ketika bus Ekonomi AC jurusan Jogja
sampai di kota Solo. Di tempat duduk paling belakang bus tersebut, duduk seorang
perempuan paruh baya yang diketahui bernama Sri. Wajahnya terlihat lelah namun
ada kebahagiaan tercermin dari tatapan matanya. Sri tiba-tiba berdiri dari tempat
duduknya dan bergegas mengampiri kondektur bus yang berada di samping supir.
Suasana di bus sepi karena semua penumpang masih terlelap.

“Pak sepertinya saya mencium bau kabel terbakar dari bus ini. Apa Bapak juga
menciumnya?” Tanpa pikir panjang sang kondektur langsung menjawab “tidak”
meskipun sangat terlihat keraguan dari nada bicara laki-laki itu.
“Tapi Pak, saya yakin mencium bau kabel terbakar dari bus ini?”

“Saya bilang tidak ya tidak. Jika ibu tidak percaya silahkan ibu boleh keluar dari bus
ini. Saya akan kembalikan uang ibu setengahnya.” Dengan kasarnya sang kondektur
menyerahkan uang yang dijanjikannya kepada Sri. Hampir semua penumpang
terbangun karena suara kerasnya. Sri berjalan agak pelan menuju tempat duduknya.
Ketika sampai di baris kursi ketiga, ia berhenti. Ia melihat seorang ibu yang
membawa tiga anaknya yang masih kecil-kecil. Melihat itu, Sri teringat dengan
kedua anaknya yang ia titipkan di rumah ibunya. “Ibu mau ikut saya tidak?”

“Aduh gimana ya? Masalahnya saya baru sekali ini pergi ke Jogja dan saya tidak
tahu daerah sini. Suami saya juga sudah jemput di terminal Jogja.” “Ibu tenang saja.
Insya Allah saya antar Ibu sampai ke terminal Jogja. Tapi mungkin baru ada bus jam
05.00. Bagaimana Bu?” “Ya udah saya ikut.”Keduanya kemudian berjalan bersama
menuju kursi yang tadinya diduduki oleh Sri. Tepat di baris kursi kelima, Sri kembali
berhenti. Kali ini ia melihat perempuan yang sudah renta duduk disana. Ia jadi
teringat dengan sosok perempuan yang sudah lama ia rindukan yaitu ibunya.
2

“Ibu juga mau ikut dengan saya?”


“Aduh Nak, apa tidak merepotkanmu jika saya ikut?”
“Tentu tidak Bu. Saya justru sangat senang jika bisa mengantarkan ibu ke tempat
tujuan Ibu.” “Kalau begitu saya ikut, Nak.” Nenek itu tersenyum kepada Sri.

Setelah mengambil tas bawaannya, Sri, nenek, serta sang ibu dan ketiga anaknya
turun dari bus itu. Baru beberapa menit keluar dari bus yang ditumpangi mereka,
terdengar suara ledakan keras tak jauh dari tempat mereka istirahat. Ketika Sri
berjalan untuk melihat ternyata suara ledakan itu berasal dari bus yang baru saja ia
tinggalkan. Sang nenek dan ibu tiga anak itu segara sujud, bersyukur atas
keselamatan yang diberikan kepada mereka semua.

Setelah mengantar sang ibu dan ketiga anaknya ke terminal Jogja, Sri memutuskan
untuk pergi mengantar nenek ke rumahnya terlebih dahulu. Sepanjang perjalanan,
mereka berbincang-bincang mengenai berbagai hal hingga sampailah mereka pada
topik kehidupan pribadi masing-masing. “Nak, kalau boleh tahu apa yang
menyebabkanmu pergi sejauh ini dan menitipkan kedua anakmu yang masih kecil
kepada ibumu?” Tanya nenek dengan suara lembut.

“Sebenarnya saya sendiri tidak tega meninggalkan mereka tapi keadaan yang
memaksa saya melakukan hal itu. Suami saya meninggal ketika anak saya masih
berusia 1 dan 2 tahun. Saya harus memikirkan masa depan mereka makanya saya
akhirnya pergi sejauh ini, yah untuk sekedar mencari sesuap nasi, Bu. Ini saja baru
pertama kalinya saya pulang semenjak 1 tahun lalu meninggalkan anak-anak saya.
Kalau Ibu kenapa Ibu pergi sejauh ini sendiri. Dimana anak Ibu?”

