Anda di halaman 1dari 8

1.

Cerita Jenaka

Si “Alhamdulillah”
 Pada zaman dahulu di Desa lembah neundeut ada seorang pemuda yang
memeliharaseekor kuda
sejak dari kecil yang sangat penurut, nama kuda itu adalah “Alhamdulillah”, kuda
itu sangat penurut, apabila di panggil langsung datang. Jika di suruh berjalan kita hanya
berkata
“Alhamdulillah” langsung tancap kuda itu akan berjalan, sedangkan jika mau
 berhenti kita ucap
“Astagfirullah” si kuda akan langsung berhenti. Mungkin karena di rawat sejak kecil dan
latihan
yang rutin membuat si kuda menjadi penurut.

Oman adalah pemilik kuda pintar tersebut, dia sangat sayang dengan kudanya. Di
suatusore hari Oman sedang mengajak bermain kudanya itu keliling taman dekat rumahnya.
Ketikasedang di taman Oman bertemu dengan seorang temannya bernama Asep
"Assalamualaikum....gimana kabarnya, kudanya bagus bangeeet.."?"Baik... ia ni kuda
penurut, tinggal ucap hamdalah dia akan berjalan, dan kalau mau berhenti
tingal ucap “istigfar"
 " aku boleh nyoba gak"?"
oh.. monggo..."

Sang teman mulai mengucapkan hamdalah untuk menjalankannya.


"alhamdulilah berangkatlah kuda" dia merasa bosan karna kudanya jalannya terlalu pelan, dia
memukul kudasupaya berjalan lebih cepat ,tapi belum berhasil juga, akhirnya dia memukul
dan mengucapkanalhamdulillah dengan keras. "PLAK..... ALHAMDULIILLAH......" Kuda
itu berjalan dengancepat ,sehingga orang itu tidak bisa mengendalikanya, di depan matanya
terlihat jurang yangsangat dalam , karena sangat gugup dia lupa kata-kata untuk
menghentikan kudanya, semua kata-
kata keluar dari mulutnya. "ALLAH” kuda belum berhenti. "ROSULALLAH." kuda itu
masih
 belum bisa berhenti. " INALILAH." kuda itu masih tak mau behenti.
Dia sudah putus asa , dia mengucapkan istigfar untuk yang terakhir kalinya.
"ASTAGFIRULOH." Tiba-tiba kuda itu berhenti pas di depan jurang itu, dia sangat senang,
danmengucapkan puji syukur kepada Allah. "Alhamdulillah ya Allah kau masih
menolongku".karena ucapanya itu, kuda tiba-tiba berjalan dan....dan ,,..

UNSUR INTRINSIK 
1. Tema Kuda penurut
2. Alur Cerita Alur maju, karena jalan cerita di jelaskan secara runtut
3. Penokohan:
A. Tokoh utama (Alhamdulillah) : berwatak penurut dan pintar
B. Tokoh Pembantu : Oman, wataknya penyayang
: Asep, wataknya mempunyai Rasa ingin tahu yang tinggi
4. Latar :
a. Tempat : Desa lembah neundet, Taman dekat rumah, dan perjalanan, dekat jurang
dalam.
b. Waktu: Zaman dahulu, Sore hari.
c. Suasana: Diawal cerita suasana yang timbul biasa saja, tetapi di akhir cerita
menegangkan karena terdapat konflik.
5. Sudut Pandang : “Dia” terbatas (mereka tidak diberi kesempatan untuk menunjukkan sosok
dirinya seperti halnya tokoh pertama.)
6. Gaya Bahasa : Aptronim (adalah pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan.)

