Anda di halaman 1dari 20

WEBTORIAL

Dongeng adalah cerita khayalan atau cerita yang tidak benar-benar terjadi.
Dongeng biasanya bersifat menghibur dan mengandung nilai pendidikan.

Dongeng merupakan cerita yang dikarang dan diceritakan kembali secara


berulang-ulang oleh orang-orang.

Jenis-Jenis Dongeng

1. Fabel, ialah dongeng yang tokohnya merupakan binatang yg berperilaku


seperti manusia,contohnya dapat berbicara dan berjalan. Contoh : Dongeng
Kancil Mencuri Timun.
2.
3. Sage, ialah dongeng yang mengandung unsur sejarah atau kisah
kepahlawanan. Contohnya kisah Jaka Tingkir, Ramayana, Si Buta Dari Gua
Hantu.
4.
5. Legenda/Cerita Rakyat, ialah dongeng yang menceritakan tentang kejadian
alam atau suatu tempat. Contohnya, legenda Rawa Pening dan Legenda
Danau Toba.
6.
7. Mite/Mitos, ialah dongeng yang berkaitan dengan kepercayaan masyarakat
tentang dewa-dewa dan mahluk halus. Contohnya, mitos Nyi Roro Kidul,
Wewe Gombel dll
8.
9. Parabel, ialah dongeng yang mengandung nilai-nilai pendidikan. Parabel
juga dapat berupa cerita pendek dan sederhana yang mengandung hikmah
atau pedoman hidup. Contohnya, dongeng Si Maling Kundang
Contoh Dongeng Fabel : Itik Buruk Rupa

Suatu hari, terlihat seekor ibu Itik sedang mengerami telur-telurnya. Ia sudah
tidak sabar menunggu anak-anaknya lahir kedunia. Akhirnya, hari yang di
tunggu ibu Itik pun tiba. Telur-telur pun satu persatu menetas dan anak-
anaknya keluar dari cangkangnya. Namun, ibu Itik sangat terkejut dari
beberapa anaknya ada yang berbeda. Satu anaknya tersebut memiliki warna
yang berbeda dari saudara-saudaranya. Ia memiliki warna abu-abu dan
memiliki badan yang lebih besar dari yang lain.

Melihat anaknya yang berbeda ibu Itik terheran-heran. Namun, ia tidak peduli
dan menyambut anak-anaknya lahir kedunia. Ibu Itik langsung mengajak
anak-anaknya berenang bersama di danau.

Ketika mereka berenang, mereka pun melewati hewan lain yang melihat ibu
Itik dan anak-anaknya. Namun, mereka pun berbisik-bisik.

‘’ Siapa itu? Dia sangat berbeda dari saudara-sudaranya yang lain, ia pun
sangat jelek.’’ Bisik-bisik hewan yang melihat keluarga Itik tersebut.
Mendengar yang di katakan hewan-hewan yang lain membuat sang ibu
merasa sedih. Namun, ia tidak peduli karena satu anaknya memang berbeda
dari yang lain. Tapi, dia tetap anaknya.

Semua hewan mengejek Itik abu-abu. Bahkan saudaranya sendiri. Itik abu
merasa sangat sedih. Ia pun memutuskan untuk pergi karena ia tidak mau
lagi tinggal disana. Ia pun berjalan kesana-kemari dan bertemu dengan
seekor Anjing yang sedang mencari makan.
Melihat sang Anjing. Itik abu pun ketakutan karena ia takut di makan olehnya.
Namun, sang Anjing malah berlari menjauhi Itik abu-abu. Melihat Anjing yang
berlari menjauhinya, ia merasa semakin sedih karena Anjing pun takut
melihatnya.

Ia pun melanjutkan perjalanan. Ditengah perjalanan tersebut ia merasa


kelelahan dan tertidur di depan sebuah rumah. Tiba-tiba, datanglah seekor
Kucing dan Ayam datang menghampirinya. Itik abu-abu pun bangun dari
tidurnya dan melihat dua binatang tersebut. Namun, mereka langsung
mengusir Itik abu-abu agar segera pergi dari depan rumah tersebut.

Dengan prasaan sangat sedih ia pun melanjutkan perjalanan. Ia berjalan


sangat jauh dan akhirnya, ia beristirahat di pinggir sungai. Ia melihat
serombongan angsa lewat. Ia pun sangat iri melihat kecantikkan Angsa-angsa
tersebut.

‘’ Kenapa kamu bersedih?’’ sapa salah satu Angsa yang menghampiri Itik
abu.

‘’ Aku sedih karena aku jelek dan tidak bisa seperti kalian.’’ Jawab Itik abu
sedih.

Rombongan Angsa hanya tertawa.

‘’ Siapa yang bilang kamu jelek? Kamu sangat cantik seperti kami.’’ Jawab
Angsa.

