BABAK 1
PROLOG :
Tiba-tiba, sedang mereka bercengkerama demikian rupa, datanglah dengan melalui pematang sawah,
seorang perempuan diringkan oleh seorang anak kecil laki-laki. Dan ....alangkah terkejut Zainuddin demi
dilihatnya yang datang itu Hayati, diiring kan oleh adiknya, anak yang memulangkan payungnya dan
memberikan surat pagi tadi. Dia datang ke sawah menjunjung sebuah bungkusan dan menjinjing tebung
kopi daun. Ddihatnya Zainuddin ada di situ, dia pun tercengang, mukanya agak berobah merah.
Zainuddin pun demikian pula.
DIALOG :
Kakek hayati : Ai, ini dia datang, si Ati. Bukan sudah saya katakan kepadamu tadi?
Zainudin : ya engku
Kakek hayati : "Nama kemenakanku ini Hayati, dia sekarang sudah tammat kelas S di sekolah agama, ini
adiknya, si Ahmad, baru tiga tahun bersekolah."
Zainudin : Ya engku, kemarin saya bertemu dengan dia di Ekor Lubuk, ketika dia kembali dari Padang
Panjang, kehujanan ........"
Hayati : (menyela) "Dipinjaminya saya payung, sampai dia sendiri berbasah ku - yup pulang"
Zainudin : Engku pun serupa pula dengan Hayati, barang yang kecil itu dibesar-besarkan. Padahal itu
hanya suatu kewajiban."
BABAK 2
PROLOG :
Ditunggunya hari sampai sore, di waktu orang-orang di sawah telah berangsur pulang dan anak gembala
telah menghalau temaknya ke kandang. Maka Zainuddinlah yang telah berdiri lebih dahulu menunggu
Hayati di dangau tersebut. Tidak berapa saat kemudian, Hayati datang pula diiringkan oleh adiknya.
DIALOG :
Zainudin : "Biar sampai matahari terbenam dan cahaya diberikan oleh bintang-bintang, saya akan
menunggu kedatanganmu. Karena orang yang sebagai kau, tidaklah akan sudi memungkiri janjinya."
Hayati : "Bukan begitu, tuan Zainuddin. Bukan saya benci kepada tuan tapi sebuah hal yang saya
takutkan, yaitu saya takut akan bercinta-cintaan.
Hayati : "Ya, sebab pepatah telah pemali menyebut, bahwasanya seorang memburu cinta, adalah
laksana memburu kijang di rimba belantara
Hayati : "Cuma itulah pedomanku, tuan; saya percaya hatiku suci dan tiada bermaksud jahat kepada
sesama manusia."
BABAK 3
PROLOG :
SESUNGGUHNYA persahabatan yang rapat dan jujur di antara kedua orang muda itu, kian lama kian
tersiarlah dalam dusun kecil itu. Di dusun, belumlah orang dapat memandang ke jadian ini dengan
penyelidikan yang seksama dan adil. Orang belum kenal percintaan suci. Yang terdengar sekarang, yang
pindah dari mulut ke mulut, ialah bahwa Hayati, kemenakan Dt...... telah ber"intaian," bermain mata,
berkirim-kiriman surat dengan anak orang Mengkasar itu.
DIALOG :
Datuk : zainudin, "telah banyak nian pembicaraan orang yang kurang enak kudengar terhadap dirimu
dan diri kemenakanku.
Zainudin : "Mengapa engku berbicara demikian rupa kepada diriku? Sampai membawa nama adat dan
turunan?"
Datuk : Harus hal itu saya tanyai, karena di dalam adat kami di Minangkabau ini, kemenakan di bawah
lindungan mamak. Hayati orang bersuku berhindu berkaum kerabat, bukan dia sembarang orang."
Zainudin : "Saya akui hal demikian, engku. Tetapi itulah kemalangan nasib saya, mengapa dahulunya
saya berkenalan dengan dia, mengapa maka hati saya terjatuh kepadanya,
Datuk : "Ya, tapi kasihan Hayati. Engku sendiri tahu bagaimana dia dipandang bunga di dalam
persukuannya.
Datuk : "Engkau seorang laki-laki, Zainuddin. Sakitmu ini hari bolehlah engkau obat besok dan lusa.
Zainudin : "Tidak engku ..... hati laki-lakilah yang kerap remuk lama,
Datuk : Dengan sangat saya minta engkau berangkat saja dari sini, untuk kemaslahatan Hayati yang
engkau cintai."
PROLOG :
SEMALAM-MALAMAN hari, setelah mendengarkan perkataan Mande Jamilah, dan setelah mengingat
perkataan-perkataan yang pedih-pedih, sindiran yang menyayat jantung dari Dt ...... mata Zainuddin
tidak hendak tertidur. Tiba-tiba, setelah kira-kira setengah jam dia meninggalkan kampung yang permai
itu mengayun langkah yang gontai, gonjong rumah-rumah telah mulai ditimpa cahaya pagi, disuatu
pendakian yang agak sunyi, di tepi jalan menuju Padang Panjang, kelihatan olehnya seorang perempuan
berdiri, berbimbing tangan dengan seorang anak laki-laki.
DIALOG :
Zainudin : Rupanya ada juga niat hatimu hendak menungguku di sini, Hayati
Hayati : "Memang, tuan Zainuddin, Cinta bukan melemahkan hati, bukan membawa putus asa, bukan
menimbulkan tangis salisedan. Tetapicintamenghidupkan pengharapan, menguatkan hati dalam
perjuangan menempuh onak
Zainudin : "Hayati," "amat besar harganya perkataanmu itu bagiku. Saya putus asa, atau saya timbul
pengharapan dalam hidupku yang belum tentu tujuannya ini,
Hayati : "Kalau demikian, hari inilah saya terangkan di hadapanmu, di hadapan cahaya matahari yang
baru naik, di hadapan roh ibu bapa yang sudah sama-sama berkalang tanah, saya katakan: Bahwa jiwaku
telah diisi sepenuh-penuhnya oleh cinta kepadamu.
BABAK 5
PROLOG :
Terlunta-luntalah keadaannya seketika dia mula-mula menjejak Padang Panjang itu, belum juga tentu
haluannya. Beberapa hari kemudian, hari Jum'at, di waktu orang-orang dari dusun, dari Gunung, Batipuh
Pitalah, Sumpur, Kota Lawas dan sekitar kota Padang Panjang pergi ke pasar, datanglah Ahmad adik
Hayati, membawa sepucuk surat buat Zainuddin,
DIALOG :
Adik hayati : tuan ini surat yang di titipkan kepadaku untuk mu ( sambil memberi surat )
Zainudin : tentu saya akan membalas suratan dari seorang yang saya kasihi
Zainudin : wallaikumsallam
EPILOG :
Digamitnya adiknya Ahmad itu dengan tangannya dia pun berpaling muka, berjalan dengan secepat-
cepatnya menuruti jalan raya itu dan membelok ke jalan kecil yang menuju kampung halamannya,
sementara Zainuddin tak dapat berkata sepatah juga lagi. Tidak berapa menit kemudian, kelihatanlah
dari jauh sebuah bendi yang sedang mendaki dan kudanya berjalan dengan gontai, muatannya kosong,
bendi itulah yang mengejutkannya, sehingga terhenti dari tekurnya. "Menumpang ke Padang Panjang,"
ujarnya.