Anda di halaman 1dari 28

SINGA DAN TIKUS

Seekor singa sedang tidur dengan lelap di dalam hutan, dengan kepalanya yang besar
bersandar pada telapak kakinya. Seekor tikus kecil secara tidak sengaja berjalan di dekatnya,
dan setelah tikus itu sadar bahwa dia berjalan di depan seekor singa yang tertidur, sang Tikus
menjadi ketakutan dan berlari dengan cepat, tetapi karena ketakutan, sang Tikus malah berlari di
atas hidung sang Singa yang sedang tidur. Sang Singa menjadi terbangun dan dengan sangat
marah menangkap makhluk kecil itu dengan cakarnya yang sangat besar.

"Ampuni saya!" kata sang Tikus. "Tolong lepaskan saya dan suatu saat nanti saya akan
membalas kebaikanmu."

Singa menjadi tertawa dan merasa lucu saat berpikir bahwa seekor tikus kecil akan dapat
membantunya. Tetapi dengan baik hati, akhirnya singa tersebut melepaskan tikus kecil itu.

Suatu hari, ketika sang Singa mengintai mangsanya di dalam hutan, sang Singa tertangkap oleh
jala yang ditebarkan oleh pemburu. Karena tidak dapat membebaskan dirinya sendiri, sang
Singa mengaum dengan marah ke seluruh hutan. Saat itu sang Tikus yang pernah
dilepaskannya mendengarkan auman itu dan dengan cepat menuju ke arah dimana sang Singa
terjerat pada jala. Sang Tikus kemudian menemukan sang Singa yang meronta-ronta berusaha
membebaskan diri dari jala yang menjeratnya. Sang Tikus kemudian berlari ke tali besar yang
menahan jala tersebut, dia lalu menggigit tali tersebut sampai putus hingga akhirnya sang Singa
dapat dibebaskan.

"Kamu tertawa ketika saya berkata akan membalas perbuatan baikmu," kata sang Tikus.
"Sekarang kamu lihat bahwa walaupun kecil, seekor tikus dapat juga menolong seekor singa."
Kebaikan hati selalu mendapat balasan yang baik.

DONGENG AYAM JANTAN YANG SOMBONG

Di sebuah peternakan, tinggalah dua ekor ayam jantan. Mereka menjadi pejantan untuk semua
ayam betina yang ada di peternakan itu. Tapi sayangnya, ayam jantan yang satunya selalu
bersikap serakah. Dia ingin menjadi satu-satunya yang menguasai daerah itu. Sedangkan ayam
jantan yang ke dua bersikap lebih sabar. Walaupun dia sering di hina, di caci, dan di
perlakukandengan semena-mena oleh ayam jantan yang satunya, dia tak mudah terpancing.
Hingga pada suatu hari, sebuah kejadian tak bisa di elakan. Ketika sedang asik mencari makan
di pekarangan peternakan, tiba-tiba ayam jantan ke dua di terjang oeh ayam jantan serakah
yang pertama. Untuk membela diri, ayam jantan ke dua pun mencoba malakukan perlawanan
sekuat tenaga. Tapi karena sifatnya yang cinta damai dan tak suka berkelahi, ahirnya dia pun lari
untuk mengalah dan bersembunyi di balik tumpukan jerami.

Melihat awanya lari tunggang anggang, ayam jantan yang sombong tersebut merasa sangat
puas. Apa agi mereka di lihat oleh para ayam betina yang dari tadi mencari makan di sekitar
mereka. Hal tersebut membuat ayam jantan yang sombong itu menjadi besar kepala dan
semakin membanggakan dirinya. “Tak ada yang bisa mengalahkan aku di sini. Aku adalah ayam
terkuat yang patut menguasai dan menjadi raja di sini..cukkurukuuukkk..” katanya sambil
berkokok.

Tak puas hanya dengan hal itu, dia berniat mengumumkan kemenanganya agar di ketahui oeh
seuruh penghuni peternakan. Dengan sombongnya dia mengepakan sayap dan melompat ke
atap. Dari atap peternakan, dia berteriak-teriak menyombongkan diri dan menantang siapa saja
yang berani melawanya. Sifat sombong telah membuat dia lupa, bahwa di atas langit masih ada
langit. Ternyata secara tak sengaja, ada seekor elang yang sedang mencari mangsa lewat di
atas peternakan itu.

Melihat si ayam jago yang berteriak-teriak sombong di atas atap, memberi kesempatan untuk si
elang menyambar dan membawa ayam jago itu ke sarangnya menjadi santapan anak-anaknya
yang tengah lapar. Berahir sudah riwayat ayam jago yang sombong itu. Sedangkan ayam jago
yang satunya kini menjadi ayam jago tunggal yang menguasai daerah peternakan. Sifatnya yang
suka mengalah dan cinta damai, ternyata mampu menyelamatkan dia dari bahaya. Dan
mendapat ke dudukan yang sebelumya tak pernah dia bayangkan. Dan itu adalah balasan bagi
orang-orang yang mau bersabar.

