Anda di halaman 1dari 5

“Silahkan…!!” Fajar menyodorkan gelas berisi jus alpukat kepada Dinda.

“Terimakasih Jar.. kebetulan sekali aku suka Alpukat”.

“Oh ya…” Ekspresi kaget Fajar agar Dinda tidak mencurigainya. Ia mengetahui segala hal

tentang Dinda termasuk jus kesukaannya.

“Ini untuk apa?”. Tanya Dinda menunjuk kearah piring kosong itu.

“Yakin kamu nggak ingin membagi bekalmu kepada teman mu ini?” Fajar berbalik bertanya

sambil tersenyum dan mengangkat alisnya. Mendengar itu Dinda tertawa.

“Hahaha…. Kamu serius ?”

Dinda meragukan ucapan Fajar. Melihat respon Dinda yang meragukannya ia pun

mengambil kotak nasi itu dan memasukan sebagian nasi goreng ke dalam piring kosong

miliknya. Dinda tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Dinda tak menyangka akan se-

akrab ini dengan Fajar. Menurutnya Fajar bertingkah begitu lucu, konyol, apa adanya.

Sikapnya selalu saja membuat Dinda tertawa.

“Apa kamu seperti ini kepada semua temanmu?” Tanya Dinda.

“Apa menurutmu sikapku berlebihan ?” Fajar selalu berbalik bertanya pada Dinda.

“Tidak begitu, aku hanya merasa kamu mudah akrab dengan orang yang baru kamu kenal,

humble and friendly gitu” cetus Dinda.

Fajar melempar senyuman. Mulutnya penuh dengan makanan. Ia sedikit sulit berbicara.

Pertanyaan Dinda seolah menjebaknya. Ia tak ingin Dinda mencurigai sikap baiknya. Ingin

sekali ia mengatakan bahwa sikap manisnya itu hanya semata kepada Dinda seorang.

“Entahlah… tapi teman-temanku selalu menilaiku sama seperti penilaianmu”. Ia berhasil

mengelabui Dinda. Gadis berkulit putih mungil itu hanya mengangguk.


Dinda merasa sangat senang memiliki teman seperti Fajar. Banyak lelaki yang ia temui

selama ini hampir semuanya memintaa Dinda untuk menjadi kekasihnya tak ada yang hanya

ingin menjadi temannya. Berbeda dengan Fajar.

Fajar dikenal sosok yang dingin. Bicara seperlunya. Bersikap seadanya. Meski

berprestasi dalam bidang olahraga namun ia merasa itu bukanlah sesuatu yang di banggakan.

Ia berasal dari latar belakang keluarga yang kurang mendalami soal agama. Ia lelah dengan

keadaan itu. ia sedang belajar menjadi lebih baik lagi. Memperdalam ilmu agamanya dan

termasuk mencari wanita yang kelak tidak hanya menjadi istri sholehah tapi juga ibu yang

baik untuk keturunannya.

Siang hari saat memasuki jam kedua…

Cuaca pada hari ini sedang tidak bersahabat. Banyak dari teman kelas Dinda yang

kejebak hujan sehingga terkendala untuk hadir. Untungnya ada Fajar yang datang

menawarkan tumpangan kepada Dinda. Jika tidak, Dinda pun akan sama nasibnya dengan

temannya yang lain, meski kehilangan mata kuliah jam pertama paling tidak masih bisa

masuk jam kedua.

Mata kuliah keduanya siang itu adalah Psychology. Mata kuliah yang paling banyak

mencatat. Saat sedang fokus mencatat. Ponsel Dinda bergetar, sengaja tidak ia aktifkan nada

deringnya karena takut mengganggu proses kuliah berlangsung. Ia mengambil ponselnya di

dalam tasnya. Rupanya pesan masuk dari Abdullah. Pesan yang ia tunggu-tunggu dari tadi.

“Assalamu’alaiqum Dinda.. aku harap hari ini kamu tidak sibuk. Aku sudah mengirimkan

lokasi pertemuan kita. Semoga cuacanya mendukung yah… Di tunggu kehadiranmu.

Wassalam” isi pesan dari Abdullah.


Dinda teringat bahwa semalam ia dan Abdullah berjanji untuk bertemu membahas

kelanjutan ungkapan Dinda pada hari ini. Pikirannya jadi terganggu setelah menerima pesan

itu. Bukan karena takut, tapi karena tak sabar ingin membicarakannya segera dengan

Abdullah.