Rombongan Angsa pun mengajak Itik abu mendekat ke tepi sungai. Itik abu-
abu sangat terkejut melihat sosok Angsa putih di dalam air. Ia tidak melihat
dirinya yang jelek dan di takuti di dalam air tersebut. Ia heran, siapa Angsa
yang sangat cantik tersebut.

‘’ Angsa cantik itu adalah dirimu. Kamu sama seperti kami.’’

Itik abu-abu sangat senang. Kini, ia bukan Itik yang buruk rupa lagi. Ia adalah
seekor Angsa yang sangat cantik. Ia pun ikut terbang bersama Angsa yang
lain dan mencari tempat yang sangat hangat untuk mereka tinggali bersama.
Pesan moral dari Cerita Anak Dongeng : Itik Buruk Rupa adalah
jangan malu dengan kekurangan yang kita miliki. Asalkan kita
selalu bersyukur, kita akan selalu mendapatkan kebahagiaan.

Contoh Dongeng Rakyat - Legenda Tangkuban


Perahu (Jawa Barat)
Pada zaman dahulu, hiduplah seorang perempuan cantik bernama Dayang
Sumbi. Ia memiliki seorang anak laki-laki yang diberi nama Sangkuriang.
Keduanya tinggal di sebuah rumah bersama dengan seekor anjing setia yang
selalu menjaga ibu dan anak tersebut. Tak ada yang tahu bahwa Dayang
Sumbi sebenarnya adalah seorang dewi dari khayangan, dan anjing bernama
Tumang tersebut adalah suaminya. Dayang Sumbi dan Tumang dikutuk oleh
dewa karena sebuah kesalahan. Mereka harus turun ke bumi dan tinggal
sebagai seorang manusia dan seekor anjing. Keduanya menerima dan
menjalani hukuman tersebut dengan lapang dada.

Sangkuriang muda sangat gemar berburu. Saat berburu, ia selalu ditemani


oleh Tumang. Mereka berdua sangat cekatan dalam memburu mangsa.
Tumang mengejar rusa, babi hutan atau kelinci hingga mereka tersudut, lalu
Sangkuriang menombak hewan buruan tersebut. Hampir setiap selesai
berburu, keduanya membawa banyak hewan untuk dimakan atau dijual.

Pada suatu hari, Sangkuriang pergi berburu lagi dengan Tumang. Anak muda
itu melihat seekor kijang, dan ingin memburunya. Ia memberi perintah pada
Tumang untuk menyergap kijang tersebut lalu mengejarnya. Setelah
mengendap-endap agar tak ketahuan, Tumang segera mengejar mangsanya
Namun ternyata kijang itu berlari sangat cepat, jauh Iebih cepat daripada
kijang lain yang pernah mereka buru. Sangkuriang yang ikut mengejar dari
belakang terengah-engah kehabisan napas. Setelah beberapa lama, ia
sampai di pinggir sungai dan melihat Tumang sedang mengendus-endus
kebingungan.

"Tumang, di mana kijang itu? Apakah kau kehilangan jejaknya?" teriak


Sangkuriang dengan nada kesal. Tumang hanya bisa menyalak. Kijang itu
melesat bagai anak panah, dan anjing tersebut tak mampu mengejarnya. Air
sungai membuat penciumannya melemah, ia tak dapat mengendus jejak
kijang untuk mengetahui ke arah mana hewan itu berlari.

Betapa marahnya Sangkuriang. ia sangat menginginkan kijang itu, dan


mereka sudah berlari demikian jauh untuk mengejarnya.

''Kau ini bagaimana sih?” umpat Sangkuriang. "Bagaimana mungkin kau


kehilangan jejak kijang itu. Dasar anjing bodoh!" Dengan marah, diambilnya
sebuah batu dari pinggir sungai dan dilemparkannya ke arah Tumang. Batu
tersebut tepat mengenai kepalanya dan membuatnya tersungkur.

Sangkuriang terkejut dengan apa yang baru saja dilakukannya. Segera


dipeluknya Tumang yang tak bergerak lagi. Kepala anjing tersebut penuh
darah, matanya terpejam dan napasnya mulai tak terdengar.

"Tumang... Tumang…. Maafkan aku!" jerit Sangkuriang dengan panik.

“Aku tak bermaksud membuat kepalamu terluka. Tadi aku hanya kesal saja.
Bangunlah Tumang, jangan mati."

Sayang sekali, darah di kepala Tumang begitu banyak hingga akhirnya anjing
itu menghembuskan napas terakhirnya. Sangkuriang menangis sedih. Ia
menyesali perbuatannya, namun nasi telah menjadi bubur. Anjing
kesayangannya telah mati.
Sangkuriang menangis cukup lama sebelum akhirnya ia menguburkan
Tumang. Setelah selesai, ia berjalan pulang dengan lunglai. Hatinya sangat
pilu.