Nah, para adik-adik dan kaka’-kaka’ pembaca sekalian, semoga ada hikmah yang dapat kita
petik dari kisah dongeng sederhana ini. Kita harus belajar untuk menjadi orang yang baik, dan
ebih baik dari pada hari kemarin. Karena kebaikan pasti akan mendapat balasan yang baik pula.
Meski sebelum itu kita harus lebih bersabar pada ujian yang datang. :)

Story by: Muhammad Rifa’i


DONGENG SEMUT DAN BELALANG

Pada siang hari di akhir musim gugur, satu keluarga semut yang telah bekerja keras sepanjang
musim panas untuk mengumpulkan makanan, mengeringkan butiran-butiran gandum yang telah
mereka kumpulkan selama musim panas. Saat itu seekor belalang yang kelaparan, dengan
sebuah biola di tangannya datang dan memohon dengan sangat agar keluarga semut itu
memberikan sedikit makan untuk dirinya.
"Apa!" teriak sang Semut dengan terkejut, "tidakkah kamu telah mengumpulkan dan menyiapkan
makanan untuk musim dingin yang akan datang ini? Selama ini apa saja yang kamu lakukan
sepanjang musim panas?"
"Saya tidak mempunyai waktu untuk mengumpulkan makanan," keluh sang Belalang; "Saya
sangat sibuk membuat lagu, dan sebelum saya sadari, musim panas pun telah berlalu."
Semut tersebut kemudian mengangkat bahunya karena merasa gusar.
"Membuat lagu katamu ya?" kata sang Semut, "Baiklah, sekarang setelah lagu tersebut telah
kamu selesaikan pada musim panas, sekarang saatnya kamu menari!" Kemudian semut-semut
tersebut membalikkan badan dan melanjutkan pekerjaan mereka tanpa memperdulikan sang
Belalang lagi.
DUA EKOR KAMBING

Dua ekor kambing berjalan dengan gagahnya dari arah yang berlawanan di sebuah pegunungan
yang curam, saat itu secara kebetulan mereka secara bersamaan masing-masing tiba di tepi
jurang yang dibawahnya mengalir air sungai yang sangat deras. Sebuah pohon yang jatuh, telah
dijadikan jembatan untuk menyebrangi jurang tersebut. Pohon yang dijadikan jembatan tersebut
sangatlah kecil sehingga tidak dapat dilalui secara bersamaan oleh dua ekor tupai dengan
selamat, apalagi oleh dua ekor kambing. Jembatan yang sangat kecil itu akan membuat orang
yang paling berani pun akan menjadi ketakutan. Tetapi kedua kambing tersebut tidak merasa
ketakutan. Rasa sombong dan harga diri mereka tidak membiarkan mereka untuk mengalah dan
memberikan jalan terlebih dahulu kepada kambing lainnya.
Saat salah satu kambing menapakkan kakinya ke jembatan itu, kambing yang lainnya pun tidak
mau mengalah dan juga menapakkan kakinya ke jembatan tersebut. Akhirnya keduanya
bertemu di tengah-tengah jembatan. Keduanya masih tidak mau mengalah dan malahan saling
mendorong dengan tanduk mereka sehingga kedua kambing tersebut akhirnya jatuh ke dalam
jurang dan tersapu oleh aliran air yang sangat deras di bawahnya.
Lebih baik mengalah daripada mengalami nasib sial karena keras kepala.
KELEDAI DAN GARAM MUATANNYA
__

Seorang pedagang, menuntun keledainya untuk melewati sebuah sungai yang dangkal. Selama
ini mereka telah melalui sungai tersebut tanpa pernah mengalami satu pun kecelakaan, tetapi
kali ini, keledainya tergelincir dan jatuh ketika mereka berada tepat di tengah-tengah sungai
tersebut. Ketika pedagang tersebut akhirnya berhasil membawa keledainya beserta muatannya
ke pinggir sungai dengan selamat, kebanyakan dari garam yang dimuat oleh keledai telah
meleleh dan larut ke dalam air sungai. Gembira karena merasakan muatannya telah berkurang
sehingga beban yang dibawa menjadi lebih ringan, sang Keledai merasa sangat gembira ketika
mereka melanjutkan perjalanan mereka.

Pada hari berikutnya, sang Pedagang kembali membawa muatan garam. Sang Keledai yang
mengingat pengalamannya kemarin saat tergelincir di tengah sungai itu, dengan sengaja
membiarkan dirinya tergelincir jatuh ke dalam air, dan akhirnya dia bisa mengurangi bebannya
kembali dengan cara itu.