2. Dongeng

Semangka Emas

    Pada zaman dahulu kala di Sambas Kalimantan Barat tinggalah seorang saudagar. Ia
mempunyai dua orang putra yang bernama Muzakir dan Dermawan. Muzakir sangat loba dan
kikr sebaliknya Dermawan adalah orang yang sangat peduli dan selalu bersedekah kepada fakir
miskin. Dermawan tidak rakus dengan harta dan uang. Sebelum meninggal saudagar tersebut
membagi hartanya secara rata. Uang bagian Muzakir disimpan di peti bila ada orang-orang
orang miskin datang ia tidak mau memberi sedekah tetapi justru menghina orang miskin
tersebut. Berbeda dengan Dermawan yang selalu menyambut orang-orang miskin tersebut
dengan senang hati dan ramah. Lama kelamaan harta Dermawan habis untuk menyedekahi
orang-orang miskin tersebut yang hampir setiap hari datang ke rumah Dermawan.

Suatu hari Dermawan menolong seekor burung yang sayapnya patah. Dermawan merawat
burung pipit tersebut hingga burung itu dapat terbang kembali. Beberapa hari kemudian burung
tersebut kembali dan memberi sebutir biji kepada Dermawan walaupun biji tersebut hanya kecil
Dermawan tetap menanamnya. Pada waktu panen tiba Dermawan memetik buah semangka
yang sudah tumuh besar tersebut kemudian ia membelahnya. Saat ia membelah semangka
besar tersebut tak disangka semangka tersebut berisi pasir kuning yang tak lain adalah emas
murni. Dermawan pun mengucapkan terima kasih kepada burung pipit itu. Kini Dermawan hidup
dengan berkecukupan ia memiliki rumah yang besar dan hartanya melimpah tetapi ia tetap
memberi sedekah kepada orang yang membutuhkan. Harta Dermawan kini tidak akan habis
karena uangnya amat banyak dan hasil kebunnya melimpah.

Mendengar bahwa Dermawan kini kaya raya, Muzakir meniru tindakan Dermawan. Muzakir
menolong burung yang sengaja ia patahkan sayapnya dengan sumpit. Ia juga merawat burung
tersebut hingga burung tersebut dapat kembali terbang. Burung itu juga memberi biji kepada
Muzakir. Ketika sudah dipanen Muzakir membelah semangka yang jauh lebih besar dibanding
semangka milik Dermawan. Bukan emas yang ia dapatkan namun semburan lumpur hitam
bercampur kotoran yang baunya busuk.

Unsur-Unsur Intrinsik :

1. Tema : Sosial
2. Tokoh dan watak:

a. Dermawan : Peduli,dermawan,suka menolong, tidak                                              


sombong,tidak rakus
b. Muzakir : kikir,sombong,suka mengejek,tidak suka menolong,tidak                        
peduli ,rakus harta
c. Saudagar : adil
d. Burung pipit : suka menolong
3. Alur : Maju
4. Latar:
a. Tempat : Sambas,Kalimantan Barat
b. Waktu : Siang hari
c. Suasana : Senang,Sedih
5. Amanat: Bersikaplah baik kepada siapa pun karena kelak akan mendapatkan balasan
yang  baik pula dan sebaliknya janganlah bersikap buruk kepada siapapun
karena balasan yang diterima juga akan berupa balasan buruk.

3. Fabel

Fabel Monyet dan Ayam

Pada suatu zaman, ada seekor ayam yang bersahabat dengan seekor monyet. Si
Yamyam dan si Monmon namanya. Namun persahabatan itu tidak berlangsung lama, karena
kelakuan si Monmon yang suka semena-mena dengan binatang lain. Hingga, pada suatu
petang si Monmon mengajak Yamyam untuk berjalan-jalan. Ketika hari sudah petang, si
Monmon mulai merasa lapar. Kemudian ia menangkap si Yamyam dan mulai mencabuti
bulunya. Yamyam meronta-ronta dengan sekuat tenaga. “Lepaskan aku, mengapa kau ingin
memakan sahabatmu?” teriak si Yamyam. Akhirnya Yamyam, dapat meloloskan diri.

