Anda di halaman 1dari 32

ZAINUDDIN

BABAK 1
Adegan 1
Zainuddin adalah anak laki-laki dari tanah minang. Saat umurnya 9 tahun Ibunya Habibah
meninggal karena sakit, dan tak lama kemudian Ayahnya Pendekar Sutan pun meninggal sehingga
Zainuddin dirawat oleh Mak Base di Makassar. Karena tidak memiliki keturunan darah Makassar, maka
Zainuddin jadi orang yang tak terpandang di Makassar. Setelah dewasa, Zainuddin pulang ke
Minangkabau mencari keluarga Ayahnya di desa Batipuh. Disana Zainuddin tinggal di rumah Makde
Jamilah.

(setting: rumah Jamilah)

(Zainuddin duduk di ruang tamu merasa bimbang kemudian Makde Jamilah masuk dari belakang)

Makde Jamilah: “Ado apo Udin? Sampai-sampai ang ketengok bimbang cak iko?” (sambal membawa
mukena untuk ke masjid)

Zainuddin: “Mak, Awak malu dengan warga disini, sebagai perantau Awak merasa asing.”

M. Jamilah:”onde mande cak mano Ang malu? Sebaiknyo ang pai ka masjid, supayo ang bejumpo dengan
pemuda-pemuda disiko.”

Zainuddin:”iyo mak, awak nanti pergi ka masjid.”

(Mande Jamilah pergi ke masjid duluan meninggalkan Zainuddin)

Adegan 2
(masjid)

Zainuddin pergi ke masjid untuk shalat. setelah selesai shalat saat ingin pulang, hujan turun
dengan deras. Untungnya pada saat itu Zainuddin membawa payung. Namun sebelum pulang, Zainuddin
melihat seorang Wanita yang cantik, dia adalah Hayati, kembang desa Batipuh, dan Zainuddin berniat
meminjamkan payungnya.

Zainuddin: (melihat Hayati resah) “sedang menunggu hujan reda, Uni?

Hayati: “iyo Uda”

1
Zainuddin: “kalau begitu, Uni pakai saja payung Uda.”

Hayati: “indak Uda, aku tunggu disini saja sampai hujan reda.”

Zainuddin: “tak apa Uni, kau terlihat seperti terburu-buru, Uda bisa menunggu disini sampai malam.”

Hayati: “benarkah Uda? (Zainudin menganggukan kepala) Kalau begitu terima kasih.”

Zainuddin: “s-sebelumnya boleh Uda tau nama Uni?’

Hayati: “namaku Hayati, Uda.”

Zainuddin: “Hayati, namamu sungguh elok”

(hayati tersipu malu kemudian tersadar)

Hayati: “oh iya Uda, harus aku kembalikan kemana payung ini?”

Zainuddin: “besok saja, ke rumah Makde Jamilah.”

Hayati: “baiklah Uda kalau begitu, Hayati pamit dulu.”

Zainuddin: “iya Hayati, hati-hati di jalan.”

Hayati: “Assalamualaikum.”

Zainuddin: “Waalaikumussalam”

Adegan 3
(Zainuddin duduk di tempat yang sama seperti setting adegan 1. Zainuddin duduk dan bergumam.)

Zainuddin: “Hayati, nama nan elok, sama dengan rupanya.”

(Makde Jamilah masuk)

M. Jamilah: “ado apo lagi Udin, indak baik melamun sajo.”

Zainuddin: (sedikit kaget) “indak Amak. (menghela nafas) Mak, Awak nak tanyo.”

M. Jamilah: “tanyo apo Zainuddin?”

Zainuddin: “Amak kenal indak dengan Hayati?”

(seketika M. Jamilah terkejut mendengar Zainuddin menanyakan Hayati).

M. Jamilah: “ado apo ang tanyokan Hayati?! Ang jatuh cinta?”

2
Zainuddin: “awak indak taulah mak. Awak kagum dengannyo.”

M. Jamilah: “sepertinyo cintamu tak bertuan, Udin.

Zainuddin: “Maksud Amak?”

M. Jamilah: “Maksud Amak, Hayati anak terhormat di desa Batipuh ini. Amak mohon maaf, sebaiknyo
Ang sadar diri. Ang mesti ingat, siapo keluargo Ang.”

Zainuddin: “Apo salahnyo mak?! Ketika Adam dan Hawa bertemu dan menjadi satu!?”

M. Jamilah: (sambil lekas berdiri dari duduknya). “indak ado yang salah dari itu Zainuddin. Tapi amak
minta Ang indak berharap lebih.”

(Makde Jamilah pergi meninggalkan Zainuddin. Zainuddin merenung gundah gulana).

Fade out

BABAK 2
Adegan 1
Pagi hari terlihat hayati datang ke rumah M. Jamilah untuk mengembalikan payung dan bertemu
Zainuddin. (Zainuddin sedang menyapu halaman)

Hayati: “Assalamualaikum”

Zainuddin: “Waalaikumussalam”

Hayati: “Uda, maksud kedatangan saya kesini untuk mengembalikan payung yang kemarin saya pinjam.”

Zainuddin: “oh iya Uni, terima kasih banyak.”

Hayati: “panggil saja saya Hayati, Uda, dan seharusnya saya yang berterima kasih. Oh iya Uda, ternyata
nama Uda itu Zainuddin ya? Seorang laki-laki yang sering diceritakan warga disini.”

Zainuddin: “benar saya Zainuddin dan Saya yakin, apa yang Hayati dengar dari warga sekitar, bukanlah
hal baik tentang Saya.”

Hayati: “apapun yang saya dengar, di mata saya Uda adalah lelaki yang baik.”

Zainuddin: “terima kasih Hayati, kau adalah salah satu Wanita paling baik yang saya temui.”

3
Hayati: “kalau begitu Uda, bisakah kita berhenti menggunakan kata “saya”, karena rasanya sedikit
canggung.”

Zainuddin: (tertawa) “hahaha…. Kamu benar Hayati. Maafkan kesalahanku (Hayati ikut tertawa dan
tersenyum). Hayati, selagi cuacanya begitu cerah, maukah Hayati menemani aku berkeliling di desa ini?”

Hayati: “tentu saja Zainuddin, dengan senang hati, tapi bagaimana dengan urusanmu?”

Zainuddin: “Aku rasa ini cukup (melihat sekitar halaman). Sebentar, (Zainuddin menyimpan sapu dan
payung) mari Unii.

Hayati: “Mari Udaa.”

(Zainuddin tersenyum dan berjalan, Hayati mengikuti dan mereka keluar dari panggung).

Adegan 2
Hayati dan Zainuddin sedang di pasar berjalan bersama, mongobrol dan bersenda gurau. Di
samping itu, orang-orang yang berada di sekitarnya terlihat tidak suka dan membicarakan mereka.
Beberapa menyapa Hayati, tidak dengan Zainuddin. Kemudian mereka berhenti di sebuah bangku.

Zainuddin: “kau sudah melihat bagaimana pandangan orang kepadaku Hayati, padahal sudah setahun aku
tinggal di Negri Padang ini dan disinilah tanah kelahiran Ayahku. Bahkan, sekarangpun tanganku tidak
bisa berhenti bergetar. (Hayati memegang tangan Zainuddin).

Hayati: “bukankah Saya sudah bilang, dimata Saya, Uda adalah lelaki yang baik.”

Zainuddin: “terima kasih Hayati, aku merasa kesepian, berulang kali aku menanggung perasaan ini,
namun aku tak tahu kepada siapa aku harus mengadu.”

Hayati: “Uda, sedari dulu kita punya Tuhan untuk mengadu, dan sekarang Uda juga bisa mengadu
kepadaku. Aku akan mendengar semua perasaan Uda, walau mungkin Aku tidak bisa berbuat banyak.”

Zainuddin: “tidak Hayati, Aku sungguh berterima kasih kepadamu. Aku percaya dengan yang Maha
Kuasa, dibalik semua kesulitan dan masalah akan ada jalan terang dan hikmahnya. Namun sekuat apapun
Aku, Aku hanyalah manusia biasa yang memiliki hati yang rapuh. Saat di Makassar, Aku dipandang
sebagai orang padang bukannya orang Bugis. Ketika disini, orang-orang malah menganggapku sebagai
orang Makassar, pendatang baru, bukannya orang asli Padang. Bahkan Bakoku juga tidak mengakuiku.
Aku selalu merasa kesepian, Aku hanya terbuang yang datang dari Negri jauh. Seorang yatim piatu.