Sesampainya di rumah, ia menceritakan apa yang terjadi pada ibunya.


Dayang Sumbi yang terperanjat atas kematian Tumang langsung
melampiaskan kemarahannya pada Sangkuriang. Ia mengambil sendok kayu
yang biasa digunakan untuk menanak nasi, lalu dipukulkannya sendok itu ke
kepala Sangkuriang dan mengenai dahinya.

"Pergi kau, anak kurang ajar! Berani-beraninya kau membunuh Tumang yang
begitu setia padamu!"

"Tapi, Ibu....

"Pergi kau! Jangan pernah kembali lagi!" Dayang Sumbi mengusir anaknya
dengan penuh kemurkaan. Sangkuriang pun meninggalkan rumah dengan
dahi terluka dan hati yang pedih. Ia berjalan tak tentu arah, menuju ke mana
saja kakinya melangkah. Berkelana dari satu daerah ke daerah lain.

Bertahun-tahun Sangkuriang berkelana dan dari perjalanan tersebut ia


menimba banyak ilmu dari satu perguruan ke perguruan lain. Selain seorang
pemuda yang cerdas, ia pun anak seorang dewi sehingga ia dengan mudah
mendapatkan kesaktian dari berbagai perguruan. Semakin hari, kesaktiannya
bertambah kuat dan Sangkuriang menggunakannya untuk membantu orang-
orang yang kesulitan.

Hingga suatu hari, Sangkuriang sampai di sebuah desa. Sebenarnya desa itu
adalah desa kelahirannya, namun Sangkuriang tak mengenali karena ada
begitu banyak perubahan di sana, Selain itu, luka di kepalanya saat dipukul
ibunya dulu serta rasa tertekannya akibat kematian Tumang dan pengusiran
Dayang Sumbi membuatnya melupakan masa kecilnya.

Ketika beristirahat sejenak di sebuah kedai minum, Sangkuriang melihat


sosok seorang wanita. ia terpana akan kecantikannya dan berniat untuk
menikahi wanita itu. Sangkuriang tak tahu bahwa wanita itu adalah Dayang
Sumbi. Oleh karena Dayang Sumbi adalah keturunan dewa sehingga ia tak
bisa menua. Wajahnya semuda gadis-gadis remaja, dan hal itulah yang
membuat Sangkuriang tak mengenali ibunya sendiri.

Dayang Sumbi pun awalnya tak mengetahui siapa Sangkuriang, sebab


anaknya itu telah tumbuh menjadi pemuda gagah dan tampan. Ketika
Sangkuriang mendekatinya, ia tak menaruh curiga sama sekali hingga ia
melihat bekas luka di dahi pemuda itu. Seketika tahulah ia bahwa pemuda itu
adalah Sangkuriang, anaknya.

Dayang Sumbi menjadi sangat ketakutan, terutama karena Sangkuriang tak


memercayai penjelasannya. Pemuda yang kasmaran itu bersikeras melamar
Dayang Sumbi. Karena kehabisan akal, Dayang Sumbi pun mengajukan dua
syarat. Pertama, Sangkuriang harus membendung sungai Citarum, dan syarat
kedua, Sangkuriang harus membuat sampan besar untuk menyeberang
sungai itu. Kedua syarat itu harus sudah dipenuhi sebelum fajar menyingsing.

Dayang Sumbi mengira kedua syaratnya akan membuat Sangkuriang


mundur. Ia tak tahu bahwa anaknya itu memiliki kesaktian. Dengan cepat,
Sangkuriang menyanggupi permintaan tak masuk akal tersebut.

Malam itu Sangkuriang melakukan tapa, mengumpulkan kesaktian dan


mengerahkan mahluk-mahluk gaib untuk membantu menyelesaikan
pekerjaan membendung sungai. Dayang Sumbi yang diam-diam mengintip
pekerjaan tersebut merasa cemas.

"Bagaimana jika Sangkuriang berhasil menyelesaikannya? Tak mungkin aku


menikah dengan anakku sendiri."

Dayang Sumbi pun memutar otak. Begitu pekerjaan Sangkuriang hampir


selesai, Dayang Sumbi menggelar selendang sutra merah, lalu berdoa pada
dewa di khayangan untuk membantunya. Selendang merah itu terbang ke
arah Timur, dan menutup sebagian langit. Orang-orang mengira matahari
sudah terbit di ufuk karena langit sudah memerah.

Sangkuriang terkejut dan tak mengira pagi datang lebih cepat dari
perkiraannya. Ia pun segera mengetahui bahwa hal tersebut adalah ulah
Dayang Sumbi yang tak ingin menikah dengannya. Karena patah hati,
Sangkuriang menjadi marah. Ia mengamuk, menjebol bendungan yang
dibuatnya. Air bendungan menerjang dan mengakibatkan banjir badang.
Penduduk desa ketakutan dan berlarian mencari tempat aman.