Pedagang yang merasa marah, kemudian membawa keledainya tersebut kembali ke pasar,
dimana keledai tersebut di muati dengan keranjang-keranjang yang sangat besar dan berisikan
spons. Ketika mereka kembali tiba di tengah sungai, sang keledai kembali dengan sengaja
menjatuhkan diri, tetapi pada saat pedagang tersebut membawanya ke pinggir sungai, sang
keledai menjadi sangat tidak nyaman karena harus dengan terpaksa menyeret dirinya pulang
kerumah dengan beban yang sepuluh kali lipat lebih berat dari sebelumnya akibat spons yang
dimuatnya menyerap air sungai.
PEMBURU DAN SERIGAL

Dahulu kala, seekor rubah bercerita kepada seekor serigala mengenai kekuatan manusia yang
tidak terkalahkan oleh hewan manapun, dan mampu membela dirinya dengan banyak cara.

Serigala pun berkata, "Jika saya memiliki kesempatan untuk bertemu dengan yang dinamakan
manusia, saya akan membuktikan bahwa saya lebih kuat dari mereka."
"Aku bisa mempertemukan kamu dengan manusia apabila kamu mau," kata rubah. "Datanglah
ke sini pagi-pagi besok, aku akan menunjukkan kepadamu bagaimana yang dinamakan dengan
manusia."

Pemburu menembakkan senapannyaSang Serigala pun datang pada pagi hari dan sang rubah
membawanya ke suatu jalan di mana ada seorang pemburu yang setiap pagi lewat di jalan
tersebut.

Pertama lewatlah seorang tentara tua yang telah pensiun. "Apakah itu yang disebut dengan
manusia?" tanya sang Serigala.
"Tidak," jawab sang Rubah.
Setelah itu lewatlah seorang anak kecil yang sedang pergi ke sekolah. "Apakah itu yang
dinamakan manusia?"
"Tidak, tapi suatu saat ia akan menjadi manusia."

Akhirnya lewatlah seorang pemburu dengan senapan laras ganda yang disandarkan di
punggungnya, dan belati yang digantungkan pada pinggangnya.
Sang Rubah berkata ke serigala, "Lihat, itulah yang disebut dengan manusia, engkau boleh
menyerangnya, tetapi tunggu sampai saya telah bersembunyi terlebih dahulu."
Serigala kemudian bergegas menyerang manusia tersebut. Ketika sang Pemburu melihat
serigala, ia berkata pada dirinya sendiri,
"Sangat disayangkan senapan saya tidak terisi peluru," ia pun menembak wajah sang Serigala
dengan senapannya yang terisi mesiu tetapi tidak terisi peluru. Serigala yang terkejut, menarik
wajah yang terasa sakit karena tembakan senapan, tetapi sang Serigala tidak membiarkan
dirinya menjadi takut, dan mulai menyerang kembali. Saat itu sang Pemburu menembakkan
larasnya yang berikut. Serigala menahan rasa sakitnya, dan bergegas menyerang pemburu
kembali. Tetapi sang Pemburu menarik belati yang tergantung di pinggangnya dan memberikan
beberapa kali sayatan di kanan dan kiri serigala. Sang Serigala menjadi terluka di sekujur
tubuhnya dan akhirnya berlari melolong kembali ke tempat persembunyian sang Rubah.

"Nah, saudara serigala," kata sang Rubah, "bagaimana hasil pertemuanmu dengan manusia?"
"Ah!" Jawab serigala, "Saya tidak pernah bisa membayangkan kekuatan manusia yang
sesungguhnya! Pertama, manusia mengambil tongkat dari bahunya, dan meniupnya sehingga
saya merasakan sesuatu yang menyakitkan terbang ke wajahku, kemudian dia meniup tongkat
tersebut sekali lagi, dan saya merasakan sesuatu yang menyakitkan terbang ke hidung saya
seperti petir dan hujan badai; ketika saya cukup dekat dengannya, ia menarik sebuah tulang
rusuknya yang berwarna putih dari sisinya, dan dia memukul saya dengan rusuk itu, dan jika
saya tidak berlari secepat mungkin, saya pasti akan tergeletak mati di sana."
"Sekarang engkau telah merasakan akibat dari mulut besarmu." kata sang Rubah sambil
tertawa.
KELELAWAR DAN MUSANG
______

Seekor kelelawar tanpa sengaja masuk ke dalam sarang seekor musang yang dengan cepat
menangkapnya. Sang Kelelawar memohon-mohon agar dilepaskan, tetap sang Musang tidak
mau mendengarkannya.
"Kamu adalah seekor tikus," katanya, "dan Saya sangat membenci tikus. Setiap tikus yang saya
tangkap, akan saya mangsa!"
Kelelawar yang tersesat dan Musang"Tapi saya bukan seekor tikus!" teriak sang Kelelawar.
"Lihatlah sayapku, dapatkan seekor tikus terbang?, Saya adalah seekor burung! mohon
lepaskanlah saya!"