Ia lari sekuat tenaga. Untunglah tidak jauh dari tempat itu adalah tempat kediaman si
Kepiting. si Kepiting merupakan teman Yamyam dari dulu dan selalu baik padanya. Dengan
tergopoh-gopoh ia masuk ke dalam lubang rumah si Kepiting. Di sana ia disambut dengan
gembira. Lalu Yamyam menceritakan semua kejadian yang dialaminya, termasuk
penghianatan si Monmon.

Mendengar hal itu akhirnya si Kepiting tidak bisa menerima perlakuan si Monmon. Ia
berkata, “Mari kita beri pelajaran si Monmon yang tidak tahu arti persahabatan itu.” Lalu ia
menyusun siasat untuk memperdayai si Monmon. Mereka akhirnya bersepakat akan
mengundang si Monmon untuk pergi berlayar ke pulau seberang yang penuh dengan buah-
buahan. Tetapi perahu yang akan mereka pakai adalah perahu buatan sendiri dari tanah liat.

Kemudian si Yamyam mengundang si Monmon untuk berlayar ke pulau seberang.


Dengan rakusnya si Monmon segera menyetujui ajakan itu karena ia berpikir akan
mendapatkan banyak makanan dan buah-buahan di pulau seberang. Beberapa hari berselang,
mulailah perjalanan mereka. Ketika perahu sampai di tengah laut, Yamyam dan kepiting
berpantun. Si Yamyam berkokok “Aku lubangi ho!!!” si Kepiting menjawab “Tunggu sampai
dalam sekali!!”

Setiap kali berkata begitu maka si Yamyam mencotok-cotok perahu itu. Akhirnya
perahu mereka itu pun bocor dan tenggelam. Si Kepiting dengan tangkasnya menyelam ke
dasar laut, sedangkan Si Yamyam dengan mudahnya terbang ke darat. Tinggallah Si
Monmon yang berteriak minta tolong karena tidak bisa berenang. Akhirnya ia pun tenggelam
bersama perahu tersebut.

Unsur-unsur intrinsiknya :

1. Tema : Teman yang tega terhadap sahabat sendiri.


2. Latar

a. Tempat : Pulau, laut.

b. Waktu : Petang, siang hari.

c.Suasana : Sedih, kecewa.

3. Alur : Maju.

4. Penokohan

a. Protagonis : Yamyam.

b. Antagonis : Monmon.

c. Tritagonis : Kepiting.

d. Figuran :-

5. Amanat : Bersabarlah menghadapi ujian dan Berdo’alah kepada Allah.

6. Sudut pandang : Serba tau.

7. Gaya bahasa : Dialog.

4. Legenda

Asal Usul Telaga Ngebel

Dahulu kala ada seorang pendita terkenal bernama Begawan Wida. Rumahnya di
lereng sebelah barat Gunung Wilis. Istri Begawan Wida telah lama meninggal. Begawan
Wida mempunyai seorang anak yang menjelang dewasa, anak perempuan itu sangat cantik.
Siapa pun yang pernah bertemu anak itu pasti akan tertarik. Begitu pula Begawan Wida, ia
pun tertarik dengan anak perempuannya. Begawan Wida tidak bias membedakan apa yang
tidak boleh dilakukan seorang ayah terhadap anak gadisnya.

Atas kehendak Yang Maha Kuasa, putri Begawan Wida pun hamil. Putri Begawan
Wida akhirnya melahirkan seorang anak, namun anak yang dilahirkan bukanlah manusia,
melainkan seekor ular. Karena merasa malu, putri Begawan Wida pun bunuh diri. Sang ular
jelmaan itu tidak mengetahui siapa orang tuanya. Dia terus mencari-cari kedua orang tuanya
kemana pun tetapi tidak ditemukan. Akhirnya dia bertapa di desa tempat tinggalnya bernama
Ganda yuda selama bertahun-tahun.
Ketika sedang bertapa, terdapat sekumpulan penduduk dari sebelah barat desa Ganda
yuda yang mencari binatang buruan ke hutan untuk keperluan perhelatan. Penduduk tersebut
menemukan seekor ular yang besar, dan akhirnya mereka memutuskan untuk membunuh ular
tersebut dan dipotong-potong.Sang ular jelmaan itu pun menjelma menjadi seorang anak,
kemudian dia datang ke kampung Ganda yuda. Dia datang untuk meminta makan, namun
semua penduduk tidak ada yang memberikannya makan, karena dia sangat jelek dan sakit
kudisan.