4
Hayati, sudikah engkau menjadi sahabatku? Meskipun bagaimana juga, percayalah Saya memiliki hati
yang baik.”

Hayati: “Uda (menyentuh pipi Zainuddin) Aku percaya bahwa Uda adalah orang yang baik, begitupun
dengan hati Uda. Dan Aku percaya Uda bisa meyakinkan orang-orang, sama halnya Uda meyakinkanku.”
(berciuman)

Fade out

Adegan 3
Hayati sedang di kamar, duduk dikursi dan membuat sebuah surat untuk shabatnya khodijah,
menceritakan bagaimana perasaan bahagianya bertemu dan bersama Zainuddin.

Surat Hayati: “Khodijah sahabatku, bagaimana kabarmu? Aku harap kamu selalu baik. Entah bagaimana
aku menceritakan rasa bahagiaku saat ini. Dia Zainuddin, seorang laki-laki rendah hati yang amat baik.
Dia melihatku sebagai seorang Wanita biasa, tidak sebagai anak dari pemimpin suku. Bagaimana dia
menatapku, bagaimana dia berbicara padaku, dan bagaimana dia memperlakukanku adalah hal yang
sangat luar biasa. Rasanya aku benar-benar jatuh cinta khodijah. Namun, bagaimana pandangan warga
desa tetap sangat menyakitkan baginya. Aku harap, suatu saat aku bisa menghilangkan rasa sakit itu.”

Fade Out

BABAK 3
Adegan 1
Semakin hari Zainuddin dan Hayati semakin dekat, hingga akhirnya mereka jatuh cinta.
Disamping itu, desas desus tentang hubungan mereka sudah menyebar di masyarakat. Banyak desus jelek
yang beredar mengenai mereka. Hal tersebut terdengar oleh Datuk dan Ibunda Hayati.

(di rumah Hayati di ruang keluarga, Mak Datuk sedang bersantai sambil meminum kopi. Namun terlihat
wajahnya seperti sedang kesal, kemudian Ibunda Hayati menghampiri sambil membawa makanan)

Datuk: “makin hari makin angek talingo awak ni.”

Ibunda Hayati: “ado apo Uda?”

Datuk: “anakmu dek, hubungan anakmu dengan Zainuddin, sudah menjadi aib untuk keluargo kito.”

5
Ibunda Hayati: “hush… indak baik uda, jangan pernah menganggap Hayati adalah aib untuk keluarga
kito.”

Datuk: “Awak indak pernah menganggap Hayati adalah aib keluarga, tapi kelakuannyo itu loh, yang
semakin lamo akan menjelekkan martabat keluargo kito.”

Ibunda Hayati: “Hayati sudah besar Uda… Hayati berhak jatuh cinta dan berhak memillih siapo yang
dicintainyo.”

Datuk: “indak salah jiko hayati ni jatuh cinta, tapi dia salah memilih pasanganyo. Hayati punyo
kewajiban, untuk menjungjung tinggi namo baik keluarga.”

(dari belakang Hayati masuk setelah mendengar percakapan tadi)

Hayati: “cinta kami ini suci Mak Datuk, Aku mencintai Zainuddin tulus dari hatiku.”

Ibunda Hayati: “sejak kapan kau mendengarkan kami, Hayati?”

Datuk: “bukan itu masalahnya Hayati.”

Hayati: “Zainuddin pun pernah berkata, ia serius Mak Datuk. Ia hendak memperistriku.”

Datuk: “Hayati! Menyebut itu sajo indak pantas, apalagi melangsungkannyo! Zainuddin tu orang yang
tidak bersuku! Sadarlah Hayati!!

Hayati: “t-tapi, bukankah ia juga keturunan Minangkabau? Di hadapan Yang Maha Kuasa Awak yakin,
Zainuddin dan kita itu sama, kita semua sama-sama Manusia Mak Datuk.”

Datuk: “jangan membantah dan mencari alasan Hayati!. Jangan bawa-bawa namo yang kuaso. Tau apo
inyo tentang idup?!.

Hayati: “seperti itukah? Seperti itukah Mak Datuk ingin membunuh Zainuddin dan Awak
Kemenakkanmu sendiri?” (sambil menangis)

Datuk: “apo maksudmu Hayati? Apo yang Amak katakan itu semua demi kebaikkan inyo!. Seperti itukah
Anak yang Bundomu lahirkan dan Amak rawat sejak kecil?. Seperti itukah inyo ingin menghancurkan
namo baik keluargo kito?!.”

Ibunda Hayati: “cukup Uda, tak perlu lagi uda menambah rasa sakit yang dirasakan Hayati.”

Datuk: “biarlah kau menangis, Amak indak bermaksud membunuh. Amak hanya ingin meluruskan jalan
hidupmu.”

6
(Mak Datuk meninggalkan Ibunda dan Hayati)

Ibunda Hayati: “inyo harus kuat Hayati. Untuk sekarang, inyo harus mendengarkan yang Mak Datuk
katakan. Besok, undanglah Zainuddin kemari, ada yang ingin Bundo sampaikan padanyo.”

(kemudian Bundo berlekas pergi meninggalkan Hayati, namun sebelum pergi Hayati menghentikannya
dengan ucapan)

Hayati: “Bundo….. apa yang lebih penting?

(bundo setengah melirik hayati melanjutkan) “Kebahagiaanku atau pandangan orang lain?.”

(bundo kembali memalingkan wajah sambil berkata)

Ibunda Hayati: “dulu Bundo pernah merasa ingin melawan dunia. Tapi bundo menyerah, karena Bundo
tau dunia tidak akan kalah (bundo meninggalkan Hayati sendiri dan Hayati terus menangis)

FADE OUT

Adegan 2
Keesokan harinya (Narasi)

(berlatar seakan-akan di rumah Hayati namun dengan setting yang gelap dan tanpa property. Dari
kegelapan, Ibundo Hayati keluar dan berkata…)

Ibunda: “seperti itulah Zainuddin, untuk menjaga nama baik keluarga kito, sebaiknyo ang pergi sajo ke
padang Panjang dan menjauhi Hayati.”

(dari kegelapan muncullah Zainuddin)

Zainuddin: “jika memang itu demi kebaikkan Hayati, Awak akan pergi sesuai keinginan Bundo”

(dari kegelapan muncullah Hayati)

Hayati: “mengapa harus begitu Bundo? Apa tidak bisa Engku Zainuddin di Batipuh sajo?” (menangis)

Zainuddin: “tak mengapa Hayati, Awak rela pergi demi kebaikkan Hayati dan keluarga.”

Ibunda: “terima kasih Zainuddin, Ang mau mendengarkan apo yang Bundo cakap. Hayati, Zainuddin,
Bundo mintaa maaf, Bundo bukan Tuhan yang bisa merubah takdir kalian. Bundo hanya manusia biasa
yang hanyo berusaha menjaga keluargo bundo.”

7
(Zainuddin mencium kaki Bundo, hayati jatuh menangis.)

Fade out

Adegan 3
Terlihat Zainuddin Bersiap-siap pergi dengan tas dan barang-barang untuk pergi meninggalkan
Batipuh. (dari belakang Mak Jamilah menghampiri dan berkata).

M. Jamilah: “Zainuddin (Zainuddin berbalik menghadap M. Jamilah, M. Jamilah menyentuh Zainuddin


dan berkata) sungguh malang nasibmu nak, bertandang di Negri sendiri, tapi tak dapat kesempatan untuk
lebih lama tinggal di sini.”

Zainuddin: (sambil tersedu menahan tangis dan mencoba tersenyum)” tak apo mak mungkin ini sudah
menjadi takdir Awak, terima kasih sudah menerima awak sebagai keluarga di sini. Doakan sajo, Awak
berhasil di Padang Panjang.”

M. Jamilah: “iyo anakku (kemudian kening mereka saling bersentuhan) doa Amak selalu menyertaimu..”
(udin mencium tangan M. Jamilah, menyentuh kakinya dan pamit)

Zainuddin: “Zainuddin pamit Amak, Assalamualaikum.”

Jamilah: “waalaikumussalam Anakku.”

Fade out sebentar kemudian fade in dan terlihat Hayati sedang menunggu kedatangan Zainuddin.
Kemudian Zainuddin datang menghampiri Hayati.

Zainuddin terkejut dan berkata

Zainuddin: “Hayati apa kau menungguku di sini?”

Hayati: “saya memang sengaja menunggumu di sini Zainuddin. Keputusan Mak Datuk dan pembicaraan
yang tidak mengenakkan dan orang-orang di kampung membuat kita terpaksa mengakhiri hubungan kasih
sayang ini. (Hayati memegang tangan Zainuddin). Jarak akan memisahkan kita berdua, namun jiwamu
telah dekat dengan jiwaku.”