Kedua matanya mengarah ke jam dinding yang berada di ruang kelas nya. tepat berada di

atas papan tulis. Menunjukan jam 13:20. Lima menit lagi mata kuliah kedua berakhir dan ia

juga menoleh kearah jendela kelasnya. Ia ingin memastikan bahwa cuaca sudah tidak gerimis

lagi. Ia tidak ingin hujan menjadi penghalang pertemuannya dengan Abdullah. Rasanya ia

ingin sekali berteriak kencang pada hujan untuk tidak turun dulu.

Usai dosen mengakhiri pertemuan hari itu. Dinda dengan cepat membereskan buku nya

dan bergegas keluar. Lili yang duduk berdampingan dengannya hanya menunjukan ekspresi

kelimpungan melihat sikap sahabatnya itu. Sesampainya di parkiran, ia mencari sepeda

motornya. beberapa menit ia pun menyadari sesuatu, lalu Ia menepuk jidatnya.

“Astaghfirullah….. Dindaaa, kamu kan nggak bawa motor” cetusnya. Saking

bersemangatnya ingin bertemu dengan lelaki idamannya, ia bahkan lupa kalo tadi ia

menumpang mobil Fajar.

Dinda memilih menaiki angkutan umum. Meski ia menyadari bahwa jika menggunakan

angkutan umum akan memakan waktu yang cukup lama karena lokasi yang Abdullah pilih

cukup jauh. Tapi Dinda tidak punya pilihan lain.

Tak lama kemudian muncul angkutan umum dari arah utara. Ia tidak sendiri. Beberapa

mahasiswa juga menaiki angkutan umum yang sama dengannya. Hati dinda tidak tenang.

Sesekali ia melihat jam tangannya. Memperhatikan kendaraan yang berlalu-lalang. Suara


tangisan seorang bocah ditambah lagi dengan suara musik menambah rasa gelisah pada hati

gadis berhijab itu.

Laju becak itu terhenti akibat kemacetan.

“Ya tuhaan.. ada apa lagi ini” lirih Dinda kecewa.

“Piiiiiipppp…..piiiippppp..” suara klakson dimana-mana.

“Woeee.. loe yang didepan jangan diam aja” suara teriakan dari salah satu pengemudi yang

berada tepat disamping becak yang Dinda tumpangi.

Tak bisa berkata-kata lagi. Dinda terdiam menyaksikan skenario yang Allah berikan

padanya. Ia menghela nafas panjang.

Di waktu yang sama….

Ditengah keramaiaan taman. Abdullah duduk menunggu kedatangan Dinda. Waktu yang

dijanjikan sudah terlewat 30 menit. Pandangan Abdullah berpindah-pindah. Mencari arah

Dinda muncul. Ia berharap Dinda datang sebelum bada Ashar.

Suara adzan terdengar. Abdullah sudah tidak bisa menunggu lagi. Ia mencoba

menghubungi Dinda namun ponselnya tidak aktif. Setelah lama menunggu Abdullah pun

meninggalkan taman itu.

Masih dengan kemacetan lalu lintas. Dinda masih menunggu meski sesekali memjamkan

matanya seraya berharap Abdullah masih menunggunya. Ia mengambil ponselnya yang

berada didalam tas nya, berniat menghubungi Abdullah. Kegelisahannya semakin bertambah

ketika melihat ponselnya tidak bisa dinyalakan.

“Kenapa harus lowbet di waktu yang salah sih.. Ayolah" ia terus menekan tombol on

ponselnya.
Satu jam kemudian. Akhirnya lalu lintas kembali terkendali. Jam 17:15 sore menjelang

maghrib Dinda sampai dilokasi yang dijanjikan. Taman itu terlihat sudah sepi. Hanya ada

beberapa pasang kekasih yang masih duduk. Dinda mencari Abdullah, menengok ke kiri dan

kanan. Setelah lama mencari ia tidak menemukan Abdullah. Ia duduk menenangkan dirinya.

Ia merasa sangat bersalah.

Kisah cinta yang Dinda alami mengingatkan kepada kisah cinta Zulaikha dan nabi Yusuf.

Saat Zulaikha mengejar Yusuf, Allah jauhkan Yusuf untuknya. Tapi saat Zulaikha mengejar

Allah, Allah dekatkan Yusuf untuknya. Begitupun dengan Dinda dan Abdulah. Saat Dinda

berharap kepada Abldullah selalu saja ada sesuatu yang menghalanginya.

Langit sudah mulai gelap. Dinda yang tak menemukan Abdullah memilih untuk pulang

dengan perasaan bersalah karena sudah tidak tepat waktu. Kali ini ia pulang dengan memesan

taksi online karena sudah maghrib pasti dingin jikalau menggunakan Gojek.

***

Anda mungkin juga menyukai