Namun ada seorang nenek bernama Nyai Latung, karena merasa kasihan sang nenek
pun memberinya makan. Setelah dia selesai menyantap makanan yang diberikan, dia pun
memberi peringatan kepada sang nenek bahwa akan terjadi sebuah bencana. Sang anak pun
menghilang dan akhirnya ia kembali ke kampung Ganda yuda dengan keadaan yang lebih
baik, lalu ia menancapkan sebuah lidi ke tanah. Tidak ada seorang pun yang berhasil
mencabut lidi tersebut. Dan akhirnya sang anak pun yang hanya bias mencabut lidi tersebut,
akan tetapi keluar air yang sangat banyak dari tempat lidi tersebut ditancapkan.

Kampung itu pun akhirnya tenggelam menjadi sebuah telaga, telaga itu pun diberi
nama “Telaga Ngebel”. Ngebel tampaknya berasal dari rasa benci dan sebal.

Unsur-unsur intrinsik :

a.      Tema : kebencian dan rasa sebal anak putri Begawan Wida

b.      Alur : cerita ini menggunakan alur maju

“Sepeninggal ibunya, bayi ular itu sangat bingung. Dia tidak mengetahui siapa orang tua nya.
Dia mencari ke sana kemari, tapi kedua orang tuanya tidak ditemukan. Akhirnya, dia tinggal
di tempat itu. Dia bertapa sampai bertahun-tahun.”

c.       Latar :

·        Latar tempat :

a.      Desa Ganda yuda

b.      Lereng sebelah barat Gunung Wilis

c.      Hutan

d.      Halaman gubuk

·        Latar suasana :

a.      Kebencian

b.      Rasa sebal

c.      Menegangkan
d.      Menyedihkan

·        Latar waktu : -

d.      Tokoh dan Penokohan :

1.      Begawan Wida

Penokohan  : tidak diceritakan

2.      Putri Begawan Wida

Penokohan : tidak diceritakan

3.      Nyai Latung

Penokohan : baik hati,

4.      Anak putri Begawan Wida (Baru Klinting)

Penokohan : pendendam

e.      Sudut pandang : cerita ini menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu (dia)

f.       Amanat : Hendaknya kita tidak boleh mempunyai sifat pendendam terhadap orang yang
sudah jahat kepada kita, walaupun mereka sudah jahat tetapi akan lebih baik jika kita bias
menerima nya dengan lapang dada tanpa harus membalas dendam.