Zainuddin: “sebelum bertemu denganmu, aku tak ubahnya putus asa yang tak tau kemana akan
melangkah, tapi pengharapan timbul saat bertemu denganmu, gadis yang berhasil menjatuhkan hatiku.

8
Engkaulah yang sanggup menjadikanku seorang yang gagah berani, engkau pula yang sanggup
menjadikanku sengsara selamanya.”

Hayati: “cinta bukan melemahkan hati, uda. Bukan membawa putus asa, bukan pula menimbulkan tangis
sedu sedan. Tapi cinta menghidupkan pengharapan, menguatkan hati dalam perjuangan demi menempuh
duri penghidupan.”

Zainuddin: “jiwaku telah di isi sepenuhnya oleh cintaku kepadamu Hayati.”

Hayati: “aku selalu berkata, biar Tuhan mendengarkan bahwa hanya engkaulah yang akan menjadi
suamiku kelak.”

Zainuddin: “berat rasanya untuk meninggalkanmu Hayati, tapi apa yang bisa ku perbuat selain bersabar.”

Hayati: “berat sekali untuk melepasmu hari ini Zainuddin, semoga kesabaran terus menyelimuti hatiku
menunggu masanya kelak kita menghadapi dunia dengan penuh rasa syukur.”

Zainuddin: “berikan aku satu tanda mata darimu Hayati, agar aku yakin dan kuat menjalani kenyataan
bahwa aku tidak bisa melihatmu setiap hari seperti saat ini. Berikanlah meskipun hanya satu barang yang
murah bagimu. (Hayati melepas selendangnya dan diberikan kepada Zainuddin)

Hayati: “ini…… terimalah Zainuddin, berangkatlah aku harus segera pulang sebelum Mak Datuk
mengetahui pertemuan kita ini.”

Zainuddin: “jaga dirimu baik-baik Hayati” (mencium slendang Hayati dan pergi meninggalkan Hayati.)

Fade Out

BABAK 4
Adegan 1
Semenjak kepergian Zainuddin, Hayati sering bertukar surat dengan sahabatnya Khodijah untuk
menceritakan keluh kesahnya dan rasa rindunya kepada Zainuddin. Di samping itu, Khodijah sendiri
ingin menjodohkan Hayati dengan kakaknya Aziz.

Hari itu Hayati sedang melamun di kamar. Tanpa ia sadari, sahabatnya Khodijah datang
menghampirinya. (Hayati merenung, pandangnya menerawang.)

Khodijah: “(datang diam-diam dan mengejutkan Hayati) hai Hayati”

9
Hayati: “(terkejut) astaga! Jantungku hampir copot kernamu Khodijah! Sejak kapan kau datang? Aku
rindu sekali padamu sahabatku.”

Khodijah: “ah, tapi dari surat-surat yang kau kirim padaku, sepertinya ada orang lain yang kau rindukan.
Bukankah laki-laki itu yang membuatmu melamun sedari tadi?”

Hayati: “aku tidak akan bisa bertemu dengannya lagi Khodijah, dia sudah pergi dari desa ini, ah adat ini
begitu kejam, kenapa aku tidak terlahir dari keluarga yang biasa-biasa saja, agar aku bisa bersama
Zainuddin.”

Khodijah: “Hayati sahabatku, seharusnya kau bersyukur dilahirkan di keluarga yang serba berkecukupan,
terpandang pula. Tidak banyak orang diluar sana seberuntung dirimu, Hayati.”

Hayati: “tapi apalah arti semua itu Khodijah, jika hatiku hampa seperti sekarang ini, remuk, redam, dan
hancur berkeping-keping. Tak kuat aku rasanya menanggung semua ini Khodijah.” (menutup mukanya
dengan kedua tangannya, hampir menangis)

Khodijah: (merangkul Hayati) “sudahlah Hayati, jangan menangis lagi, jangan menaruh harapan terlalu
banyak padanya, jika ia benar-benar mencintaimu, tentu dia akan mempertahankan cintanya. Dan tidak
serta merta meninggalkanmu.”

Hayati: “tapi tetap saja aku masih mencintainya Khodijah.”

Khodijah: “lupakan dia Hayati, Aku tak sampai hati melihatmu bersedih karenanya, jangan membuang
percuma air matamu untuk laki-laki yang sudah pergi. (Khodijah memeluk Hayati)

Fade Out

Adegan 2
Melihat kesedihan Hayati, Khodijah semakin yakin menjodohkan Udanya Aziz. Suatu hari ia pun
mengajak Aziz ke rumah Hayati.

Datuk: “wahhhhhh……. Jadi ini Udamu Khodijaah? Tampan betul dia.”

Aziz: “ah… biasa saja Datuk. Sebenarnya maksud Awak datang kesini untuk menemui Hayati, Datuk.”

Khodijah: “dimano Hayati sekarang Datuk?”

Datuk: “Inyo ado di kamarnyo”

Khodijah: “baiklah Datuk, Awak akan memanggilnyo.”

10
(Khodijah pergi meninggalkan Datuk dan Aziz)

Datuk: “silahkan diminum dek Aziz.”

Aziz: “iyo Datuk.”

Datuk: “bagaimano kabar keluargo Ang di padang Panjang?”

Aziz: “baik-baik saja Datuk, bagaimana Datuk sendiri, sehat bukan?”

Datuk: “sehat-sehat sajo”

(Khodijah datang dengan menggandeng Hayati, lalu mereka duduk.)

Khodijah: “ini dia orang yang ditunggu-tunggu. Hayati perkenalkan ini Udaku, Uda Aziz, Udaku
penasaran sekali ingin bertemu denganmu Hayati.”

Hayati: (tersenyum tipis)

Aziz: “memang benar apa yang dikatakan adikku, kau cantik sekali Hayati.” (terpesona)

Hayati: “sudahlah Awak tak pernah menganggap diri Awak cantik, tak perlu Uda lebih-lebihkan.”

Aziz: “tapi sungguh, Awak jujur dan tanpa melebih-lebihkan.”

Hayati: “jika kiranyo seperti itu, terima kasih atas pujiannya.”

Datuk: “Aziz ni sudah pasti lebih baik dari Zainuddin, Hayati.”

Aziz: “Zainuddin?, siapo Inyo?”

Datuk: “orang yang dulu pernah berhubungan dengan Hayati, tapi sudah berakhir sekarang.”

Hayati: “sudahlah Datuk, tak perlu Datuk ungkit-ungkit lagi.”

Aziz: “(melihat jam) “wahhh, sudah hampir telambat. Maafkan Awak Hayati, sebenarnya, Awak ingin
mengobrol denganmu lebih banyak, tapi ada urusan yang mesti Awak selesaikan sekarang. Datuk kami
pamit dulu, lain kali Awak akan berkunjung lagi. Sampai jumpa Hayati, mari Khodijah.”

Khodijah: “baik Uda! Hayati, Datuk, kami pamit dulu.”

Datuk: “iyo Aziz, Khodijah, semoga urusan kalian lancar.”

Hayati: “sampai jumpa Khodijah, Uda Aziz, hati-hati di jalan.”

11
(Aziz dan Khodijah pergi)

Datuk: “bagaimana pendapatmu tentang Aziz, Hayati?”

Hayati: “begitulah, dia tampak seperti pemuda yang baik, ado maksud apo Datuk bertanya seperti itu?”

Datuk: “tak apo, dilihat darimanapun, baik dari budi pekerti, maupun silsilah keluarga, Aziz…. Lebih
baik daripado Zainuddin, camkan itu baik-baik Hayati.”

Fade Out

Babak 5
Adegan 1
semenjak pertemuan itu, Aziz dan Hayati sering bertukar surat dan sesekali bertemu. Di samping
itu, Hayati juga sering bertukar surat dengan Zainuddin, karena mau bagaimanapun keadaannya Hayati
masih menyimpan rasa kepada Zainuddin, walaupun Hayati mengakui bahwa Aziz juga merupakan pria
yang baik.

(Dalam kamar Hayati, sedang berbicara sendiri)

Hayati: “Akhir-akhir ini aku dan uda Aziz sering bertukar surat bahkan bertemu beberapa kali, dan
sepertinya uda Aziz adalah orang yang baik dan pintar. (merasa senang dan tersenyum. Namun kemudian
Hayati mengingat Zainuddin) Zainuddin! Astagfirulloh! Aku tidak boleh berpaling dari Zainuddin, aku
sudah berjanji untuk menunggunya. Tapi perasaan apa ini? (Hayati bingung dengan perasaannya)

[Seseorang datang mengantarkan surat pada Hayati]

Pelayan: “Unii… Ada surat untuk unii”

Hayati: “Terimakasih Mak.// (melihat pengirim) “Zainuddin..”