Dongeng Rakyat Jawa Barat Legenda Tangkuban Perahu

Kemarahan Sangkuriang tak berhenti sampai di situ. Ia pun menendang


sampan besar hingga terpental jauh. Kesaktiannya membuat sampan
tersebut jatuh terbalik dan berubah menjadi sebuah gunung. Hingga saat ini,
gunung yang bentuknya mirip sampan terbalik itu masih bisa dilihat, namanya
adalah gunung Tangkuban Perahu.

Pesan Moral dari Dongeng Rakyat Jawa Barat - Legenda


Tangkuban Perahu adalah kita harus selalu menghormati dan
menuruti apa kata orangtua, serta sayang kepada hewan
peliharaan kita. Juga kita tidak boleh menuruti hawa nafsu
sehingga mudah marah.
Contoh Dongeng Mite : Cerita Rakyat Nyi
Roro Kidul Laut Selatan
Legenda Ratu Laut Pantai Selatan

Cerita Rakyat Nyi Roro Kidul Laut Selatan

Pada zaman dahulu, tepat di daerah Jawa Barat. Terdapat sebuah Kerajaan bernama
Pakuan Pajajaran. Kerajaan tersebut di pimpin oleh seorang Raja yang sangat bijaksana
dan arif. Rakyat dibawah kekuasaannya sangat bahagia dan menghormati sang raja karena
kepemimpinannya membuat hidup para rakyat sejahtera. Raja tersebut bernama Raja
Prabu Siliwangi. Sang Prabu mempunyai cukup banyak anak, salah satunya bernama Putri
Kandita. Ia adalah seorang gadis yang sangat cantik jelita, baik hati dan memiliki sifat yang
sama seperti Ayahnya. Sang Prabu Siliwangi sangat menyayangi Putri Kandita, dan seiring
bertambahkan usia, putri Kandita semakin memiliki paras yang cantik dan karena ia
merupakan anak tunggal maka ialah sang calon pewaris tahta raja Prabu Siliwangi kelak.

Mendengar keinginan Prabu Siliwangi untuk menjadikan Putri Kandita sebagai penerus
tahta para Selir dan anak-anaknya tidak setuju. Mereka tidak rela jika Putri Kandita yang
akan menjadi Ratu kelak.

Suatu hari, para Selir dan anak-anaknya berkumpul untuk merencanakan siasat jahat untuk
menyingkirkan Putri Kandita dan ibunya keluar dari Istana. Untuk melancarkan rencananya
mereka meminta bantuan kepada seorang penyihir sakti yang tinggal di sebuah desa
terpencil, yang memiliki berbagai macam ilmu hitam .
Suatu hari, Tanpa sepengetahuan raja, para selir dan anaknya mendatangi Penyihir
tersebut dan dengan memberikan imbalan yang diminta sang Penyihir, selir dan anaknya
ingin putri Kandita serta permaisurinya diberi kutukan agar tidak menjadi pewaris tahta sang
raja.

Tanpa menunggu lama, sang Penyihir melaksanakan tugasnya. Dengan ilmu hitam ia
menyihir Putri Kandita dan Ibunya agar menderita penyakit Kusta. Suatu hari, ketika
bangun dari tidurnya Putri Kandita dan Ibunya berubah menjadi buruk rupa, Tubuh yang
awalnya mulus, bersih dan kuning langsat seketika langsung berubah, tubuh keduanya di
penuhi dengan borok dan mengeluarkan bau yang tidak sedap.

Putri Kandita dan sang permaisuri mengidap penyakit kusta yang tak kunjung sembuh.
Prabu Siliwangi yang merasa heran melihat penyakit aneh pada kedua orang
kesayangannya itu langsung memanggil tabib istana untuk melakukan pengobatan. Tetapi
setelah dicoba dengan berbagai macam ramuan, sang tabib istana tetap tidak dapat
menyembuhkan mereka.

Penyakit Putri Kandita dan ibundanya bertambah parah. Tubuh mereka semakin lemah
karena tidak dapat mencerna makanan dan minuman. Putri Kandita yang masih muda
dapat bertahan menghadapi penyakit yang dideritanya. Namun, Sang ibunda yang sudah
tua ternyata tidak dapat bertahan hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhir.

Putri Kandita dan raja sangat terpukul dengan meninggalnya permaisuri. Selama berhari-
hari, Raja Prabu Siliwangi termenung sendirian, ia merasa sangat sedih karena orang yang
paling dicintainya sudah meninggalkan dunia terlebih dahulu. Namun, sang Prabu pun
merasa sangat terpukul melihat kondisi Putri Kandita yang tidak menunjukkan tanda-tanda
kesembuhannya. Ia merasa sangat cemas karena Putri Kandita yang akan menggantikan
meneruskan tahta Kerajaan.