Sang Musang mengakui bahwa sang Kelelawar bukanlah seekor tikus sehingga melepaskannya
pergi. Tetapi beberapa hari kemudian, kelelawar yang malang ini, tersesat lagi ke dalam sarang
musang yang lain. Dan kebetulan musang ini bermusuhan dengan burung. Sang Musangpun
menangkap dan bersiap untuk memangsa sang Kelelawar.
"Kamu adalah seekor burung," katanya, "dan saya akan memangsa kamu!"
"Apa?" teriak sang Kelelawar, "Saya? adalah burung? Mengapa kamu berkata begitu? semua
burung memiliki bulu! Saya tidak memiliki bulu karena saya adalah seekor tikus."

Akhirnya sang Kelelawarpun selamat dari bahaya untuk kedua kalinya.


Keledai Yang Memakai Kulit Singa

Seekor keledai menemukan sebuah kulit singa yang telah ditinggalkan oleh sang pemburu di dalam hutan.
Dia kemudian memakai kulit singa itu dan menghibur dirinya dengan cara bersembuyi di semak-semak
dan tiba-tiba meloncat keluar untuk menakut-nakuti binatang yang lewat di tempat itu. Semua binatang
yang kebetulan lewat, menjadi takut dan lari dari tempat itu ketika melihat keledai yang mereka kira singa.

Keledai tersebut begitu senang melihat semua binatang lari menjauh darinya, seolah-olah dirinya adalah
raja hutan, sehingga karena terlalu bangga dan senangnya, dia mulai mengaum dengan keras, tetapi
bukanlah auman singa yang keluar dari mulutnya, melainkan cuma ringkikan keledai yang parau. Seekor
rubah yang tadinya ikut lari bersama dengan binatang lainnya, menjadi terhenti ketika mendengar suara
itu. Perlahan-lahan dia mendekati keledai itu dan menyadari bahwa yang menakut-nakuti seluruh binatang
yang lewat di tempat itu hanyalah seekor keledai yang memakai kulit singa. Rubah itu kemudian berkata
sambil tertawa:

"Jika kamu menutup mulutmu, mungkin saya akan berlari ketakutan juga. Tetapi kamu kamu malah
mengaum dan mengeluarkan suara ringkikanmu yang parau."
Orang bodoh mungkin bisa menipu dengan pakaian dan penampilannya, tetapi dari perkataanya, orang lain
akan segera tahu siapa dirinya sebenarnya.
Anjing dan Bayangannya

Seekor anjing yang mendapatkan sebuah daging dari seseorang, berlari-lari pulang ke rumahnya
secepat mungkin dengan senang hati. Ketika dia melewati sebuah jembatan yang sangat kecil,
dia menunduk ke bawah dan melihat bayangan dirinya terpantul dari air di bawah jembatan itu.
Anjing yang serakah ini mengira dirinya melihat seekor anjing lain membawa sebuah daging
yang lebihbesar dari miliknya.

Bila saja dia berhenti untuk berpikir, dia akan tahu bahwa itu hanyalah bayangannya. Tetapi
anjing itu tidak berpikir apa-apa dan malah menjatuhkan daging yang dibawanya dan langsung
melompat ke dalam sungai. Anjing serakah tersebut akhirnya dengan susah payah berenang
menuju ke tepi sungai. Saat dia selamat tiba di tepi sungai, dia hanya bisa berdiri termenung dan
sedih karena daging yang di bawanya malah hilang, dia kemudian menyesali apa yang terjadi
dan menyadari betapa bodohnya dirinya.

Sangatlah bodoh memiliki sifat yang serakah


Rubah dan Buah Anggur

Seekor rubah suatu hari melihat sekumpulan buah anggur yang ranum bergantungan dari pohon
anggur di sepanjang cabangnya. Buah anggur itu terlihat begitu ranum, kelihatan sangat lezat
dan berisi penuh, dan mulut sang Rubah menjadi terbuka serta meneteskan air liur saat menatap
buah anggur yang bergantungan.

Buah anggur itu tergantung pada dahan yang cukup tinggi, dan sang Rubah harus melompat
untuk mencapainya. Saat pertama kali melompat untuk mengambil buah tersebut, sang Rubah
tidak dapat mencapainya karena buah itu tergantung cukup tinggi. Kemudian sang Rubah
mengambil ancang-ancang dan berlari sambil melompat, tetapi kali ini sang Rubah masih juga
tidak dapat mencapai buah anggur tersebut. Sang Rubah mencoba untuk melompat terus, tetapi
semua usaha yang dilakukannya sia-sia belaka.