(Hayati Membaca Suratnya)

Singkat cerita, Mak Base meninggal dan meninggalkan warisan yang banyak untuk Zainuddin,
sebab itu Zainuddin berani mengirimkan surat lamarannya kepada hayati, namun disaat yang bersamaan
Hayati juga menerima lamaran dari Aziz.

12
Hayati membaca surat dari Zainuddin yang berisi lamarannya untuk menikah setelah membaca
surat tersebut, Hayati merasa sangat Bahagia dan dengan semangat ingin mengabarinya pada Bundo dan
Datuk. Saat Hayati menghampiri Datuk dan Bundo yang ada di ruang tamu ternyata ada Aziz dan
Khodijah yang berkunjung dan juga melamar Hayati.

Hayati: “Zainuddin melamarku?” (Wajahnya teramat senang, dia merasa sangat Bahagia. Hayati
berencana memberitahu kabar gembira ini pada Bundo dan Datuknya) “Bundoo.. Mak Datukk..”

[Fade Out-Fade in berganti latar]

(setting: ruang tamu rumah Hayati)

Datuk: “alhamdulillah, bahagio sekali kami mendengar kabar iko, Aziz. (dari dalam rumah terdengar
suara Hayati)

Hayati: “ Datuk, Bundo, Awak ado terima surat (berbicara di back stage)

(Hayati masuk stage)

Hayati: “dari (Hayati berhenti sejenak) uda Aziz, Khodijah, kalian disini rupanya?!”

Datuk: “kebetulan Hayati, ado kabar gembira yang hendak ingin kami sampaikan ka engkau ni. Siko
duduk!.”

Aziz: “Hayati, kita sudah cukup lama kenal. Dan semakin hari Awak, merasa semakin jatuh cinta
padamu. Jadi, maksud kedatangan awak hari ini untuk melamar kau Hayati.”

Hayati: (Hayati bingung dengan situasi saat ini) “ti-tidak terlalu cepatkah Uda Aziz?.”

Bundo: “apo maksud kau nak? Semakin cepat, semakin bagus, semakin baik pula. Sudah cukup banyak
warga disini yang menanyakan kapan kau menikah.”

Khodijah: “benar Hayati, semakin cepat juga kita akan menjadi saudara.”

Hayati: “t-tapi, bisakah kiranya Awak berpikir-pikir dahulu?.”

Datuk: “macam apo lagi yang kau pikirkan Hayati? Aziz ni pemuda yang tepat untuk menjadi suamimu.”

Aziz: “tak apo Datuk, Awak rela Menunggu, kapanpun Hayati siap.”

Hayati: “terima kasih Uda Aziz.”

Aziz: “sama-sama Hayati, kalau begitu saya dan Khodijah pamit terlebih dahulu.”

13
Datuk: “yasudah kalau begitu, Wang Aziz tak perlu khawatir, Datuk pastikan Hayati menerima lamaran
Wang.’

Aziz: “terima kasih Datuk, kami pamit. Assalamualaikum.”

(mereka semua menjawab salam dan mulai bersalaman)

Khodijah: “dadah Hayati, semoga pertemuan selanjutnya kita menjadi keluarga.”

(hayati membalas dengan senyuman tipis yang terpaksa)

(khodijah dan Aziz pergi meninggalkan rumah Hayati, kemudian mereka bertiga melanjutkan
pembicaraannya)

Datuk: “jadi kapan baiknyo kita selenggarakan pernikahan ini?.”

Hayati: “apa maksud Datuk? Awak saja belum bilang kalau awak menerima lamarannyo.”

Datuk: “apo lagi yang kau risaukan Hayati? Aziz itu seorang pemuda yang mapan, lagi terpandang
keluarganyo! Datuk yakin, hidup kau akan sangat Bahagia. Kau tak perlu risau masalah ekonomi.”

Hayati: “tapi Awak tidak cinta Uda Aziz, Datuk.”

Datuk: “cinta akan timbul dengan sendirinyo Hayati, yang paling penting sekarang, hidup kau akan
terjamin Hayati.”

Bundo: “bundo tidak akan mengatakan, apo yang dikatakan Datukmu ini benar atau salah, tapi sebagai
Bundomu, Bundo juga berharap kalau kau hidup berkecukupan.”

Hayati: “tapi Bundo.”

Datuk: “Hayati!! Kau harus dengar apo yang dikatakan Bundomu! Lalu apo itu! (menunjuk pada surat
yang dipegang hayati) surat apo ditanganmu? (Hayati memberikan surat itu pada Datuk, setelah melihat
nama pengirimnya di depan surat, Datuk mulai marah)

Datuk: “Zainuddin?! jadi selama iko!! Engkau masih berhubungan dengan Zainuddin Hayati!? (Hayati
hanya diam dan tunduk, Datuk membuka Surat).

“apo indak malu anak ini melamarmu Hayati?! Apo inyo indak pernah belajar, untuk sadar diri melihat
kedudukannyo?!.”

Hayati: “(sambil menangis) tapi Uda Zainuddin sudah cukup memiliki uang untuk menikahiku, Datuk.”

14
Datuk: “uang warisan dari orang miskin tidak akan cukup untuk meghidupimu dikemudian hari.”

Hayati: “tapi Datuk, Aku masih cinta Uda Zainuddin.”

Datuk: “cukup Hayati!! Jangan membantah apo yang dikatakan Datukmu!! Terimalah lamaran Aziz,
turuti kata-kata Datuk. Dan katakan pada Zainuddin untuk indak mengganggu kehidupanmu lagi! Atau
Datuk indak akan menganggapmu lagi sebagai keluarga Datuk!.”

Bundo: “Udaaa!!!..... (Hayati menangis, Datuk meninggalkan Hayati dan Bundo)

Fade Out

Adegan 2
Setelah kejadian itu karena Hayati tidak ingin membuat Bundonya sedih, Hayati lebih memilih
untuk menerima lamaran Aziz. Kemudian Hayati mengirimkan surat balasan kepada Zainuddin dengan
tujuan menolak lamaran Zainuddin dan tidak mengganggu kehidupannya lagi.

(Hayati dan Zainuddin saling berbicara sambil memegang sebuah kertas seakan-akan saling membalas isi
surat. Mereka saling membelakangi)

Surat Hayati: “Mohon maaf baru sempat membalas suratmu Zainuddin. Aku turut berduka cita atas
meninggalnya Mak Base. Semoga kau selalu diberi kesabaran Zainuddin. Tapi maafkan aku Zainuddin.
Uang warisan yang kau terima atas meninggalnya Mak Base tidak akan cukup untuk menghidupiku
kedepannya. Kau simpan saja uang itu untuk dirimu. Aku tidak bisa menerima lamaranmu, karna tak
lama lagi aku akan menikah dengan seorang laki-laki pilihan Mak Datuk. Seorang lelaki baik, mapan,
terpelajar, dan tentunya bersuku. Jaga dirimu Zainuddin. Semoga kau Bahagia. Tak perlu terburu-buru,
tidak ada lagi yang menunggumu.” (Hayati menangis)

(tidak di dalam surat)

Hayati: “Maafkan atas kekejamanku ini Zainuddin”

Zainuddin (surat): “Kenapa Hayati? Apa kau tidak mencintaiku lagi? Tidak hayati! Aku mohon.. aku
mohon untuk melawan hayati, jangan menikahi orang yang tidak kau cintai hayati.”

Hayati: “Patutkah bagi diriku ini melawan orangtuaku? Tuan kan tahu bahwa saya seorang gadis yang
miskin dan Tuan pun hidup dalam melarat pula, tak mempunyai persediaan yang cukup untuk
menegakkan rumah tangga. Maka lebih baik kita singkirkan perasaan kita, kembali kepada pertimbangan.
Lagi pula, aku mencintai uda Aziz. Oh iya, nama lelaki itu uda Aziz, aku menerima lamarannya tulus dari

15
hatiku. Tuan pilih sajalah seorang istri yang lebih cantik dan lebih kaya daripada saya, dan marilah kita
tinggal bersahabat untuk selamanya.”

(setelah membaca surat dari hayati, zainudin terjatuh lemas dan bersedih, hingga dia menggeser meja
yang ada di kamarnya. Mendengar ada hal aneh dari kamar zainudin, sahabatnya muluk masuk untuk
melihat bagaimana kondisi zainudin).

Muluk: “ Ado apo engku?” (membangunkan zainudin dan mendudukannya di bawah bersender pada
Kasur/meja).