Suatu hari, para Selir dan anak-anaknya datang menemui Raja untuk menghasut agar Putri
Kandita di usir. Awalnya, Raja menolak. Namun, karena takut penyakitnya menular dengan
terpaksa Prabu Siliwangi menyetujui usulan tersebut.
Tanpa sepengetahuan Raja, Selir dan Saudara-saudaranya. Putri Kandita yang mendengar
pembicaraan tersebut sangat kecewa dan ia memutuskan untuk melarikan diri dari istana.
Dalam suasana hati yang sedih, bingung, dan tidak menentu Putri Kandita berjalan keluar
dari istana tanpa tujuan yang pasti.

Selama berhari-hari ia berjalan tanpa arah hingga akhirnya tiba di pesisir pantai selatan
Pulau Jawa yang memiliki banyak batu karang dan ombak besar. Di salah satu batu karang
itu dia kemudian beristirahat hingga akhirnya tertidur karena kelelahan. Dalam tidurnya,
Putri Kandita bermimpi mendengar sebuah suara gaib yang menyuruhnya menceburkan diri
ke laut agar penyakitnya sembuh dan sehat seperti sediakala.

"Ceburkanlah dirimu ke dalam laut, Putri Kandita, jika kamu ingin sembuh dari penyakitmu.
Kulitmu akan mulus seperti sedia kala."

Putri Kandita pun terbangun dari tidurnya. Ia lalu merenung meresapi kata-kata gaib
tersebut karena ragu apakah suara itu merupakan sebuah wangsit atau hanya orang iseng
yang membisiki saat dia tertidur. Tetapi setelah melihat sekeliling, sejauh mata memandang
yang ada hanyalah hamparan pasir putih beserta ombak bergulung-gulung di sekitarnya.
Oleh karena itu, yakinlah Putri Kandita bahwa suara gaib tadi merupakan sebuah wangsit
yang harus dia laksanakan demi kesembuhan dirinya.

Meyakini bahwa suara itu sebuah wangsit, Putri Kandita segera melakukan yang
diperintahkan. Sangat ajaib! Ketika menyentuh air, seluruh tubuh Putri Kandita yang
dihinggapi borok berangsur-angsur hilang dan menjadi mulus kembali.

Kesembuhan Putri Kandita tidak membuatnya kembali ke istana. Dia lebih memilih untuk
menetap di pantai selatan dan berbaur dengan penduduk sekitar yang sebagian besar
berprofesi sebagai nelayan.

Sejak tinggal disana, Putri Kandita sangat terkenal karena kecantikan yang ia miliki. Banyak
Pangeran dari berbagai kerajaan datang untuk melamarnya. Namun, dari sekian banyak
yang melamarnya Putri Kandita sama sekali tidak tertarik. Sebagian dari mereka mundur
karena Putri Kandita mengajukan syarat yang sangat sulit. Salah satu syaratnya adalah
mengadu kesaktiannya di atas gelombang pantai laut. Namun, sebagian dari mereka yang
menerima syarat.
Ternyata, dari sekian banyak lelaki yang beradu kesaktian, tak seorang pun mampu
mengalahkan Putri Kandita. Mereka akhirnya menjadi pengikut setia yang selalu mengawal
Sang Putri ke mana pun dia pergi. Sejak itulah, Putri Kandita dikenal sebagai Ratu
Penguasa Laut Selatan Pulau Jawa yaitu Nyai Roro Kidul.

Pesan moral dari Cerita Rakyat Nyi Roro Kidul Laut Selatan adalah janganlah
kamu berbuat jahat, karena perbuatan jahat akan menimbulkan malapetaka
dikemudian hari.

Dongeng Legenda Caadara


Cerita Rakyat dari Papua Barat

Dongeng Indonesia Pendek Dari Papua


Panglima Wire dan putra-nya Caadara, tinggal di Desa Kramuderu. Panglima
Wire adalah seorang panglima perang. Maka tak heran jika ia menginginkan
agar Caadara mengikuti jejaknya. Kebetulan, Caadara kecil juga memiliki
bakat yang luar biasa dalam ilmu bela diri dan ketangkasan. Setiap hari,
Panglima Wire melatihnya agar kelak Caadara dapat menggantikan dirinya.

"Caadara, cepat panahlah rusa itu," bisik Panglima Wire saat mereka sedang
berburu di hutan.

Caadara segera mengarahkan anak panahnya, dan rusa itu langsung roboh.

Panglima Wire menepuk pundak Caadara, "Ayah benar-benar bangga


padamu, kelak kau akan jadi panglima perang yang hebat."

Caadara hanya tersenyum dan berkata, "Semua kemampuanku ini adalah


pemberian Tuhan dan juga berkat bimbingan Ayah."