5. Mitos

Dewi Nawang Wulan

Alkisah di suatu desa, hiduplah seorang perempuan yang biasa dipanggil Nyi Randa
Tarub, dia mempenyai anak angkat bernama jaka tarub yang telah tumbuh menjadi seorang
pemuda dewasa yang tampan dan sangat senang berburu. Suatu hari ketika dia berburu
seperti biasanya, dia mendengar suara wanita yang kurang jelas karena ditelan dedauanan,
karena penasaran jaka tarub akhirnya menuju ke sumber suara secara mengendap-endap. Jaka
tarub melihat 4 orang gadis cantik yang sedang mandi di telaga, hampir bersamaan dengan
itu, dia juga melihat beberapa lembar selendang yang tergeletak dipinggir telaga, ada bisikan
dari dalam diri Jaka Tarub untuk mengambilnya, dan secara mengendap-endap dia
mengambil salah satunya. Ketika para gadis yang ternyata bidadari itu hendak kembali ke
kahyangan, salah satu dari mereka panik karena tidak menemukan selendangnya, tapi ketiga
bidadari lain tidak dapat berbuat apa-apa.
Melihat hal tersebut jaka tarub mendekati sang bidadari yang tertinggal bernama
Nawang Wulan itu, Nawang Mulan terpaksa harus menceritakan semuanya, Dewi Nawang
Mulan tidak punya pilihan lain, akhirnya dia ikut ke rumah Jaka Tarub
Hari berganti hari, mereka menikah dan mempunyai anak. Bagaimanapun Dewi
Nawang Mulan adalah seorang bidadari sehingga dia mempunyai kelebihan, salah satunya
adalah dapat membuat sebakul nasi hanya dari satu biji padi, asalkan tidak ada yang
mengetahui hal itu, itulah sebabnya Dewi Nawang Mulan melarang suaminya untuk
membuka tanakan nasinya, namun Jaka Tarub tidak sanggup menahan rasa penasarannya, dia
membuka tanakan nasi itu dan sangat terkejut karena hanya ada satu biji padi di dalamnya.
Jaka Tarub menanyakan perihal itu ke isterinya, seketika itu pula Dewi Nawang Mulan
kehilangan kesaktian.
Karena telah sepenuhnya menjadi manusia biasa, Dewi Nawang Mulan pun harus
bersusah payah untuk membuat kebutuhan sehari-hari, harus bersusah-susah menumbuk padi,
dan mengambil padi dilumbung. Semakin lama, padi dilumbung semakin berkurang. Sampai
suatu hari, ketika Dewi Nawang Mulan ingin mengambil padi, dia menemukan selendangnya
terselip diantara butir-butir padi. Dewi Nawang Mulan merasa sedih sekaligus gembira, dia
senang karena mengatahui dia akan segera berkumpul bersama teman-temannya, dia sedih
karena harus berpisah dengan keluarganya, tapi tak ada pilihan lain, dia harus meninggalkan
Jaka Tarub yang sedari tadi ternyata melihat ia telah berubah menjadi bidadari lagi.
Dewi Nawang Mulan hanya berpesan agar suaminya membuat sebuah dangau di
dekat pondoknya sesaat sebelum kembali ke kahyangan.

Unsur-unsur Intrinsik :

1. Tema : Kisah hidup seorang bidadari yang terpaksa tetap tinggal di dunia manusia sampai
akhirnya bisa kembali ke kahyangan.

2. Alur : Alur maju dikarenakan cerita tersebut di mulai dari jaka tarub menucuri selendang
dewi nawang mulan, lalu mereka menikah, kemudian menjalani rumah tangga, sampai
akhirnya dewi nwang mualn kembali ke kahyangan.

3. Latar :
· Dihutan ketika jaka tarub berburu kemudian menemukan para bidadari yang sedang mandi
di telaga, suasana pada saat itu adalah menenggankan bagi jaka tarub, kepanikan dan
kesedihan yang mendalam bagi nawang mulan. hal ini terjadi pada siang menjelang petang.
· Di lumbung padi ketika dewi nawang mulan menemukan seledangnya kembali, suasana hati
nawang pada saat itu adalah gembira sekaligus sedih, sedangkan untuk jaka tarub
menenggangkan karena takut tidak mendapat maaf dari dewi nawang mulan, juga sedih.

4. Penokohan :
· Jaka Tarub:
- Egois
- Berfikiran pendek
- Berhati besar
- Gegabah
· Dewi Nawang Mulan:
- Pemaaf
- Berhati besar
- Penyayang

5. Sudut pandang: Sudut pandang orang ketiga, karena di cerita tersebut selalu menggunakan
kata dia, dirinya,mereka.

6. Gaya Bahasa : Baku

7. Amanah :
· Walaupun telah disemprotkan parfum berkali-kali tetap saja bau bangkai akan tercium juga,
kita takkan dapat menikmati hidup dengan bahagia yang di bangun di atas pondasi dusta.
· Seberapa besar pun kesalahan seseorang pada kita, cara terbaik untuk melupakannya adalah
memaafkan, maka maafkanlah !

Anda mungkin juga menyukai