Anggota:
1. Ardelia Inez Maharani (2101422057)
2. Muhammad Farchan Muntaha (2101422060)
3. Sunaryo (2101422061)
4. Winna Widyadhana (2101422063)
5. Riska Setyowati Siwi (2101422064)
6. Wiwik Fitriyani (2101422071)
7. Rizqi Aji Wirastomo (2101422078)
8. Rizky Aprilia (2101422083)
9. Kholifatun Nisya (2101422085)
10. Rindiati Amellia Fatikha (2101422091)
Drama
DI BAWAH
LINDUNGAN
KA’BAH
Karya Buya Hamka
Tokoh Drama
1. Hamid Anak Ibu Hamid
2. Ibu Hamid Ibu Hamid
3. Zainab Anak Haji Ja’far dan Mak Asiah
4. Mak Asiah Ibu Zainab
5. Haji Ja’far Ayah Zainab
6. Saleh Teman Hamid/Suami Rosna
Tokoh Lataran
1. Rosna Teman Zainab/Istri Saleh
PANGGUNG MENGGAMBARKAN SEBUAH PEMUKIMAN WARGA DI SUMATERA
BARAT YANG MANA MERUPAKAN KAMPUNG HALAMAN HAMID. LATAR
TEMPAT YANG PERTAMA MERUPAKAN RUMAH HAMID. RUMAH KECIL DARI
KAYU BERBENTUK PANGGUNG NYANG DIDOMINASI OLEH KESEDERHANAAN.
LATAR KEDUA ADALAH RUMAH ZAINAB YANG JAUH BERBEDA DENGAN
RUMAH ZAINAB. BERBENTUK PANGGUNG, TERBUAT DARI KAYU JATI
MENGGAMBARKAN KEMEWAHAN RUMAH ZAMAN DAHULU.
Ibu Hamid : “Hamid! Mak hendak berbicara dengan kau, penting sekali, Nak.”
Hamid : “Lebih baik Mak beristirahat lebih dahulu.”
Ibu Hamid : “Tidak, Mid, Mak masih sanggup untuk menyampaikan pembicaraan
ini kepadamu.”
Hamid : “Apa yang ingin Mak sampaikan?”
Ibu Hamid : “Mak tahu kau sedang menyimpan rahasia.”
Hamid : “Rahasia apa Mak?”
Ibu Hamid : “Kau mencintai Zainab!”
Hamid : “Hah? Tidaklah, Mak.”
Ibu Hamid : “Jujurlah dengan perasaanmu, Nak.”
Hamid : “Mencintai dia ibaratkan mencurahkan semangkuk air tawar ke dalam
lautan yang sangat luas, Mak.”
Ibu Hamid : “Dari tingkah lakumu dapat membuktikan bahwa kau sedang jatuh
cinta. Di hadapan Emakmu ini, kau tidak dapat menyembunyikannya
lagi.”
Ibu Hamid : “Anakku, sekarang cintamu masih bersifat angan-angan. Sebelum
mendalam, hapuskanlah perasaan itu dari hatimu, kubur dalam-dalam
perasaan itu.
Hamid :“Kenapa Mak?
Ibu Hamid : “Kau tentu tahu bahwa emas tak setara dengan loyang, sutra tak
sebangsa dengan benang.”
Hamid : “Terima kasih, Mak. Nasihat Mak masuk ke dalam hatiku. Semuanya
benar belaka, sebenarnya Hamid sudah memikirkan hal itu dan Hamid
berjanji akan melupakannya.”
3) Narasi Ibu Hamid meninggal dan Mak Asiah meminta Hamid membujuk
Zaenab agar mau dijodohkan
Tidak beberapa malam setelah Ibu Hamid memberikan nasihat itu, masa yang
ditakutkan datang. Sementara itu, Hamid yang akan memberikan obat dengan sendok
di tangan kanan dan gelas di tangan kiri, ia melihat ibunya menghembuskan napas
terakhirnya. Sekarang barulah Hamid sadar, bahwa:
Hamid : “Ini bukanlah perkara sendok dan gelas, bukan perkara obat dan
ramuan, tetapi perkara ajal sementara.”
Hamid : “Sekarang saya sudah tinggal sebatang kara di dunia ini.”
****
Semenjak kematian ibunya, Hamid kerap kali merenung memikirkan hidupnya yang
sebatang kara.
Keesokan harinya Hamid datang ke rumah Mak Asiah, pintu rumah itu terbuka
sedikit. Hamid mengetuk pintu rumah tersebut. Kemudian pintu itu dibuka oleh
Zainab.
Zainab : “Abang Hamid! Sudah lama Abang tidak ke sini, agaknya Abang lupa
pada kami.” (Zainab terkejut dan bahagia.)