Sang nenek tersenyum kemudian melanjutkan berbicara. “Saya tidak punya anak,
Nak. Makanya ketika nak Sri nawarin untuk ikut saya langsung mau karena saya
tahu nak Sri itu orang yang baik. Sebenarnya saya pernah menikah tapi kemudian
saya bercerai karena sesuatu hal yang sangat pribadi.”
3

“Maaf ya Bu jika saya ada salah kata.” “Tidak apa-apa Nak. Oh ya kita sudah sampai
di rumah saya.”Sri sangat terkejut melihat rumah sang nenek yang begitu besar dan
indah. Untuk sejenak Sri terdiam. Kemudian sang nenek menyuruhnya masuk ke
dalam rumah.“Nak Sri tunggu di sini sebentar ya.” Sri kemudian duduk di sofa ruang
tamu.

Sesaat kemudian sang nenek datang dengan sebuah kotak di tangannya. “Nak Sri
terimalah ini. Jangan kamu tolak karena akan sangat menyakitkan jika kamu
menolak pemberianku. Gunakan itu sebaik-baiknya. Jika kamu sudah sampai di
rumah, sampaikan salamku pada ibu dan kedua anakmu. Katakan juga bahwa
mereka sangat beruntung memilikimu.” Sang nenek memeluk Sri. Air mata mengalir
dari kedua mata orang yang sedang berpelukan itu.“Terima kasih ya Bu. Insya Allah
jika saya ada rejeki, saya akan mengajak ibu dan anak saya main ke rumah Ibu.
Saya pamit pulang dulu ya Bu. Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.”

Perjalanan ke rumah Sri hanya 1 jam dari Jogja. Selama di perjalanan, Sri tidak
berani membuka kotak pemberian nenek itu. Hingga akhirnya ia sampai di
rumahnya. Ibu dan kedua anaknya sudah menyambutnya di halaman depan rumah.
Dipeluknya ibu dan kedua anaknya yang sudah lama ia rindukan. Air mata mengalir
tak terbendung dari mata Sri. Berkali-kali ia ucapkan syukur karena Allah masih
memberinya umur panjang dan bertemu dengan ibu dan kedua anaknya.

Sri kemudian ingat dengan kotak pemberian nenek tadi. Ia pun segera membuka
kotak itu di depan ibu dan anaknya. Sri sangat terkejut ketika melihat ada banyak
emas di dalam kotak itu. Ia langsung bersimpuh dalam sujud dan bersyukur atas
rejeki yang bagitu besar yang Allah berikan kepada keluarganya itu.
“ MY BIKE BRINGS ME TO FUTURE "

Masa kanak-kanak adalah masa dimana kita mulai belajar tentang kehidupan ini
termasuk belajar bersepeda. Aku masih berusia 4 tahun ketika belajar bersepeda.
Satu dua tiga ku kayuh sepeda kecilku itu tanpa rasa takut. Keceriaan dapat
mengayuh sepeda untuk pertama kalinya membuatku tak melihat ada batu besar di
depan sepedaku. Akibatnya aku terjatuh dari sepedaku dan darah keluar dari dagu
bagian kananku. Aku tidak menangis karena rasa sakit daguku yang menghantam
rem sepeda sampai membentuk cekungan tetapi aku menangis karena aku melihat
banyak darah keluar dari sana dan kejadian itu tidak pernah menyurutkan tekadku
untuk belajar bersepeda.

Tekadku untuk bersepeda tetap teguh sampai aku beranjak remaja. Ku kayuh
sepeda pemberian ibuku menuju SMP N 3 Purworejo yang berjarak 10 km dari
rumahku. Meskipun keringat membasahi seluruh tubuhku, aku tak pernah lelah
mengayuh. Ku kayuh terus sepedaku melewati jalanan terjal, berliku, dan menanjak.
Aku tak pernah mengeluh dan aku tidak pernah meminta untuk mengganti sepedaku
dengan kendaraan bermotor karena sepeda mengajarkanku arti sebuah usaha,
usaha untuk mencapai kesuksesan. Sepedaku pula yang mengantarkanku pada
teman-teman terbaikku hingga aku beranjak SMA.