(zainudin sulit untuk berkata-kata, bahkan sulit untuk mengatur nafasnya sendiri. Kemudian zainudin
menjatuhkan surat ditangannya, melihat hal tersebut muluk mengambil surat itu dan membacanya, setelah
membaca hal tersebut muluk mengambil nafas Panjang dan melihat ke arah zainudin).

Muluk: “ Engku…-“

Zainudin: (Sambil mengatur pernafasan) “Muluk!, sejak kecil awak hidup sendiri ditinggalkan orang tua
dan dihina dimanapun awak berada, dan belum saja mengering tanah dari kuburan mak base tapi tidak
sedikitpun pipi awak basah karna air mata. Awak berpikir dan merasa, kini awak sudah tak punyo hati!
Tapi ini (menangis) kenapo sakitnyo begitu berasa?!” (menangis)

Muluk: “Kau begitu kuat engku, tidak mati walau ditikam berkali-kali! Tapi rupanyo hayati lebih hebat,
dia hebat bisa membuat sakit hati, orang yang tidak memiliki hati.”

Zainuddin: “Muluk.. bisakah kau menolongku, untuk mencari tahu bagaimana kepribadian Aziz? Aku
harap Aziz adalah orang seperti yang Hayati katakan. Jika memang dia lelaki yang baik. Maka awak rela
melepas Hayati.”

Muluk: “Tak perlu repot engku, kami warga Padang Panjang tak ada yang tidak tau bagaimana perilaku
engku Aziz. Sayangnya, engku Aziz tidak seperti yang dipikirkan Hayati. Dia pemabuk, penjudi, dan tak
ayalnya membuat onar dan memukuli orang-orang yang bekerja padanya.”

Zainuddin: “Yaa Tuhaan, sungguh malang nasibmu Hayati.” (menangis)

[Fade Out-Fade in ( memperlihatkan keadaan zainudin yang memburuk)]

Muluk narasi: “Sejak kejadian tersebut, engku Zainudin jatuh sakit, sudah beberapa orang pintar kami
bawa untuk melihat dan menyembuhkan kondisi Zainudin. Tapi percuma, jangankan meminum obat,

16
makan saja dia tidak mau, yang ada dipikiriannya hanyalah Wanita yang kini menikah dengan orang lain.
--- Kemudian salah satu mantri menyarankan untuk membawa encik Hayati menengok kondisi Zainudin,
karna sepertinya hanya itu yang dapat dilakukan. Karenanya, awak membuat surat untuk encik hayati.”

[Surat Muluk-Hayati] : “Assalamualaikum encik hayati, perkenalkan awak muluk, seorang teman dari
engku zainudin. Mohon maaf sebelumnya apabilo awak mengganggu waktunyo. Dan mahon maaf
apabilo yang nanti awak mau katakan adalah hal yang sedikit lancang. Sebenarnyo, dengan adanyo surat
ini awak nak meminta sebuah pertolongan, saat ini engku zainudin sedang jatuh sakit, sudah hampir 2
minggu lamanyo, dia kesulitan untuk makan apalagi meminum obatnyo. Dan ketahuilah, hanya nama
encik hayati yang selalu keluar dari mulutnyo. Jadi apabilo berkenan encik, sampai hatikah apabilo awak
meminta tolong encik untuk sekali sajo menengok engku zainudin di padang Panjang?, berharap engku
zainudin pulih dan menerimo keadaan yang sebenarnyo. Termakasih encik, sangat berharap awak kepada
keelokan hati encik untuk dapat membantu. Wassalamualaikum.”

Adegan 3
Hayati datang untuk menengok zainudin, ditemani oleh suaminya Aziz. Melihat kondisi zainudin, hayati
cukup merasa sedih.

Muluk: “ Engkuu, bangun engkuu, ini encik hayati datang!”

(zainudin masih belum bangunm)

Hayati: “Zainudiin.. bangunlah zainudiin, buka matamu, ini saya datang!”

Zainudin: “ Si-siapa itu yang memanggil namaku?! (zainudin mulai sadar dan bahagia melihat Hayati ada
di depan matanya). Hayatii? Benarkah itu engkau hayati?”

(Zainudin menyentuh wajah hayati)

Zainudin: “Oooh hayati, kau datang tepat pada waktunya, telah saya sediakan rumah untuk kita berdua.
Tunggu sebentar, biar saya membawa pakaian hitam saya, pakean penganten. (dengan badan lemas dan
bergetar dia beranjak bangun dari tempat tidur, hampir saja jatuh, kemudian melihat muluk berdiri di
samping hayati) Ini tuan kadi, mari nikahkan kami.”

(Hayati dengan wajah sendu, memegang tangan Zainudin. Zainudin memegang tangan hayati, dan
menyadari cincin di tangan hayati)

17
Zainudin: “ Ohh sudah berinai yah, oh yah saya lupa, kau sudah kawin dengan Aziz, Kau sudah
kepunyaan orang lain, kau sudah hilang dari tangan saya!”

(Zainudin melepaska tangannya, mencoba untuk berdiri, dan memalingkan wajah)

Zainudin: “Keluarlah orang-orang ini dari kamar saya. Saya tidak ada hubungan dengan orang-orang itu!”

(Hayati hanya dapat melihat punggung zainudin yang sedang mengatur nafasnya menahan rasa sakit,
tidak dapat berkata apa-apa, hayati hanya bisa meninggalkan zainudin, dengan ragu hayati keluar dari
kamar, dihadapan aziz dia kembali menoleh kebelakang)”

Aziz: “ Saya sudah katakan, tidak perlu membuang waktu untuk orang miskin!” (menarik dengan paksa
hayati keluar dari rumah)

Adegan 4
Muluk menceritakan kehidupannya bersama Zainudin setelah itu

Narasi Muluk: “setelahnya, awak mulai menyadarkan engku zainudin tentang hubungannya bersama
hayati, dan meminta engku untuk memulai hidup baru. Kemudian atas permintaan beliau, kami pergi ke
batavia, bekerja pada sebuah perusahaan percetakan, memulai hidup baru—

(saat muluk berdiri sedang bernarasi, kemudian Zainudin datang dan duduk pada sebuah kursi, hal
tersebut terjadi saat setting panggung sedikit demi sedikit terus berubah)

Zainudin: “ Dan mencoba melupakan wanita yang sangat awak cintai. Tapi bagaimana bisa?!!” (stress)

Muluk: “Awak tidak meminta engku untuk melupakan encik, atau melupakan kisah kebersamaan kalian.
Daripada engku menyimpannya sendiri, lebih baik engku tuangkan semua perasaan engku pada sebuah
tulisan. Mungkin dengan begini, hati engku akan lebih baik.”

Fade Out

Adegan 5
Zainudin mendapat surat bahwa ada sebuah perusahaan penerbit di surabaya yang tertarik dengan cerita
yang Zainudin buat, sehingga meminta Zainudin untuk pergi ke Surabaya.

(Tanpa setting, Zainudin masuk memanggil Muluk)

Zainudin: “Muluk.. Muluk…!”

18
(Muluk datang menghampiri Zainudin)

Muluk: “Ado apo guru?”

Zainudin: “Muluk, kita harus segera bersiap-siap, kita akan pergi ke Surabaya!”

Muluk: “Apo maksud Engku? Apo engku ado masalah disini?!”

Zainudin: “Indak Muluk, seperti katamu padaku, aku menuliskan semua kisahku pada tulisan, dan
mencoba mengirimnya pada sebuah perusahaan penerbit, dan ini, saya mendapatkan surat dari sebuah
perusahaan penerbit di Surabaya yang tertarik dengan kisah awak.”

Muluk: “Syukurlah guru. Tapi apo benar awak perlu ikut? Awak khawatir disana awak hanyo akan
merepotkan engku guru.”

Zainudin: “Apo yang kau cakap Muluk, awak pasti sangat membutuhkan bantuanmu disana, lagi pula,
bukankah kini kita adalah saudara!”

(Mereka Berpelukan dan Fade Out)

Babak 6
Adegan 1
Zainudin menjadi seorang penulis yang sukses, bukunya banyak terjual, dan kini hidup berkecukupan.
Karena hal tersebut, perusahaan penerbit membuat sebuah pesta untuk merayakan keberhasilan Zainudin
dan Novelnya. Namun tak disangka, pasangan suami istri Aziz dan Hayati juga mendapatkan undangan
untuk hadir pada pesta tersebut.

(Suasana pesat dengan cukup banyak tamu undangan. Kemudian Aziz dan Hayati masuk, dan menambil
minuman serta melihat-lihat, menyapa tamu lain di sekeliling)

Direktur perusahaan penerbit tersebut datang untuk memberi salam, dan mengundang Zainudin ke
panggung.

