Anda di halaman 1dari 6

Resensi Novel Sastra

Anak Perawan di Sarang Penyamun

Muhamad Irvan Darajat


XI IPA 3
9/26/2011

SMAN 2 Cimahi
Resensi Novel Sastra “Anak Perawan di Sarang Penyamun”

Judul Novel : Anak Perawan di Sarang

Penyamun

Pengarang : Sutan Takdir Alisyahbana

Penerbit : Dian Rakyat

Tebal Buku : 126 Halaman

Cetakan Ke : Tujuh Belas (2002)

Tempat Terbit : Jakarta

Anak Perawan di Sarang Penyamun


Sinopsis
Suatu hari, di suatu pondok di hutan rimba terdapat 5 orang laki – laki berbadan besar,
Medasing, Sanip, Tusin, dan Amat, dan Sohan. Mereka adalah para penyamun (perampok)
yang kejam, jahat, keji ketika melakukan aksinya. Medasing adalah pemimpin dari
segerombolan penyamun tersebut. Dahulu ia adalah anak saudagar kaya yang dirampok oleh
para penyamun. Ia dibawa dan dibesarkan oleh para penyamun hingga ia menjadi seperti
mereka. Ia terkenal sebagai penyamun yang kuat, kejam, dan kebal. Hal itu didapatnya dari
berguru dan bertapa di gunung Dempo sehingga mendapat kesaktian pada dirinya.

Lalu pada suatu hari mata – mata mereka, Samad memberi tahu bahwa akan ada
rombongan Saudagar kaya bernama Haji Sahak beserta isternya, Hajjah Andun dan anak
perawannya, Sayu hendak pulang dari Palembang menuju Pagar Alam. Mereka lekas menjual
30 ekor kerbau milik tetangganya dan tentu saja membawa perbekalan harta yang banyak.
Segerombolan penyamun pun tertarik untuk menyamun harta mereka, dan pada malam
harinya mereka melakukan aksinya tersebut. Mereka menyerang pondok tempat rombongan
Haji Sahak beristirahat. Para rombongan dibunuh oleh mereka termasuk Haji Sahak. Istri Haji
Sahak, Hajjah Andun mencoba menolong suaminya, namun ia ikut dihardik oleh penyamun
tersebut hingga terluka dan pingsan. Dan anak perawan Haji Sahak, Sayu tidak dibunuh,
namun dibawa lari oleh para penyamun.
Ketika sampai di pondok para penyamun, Sayu hanya terdiam menangis meratapi
nasibnya ditinggal ayah ibunya dan dibawa lari oleh para penyamun. Suatu hari Samad, mata
– mata mereka datang ke pondok sarang penyamun. Maksud kedatangannya adalah untuk
meminta bagian dari hasil perampokan para penyamun. Namun ketika ia berada di sarang
penyamun, ia jatuh hati terhadap Sayu yang ternyata memliki wajah yang cantik. Dan ia pun
memiliki hasrat untuk membawa lari Sayu dari sarng penyamun tersebut. Ia membisikkan
niatnya kepada Sayu dan berjanji akan membawanya lari kembali ke Pagar Alam, kembali
kepada keluarganya. Lalu Sayu pun terbujuk akan rayuan dan janji - janji Samad tersebut.
Dia telah memutuskan untuk kabur bersama Samad. Namun, sebelum niatnya terlaksana,
Medasing menemukannya di bawah pohon dan akhirnya diseret kembali ke sarang
penyamun. Sejak saat itu ia tidak percaya lagi akan janji – janji Samad padanya.

Lalu karena perbekalan para penyamun sudah mulai menipis, maka mereka akan
melakukan aksinya kembali. Terdengar kabar bahwa pada malam hari akan ada rombongan
pasukan yang membawa perbekalan makanan, maka dari itu tanpa basa basi mereka beraksi
melakukan kejahatannya. Namun tanpa disangka ternyata pasukan itu bersenjata dan ketika
hendak menyamun para rombongan, mereka pun tertembak dan lari entah kemana. Samad
dan Tusin pergi entah kemana, sedangkan Medasing dan Sanip kembali ke pondok sarang
penyamun. Sejak saat itu Samad dan Tusin tidak kembali ke pondok sarang penyamun.

Pada suatu hari, Medasing dan Sanip pergi berburu untuk mencari makanan sambil
menyandang tombak dan parang. Mereka mencari rusa untuk dijadikan makan siang. Lalu
mereka pun menemukan rusa yang mereka cari. Mereka mengejar rusa tersebut tanpa
memperdulikan keselamatan mereka. Rusa tersebut kemudian jatuh menghilang di balik
semak – semak. Mereka terheran – heran apa yang terjadi, tetapi karena mereka sangat cepat
berlari akhrinya mereka jatuh bersama kedalam jurang. Sanip tewas dalam kejadian itu,
namun Medasing hanya mengalami patah tulang di tangan kanannya. Medasing mencoba
kembali keatas dengan sekuat tenaga. Setelah itu, ia kembali ke pondok sarang penyamun.

