Anda di halaman 1dari 3

Nama : Anggita Ika Lilyani

Kelas/no : XII IPA 1 / 04

Cita – Citaku

Dipagi hari yang cerah Dinda membuka pintu jendela rumahnya, ia melihat beberapa
burung yang sedang berkicau, Pagi itu tidak seperti biasanya, raut muka Dinda kelihatan murung,
tampak ada kesedihan yang teramat sangat tercermin disana, canda tawa dan keceriaannya
seakan sirna. ia pun menatap burung-burung dengan berpikir bagaimana nasibnya dimasa depan
nanti “apakah aku nantinya bisa menjadi orang yang sukses” tanyanya dalam hati, dan aku ingin
membahagiakan kedua orang ku dengan kerja kerasku sendiri. Tiba-tiba ibunya memanggil.
“Dinda...? Kenapa kamu termenung Nak, ada apa?”
“Tidak ada apa-apa Bu.”
“Kalau begitu kamu bisa bantu Ibu?”
Setelah membantu Ibunya Dinda termenung kembali untuk kedua kalinya “Pokoknya aku harus
menjadi orang yang sukses” katanya dalam hati.

Matahari mulai terbit, jam sudah menunjukkan pukul 07:00 wib dan sudah saatnya pergi
kesekolah. Dinda mulai menyandangkan tas dan memakai sepatu dengan terburu-buru untuk
pergi sekolah, ia pun pamit kepada kedua orang tuanya sambil mencium tangan Ibu dan ayahnya.
Dalam perjalanan ia bertemu dengan temannya, lalu ia bertanya kepada temannya
“Dis apakah kamu memiliki cita-cita?”
“Ya saya memiliki cita-cita yaitu ingin menjadi pengusaha yang hebat”
“Kalau cita-citamu ingin menjadi apa?”
“Kalau aku ingin menjadi....” Dinda pun terdiam dan tersenyum.
“Kok.... kamu diam saja Din?”
“Ooo gak apa-apa Dis”
“Jadi, cita-citamu ingin menjadi apa”
“Kalau aku ingin membahagiakan kedua orang tuaku”
Dinda terus berjalan dengan kebinggungan. Sampai disekolah Dinda merasa ada yang kurang
karena tiada sahabatnya yang datang.

Bel masuk pun telah dibunyikan, semua siswa berbaris dilapangan untuk mendengarkan
informasi yang disampaikan oleh guru pada setiap paginya. Setelah berbaris, Dinda masuk
kekelasnya. Didalam kelas tiba-tiba temanya memanggil “Din...Din...!!! siap ulangan
matematika?”
“Ooo...ulangan matematika, kalau aku insyaAllah sudah siap. Kalau kamu?”
“Kalau aku gausah ditanya Din, tentu saja sih belum siap”
“Din bolehkah aku pinjam buku matematikamu” tanya Doni
“Boleh sih, tapi....? ada syaratnya”
“Ah ga asik pake syarat segala, apaan emang syaratnya!!”
“Syaratnya mudah kok kamu harus menjawab pertanyaanku. Pertanyaannya adalah..... apakah
kamu memiliki cita-cita?”
“ya aku memiliki cita-cita ingin menjadi Dokter” kata Doni
”Kenapa kamu ingin menjadi dokter!!” Tanya Dinda
“ya karena aku ingin menolong orang-orang yang sakit dikampungku”
“Emang nya dikampungmu diserang wabah penyakit apa...??”
“Wabah penyakit flu burung, saat ini banyak orang-orang yang sakit belum terobati”
“kalo begitu harus cepat-cepat dicegah wabah penyakitnya”
“Iya sih tapi...? belum ada solusinya”
“saya pun ikut perihatin atas musibah yang menimpa kampungmu ya Don”
Karena terlalu asyik mengobrol, tidak terasa guru pun masuk kedalam kelas, masing-masing
siswa kembali kebangkunya. 

Saat sedang asyik pelajaran, bel pun berbunyi, kini saatnya jam istirahat. Pada saat
istirahat Dinda mengajak teman-temannya untuk pergi ke kantin bersama. Sampainya dikantin
Dinda merasa kehilangan uangnya, lalu ia berkata kepada temannya “Rasi uangku hilang”
“Begini saja, kamu pakai saja uangku dulu untuk jajan Din” kata Rasi
“terimakasih Si kamu udah mau menolongku, nanti kalau aku ada uang pasti aku ganti uang mu”
kata dinda.
“Nggak usah Din aku ikhlas kok menolongmu”
“Terimakasih ya...! Si” kata Dinda.
Bel masuk telah berbunyi, Dinda dan teman-temannya masuk ke kelas untuk melanjutkan
pelajaran selanjutnya.