Sekarang dia lalu duduk dan memandang buah anggur itu dengan rasa penasaran.

"Betapa bodohnya saya," katanya. "Disini saya terus mencoba untuk mengambil buah anggur
yang kelihatannya tidak enak untuk dimakan."
Kemudian sang Rubah lalu berjalan pergi dengan perasaan yang sangat kesal.

Banyak orang yang berpura-pura mengacuhkan dan memperkecil arti sesuatu yang tidak dapat
mereka capai.
Rubah dan Burung Gagak

Seekor rubah melihat seekor burung gagak terbang dengan membawa sepotong keju di
paruhnya dan hinggap di atas sebuah pohon.

"Itu untukku, guman si Rubah," dan diapun berjalan mendekati batang pohon itu.

"Selamat siang Gagak yang cantik, si Rubah memuji." Betapa cantiknya kamu hari ini, Betapa
mengkilapnya bulumu, Sungguh sangat indah sinar matamu, Saya yakin suaramu lebih indah
dari burung burung yang lain. Ijinkan saya mendengarkan satu lagu darimu, dan saya akan
menyapa kamu dengan sebutan si Ratu Burung."

Burung gagak itupun mulai mengangkat kepalanya dan mencoba bernyanyi sebaik mungkin
tetapi ketika dia membuka mulutnya, keju yang ada dimulutnya jatuh ke tanah, dengan seketika
si Rubah menangkap keju yang jatuh tersebut.

"Haha, Itulah yang akan saya lakukan, itulah yang saya inginkan, sebagai pertukaran dengan
kejumu, Saya akan memberimu nasehat, untuk dimasa yang akan datang, bahwa jangan
langsung percaya kepada orang yang memberimu pujian.
Dongeng Jorinde dan Joringel - Dahulu kala, ada sebuah kastil tua yang terletak di tengah hutan besar yang
lebat, di mana di dalam kastil itu seorang wanita penyihir tua berdiam seorang diri. Pada siang hari, dia
mengubah dirinya menjadi seekor kucing atau burung hantu, dan di malam hari dia berubah bentuk
kembali menjadi manusia.
Dia bisa memancing hewan liar dan burung untuk datang kepadanya, lalu kemudian ditangkapkapnya
untuk kemudian dimangsanya. Jika ada orang yang mendekat dalam jarak seratus langkah dari kastilnya,
orang tersebut tidak bisa bergerak lagi hingga si Penyihir itulah yang melepaskannya untuk dibawa ke
kastilnya. Setiap kali ada gadis yang masuk ke dalam lingkaran kastilnya, dia akan mengubahnya menjadi
seekor burung dan mengurungnya dalam sangkar, lalu kurungan itu akan disimpan di dalam sebuah
ruangan bersama sekitar tujuh ribu sangkar burung langka lainnya.
Suatu saat, ada seorang gadis yang bernama Jorinda, yang merupakan gadis tercantik yang pernah ada di
dusun sekitar tempat tinggal si Penyihir itu. Gadis itu paling cantik bila dibandingkan gadis-gadis cantik
lainnya di sekitar kastil penyihir tua tersebut. Sebelumnya, dia dan seorang pemuda tampan bernama
Joringel telah berjanji untuk menikah. Mereka masih dalam masa pertunangan dan mereka senantiasa
berjalan bersama-sama.

Suatu hari mereka pergi berjalan-jalan di hutan. Sesaat Jorinda teringat sesuatu dan berkata kepada
Joringel, "Hati-hati, jangan berjalan terlalu dekat dengan kastil di hutan."
Sore itu adalah hari yang indah, matahari bersinar terang di antara dahan-dahan pepohonan yang terlihat
berwarna hijau gelap, tetapi saat itu merpati di hutan menyanyikan lagu yang sedih.
Jorinda terharu dan menangis mendengar nyanyian tersebut, dan duduk di bawah sinar matahari sambil
bersedih. Joringel ikut menjadi sedih. Kemudian saat mereka tersadar dan memandang sekeliling mereka,
mereka menjadi bingung, karena mereka tidak tahu ke mana arah untuk pulang. Sementara matahari
perlahan-lahan mulai terbenam

Joringel melihat sekeliling, dan melalui semak-semak dilihatnya dinding tua kastil yang tidak terlalu jauh
dari tempat mereka duduk. Dia menjadi terkejut dan ketakutan. Saat itu Jorinda menyanyi:
"Burung kecilku, dengan leher berwarna merah,
Menyanyi sedih, sedih, sedih,
Dia menyanyi seolah-olah bersedih bersama Merpati,
Menyanyi lagu sedih...."