SMA dengan siswa-siswi yang penuh gengsi dan prestise tidak mempengaruhiku
untuk berhenti bersepeda. Meski sepedaku mulai usang, tak apa bagiku untuk
memakainya ke sekolah. Selain baik untuk kesehatan, setidaknya bersepeda bisa
mengurangi emisi CO2 dan mengurangi biaya untuk beli bensin kan? Pemikiran-
pemikiran seperti itu yang selalu aku tanamkan jika aku mulai goyah untuk tetap
bersepeda. Selain itu sepeda selalu menemaniku kemana pun dan dengan siapa
pun aku pergi termasuk dengan sahabatku, Rina. Setiap pulang dari sekolah, kami
selalu melakukan touring kecil menggunakan sepedaku itu, entah hanya main ke
bukit belakang sekolah ataupun hunting jajanan di alun-alun kota. Sampai kelulusan
SMA dan sekarang pun sepedaku sangat berarti bagiku karena my bike brings me to
future.
2

Friendship atau persahabatan adalah sesuatu hal yang penting di dalam hidup ini.
Bukankah lebih baik hanya memilki satu teman tetapi tidak punya musuh daripada
punya banyak teman tapi punya satu musuh. Gak gitu juga sih. Terkadang kita juga
membutuhkan musuh agar hidup lebih berwarna tapi jangan banyak-banyak juga.
Sudahlah lupakan soal itu. Sebenarnya disini aku ingin sedikit bercerita bgaaimana
sih kita dapat melihat sahabat-sahabat kita.

Aku benar-benar baru merasakan arti penting sahabat baru-baru ini. Yah mungkin
dulu aku menganggap sahabat hanya untuk di kala senang dan bercanda tawa,
bersenang riang dan juga sebagai tempat saling curhat berbagai masalah. Just it.
Dan aku benar-benar baru merasakan rasanya perhatian dan kasih sayang dari
sahabat-sahabatku di sini.

Aku perkenalkan satu per satu yaaa. Yang pertama ada Fitria Slameut. Sebelumnya
aku pengen minta maaf dulu ke Fitria soalnya pernah salah menyebut namanya di
depan umum waktu presentasi PKM. Maaf ya Pit. Waktu aku sakit, Fitrialah yang
paling menjaga asupan giziku serta mengatur waktu minum obatku. Padahal Fitria
sebelumnya jarang masak tapi demi aku dia rela-relain masak tiap hari. Pokoknya
dari nasi hingga sayur yang akan aku makan sehari itu disiapin sendiri oleh Fitria.
Aku sangat terharu ketika Fitria merelakan waktunya yang seharusnya ia bisa
pulang dan berkumpul dengan keluarga ia justru gunakan untuk merawatku. Aku
benar-benar merasa sedih melihat kontrakan yang semakin sepi tetapi Fitria tetap
bersedia menemaniku. Bahkan ketika aku ada pengganti UP Penkom, dia bersedia
mengantarku dan menemaniku hingga ternyata akhirnya UP Penkom diundur 1 hari.

Di saat penantian keputusan tersebut aku menangis, bukan karena UP yang


dibatalkan tetapi karena aku merasa bersalah kepada Fitria yang sudah menunggu
lama untuk menemaniku UP ternyata akhirnya tidak dilaksanakan. Tubuhku sangat
lemah, aku menjadi tidak nafsu makan tetapi Fitria selalu sabar dan bertanya
kepadaku apa yang aku mau. Saat itu aku hanya ingin makan buah pisang dan
segera setelah aku berkata demikian, Fitria langsung membelikakanku buah pisang.
3