Bertahun-tahun kemudian, Caadara tumbuh menjadi pemuda yang tampan


dan gagah perkasa. Keterampilannya dalam ilmu bela diri dan berburu tak
diragukan lagi. Meski demikian, Caadara tetaplah seorang pemuda yang
rendah hati. Karena sifatnya itulah ia memiliki banyak teman.

Suatu hari, Panglima Wire ingin menguji kemampuan Caadara. Ia merasa


sudah saatnya Caadara menggantikan posisinya.

"Caadara anakku, kau sekarang telah dewasa. Ayah yakin kau telah mewarisi
semua ilmu Ayah. Ditambah lagi keterampilan dan kepintaranmu, kau pasti
lebih hebat dari Ayah."

"Apa maksud perkataan Ayah?" tanya Caadara tak mengerti.

"Ayah ingin kau pergi berburu selama beberapa hari. Bawalah beberapa hasil
buruan sebagai tanda bahwa kau telah menguasai semua ilmu yang Ayah
ajarkan," ujar Panglima Wire.

Caadara mengangguk tanda mengerti ucapan ayahnya. Ia melakukan


perintah ayahnya serta mengajak teman-temannya untuk berburu ke hutan.
Perjalanan Caadara dan teman-temannya sungguh berat. Mereka melewati
bukit-bukit yang terjal dan hutan yang lebat. Walau demikian mereka tak
mudah menyerah, dalam beberapa hari saja mereka sudah mendapat banyak
hewan buruan.

Pada hari keenam, mereka memutuskan untuk pulang karena telah mendapat
cukup banyak hewan buruan. Di tengah-tengah perjalanan, mereka bertemu
dengan seekor anjing pemburu.

Caadara segera mengerti, anjing pemburu itu menandakan ada sekelompok


orang asing yang bisa mencelakai mereka.

Caadara dan teman-temannya segera bersembunyi. Mereka menyusun


rencana dan mempersiapkan persenjataan. Busur, panah, tombak, dan
pedang pun mereka siapkan.

Benar saja, tak lama kemudian terdengarlah suara pekikan yang mengerikan.
Pekikan itu bernada ajakan perang. Ternyata yang datang adalah Suku
Kuala. Rombongannya berjumlah lima puluh orang, Iengkap dengan senjata
tajam.

Caadara segera memerintahkan teman-temannya lari ke bukit yang Iebih


tinggi. Mereka membentuk benteng pertahanan, namun Suku Kuala berhasil
menyusul. Pertarungan tak terelakkan. Senjata kedua belah pihak saling
beradu, suasana sungguh mencekam. Sepanjang pertarungan, Suku Kuala
tak henti-hentinya memekik-mekik.

Caadara sama sekali tak gentar. Ia melawan pasukan Suku Kuala dan
berhasil melumpuhkan sebagian besar dari mereka. Demikian juga dengan
teman-temannya. Dengan menuruti perintah Caadara, mereka berhasil
merobohkan banyak musuh. Semakin lama jumlah pasukan Suku Kuala
semakin menipis. Mereka yang tersisa akhirnya melarikan diri dan kembali ke
desanya.

Caadara dan teman-temannya bernapas lega. Mereka semua selamat,


meskipun ada yang terluka. Teman-temannya mengagumi kepemimpinan
Caadara dan cara berperangnya.
"Kau memang pantas menjadi panglima perang kami, Caadara," puji salah
seorang temannya. "Ya, kami akan mengusulkan pada Panglima Wire untuk
segera mengangkatmu menggantikan posisinya," usul temannya yang lain.

"Teman-temanku, aku tak mencari jabatan. Aku hanya ingin melakukan yang
terbaik untuk desa kita,"jawab Caadara.

Sepanjang perjalanan pulang, teman-teman Caadara tak henti-hentinya


mengelu-elukan Caadara.

Setibanya di Desa Kramuderu, Panglima Wire menyambut mereka dengan


hangat. Ia merasa bangga saat teman-teman Caadara menceritakan
kehebatan anaknya. Bahkan penduduk desa mengadakan pesta untuk
merayakan kemenangan Caadara.

Pada saat itulah Caadara diminta menyusun siasat untuk membalas serangan
Suku Kuala. Caadara dengan senang hati memenuhi permintaan penduduk
desa itu. Malam itu, mereka berpesta namun tetap waspada. Penduduk desa
dengan tekun menyimak siasat-siasat yang dibeberkan oleh Caadara.

Keesokan harinya, Caadara dianugerahi kalung gigi hewan, bulu kasuari yang
dirangkai indah dengan hiasan bulu cendrawasih di tengah-tengah.