Setelah tiba di pondok, Sayu pun menolong Medasing dengan cara mengobati tangan
kanannya yang patah. Mereka saling berpandangan satu sama lain, tetapi Sayu mengalihkan
pandangannya. Setelah sembuh, Sayu mengajak Medasing pergi ke Pagar Alam karena
ternyata persediaan makanan di pondok telah menipis. Akhirnya mereka pergi ke Pagar Alam
untuk pergi ke rumah Hajjah Andun, ibunda Sayu. Sesampainya di Pagar Alam, mereka
langsung menuju rumah Sayu. Ternyata rumah tersebut telah dijual Hajjah Andun untuk
membayar hutang 30 ekor kerbau yang dirampok para penyamun. Lalu mereka pergi menuju
rumah yang ditinggali Hajjah Andun sekarang. Setelah sampai, mereka melihat Hajjah
Andun sedang kritis akibat sakit yang dideritanya. Sayu langsung menangis tersdeu beserta
keluarganya, Sima, adik tirinya, Bedul dan Istrinya. Ketika itu, Medisang sangat menyesal
apa yang telah ia perbuat kepada keluarga Haji Sahak. Ia sadar betapa kejamnya, jahatnya ia
selama ini terhadap orang yang ia rampok.

Suatu hari terdapat pemimpin Pagar Alam yang bernama Haji Karim. Beliau baru
pulang dari Tanah Suci beserta keluarganya. Beliau disambut dengan 30 pedati dan diarak
menuju balai dan rumahnya. Lalu disana dirayakanlah pesta syukuran kepulangan keluarga
Haji Karim. Ketika malam hari, pesirah Karim menengok ke 30 pedati untuk mengenal para
anak pedati. Dilahtlah satu persatu dari mereka yang sedang tertidur pulas. Namun tiba – tiba
dari balik kegelapan munculah manusia yang ternyata dia adalah Samad. Ia meminta tolong
kepada pesirah Karim agar mengizinkannya untuk menginap di rumahnya, dan pesirah Karim
mengizinkannya. Keesokkan harinya, Samad menceritakan kemelaratan hidupnya kepada
pesirah Karim. Ia bercerita tentang kehidupannya beserta keluarga yang sreing ia tinggalkan
pergi menyamun. Ia sadar akan dosa – dosa yang telah ia perbuat dahulu. Lalu pesirah Karim
mengajaknya membawa anak istrinya untuk tinggal di rumah beliau. Namun Samad tidak
mau ikut tinggal bersama pesirah Karim karena ia ingin meniti hidup baru bersama
keluarganya.

Unsur Intrinsik pada Novel

a. Tema
Menceritakan tentang sikap orang yang berubah dari seseorang yang buruk menjadi
lebih baik karena perbuatan mereka sendiri
b. Amanat
Bahwa sejahat – jahatnya orang pada akhirnya akan sadar juga bahwa yang selama ini
ia perbuat itu salah, janganlah berbuat jahat pada orang lain karena pasti akan
menimbulkan penderitaan pada orang tersebut dan hidup kita pun tidak akan tenang,
bertaubatlah dari diri yang buruk menjadi diri yang lebih baik.
c. Alur
Alur campuran, sebab ada bagian cerita yang menceritakan kelanjutan cerita tersebut
namun ada bagian dengan alur mundur pada bagian menjelaskan kehidupan tokoh
sebelumnya.
d. Tokoh
- Medasing dan 4 penyamun : Kejam, jahat, bengis, pemberani, ambisius, kuat
- Samad : Jahat, pengiba, perhatian, penakut, pekerja keras
- Sayu : Baik, perhatian, penolong, penakut, pemalu
- Haji Sahak : Bijaksana, pemberani
- Haji Andun : Baik, penuh dengan kessedihan, pasrah, penyabar
- Sima : Baik, ceria, penolong
- Bedul dan Istri : Baik, penolong, sederhana, penyabar
- Pesirah Karim : Baik, bijaksana, penolong, perhatian
e. Latar
Di hutan belantara di dataran Palembang, Sumatera Selatan, di desa Pagar Alam,
Lahat, sungai di sekitar hutan
f. Sudut Pandang
Menceritakan tentang keindahan alam yang hidup, menggambarkan hutan belantara
sangat luas dan indah, serta kebesaran Allah yang menciptakannya. Menggunakan
sudut pandang penokohan orang ketiga.
g. Gaya Penulisan
Menggunakan gaya bahasa yang menraik dan bahasa yang hidup, seperti anak air di
pengunungan, serta menggunakan bahasa melayu sastra.

Kelebihan novel “Anak Perawan di Sarang Penyamun”


a. Pembaca dapat mengetahui dengan mudah watak dari tokoh – tokoh dalam cerita.
b. Pembaca dapat dengan mudah mengetahui latar tempt tersebut karena pada cerita
dijelaskan latar tempat dan waktu cerita tersebut dimana dan kapan.
c. Amanat yang terkandung pada cerita dapat dipahami oleh para pembaca.
Kelemahan novel “Anak Perawan di Sarang Penyamun”

Kelemahan novel “Anak Perawan di Sarang Penyamun”


a. Bahasa yang digunakan pada novel ini terlalu berbelit – belit sehingga pembaca
kurang dapat memahami isi dari setiap bagian cerita
b. Adegan yang diceritakan terbilang “loncat – loncat” dari satu kejadian ke
kejadian lain pada suatu bab, sehingga agak membingungkan pembaca

Anda mungkin juga menyukai