Saat Joringel melihat ke arah Jorinda, Jorinda telah berubah menjadi seekor burung bulbul dan bernyanyi,
"Jug, jug, jug."
Seekor burung hantu dengan mata yang menyala, terbang mengelilingi burung bulbul tersebut dan
berteriak tiga kali, "To-whoo, to-whoo, to-whoo!"
Joringel tidak dapat bergerak, dia berdiri di sana seperti sebuah batu, juga tidak bisa menangis ataupun
berbicara, ataupun menggerakkan kaki dan tangannya. sementara itu, matahari sudah terbenam. Burung
hantu itu sekarang terbang menuju ke semak-semak, dan setelah itu keluar dari semak-semak dalam bentuk
seorang wanita tua yang bongkok, berkulit kuning dan bertubuh kurus, dengan mata berwarna merah dan
besar serta berhidung bengkok, yang ujungnya hampir mencapai dagunya.
Dia bergumam kepada dirinya sendiri, lalu menangkap burung bulbul, dan membawanya pergi dalam
genggaman tangannya. Joringel hanya terpaku dan diam di tempatnya, tidak bisa berbicara atau bergerak
dari tempat tersebut.
Akan tetapi, akhirnya wanita tua itu datang kembali, dan berkata, "Saat bulan menyinari sangkar burung,
biarkanlah dia bebas."
Tidak lama kemudian, Joringel pun terbebas. Dia jatuh berlutut dan memohon kepada wanita tua itu untuk
melepaskan Jorinda, tetapi wanita tua itu mengatakan bahwa Joringel tidak akan pernah bertemu lagi
dengan Jorinda, dan dia pun berlalu serta pergi meninggalkannya.
Joringel memanggil, menangis, dan meratap, tetapi semua sia-sia, "Ah, apa yang harus kulakukan?"
Joringel kemudian meninggalkan tempat itu, dan akhirnya tiba di sebuah desa. Di sanalah dia bekerja
sebagai gembala domba dalam waktu yang cukup lama. Dia masih sering berjalan dan berkunjung ke
sekitar kastil, tetapi tetap menjaga jarak dengan kastil.
Akhirnya suatu malam dia bermimpi bahwa dia menemukan bunga berwarna merah darah, di tengah-
tengahnya terdapat sebuah mutiara yang besar dan indah. Dia bermimpi mengambil bunga tersebut dan
membawanya ke kastil, dan dalam mimpinya segala sesuatu yang disentuh dengan bunganya, akan
terbebas dari sihir. Dia juga bermimpi bahwa dengan cara itulah dia bisa membebaskan Jorinda.
Di pagi hari, ketika dia terbangun, dia mulai mencari bunga seperti dalam mimpinya tersebut di atas bukit
dan di bawah lembah. Dia terus mencari, hingga pada hari kesembilan, pada pagi harinya, dia menemukan
bunga yang berwarna merah darah. Di tengah-tengah bunga tersebut, terdapat sebuah tetesan embun yang
besar, sama seperti bunga dalam mimpinya.
Dia lalu melakukan perjalanan siang dan malam dengan membawa bunga itu menuju ke kastil. Ketika dia
berada dalam jarak seratus langkah, dia tidak menjadi patung tetapi dapat terus berjalan sampai ke pintu.
Joringel menjadi sangat senang, dia menyentuh pintu dengan bunganya, yang dengan segera terbuka
setelah tersentuh bunga. Dia berjalan melalui halaman, mengikuti suara kicauan burung-burung. Akhirnya
dia menemukan ruang di mana kicauan tersebut berasal, dan di ruang tersebut dilihatnya penyihir sedang
memberi makan burung-burung di tujuh ribu sangkar.
Namun si Penyihir itu amat marah ketika melihat Joringel yang datang. Dia murka, marah dan marah serta
menyemburkan ludah beracun terhadap Joringel. Tetapi racun tersebut tidak bisa mengenainya dan terhenti
sekitar dua langkah dari tubuhnya. Joringel tidak mempedulikan penyihir itu, dan memeriksa sangkar yang
berisikan burung-burung untuk membebaskan Jorinda. Namun Joringel bingung, ada ratusan sangkar yang
berisi burung bulbul, bagaimana dia bisa menemukan Jorinda?
Sesaat kemudian, dia melihat wanita tua itu diam-diam mengambil sangkar yang berisikan seekor burung
bulbul di dalamnya, dan pergi menuju sebuah pintu. Dengan cepat Joringel melompat ke arahnya,
menyentuhkan bunga yang dibawanya ke sangkar yang dibawa oleh si Penyihir itu. Bunga itu pun
disentuhkan terhadap tubuh wanita tua yang jahat itu.
Saat itulah sihir wanita tua seketika sirna. Sekarang, dia tidak bisa lagi menyihir. Jorinda yang telah
berwujud seorang gadis cantik lagi, berdiri tidak jauh dari Joringel.
Setelah itu, Joringel pun menyentuhkan bunganya ke semua burung yang ada dalam ruangan itu. Tidak
lama kemudian, semua burung telah berwujud menjadi manusia. Setelah kejadian itu, Joringel pun
menggandeng Jorinda untuk pulang dan kembali ke dusun mereka. Di sana, mereka akhirnya hidup
bahagia bersama.
Jadi pembelajaran yang dapat kita teladani dari dongeng Jorinde dan Joringel ini adalah
Berjuanglah untuk mendapatkan sesuatu hal yang berharga dalam hidup.
Pada zaman dahulu hiduplah seorang petani sederhana bersama istrinya yang cantik. Petani itu
selalu bekerja keras, tetapi istrinya hanya bersolek dan tidak mempedulikan rumah tangganya.
Mereka tinggal di rumah yang sangat sederhana dan hidup dari hasil pertanian sebagaimana
layaknya keluarga petani.