Aku semakin merasa sedih dan bersalah, makanya aku menitikkan air mata di ruang
BEM A waktu itu. Yang terakhir ketika Fitria mengantarkanku pergi ke terminal. Aku
masih sangat ingat ketika Fitria bercerita bagaimana ia pulang ke rumahnya di
Cianjur. Aku ingat sekali Fitria mengatakan bahwa ia kalau pulang melalui jalan
baru. Kemudian di jalan baru itulah ia menunggu bis yang menuju Puncak Cianjur.
Aku ingat sekali perkataan itu tetapi Fitria menyangkal kalau ia pulang lewat jalan
baru. Ia hanya mengaku bahwa kalau ia pulang ia harus ke baranangsiang dahulu.
Aku tahu ia berbohong. Ia sengaja seperti itu agar ia dapat menemaniku hingga aku
masuk ke dalam bis yang aku tumpangi sampai ke rumah. Aku kembali merasa
sedih dan bersalah kepadanya. Seharusnya ia bisa sampai rumah lebih awal jika ia
tidak menemaniku hingga aku duduk di dalam bisku. Tapi seperti biasa ia tetap
memilih untuk menemaniku. Terima kasih banyak sahabatku. Aku tak tahu harus
bagaimana untuk mengucapkan terima kasih kepadamu.

Sahabatku yang kedua ini orangnya selalu bikin ketawa dan benar-benar sangat
perhatian kepadaku. Namanya Nopionna. Seperti yang sebelumnya kukatakan,
sahabatku yang satu ini kocak dan selalu membuatku dan Fitria selalu tertawa.
Tetapi terkadang ia sangat serius dan terlihat cool tetapi itu hanyalah sementara
karena memang wajahnya yang selalu ceria. dan lucu. Tau gak demi aku dia rela lho
buat mundurin jadwal kepulangannya. Padahal aku tau banget waktu tanggal 17 itu
dia udah packing dengan tasnya. Aku udah liat. Bahkan aku udah mau nanyain
kapan Nopi pulang? Tapi ternyata melihat kondisiku yang lemah tak berdaya (lebay)
dia mengurungkan niatnya untuk pulang dan menemaniku di kontrakan. Aku
semakin terharu dengan sikap kedua sahabatku ini. Tanpa sepengetahuan mereka
aku sering menangis dimalam hari ketika aku teringat kebaikan-kebaikan yang telah
mereka berikan kepadaku tetapi aku tidak bisa membalasnya. Setiap saat nopi
selalu menanyakan kondisiku. apakah sudah membaik atau belum. Essy butuh apa
nanti nopi yang beliin. Semua itu membuatku ingin selalu menangis. Ketika nopi
yang gak diduga-duga mencucikan bajuku sampai-sampai ia rela meng”kerok”i aku
padahal dia bener-bener alergi sama bau minyak kayu putih. Tapi dia benar-benar
meng”kerok”i aku sampai selesai. Aku yang awalnya mau bertanya mengurungkan
niatku dan terdiam dalam kerokan nopi.
4

Kemudian ketika nopi yang juga menemaniku menunggu keputusan pelaksanaan


UP dari jam 09.00 hingga jam 13.00 yang akhirnya diputuskan bahwa UP diundur
hingga besok. Aku sedih karena merasa pengorbanan temanku sia-sia. Sungguh
saat itu aku sangat sedih. Tapi kedua sahabatku ini selalu bisa menghiburku apalagi
dengan tingkah laku lucunya nopionna.

Ada lagi sahabatku yang namanya Istiq sama Elis. Saat aku masih belum terlalu
parah bahkan mereka mengunjungiku dan memberikanku semangkuk bubur kacang
hijau hangat dan juga coklat silverqueen dari istiq. Kemudiaan tanpa bantuan mbak
Isti mungkin sampai aku pulang aku tidak mendapatkan pengobatan yang
semestinya. Kemudian support dari Dinar, Umi, Nune, Arbay, Istiq, Elis, Mbak Isti,
Mb Anik, Ka Teki, Ka Tatang, Ka Maw, Ka Junjun, Ka Dani, Ka Andri, Ka Afif, Ka
Septian, Ikrom, Mb Vita, Mb Lusia, Mb Rusty, Mb Ayun, Mb Kiky, Deny, Mey, Arly,
sampai ke adik-adik forces 10, tanpa doa dan semangat dari kalian mungkin aku gak
akan pulih secepat ini. Terima kasih banyak semuanya.

Anda mungkin juga menyukai