Waktu pun telah berlalu, saat nya waktu pulang sekolah. Dinda tidak lupa akan tugas
piketnya, pada saat membersihkan kelas ia melihat seekor burung kecil yang berusaha untuk bisa
terbang walau pun ia masih kecil, seperti itulah hidupku yang ingin meraih cita-citaku agar aku
menjadi orang yang sukses tanyanya dalam hati.

Waktu  pulang sekolah ia teringat sesuatu dipikiranya yaitu, setelah pulang nanti ia harus
menolong Ibunya dalam pekerjaan rumah, karena membantu Ibu itu adalah tugas nya sehari-hari.
Tiba dirumah Ia meletakkan sepatu dan tasnya pada tempatnya.
“Assalammualaikum Bu...” sambil mencium tangan Ibunya
 “waalaikumsalam” jawab Ibu
“Bu bolehkah aku bertanya kepada Ibu” Tanya Dinda
“Boleh mau tanya tentang apa.”
“Begini Bu apakah Ibu memiliki cita-cita..?”
“Iya ibu memiliki cita-cita ingin menjadi guru, tetapi sekarang Ibu sudah tua, udah nggak punya
kekuatan dan Ibu sekarang hanya bisa berharap kepada anak-anak Ibu agar cita-cita anak ibu bias
terwujud semua. Maka dari itu kamu harus rajin- rajin belajar, sholat dan berdo’a kepada Allah
swt dan janganlah kamu mundur dalam menuntut ilmu.”
“InsyaAllah Bu, Dinda akan mencapai semua cita-cita Dina buat Ibu dan keluarga.”

Demi ingin mewujudkan cita-citanya dan kebahagiaan kedua orang tuanya. Kini saat nya
Ia menunjukkan kemampuannya dalam belajar. Dengan kata-kata yang dilontarkan Ibunya tadi
Dinda menjadi semangat untuk melakukan apa yang dikatakan Ibunya. Cita-cita Dinda ingin
menjadi seorang guru yang bijaksana dan ramah kepada muridnya, demi cita-citanya ia pun
menggalami banyak perubahan dan menjadi aktif dalam belajar, Dinda juga selalu beribadah dan
berdo’a, dan berusaha maju untuk menggapai cita-citanya.
Akhirnya Dinda pun diterima di Universitas Negeri ternama di Jakarta, dia diterima di
jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Dinda sudah berhasil membuat orang tuanya bangga karena
dia diterima di Universitas Negeri favorit dan orang tua nya juga tidak mengeluarkan biaya sama
sekali karena Dinda mendapat beasiswa. Namun orang tua Dinda berat melepas anak
kesayangannya karena dia harus pergi merantau ke Jakarta sendirian. Namun demi tercapainya
cita-cita anaknya, akhirnya orang tua Dinda mengizinkan anaknya untuk pergi meneruskan
pendidikan ke Jakarta. Di Jakarta Dinda tinggal bersama Budhe nya.

Pada keesokan harinya, Dina pun berangkat ke Jakarta menuju ke tempat budhenya. Ada
perasaan senang, sedih, bingung dan lain sebagainya bercampur jadi satu, Dinda merasa tidak
mampu meninggalkan ayah, ibu, kakak, dan adiknya. Dan dari raut muka kedua orang tua Dinda
juga tersirat rasa sedih karena harus rela membiarkan Dinda pergi. Tepat pukul 17.00 WIB bus
berlalu membawa Dinda pergi jauh dari orang tua dan keluarganya. Dengan mata berkaca-kaca
ibu dan ayah Dinda melambaikan tangannya merelakan anak gadisnya pergi……”selamat jalan
ya nak, doa kami menyertaimu,” gumam ibu Dinda dengan bibir bergetar menahan kesedihan.

“Ayah, Ibu, Kakak dan adikku, maafkan kesalahan Dinda selama ini ya, Dinda yang kadang
nakal dan membuat kalian marah, do'ain Dinda ya semoga apa yang menjadi cita-cita dinda bisa
tercapai suatu saat nanti, Selamat Tinggal dan Selamat Datang Cita-cita,” ucapnya lirih dari
dalam bus sana, satu butir, dua butir air matanya mulai berjatuhan membasahi pipinya. Dan bus
itu pun terus melaju ditelan malam yang semakin gelap.
Maka dari itu raihlah cita-citamu setinggi langit dengan berdo’a dan kerja keras.

Anda mungkin juga menyukai