Siasat perang Caadara dikenal dengan "Caadara Ura", yang berarti Siasat
Perang Caadara. Siasat itu meliputi cara melempar senjata, seni bela diri dari
jarak dekat, menyerbu Iawan, dan mempertahankan diri dari serangan Iawan.
Tak berapa lama, Caadara akhirnya menggantikan posisi ayahnya sebagai
panglima perang di Desa Kramuderu.

Pesan moral dari Dongeng Indonesia Pendek Dari Papua


untukmu adalah Giatlah berlatih dan belajar agar menjadi orang
yang berguna.Jangan ragu untuk berbagi ilmu pada teman-teman

Dongeng Parabel :
Cerita Rakyat Sumatera Barat : Cerita Dongeng
Malin Kundang
Pada zaman dahulu di sebuah perkampungan nelayan Pantai Air Manis di
daerah Padang, Sumatera Barat hiduplah seorang janda bernama Mande
Rubayah bersama seorang anak laki-lakinya yang bernama Malin Kundang.
Mande Rubayah amat menyayangi dan memanjakan Malin Kundang. Malin
adalah seorang anak yang rajin dan penurut.

Mande Rubayah sudah tua, ia hanya mampu bekerja sebagai penjual kue
untuk mencupi kebutuhan ia dan anak tunggalnya. Suatu hari, Malin jatuh-
sakit. Sakit yang amat keras, nyawanya hampir melayang namun akhirnya ia
dapat diseiamatkan-berkat usaha keras ibunya. Setelah sembuh dari sakitnya
ia semakin disayang. Mereka adalah ibu dan anak yang saling menyayangi.
Kini, Malin sudah dewasa ia meminta izin kepada ibunya untuk pergi
merantau ke kota, karena saat itu sedang ada kapal besar merapat di Pantai
Air Manis.

"Jangan Malin, ibu takut terjadi sesuatu denganmu di tanah rantau sana.
Menetaplah saja di sini, temani ibu," ucap ibunya sedih setelah mendengar
keinginan Malin yang ingin merantau.

"Ibu tenanglah, tidak akan terjadi apa-apa denganku," kata Malin sambil
menggenggam tangan ibunya. "Ini kesempatan Bu, kerena belum tentu
setahun sekali ada kapal besar merapat di pantai ini. Aku ingin mengubah
nasib kita Bu, izinkanlah" pinta Malin memohon.

"Baiklah, ibu izinkan. Cepatlah kembali, ibu akan selalu menunggumu Nak,"
kata ibunya sambil menangis. Meski dengan berat hati akhirnya Mande
Rubayah mengizinkan anaknya pergi. Kemudian Malin dibekali dengan nasi
berbungkus daun pisang sebanyak tujuh bungkus, "Untuk bekalmu di
perjalanan," katanya sambil menyerahkannya pada Malin. Setelah itu
berangkatiah Malin Kundang ke tanah rantau meninggalkan ibunya sendirian.

Hari-hari terus berlalu, hari yang terasa lambat bagi Mande Rubayah. Setiap
pagi dan sore Mande Rubayah memandang ke laut, "Sudah sampai manakah
kamu berlayar Nak?" tanyanya dalam hati sambil terus memandang laut. la
selalu mendo'akan anaknya agar selalu selamat dan cepat kembali.

Beberapa waktu kemudian jika ada kapal yang datang merapat ia selalu
menanyakan kabar tentang anaknya. "Apakah kalian melihat anakku, Malin?
Apakah dia baik-baik saja? Kapan ia pulang?" tanyanya. Namun setiap ia
bertanya pada awak kapal atau nahkoda tidak pernah mendapatkan jawaban.
Malin tidak pernah menitipkan barang atau pesan apapun kepada ibunya.

Bertahun-tahun Mande Rubayah terus bertanya namun tak pernah ada


jawaban hingga tubuhnya semakin tua, kini ia jalannya mulai terbungkuk-
bungkuk. Pada suatu hari Mande Rubayah mendapat kabar dari nakhoda
dulu membawa Malin, nahkoda itu memberi kabar bahagia pada Mande
Rubayah.

"Mande, tahukah kau, anakmu kini telah menikah dengan gadis cantik, putri
seorang bangsawan yang sangat kaya raya," ucapnya saat itu.

Cerita Dongeng Malin Kundang

Mande Rubayah amat gembira mendengar hal itu, ia selalu berdoa agar
anaknya selamat dan segera kembali menjenguknya, sinar keceriaan mulai
mengampirinya kembali. Namun hingga berbulan-bulan semenjak ia
menerima kabar Malin dari nahkoda itu, Malin tak kunjung kembali untuk
menengoknya.

"Malin cepatlah pulang kemari Nak, ibu sudah tua Malin, kapan kau pulang...,"
rintihnya pilu setiap malam. Ia yakin anaknya pasti datang. Benar saja tak
berapa lama kemudian di suatu hari yang cerah dari kejauhan tampak sebuah
kapal yang megah nan indah berlayar menuju pantai. Orang kampung
berkumpul, mereka mengira kapal itu milik seorang sultan atau seorang
pangeran. Mereka menyambutnya dengan gembira.