Sang istri yang cantik itu tidak puas dengan keadaan mereka. Dia merasa, sudah selayaknya
jika suaminya berpenghasilan lebih besar supaya dia bisa merawat kecantikannya. Untuk
memenuhi tuntutan istrinya, petani itu bekerja lebih keras. Namun, sekeras apa pun kerja si
petani, dia tak mampu memenuhi tuntutan istrinya. Selain minta dibelikan obat-obatan yang
dapat menjaga kecantikanya, istrinya juga suka minta dibelikan pakaian yang bagus-bagus --
yang tentunya sangat mahal.

“Bagaimana bisa kelihatan cantik kalau pakaianku buruk,” kata sang istri. Karena hanya sibuk
mengurusi penampilan, istri yang cantik itu tidak memperhatikan kesehatannya. Dia jatuh sakit.
Sakitnya makin parah hingga akhirnya meninggal dunia. Suaminya begitu sedih. Sepanjang hari
dia menangisi istrinya yang kini terbujur tanpa daya. Karena tak ingin kehilangan, petani itu tak
mau mengubur tubuh istrinya yang amat dicintainya itu. Dia ingin menghidupkan kembali istrinya.
Esok harinya suami yang malang itu menjual semua miliknya dan membeli sebuah sampan.
Dengan sampan itu dia membawa jasad istrinya menyusuri sungai menuju tempat yang diyakini
sebagai persemayaman para dewa. Dewa tentu mau menghidupkan kembali istriku, begitu
pikirnya. Meskipun tak tahu persis tempat persemayaman para dewa, petani itu terus mengayuh
sampannya. Dia mengayuh dan mengayuh tak kenal lelah. Suatu hari, kabut tebal menghalangi
pandangannya sehingga sampannya tersangkut. Ketika kabut menguap, di hadapannya berdiri
sebuah gunung yang amat tinggi, yang puncaknya menembus awan. Di sinilah tempat tinggal
para dewa, pikir Petani. Dia lalu mendaki gunung itu sambil membawa jasad istrinya.

Dalam perjalanan dia bertemu dengan seorang lelaki tua. “Kau pasti dewa penghuni kayangan
ini,” seru si petani dengan gembira. Dikatakannya maksud kedatangannya ke tempat itu. Laki-
laki tua itu tersenyum. “Sungguh kau suami yang baik. Tapi, apa gunanya menghidupkan
kembali istrimu?” tanya laki-laki tua itu. “Dia sangat berarti bagiku. Dialah yang membuat aku
bersemangat. Maka hidupkanlah dia kembali,” jawab si petani.

Laki-laki tua itu menganggukkan kepalanya. “Baiklah kalau begitu. Akan kuturuti permintaanmu.
Sebagai balasan atas kebaikan dan kerja kerasmu selama ini, aku akan memberimu rahasia
bagaimana cara menghidupkan kembali istrimu. Tusuk ujung jarimu, lalu percikkan tiga tetes
darah ke mulutnya. Niscaya dia akan hidup kembali. Jika setelah itu istrimu macam-macam,
ingatkan bahwa dia hidup dari tiga tetes darahmu.”

Petani itu segera melaksanakan pesan dewa itu. Ajaib, istrinya benar-benar hidup kembali.
Tanpa pikir panjang, suami yang bahagia itu pun membawa pulang istrinya. Tapi, sang istri tahu,
selain sampan yang dinaiki mereka, kini suaminya tak punya apa-apa lagi. Lalu, dengan apa dia
merawat kecantikannya?