Direktur: “Selamat Malam kepada seluruh tamu undangan yang telah hadir, terimakasih atas kehadiran
saudara-saudara sekalian. Tidak perlu berlama lagi, mari kita sambut Peran utama dari pesta malam ini,
kita beri tepuk tangan pada Tuan Shabir!”

(Shabir merupakan nama baru dari Zainudin. Kemudian Zainudin masuk/naik keatas panggung)

19
Zainudin: (mengucapkan sebuah puisi dengan judul “Saya bukan Aku”)

“Haloo selamat malam”

“Perkenalkan ini Saya bukan aku.., Dengan sakit kronis, sebab terkena tikaman tak kasat mata yang
merangkul lalu menusuk.

Dengan telinga menuli, mata memejam, dan hati lebam-lebam.

Mengapa?

Saya yang berdarah, Dia yang kamu rawat dengan cinta?.

Baiklah..

Tahun-tahun saya dan kamu sudah usang, hancur bahkan.

Kamu baik selama itu.

Tapii, entah kenapa dimata ini pengkhianatan selalu menjijikan.

Sengaja, puisi ini tertulis “saya”.

Karena aku terlalu akrab, untuk kita yang terlanjur asing.”

(semua penonton bertepuk tangan dan bersorak kecil)

[Setelah memberikan sambutan, Zainudin menghampiri Aziz dan Hayati]

Zainudin: “oh tuan Aziz! Dan… rangkayo Hayati! Sudah lama berada di Surabaya ini?”

Aziz: “Sudah 3 bulan..”

Zainudin: “Azaib sekali, sekian lama di Surabaya, baru kali ini kita bertemu.”

Aziz: “Kami pun tak menyangka bahwa pengarang ternama ahli tonil yang selalu jadi buah mulut orang
lantaran tulisan-tulisannya itu ternyata sahabat kami.Tuan Za-..”

Zainudin: “Shabir! tidak ada lagi nama yang lama, karena kurang cocok dengan diri saya. Nama Shabir
lebih cocok, bukan?”

Aziz: “Benarr! Shabir! Hahahaha”

Zainuddin: “Tidak ada niat hati untuk menyombongkan diri. Lagipula kita saudara, jadi panggil saya
sesuai keinginan kalian.”

20
--- (saling tersenyum)--

Hayati: “selamat atas pencapaiannya Udaa.”

Zainuddin: “Tentu Hayati, terimakasih banyak.”

(Zainuddin dan Hayati saling menatap dan saling tersenyum)

Azziz: “Ekhemm.. (membuat canggung hayati dan Zainuddin), Baiklah Tuan Shabir, sepertinya tuan
perlu menemui tamu lain. Mari Hayati.”

Zainuddin: “Semoga kalian berkenan hadir bila saya mungkin mengundang untuk dinner bersama.”

Azziz: “Tentu kenapa tidak?! Marii..”

(Azziz dan Hayati lekas meninggalkan Zainuddin)

Zainuddin: “Hayati!!”

(Memanggil hayati—Waktu berhenti berjalan, semua orang di sekitar freeze, music berhenti)

Zainuddin: (Berbicara pada penonton) “Lekaslah Lelah Hayati, Aku tau kau akan kembali.”

(Zainuddin meminum minumannya, dan waktu kembali berjalan—semua orang bergerak kembali, musik
kembali terdengar)

[Fade out]

Adegan 2
[Azziz seakan-akan masuk rumah dengan memegang sebuah surat]

(Azziz menerima surat dari pihak bank dan tukang gadai, surat tersebut menjelaskan bahwa akan
dilakukan penyitaan property dan rumah milik Azziz)

Azziz: “Apa maksudnya penyitaan!!? (Azziz mengamuk). Bajingan!!”

(Azziz keluar kembali)

[Fade out]

Adegan 3
[Azziz masuk dengan sempoyongan karna mabuk]

(Azziz masuk rumah dan berteriak memanggil Hayati untuk mengambilkannya anggur)

21
Azziz: “Hayatiii.. Hayatii..!! Mana anggurku Hayatii!!? Hayati?!!”

(Hayati datang menghampiri, dan merasa antara kesal dan sedih melihat kondisi dan kelakuan suaminya)

Hayatii: “Udaa, apa kau sedang berpesta merayakan akan disitanya rumah ini?”

Azziz: “Kau tidak perlu khawatir Hayati, kau cukup diam dan aku yang akan mengurusmu!”

Hayati: “Dengan apa udaa? Tukang gadai dan pihak bank akan datang besok!”

Azziz: “BAJINGAN!! (Azziz kesal dan marah tidak karuan, merasa marah dan sedih atas kondisinya saat
ini, sedikit menangis) “Bagaimana ini Hayati, apa yang harus aku lakukan?”

Hayati: “Aku akan menghubungi Mak Datuk, mungkin Mak Datuk dapat membantu kita.”

Azziz: “Goblok! Dimana otakmu? Mau ditaruh dimana muka awak!”

(Azziz berpikir)

Azziz: “Benar! Zainuddin, Kau hubungi mantan kekasihmu, mohonlah untuk bisa menerima kita!”

Hayati: “Mau ditaruh dimana muka awak udaa?”

Azziz: “Bodoh!! Apa kau lebih memilih untuk menjelekkan awak dimata keluargamu?! Cepat telpon
Shabir!”

(Hayati dengan ragu dan sedikit marah menuju telpon dan mencoba menghubungi Zainuddin)

(Pembantu mengangkat telponnya dan memberitahu bahwa itu kediaman Tuan Shabir)

Hayati: “Saya Hayati, bisa bicara dengan Tuan Shabir?”

(pembantu memberi tau Zainuddin tentang telpon tersebut)

[Zainuddin terhubung]

Hayati: “Zainuddin.. (Sedikit sedih dan menangis).. Aku tidak tau bagaimana mengatakannya..”

(Zainuddin mendengar Hayati dan merasa Khawatir)

(Azziz merebut telpon tersebut dari tangan Hayati, menghela nafas dan merubah emosinya sebelum
berbicara pada Zainuddin)

Azziz: “Zainuddin, maaf, maksud saya Tuan Shabir..”

22
(Zainuddin mengatakan bahwa tidak apa untuk memanggilnya Zainuddin dan tidak perlu Shabir)

(…)

Azziz: “Oh baiklah jika begitu, jadi Zainuddiin.. sebenarnya awak ingin meminta bantuanmu..-

[Fade Out]

Babak 7
Adegan 1
Zainuddin mempersilahkan Hayati dan Azziz untuk tinggal di rumahnya selama kondisi keuangan
mereka belum stabil. Hari ini Azziz dan Hayati datang ke rumah Zainuddin.

(Zainuddin sedang membereskan rumahnya bersama muluk, terlihat dia membawa sebuah pas foto yang
cukup besar yang ditutupi oleh sebuah kain. Kemudian Hayati dan Azziz datang diantar oleh seorang
pembantu. Zainuddin menyambut kedatangan mereka, namun seakan-akan menyembunyikan pas foto
yang dia pegang)

Azziz: “Assalamualaikum..”

Hayati: “Assalamualaikum..”

Zainuddin: “Waalaikumussalam, syukurlahh kalian sudah tiba dengan selamat. Kalau begitu makan lah
terlebih dahulu, kemudian beristirahatlah, biar pembantu awak yang membawa barang-barang kalian.
Mbok tolong.., Muluk simpan ini di kamar saya (Pas foto).”

Azziz: “Baiklah kalau begitu, sebelumnya maafkan kami merepotkanmu tuan.”

Zainuddin: “Cukup saudara, tidak perlu lagi uda Azziz merasa sungkan kepada saya, panggil saja awak
seperti biasanya, Zainuddin, bukan kah kita adalah saudara yang perlu saling membantu.”

Azziz: “Kalau begitu terimakasih banyak atas pertolonganmu Zainuddin, awak sangat menghargainya.
Awak berjanji untuk segera menyelesaikan masalah yang ada, dan berjanji akan membalas kebaikanmu.”

Zainuddin: “Sudah-sudah tidak perlu kalian pikirkan lagi. Silahkan, semoga kalian nyaman disini, tak
perlu repot memikirkan sampai kapan kalian disini. Sekarang makan dan beristirahatlah. Maafkan awak
tidak dapat menemani, awak sudah makan malam tadi. (muluk masuk kembali). Tolong antarkan mereka
muluk.”

23
Muluk: “Mari tuan!”

Hayati: “Selamat malam Zainuddin.”

(Zainuddin hanya menunduk mengiyakan)

[Fade out sebentar fade in kembali]

(Zainuddin terlihat selesai berbicara di telpon, kemudian hayati masuk)

Hayati: “Zainuddin…”

Zainuddin: “Oh Hayati, ada apa, mengapa kau belum tidur?”