Hamid : “Tidak, Zainab.” (dijawab dengan gugup)
“Tapi… bukankah kita masih sama-sama terluka.” (Hamid masih
cukup lesu.)
Hamid : “Zainab. Sepertinya bukan saya yang lupa untuk datang ke sini,
melainkan engkau yang lupa kepada saya.”
Zainab : “Itu Ibu datang.”
“Ibu, ini bang Hamid telah datang.”
Mak Asiah : “Sudah lama, Mid?”
Hamid : “Baru sebentar, Mak.”
Mak Asiah : “Hampir Mamak lupa dengan janji kita. Tadi Mamak pergi ke rumah
sebelah karena anaknya akan menikah. Zainab, buatkanlah teh untuk
abangmu.”
Mak Asiah : “Bagaimana pendapatmu tentang adikmu Zainab, Hamid?”
Hamid : “Apa yang Mamak maksudkan?”
Mak Asiah : “Mak ingin menikahkan Zainab dengan anak dari saudara almarhum
bapaknya. Semua kaum kerabat sudah setuju dengan rencana Mamak.”
“Lelaki itu kini sedang bersekolah di Jawa. Maksud dari perjodohan ini
agar harta benda almarhum bapaknya dapat dijaga oleh keluarganya
sendiri. Mak ingin meminta tolong kepadamu, dapatkah kau membujuk
Zainab untuk menerima perjodohan ini.”
Hamid : “Apa yang dapat saya tolong, Mak? Saya hanyalah seorang yang
lemah. Sedangkan Mamak sendiri tidak bisa membujuknya. Terlebih
saya yang hanya sebatas orang lain.”
Mak Asiah : “Jangan berbicara seperti itu, Hamid. Mamak tidak memandang kau
sebagai orang lain.”
Hamid : “Jika itu permintaan Mamak, saya tidak bisa menolak, saya akan
berusaha untuk mengabulkan perintah Mamak.”
Saleh : “Hamid! Kau masih ingat ceritaku beberapa waktu yang lalu? Bahwa
saya telah menikah. Saya menikah dengan Rosna, sahabat dari
Zainab.”
Hamid : “Oh, Rosna. Ya, saya ingat. Oh iya, bagaimana kabar Zainab saat
ini?” (senyum-senyum)
Saleh : “Oh, rupanya Zainab masih mengisi hatimu.” (Saleh tertawa pelan)
Saleh : “Maaf, mungkin saya akan mengatakan sesuatu yang tidak
mengenakan hatimu.” (Dengan raut wajah sedih dan helaan napas
yang terasa berat)
Hamid : “Ada apa, Saleh? Katakan saja.”
Saleh : “Begini Hamid, setelah kepergianmu dari Padang, Zainab mulai
sakit-sakitan.”
Hamid : “Apa? Apakah kau tidak bercanda, Saleh?” (Hamid terkejut, dengan
raut wajah yang sedih.)
Saleh : “Tidak, Hamid. Tidak mungkin saya bercanda soal itu. Oh iya ini ada
titipan surat dari Zainab untukmu.” Ucap Saleh seraya menyerahkan
surat. Surat tersebut berisi ungkapan perasaan Zainab untuk Hamid dan
kabar bahwa Zainab mulai sakit-sakitan.
Setelah membaca surat yang merupakan pengharapannya sejak lama, jawaban yang
ingin ia dengar akhirnya dapat terjawab. Antara senang dan sedih ketika Hamid
membaca surat tersebut. Malangnya, surat tersebut Hamid terima ketika ia telah jauh
dari Zainab.
6) Sholeh membaca surat dari Rosna dan terkejut mendapatkan kabar Zainab
meninggal, dilanjut Hamid wukuf lalu meninggal.
Pada hari yang kedelapan bulan Zu’lhijjah, datang perintah untuk berangkat ke Arafah
karena pada hari yang ke sembilan akan wukuf. Setelah Hamid menerima surat tempo
hari, ia menjadi sering termenung. Ketika ditanya mengenai keadaannya Hamid
mengatakan jika badannya terasa sakit. Tetapi karena wukuf adalah rukun yang tidak
dapat ditinggalkan, Hamid tetap pergi wukuf.
Sebelum mengerjakan tawaf besar, Hamid dan rombongannya singgah di rumah
Khadam Syekh karena penyakit Hamid semakin parah, sehingga ia harus ditandu.
Sebelum ditandu, Khadam Syekh datang membawa surat dari Sumatra. Ternyata surat
itu datang dari Rosna yang berisi “Zainab wafat, surat menyusul, Rosna.”
HAMID LEMAS