Ketika kapal itu mulai merapat, terlihat sepasang anak muda berdiri di
anjungan. Pakaian mereka berkiiauan terkena sinar matahari. Wajah mereka
cerah dihiasi senyum karena bahagia disambut dengan meriah. Mande
Rubayah juga ikut berdesakan mendekati kapal. Jantungnya berdebar keras
saat melihat lelaki muda yang berada di kapal itu, ia sangat yakin sekali
bahwa lelaki muda itu adalah anaknya, Malin Kundang. Belum sempat para
sesepuh kampung menyambut, Ibu Malin terlebih dahulu menghampiri Malin.
la langsung memeluknya erat, ia takut kehilangan anaknya lagi.

"Malin, anakku. Kau benar anakku kan?" katanya menahan isak tangis karena
gembira, "Mengapa begitu lamanya kau tidak memberi kabar?"

Malin terkejut karena dipeluk wanita tua renta yang berpakaian compang—
camping itu. Ia tak percaya bahwa wanita itu adalah ibunya. Sebelum dia
sempat berpikir berbicara, istrinya yang cantik itu meludah sambil berkata,
"Wanita jelek inikah ibumu? Mengapa dahulu kau bohong padaku!" ucapnya
sinis, "Bukankah dulu kau katakan bahwa ibumu adalah seorang bangsawan
yang sederajat denganku?!"

Mendengar kata-kata pedas istrinya, Malin Kundang langsung mendorong


ibunya hingga terguling ke pasir, "Wanita gila! Aku bukan anakmu!" ucapnya
kasar.

Mande Rubayah tidak percaya akan perilaku anaknya, ia jatuh terduduk


sambil berkata, "Malin, Malin, anakku. Aku ini ibumu, Nak! Mengapa kau jadi
seperti ini Nak?!" Malin Kundang tidak memperdulikan perkataan ibunya. Dia
tidak akan mengakui ibunya. la malu kepada istrinya. Melihat wanita itu
beringsut hendak memeluk kakinya, Malin menendangnya sambil berkata,
"Hai, wanita gila! lbuku tidak seperti engkau! Melarat dan kotor!" Wanita tua
itu terkapar di pasir, menangis, dan sakit hati.

Orang-orang yang meilhatnya ikut terpana dan kemudian pulang ke rumah


masing-masing. Mande Rubayah pingsan dan terbaring sendiri. Ketika ia
sadar, Pantai Air Manis sudah sepi. Dilihatnya kapal Malin semakin menjauh.
Ia tak menyangka Malin yang dulu disayangi tega berbuat demikian. Hatinya
perih dan sakit, lalu tangannya ditengadahkannya ke langit. Ia kemudian
berdoa dengan hatinya yang pilu, "Ya, Tuhan, kalau memang dia bukan
anakku, aku maafkan perbuatannya tadi. Tapi kalau memang dia benar
anakku yang bernama Malin Kundang, aku mohon keadilanmu, Ya Tuhan!"
ucapnya pilu sambil menangis. Tak lama kemudian cuaca di tengah laut yang
tadinya cerah, mendadak berubah menjadi gelap. Hujan tiba-tiba turun
dengan teramat lebatnya. Tiba-tiba datanglah badai besar, menghantam
kapal Malin Kundang. Laiu sambaran petir yang menggelegar. Saat itu juga
kapal hancur berkeping- keping. Kemudian terbawa ombak hingga ke pantai.

Esoknya saat matahari pagi muncul di ufuk timur, badai telah reda. Di kaki
bukit terlihat kepingan kapal yang telah menjadi batu. Itulah kapal Malin
Kundang! Tampak sebongkah batu yang menyerupai tubuh manusia. Itulah
tubuh Malin Kundang anak durhaka yang kena kutuk ibunya menjadi batu
karena telah durhaka. Disela-sela batu itu berenang-renang ikan teri, ikan
belanak, dan ikan tengiri. Konon, ikan itu berasal dari serpihan tubuh sang
istri yang terus mencari Malin Kundang.

Sampai sekarang jika ada ombak besar menghantam batu-batu yang mirip
kapal dan manusia itu, terdengar bunyi seperti lolongan jeritan manusia,
terkadang bunyinya seperti orang meratap menyesali diri, "Ampun, Bu...!
Ampuun!" konon itulah suara si Malin Kundang, anak yang durhaka pada
ibunya.

Pesan moral dari Cerita Dongeng Malin Kundang (Cerita Rakyat


SumBar) adalah Hormatilah ibumu dan jangan pernah
mendurhakainya.

Anda mungkin juga menyukai