Hayati: “Ada banyak hal yang ingin aku katakana padamu Zainuddin, apakah-“

Zainuddin: “Maaf Hayati, sepertinya awak perlu berangkat pagi esok. Jadi sebaiknya kita beristirahat.”

Hayati: “Oh begitu..”

Zainuddin: “Kalau begitu awak permisi..”

(Sedikit canggung dan meninggalkan Hayati) (Hayati hanya menunduk mengiyakan)

[Fade Out]

Adegan 2
Sudah 2 minggu Hayati dan Azziz tinggal di rumah Zainuddin. Karena ada urusan pekerjaan, Azziz pamit
kepada Zainuddin untuk pergi dan menitipkan Hayati padanya.

(Zainuddin sedang membaca sebuah lapora atau hal semacamnya sambil minum dan beristirahat.
Kemudian Azziz dan Hayati datang menghampiri)

Azziz: “Zainuddiin..”

Zainuddin: “Oh Azziz dan Hayati, kemarilah mari minum bersamaku.”

(Azziz dan Hayati duduk, Zainuddin menuangkan minuman pada sebuah gelas)

Zainuddin: “Silahkan..”

(Azziz menunduk)

24
Azziz: “Sebenarnya, ada yang ingin saya sampaikan Zainuddin.”

Zainuddin: “Ap aitu? Katakan saja udaa, tak perlu sungkan.”

Azziz: “Kebetulan awak sudah mendapat pekerjaan, dan berniat pergi ke Batavia besok.”

Zainuddin: “Syukurlah Udaa, awak turut Bahagia mendengarnyaa.., jadi apa yang kau butuhkan? Awak
akan meminta muluk untuk mengantarmu, dan memberikan sedikit wang untuk perjalananmu.”

Azziz: “Terimakasih Udaa, awak sangat menghargainya. Tapi ada satu hal lagi yang sangat penting yang
ingin awak sampaikan.”

Zainuddin: “Ado apo Udaa? Katakan saja!”

Azziz: “Awak khawatir hanya akan merepotkan Hayati bila Hayati ikut dengan awak ke Batavia,
pasalnya awak masih perlu mencari tempat tinggal, dan hidup belum menentu. Jadi awak nak minta
tolong untuk menitipkan hayati pada Udaa selama awak di Batavia. Apabila nanti awak sudah stabil,
maka awak akan membawa Hayati untuk ikut bersama awak.”

Zainuddin: “Tidakkah baiknya Hayati pulang dulu ke batipuh?”

Azziz: “Tidak bisa itu! Awak malu!”

Zainuddin: “Awak mengerti, awak tidak keberatan dengan keputusanmu, tapi bagaimana dengan Hayati?”

Hayati: “Saya hanya bisa menurut.”

Zainuddin: “Baiklah jika itu keputusan kalian. Satu pintaku untukmu Azziz, ubahlah perilakumu
saudara.”

Azziz: “Saya berjanji saudara.”

[Fade Out]

Adegan 3
Sudah lebih dari sebulan hayati tinggal di kediaman Zainuddin, namun tidak pernah sekalipun mereka
terlibat dalam sebuah perbincangan hangat. Suatu Ketika Hayati ingin sekali berbicara pada Zainuddin,
namun saat itu Zainuddin belum kunjung pulang. Kemudian Hayati menanyakannya pada Muluk.

(Muluk sedang meamasang sebuah pas foto yang tertutup kain sebelumnya)

Hayati: “Mengapa Zainuddin tak kunjung pulang engku?”

25
Muluk: “Oh encik Hayatii.., barang kali tengah malam baru dia Kembali.”

Hayati: “Engku.. mengapa sejak saya disini, dia seperti orang yang ketakutan? Adakah kedatangan saya
memberatkannya?”

Muluk: “Bukan encik, encik jangan salah terima padanya.”

Hayati: “Sudah terlalu lama saya makan hati berulam jantung di sini. Berilah saya kepastian, masih
dendamkah dia kepada saya? Masih belum adakah pada engku Zainuddin maaf kepada Saya?”

Muluk: “Duduklah dahulu encik, biar saya ambilkan minum.”

Hayati: “Tidak perlu repot engku, bicaralah kepada saya.”

Muluk: “Guru seorang pemuda yang tak beruntung.”

Hayati: “Tak beruntung? Apakah artinya itu? Bukankah kemahsyuran, kemegahan, dan kemuliaan
menjadi cita-cita laki-laki?”

Muluk: “Apalah arti semua itu bila maksud tak sampai.”

Hayati: “Apa maksudmu?”

Muluk: “Rumah ini dingin baginya karena tidak bisa tinggal Bersama Wanita yang di cintainya. Tahukah
encik bahwa guru mencintai seorang Wanita? Namun, Wanita itu lebih suka memilih laki-laki yang
beradat.”

Hayati: “Cukup engku!”

Muluk: “Tidak encik. Hampir gila dia dibuat oleh Wanita itu. Oleh sebab itu kami merantau kesini
encik.”

Hayati: “Bang muluk..”

Muluk: “Dia tidak pernah berhenti mencintaimu encik! (membuka penutup fas poto) Bahkan tidak
sedikitpun dia memalingkan wajahnya darimu.”

(Hayati menangis)

Hayati: “Oh bang muluk, betapa jahatnya aku sebagai Wanita.”

[Fade out]

26
Adegan 4
Zainuddin dan Muluk sedang Bersama seakan membicarakan sesuatu yang penting.

Zainuddin: “bagaimana Muluk?”

Muluk: “Percuma guru, tidak ada yang berubah.”

Zainuddin: “Baiklah, kau tahu apa yang harus kau lakukan.”

(Muluk menunduk mengiyakan) [Fade out]

Babak 8
Adegan 1
Surat kabar datang pada Zainuddin, Muluk, dan Hayati. Surat kabar tersebut memuat sebuah berita bahwa
Aziz mati bunuh diri dengan cara overdosis. Kabar tersebut membuat semuanya terpukul.

(Zainuddin selesai berbicara disebuah telpon, kemudian muluk memberi kabar tentang kematian Azziz)

Muluk: “Guru.. Guru… (Memberikan surat kabar) Uda Azziz wafat!”

Zainuddin: “Mengapa?”

Muluk: “Bunuh diri karena obat-obatan.”

(Zainuddin menggenggam erat koran dan bersedih)

[Fade out]

Adegan 2
(Hayati sedang menangis pada sebuah ruangan. Kemudian Zainuddin menghampiri sambil sedikit terisak
karena tangisan sebelumnya)

Zainuddin: “Awak turut berduka atas kabar yang terjadi dengan Uda Azziz.”

(Hayati mengelap air matanya)

Hayati: “Apa yang harus saya lakukan Zainuddin?”

Zainuddin: “Entahlah, apa yang harus kita lakukan?!”

Hayati: “Zainuddin saya akan berterus terang kepadamu. Bang muluk sudah memberitahu semuanya,
saya juga sudah melihat foto itu. Tapi mengapa kau seakan menjauhiku? Membenciku?”

27
Zainuddin: “Apa maksudmu mengapa?”

Hayati: “ Zainuddiin, saya akan panggilkan kembali namamu sebagaimana dahulu pernah saya
panggilkan. Saya akan sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku ini, asal engkau sudi
memaafkan segenap kesalahanku.”

Zainuddin: “Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku! kau patahkan! Kau minta maaf?!”

Hayati: “Mengapa kau jawab aku sekejam itu Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu?
Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini.”

Zainuddin: “Yaa.. Demikianlah perempuan.Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walau pun
kecil dan dia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya.”

“Lupakah kau siapa diantara kita yang kejam?”

“Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh Ninik Mamakmu karena saya asalnya tidak
tentu, orang hina dihina tidak tulen Minangkabau, ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau
berjanji akan menunggu kedatanganku berapapun lamanya, tapi kemudian kau berpaling ke yang lebih
gagah kaya raya, berbangsa, beradat , berlembaga, berketurunan, kau kawin dengan dia. Kau sendiri yang
bilang padaku bahwa perkawinan itu bukan paksaan orang lain tetapi pilihan hati kau sendiri. Hampir
saya mati menanggung cinta Hayati!.. 2 bulan lamanya saya tergeletak di tempat tidur, kau jenguk saya
dalam sakitku, menunjukkan bahwa tangan kau telah berinai, bahwa kau telah jadi kepunyaan orang lain.
Siapakah di antara kita yang kejam Hayati?”

“Saya kirimkan surat-surat meratap, menghinakan diri, memohon dikasihani! Tiba-tiba kau balas saja
surat itu dengan suatu balasan yang tersudu di itik, tak termakan di ayam! Kau katakan bahwa kau miskin
sayapun miskin, hidup tidak akan beruntung kalau tidak dengan uang.”

