Durasi : 30 Menit
Kisah ini dimulai ketika Zainudin pergi ke desa batipuh di Padang. Sejak
berumur 9 bulan, Zainuddin telah ditinggalkan Daeng Habibah ibunya, menyusul
kemudian ayahnya yang bernama Pendekar Sutan. Di Padang ia tinggal di
rumah saudara ayahnya, Made Jamilah.
Hayati : Saya pun mencintai tuan. Bagai mencintai diri Saya sendiri. Saya
bersedia.
Yuni : Lihat mereka, dua anak manusia yg sedang jatuh cinta. Itu... Tuan
Zainudin
dan Hayati kan??
Taufik : Jangan menganggap remeh! Kau tak tahu saja. Barangkali aku
lebih jago
dalam hal ini.
Yuni : Kau ini ada-ada saja(Tertawa menyindir). Siapa yang mau dengan
Engkau?
Si Laras, yang anak Tuan kadi itu?
Zainudin : Benarkah?
Hayati : Tidak Siti, Aku ingin mendengar apa yang akan di kataka Datuk.
Mereka pun bertatapan dan berpisah. Siti dan Hayati pun pergi.
Datuk : Harus hal ini yang saya sampaikan. Hayati harus menikah
dengan oarang
bersuku berkaum kerabat. Pergilah pulang dan
bergegaslah. Dia akan
kujodohkan dengan Azis pemuda terpandang dari desa
seberang.
Datuk : Pergilah Zainudin dari negeri ini, demi kemaslahatan Hayati. Jika
Engkau
memang benar cinta kepada Hayati, pergilah. Biarkan Hayati
bahagia.
Pikirkan itu anak muda.
Datuk pun pergi. Dan Tak berapa lama Muluk pun datang.
Muluk : (Cemas) Apa yang terjadi dengan Guru? Katakan Guru, Siapa
yang telah
melukai hati Guru?
Zainudin : Cintaku tak dapat bersatu dengan cinta Hayati. Dia telah di
jodohkan dengan
laki-laki berkaum adat, dan terpandang. Ah nasib. (Memegang
kepala).
Muluk : Oh tuan Aziz, Saya kenal siapa dia. Dia tidak lebih baik dari guru.
Dia
hanya memiliki kekayaan dari Ayahnya. Dia sering berganti-
ganti pasangan.
Zainudin : Muluk, janganlah kau bergurau. Aku lagi tak berdaya. Htiku
sedang hancur.
Zainudin : Aku tak yakin tentang apa yang akan terjadi padaku kedepannya
tanpa
Hayati di dekatku.
Muluk : Guru, percayalah. Taka ada yang sia-sia apabila kita telah
melakukan
semaksimal mungkin.
Zainudin : (bepikir sejenak) Baiklah, Esok kita akan pergi. Kau akan
menemaniku
bukan?
BABAK II
Di surabaya, Zainudin pun terkenal sebagai pengarang hebat dengan
nama samaran
Zainudin : Benar sekali tuan. Sudah lama tinggal di kota Surabaya ini?
Aziz : Kami baru tiga bulan, karna pekerjaan. Saya ditugaskan untuk
pindah ke
Surabaya.
Aziz : (Aziz menerima telpon) , Baik tuan, Besok ada juga yang ingin
saya katakan.
Zainudin : Sepertinya, Tuan menerima kabar yang buruk. Lebih baik tuan
ceritakan
sekarang. Barangkali Saya dapat membantu.
Zainudin : Mengapa Tuan bicara demikian? Apa kabar yang Tuan terima?
Aziz : Tidak tuan, budi baik Saudara sudah terlalu besar kepada Saya. .
Tak ada
balasan dari Saya.
Zainudin : Itu bukan jasa, itu hanya kewajiban seorang sahabat kepada
sahabatnya.
Aziz : (Tersenyum) Terlalu baik Saudara ini. Esok Saya akan pergi ke
luar kota untuk
mencari pekerjaan. Saya tetap akan menitipkan Hayati di sini.
Aziz : Baiklah tuan, Saya pun kasihan melihat Hayati. Dia pasti terpukul
mendengar
berita ini. (Memanggil Hayati) Hayati.... Hayati... Mari kita
pulang bersama
tuan Zainudin.
BABAK III
Hayati : Sudah, apa yg harus saya lakukan. Dia telah pergi meninggalkan
aku.
Bagaimana dengan nasib saya? Maukah Engkau mengulang
kisah kita dulu?
Zaimudin :Tidak hayati! Kau musti pulang ke padang. Negeri minang kabau.
Besok hari
senin kapal VAN DER WIJK akan berangkat dari surabaya ke
tanjung periok.
Lalu akan terus ke padang. (sambil menyerahkan sejumlah
uang) gunakanlah
uang ini hayati. (Pergi kebelakang)
Hayati : Sudah, tanda peringatan apakah yang akan dapat dibawa dari
rumah ini, bang
muluk?
Hayati pun pergi menuju pelabuhan dan berangkat dengan KAPAL VAN DER
WIJCK.
Muluk : Inilah keputusan yang sebaik baiknya guru. Saya ikut guru.
Ketika Zainudin berjalan beberapa langkah. Tiba-tiba penjual koran pun datang
dengan berita mengejutkan. Sebuah surat kabar terbit yg berisi kabar bahwa
kapal VAN DER WIJCK tenggelam. Mendengar kabar itu badan zainudin gemetar
dan koran itu dibacanya terus. Zainudinpun langsung pergi ke rumah sakit
mencari hayati.
Zainudin : (melihat ke arah koran) Akh tak kan sempat membaca koran
sore ini.
Zainudin : Iya hayati, aku disini. Kuatkanlah kau menahan rasa sakit ini
hayati.
Dokter : Dia terlalu parah, darah terlalu banyak keluar dari lukanya. Paru
parunya pun
penuh dengan air.