Suatu hari, sampailah suami-istri itu di sebuah pelabuhan yang sangat ramai. Petani turun dari
sampan dan pergi ke pasar untuk membeli bekal perjalanan dan meninggalkan istrinya sendirian
di sampan. Kebetulan, di sebelah sampan mereka bersandar sebuah perahu yang sangat indah
milik seorang saudagar kaya yang sedang singgah di tempat itu. Melihat kecantkan istri si petani,
pemilik perahu itu jatuh cinta dan membujuk perempuan cantik itu untuk ikut bersamanya.

“Kalau kau mau ikut denganku, akan aku belikan apa saja yang kau minta,” kata sang saudagar.
Sang istri petani tergoda. Dia lalu pergi dengan saudagar itu. Pulang dari pasar Petani terkejut
karena istrinya tak ada lagi di sampannya. Dia mencari ke sana-kemari, tetapi sia-sia. Setahun
kemudian, bertemulah dia dengan istrinya, tetapi istrinya menolak kembali kepadanya. Petani
lalu teringat kepada dewa yang memberinya rahasia menghidupkan kembali istrinya.

“Sungguh kau tak tahu berterima kasih. Asal tahu saja, kau hidup kembali karena minum tiga
tetes darahku.” Istrinya tertawa mengejek. “Jadi, aku harus mengembalikan tiga tetes darahmu?
Baiklah…” Sang istri pun menusuk salah satu jarinya dengan maksud memberi tiga tetes
darahnya kepada suaminya. Namun, begitu tetes darah ketiga menitik dari jarinya, wajahnya
memucat, tubuhnya lemas, makin lemas, hingga akhirnya jatuh tak berdaya. Mati.

Setelah mati, dia menjelma menjadi nyamuk. Sejak itu, setiap malam nyamuk jelmaan wanita
cantik itu berusaha menghisap darah manusia agar dapat kembali ke wujudnya semula.
Dahulu kala, siput tidak membawa rumahnya kemana-mana. Pertama kali siput tinggal di sarang
burung yang sudah ditinggalkan induk burung di atas pohon. Malam terasa hangat dan siang
terasa sejuk karena daun-daun pohon merintangi sinar matahari yang jatuh tepat ke sarang
tempat siput tinggal. Tetapi ketika musim hujan datang, daun-daun itu tidak bisa lagi
menghalangi air hujan yang jatuh. Siput menjadi basah dan kedinginan terkena air hujan.

Kemudian siput pindah ke dalam lubang yang ada di batang pohon, Jika hari panas, siput
terlindung dengan baik, bahkan jika hujan turun, siput tidak akan basah dan kedinginan.
Sepertinya aku menemukan rumah yang cocok untukku, gumam siput dalam hati.

Tetapi di suatu hari yang cerah, datanglah burung pelatuk. Tok..tok…tok…burung pelatuk terus
mematuk batang pohon tempat rumah siput, siput menjadi terganggu dan tidak bisa tidur.
Dengan hati jengkel, siput turun dari lubang batang pohon dan mencari tempat tinggal
selanjutnya. Siput menemukan sebuah lubang di tanah, kelihatannya hangat jika malam datang,
pikir siput. Siput membersihkan lubang tersebut dan memutuskan untuk tinggal di dalamnya.
Tetapi ketika malam datang, tikus-tikus datang menggali dari segala arah merusak rumah siput.
Apa mau dikata, siput pergi meninggalkan lubang itu untuk mencari rumah baru.
Siput berjalan terus sampai di tepi pantai penuh dengan batu karang. Sela-sela batu karang
dapat menjadi rumahku, siput bersorak senang. Aku bisa berlindung dari panas matahari dan
hujan, tidak akan ada burung pelatuk yang akan mematuk batu karang ini, dan tikus-tikus tidak
akan mampu menggali lubang menembus ke batu ini.

Siput pun dapat beristirahat dengan tenang, tetapi ketika air laut pasang dan naik sampai ke atas
batu karang, siput ikut tersapu bersama dengan ombak. Sekali lagi siput harus pergi mencari
rumah baru. Ketika berjalan meninggalkan pantai, siput menemukan sebuah cangkang kosong,
bentuknya cantik dan sangat ringan. Karena lelah dan kedinginan, siput masuk ke dalam
cangkang itu. Siput merasa hangat dan nyaman lalu tidur bergelung di dalamnya.

Ketika pagi datang, siput menyadari telah menemukan rumah yang terbaik baginya. Cangkang
ini sangat cocok untuknya. Aku tidak perlu lagi cepat-cepat pulang jika hujan turun, aku tidak
akan kepanasan lagi, tidak ada yang akan menggangguku. Aku akan membawa rumah ini
bersamaku kemanapun aku pergi.

Anda mungkin juga menyukai