“Karna itu Kau pilih kehidupan yang lebih senang, mentereng, cukup uang, berenang di dalam emas,
bersayap uang kertas.”

Hayati: “Zainuddiiin..”

Zainuddin: “Siapakah di antara kita yang kejam Hayati? Siapakah yang telah menghalangi seorang anak
muda yang bercita-cita tinggi menambah pengetahuan tetapi akhirnya terbuang jauh ke Tanah Jawa ini,
hilang kampung dan halamannya sehingga dia menjadi anak komedi yang tertawa di muka umum, tetapi
menangis di belakang layar. “

28
Hayati: “Zainuddiin..”

Zainuddin: “Tidak Hayati, saya tidak kejam. Saya hanya menuruti katamu. Bukankah kau yang meminta
dalam suratmu supaya cinta kita itu dihilangkan dan dilupakan saja, diganti dengan persahabatan yang
kekal. Permintaan itulah yang saya pegang teguh sekarang. Kau bukan kecintaanku, bukan tunanganku,
bukan istriku. Tetapi janda dari orang lain.”

“Maka itu secara seorang sahabat, bahkan secara seorang saudara saya akan kembali teguh memegang
janjiku dalam persahabatan itu sebagaimana teguhku dahulu memegang cintaku. Itulah sebabnya dengan
segenap ridho hati ini kau ku bawa tinggal di rumahku untuk menunggu kedatangan suamimu, tetapi
kemudian bukan dirinya yang kembali pulang, tapi surat cerai dan kabar yang mengerikan. Maka itu
sebagai seorang sahabat pula kau akan ku lepas pulang ke kampungmu, ke tanah asalmu, tanah
Minangkabau yang kaya raya, yang beradat, berlembaga, yang tak lapuk dihujan, tak lekang dipanas.”

“Kau tidak perlu khawatir Hayati, ongkos pulangmu akan saya beri. Demikian pula uang yang kau
perlukan. Dan kalau saya masih hidup, sebelum kau mendapat suami lagi Insya Allah kehidupanmu
selama di kampung akan saya bantu.

Hayati: “Tidak! Saya tidak akan pulang. Saya akan tetap di sini bersamamu. Biar saya kau hinakan. Biar
saya kau pandang sebagai babu yang hina. Saya tak butuh uang berapa pun banyaknya. Saya butuh dekat
dengan kau, Zainuddin. Saya butuh dekat dengan kau..”

Zainuddin: “Tidak. Pantang pisang berbuah dua kali. Pantang pemuda makan sisa. Kau mesti pulang
kembali ke kampungmu. Biarkan saya dalam keadaan begini. Jangan mau ditumpang hidup saya.”

(Hayati terjatuh menangis, Zainuddin pergi meninggalkan Hayati yang sedang menangis)

[Fade Out]

Adegan 3
Pagi-pagi hari senin tanggal 19 Oktober 1936, Hayati akan pulang ke batipuh menggunakan kapal Van
der Wijck. Zainuddin tidak dapat mengantar Hayati, sehingga meminta Muluk untuk menggantikannya.

(Dirumah Zainuddin saat Hayati hendak pergi)

29
Zainuddin: “Hayati.. selamat pulang, barang kali saya sendiri tak bisa mengantarmu ke Tanjung perak,
karena ada suatu urusan yang harus saya selesaikan. Nanit biarkan Bang Muluk yang akan mengantarmu
ke pelabuhan.”

(Zainuddin pergi meninggalkan Hayati dan Muluk)

Muluk: “Hayati, sebenarnya tak sampai hatiku hendak melepas engkau berlayar seorang diri. Tetapi
apalah dayaku, keadaan belum mengizinkan. Sebab itu berilah saya maaf, dan jangan kau terlalu berkecil
hati.”

Hayati: “Sampai hati betul Zainuddin menyuruhku pulang Bang muluk..”

Muluk: “Kuatkan hatimu Hayati. Janganlah Tuhan kau lupakan, dia senantiasa sayang akan hambanya.”

Hayati: “InshaAllah Bang Muluk. Tolong sampaikan surat ini untuk Zainuddin.”

Muluk: “Baiklah Hayati.”

(Muluk menyimpan surat tersebut diatas meja)

Muluk: “Guruu, Kami pamit, awak simpan surat ini di meja.”

(Muluk dan Hayati berangkat ke Pelabuhan)

(Zainuddin masuk, duduk dan membaca surat diatas meja)

Hayati (dalam surat): “Pergantungan jiwaku, Zainuddiin..

“Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup didekatmu, agar mimpi yang sudah engkau rekatkan
sekian lama bisa terkabul. Agar segala kesalahan yang telah kuperbuat terhadap dirimu dapat diperbaiki.”

“Tetapi cita-citaku itu, selamanya hanya menjadi cita-cita. Sebab engkau sendiri yang menutup pintu
didepanku. Saya kau larang masuk.. karena bagimu mencurahkan segala dendam dan kesakitan yang
bersarang lama di dalam hatimu adalah hal yang harus kudapati. Lantaran membalas dendam itu, engkau
ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu
pula pengharapanmu bergantung.”

“Sebab itu, percayalah Zainuddin. Bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan menimpa
celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu, bahwa engkau masih tetap cinta
kepadaku. Seperti aku yang masih sangat mencintaimu. Cinta yang tidak pernah saya berikan kepada
siapapun.”

30
(Setelah membaca surat tersebut Zainuddin merasa sakit hati, dan merasa sangat bersalah telah mengusir
Hayati dari rumahnya)

(Zainuddin Bersiap-siap hendak pergi menjemput dan membawa Hayati Kembali, namun Muluk Kembali
kerumah selesai megantarkan Hayati, dan menghentikan Zainuddin)

Muluk: “Hendak pergi kemana guru? Bukankah urusanmu hanya tipuan belaka?”

Zainuddin: “Muluk, kita harus bergegas membawa Kembali Hayati pulang Muluk.”

Muluk: ”Apa maksudmu guru? Bukankah kau sendiri yang mengatakan bahwa kau tidak ingin lagi
bersamanya.”

Zainuddin: “Saya bersalah muluk, saya berdosa. Sekarang saya akan memperbaiki dosa saya itu.”

Muluk: “Percuma guru, Hayati sudah pergi.”

Zainuddin: “Karna itu kita harus segera bergegas menjemputnya! Kalo Van der Wijck sudah berlayar, kau
segera cari kapal lain yang berangkat hari ini, kita harus menemui Hayati sebelum dia pulang ke
rumahnya.”

Muluk: (berteriak) “Cukup Guruu!!!”

Zainuddin: “Bang Muluk…”

Muluk: “Hayati pergi untuk selamanya.. Van der Wijck akan tenggelam.”

Zainuddin: “Apa maksudmu ‘akan’ Muluk?!!”

Muluk: “Maksudku? Apa maksudmu guru!! Tak sampai hati awak melihat engkau bertahun-tahun
terluka, menangis, dan meratapi hidupmu karena seorang Wanita! Kau katakan pada awak untuk
miskinkan Azziz, awak miskinkan dia. Kemudian kau bilang bahwa Azziz hanya sebuah rintangan saat
kau ingin melewati sungai. Dan kau pinta awak untuk membunuh Azziz! Awak bunuh Azziz! Awak
turuti semua keinginanmu guru, agar apa? Agar kau bisa Kembali hidup Bersama Hayati. Tapi kau buang
begitu saja satu-satunya Wanita yang kau cintai, kau lukakan hatinya, dan kau pinta dia pulang ke rumah
yang sangat tidak ingin Ia Kembali. Apa maksudmu?”

Zainuddin: “Hayatii..”

Muluk: “Maka dari itu awak keringkan sungainya, agar tak ada lagi seorang yang dapat mengganggu
kehidupanmu, awak tenggelamkan Van der Wijck dan awak bunuh Hayati guru!!”

31
Zainuddin: “Muluk Biadab sekali engkau..”

Muluk: “Awak? Bukankah kita sama biadab guru?”

Zainuddin: “Tidak Muluk, kau membuat sulit malaikat kecil atas hidupnya! Lantas harus bagaimana
hidup seorang anak kecil yang ditinggalkan kedua orangtuanya?!”

Muluk: “Maksud guru?”

Zainuddin: “Hayati memiliki seorang puteri..”

(Kenyataan tersebut membuat muluk terpukul, dan terjatuh. Zainuddin dan muluk jatuh dalam penyesalan
besar).

[Fade out]

[TAMAT]

32

Anda mungkin juga menyukai