“Perencanaan Audit”
dan
REVIEW ARTIKEL
Oleh :
SURABAYA
2021
1. IDENTIFIKASI DAN PENILAIAN RISIKO KESALAHAN PENYAJIAN
MATERIAL
Standar Audit (SA) 300
SA 300 merupakan standar audit yang khusus menjelaskan terkait dengan tanggung
jawab auditor yang bertugas untuk membuat perencanaan audit atas laporan keuangan,
dengan konteks bahwa audit yang akan dilakukan merupakan audit berulang. SA ini
menjabarkan dengan detail terkait definisi, manfaat hingga aktivitas-aktivitas
perencanaan audit yang harus dilakukan auditor ketika akan mengaudit laporan
keuangan. Berikut adalah penjelasannya:
Melalui perencanaan audit yang baik, tentunya akan memberikan manfaat bagi tim
perikatan yang akan melakukan audit atas laporan keuangan, berikut peran/manfaat yang
akan diperoleh: (1) Membantu auditor untuk mencurahkan perhatian yang tepat terhadap
area yang penting dalam audit; (2) Membantu auditor dalam identifikasi dan
menyelesaikan berbagai masalah yang potensial dengan tepat waktu; (3) Membantu auditor
dalam mengorganisasi dan mengelola perikatan audit dengan baik; (4) Membantu dalam
pemilihan anggota tim perikatan dengan tingkat kemampuan dan kompetensi yang tepat dan
penugasan pekerjaan yang tepat sesuai dengan kompetensi anggota perikatan tersebut; (5)
Membantu (jika relevan) dalam pengkoordinasian hasil pekerjaan yang dilakukan oleh
auditor komponen dan pakar.
Penetapan strategi audit secara keseluruhan perlu dilakukan. Hal ini dikarenakan, melalui
strategi audit secara keseluruhan dapat membantu auditor dalam menentukan: (1) Sumber
daya yang dialokasikan untuk area audit tertentu, seperti penggunaan aggota tim dengan
pengalaman yang tepat untuk area berisiko tinggi; (2) Jumlah anggota sumber daya yang
dialokasikan untuk area audit tertentu, seperti menentukan jumlah anggota tim yang
ditugasi untuk mengamati perhitungan fisik persediaan yang sifatnya material; (3) Kapan
sumber daya tersebut dialokasikan; (4) Bagaimana sumber daya tersebut dikelola, diarahkan
dan disupervisi, seperti kapan akan dimulai dan diakhiri sebuah rapat tim.
Berikut adalah penetapan strategi audit secara keseluruhan yang harus dilakukan oleh
auditor ketika akan melakukan audit, antara lain: (1) Mengidentifikasi karateristik perikatan
yang mendefinisikan ruang lingkupnya. Contohnya adalah mengidentifikasi kerangka
pelaporan keuangan yang menjadi dasar penyusunan informasi atas laporan keuangan yang
diaudit; mengidentifikasi cakupan audit yang diharapkan, termasuk jumlah dan lokasi
komponen yang dicakup; dan sifat segmen bisnis yang diaudit ; (2) Memastikan tujuan
pelaporan perikatan untuk merencanakan waktu audit dan sifat komunikasi yang disyaratkan.
Contohnya adalah memastikan jadwal pelaporan entitas, seperti pelaporan interim dan
pelaporan final; dan melakukan pembahasan dengan manajemen tentang komunikasi yang
diharapkan atas status pekerjaan audit selama perikatan berlangsung; (3) Mempertimbangkan
faktor-faktor yang menurut pertimbangan profesional auditor signifikan dalam
mengarahkan usaha tim perikatan. Contohnya adalah penentuan tingkat materialitas; dan
cara auditor menekankan kepada anggota tim perikatan tentang kebutuhan untuk selalu
memiliki sikap kritis dalam berpikir serta menggunakan skeptisme profesional dalam
mengumpulkan dan mengevaluasi bukti audit; (4) Memastikan sifat, saat, dan luas sumber
daya yang diperlukan untuk melaksanakan perikatan. Contohnya adalah penanggaran
perikatan, termasuk pertimbangan yang tepat atas lamanya waktu yang dibutuhkan untuk area
yang mengandung risiko kesalahan penyajian material yang lebih tinggi.
b. Rencana Audit
Rencana audit merupakan proses yang lebih rinci daripada strategi audit secara
menyeluruh, hal ini dikarenakan rencana audit akan mencakup sifat, saat dan luas prosedur
audit yang akan dilaksanakan oleh anggota tim perikatan. Dalam pengembangan rencana
audit, auditor harus mempertimbangkan hal berikut: (1) Sifat, saat, dan luas prosedur
penilaian risiko yang direncanakan; (2) Sifat, saat, dan luas prosedur audit lanjutan yang
direncanakan pada tingkat asersi; (3) Prosedur audit lainnya yang direncanakan dan harus
dilaksanakan agar perikatan tersebut memenuhi ketentuan yang disyaratkan oleh SA.
Perencanaan atas prosedur audit akan dilakukan selama pelaksanaan audit
seiring dengan perkembangan rencana audit untuk perikatan tersebut. Contohnya adalah
perencanaan atas prosedur penilaian risiko oleh auditor terjadi pada awal proses audit, akan
tetapi perencanaan sifat, saat, dan luas prosedur audit selanjutnya yang spesifik bergantung
pada hasil prosedur penilaian risiko.
Sebagai akibat dari berbagai peristiwa yang tak terduga, maka auditor dimungkinkan akan
memodifikasi strategi audit secara keseluruhan dan rencana audit. Adanya modifikasi
tersebut juga akan berdampak sifat, saat dan luas prosedur audit yang telah direncanakan,
sehingga juga perlu dimodifikasi. Salah satu penyebab adanya perisiwa yang tak terduga
tersebut mungkin disebabkan adanya perbedaan informasi (sifatnya signifikan) yang
menjadi perhatian auditor dengan informasi yang tersedia ketika auditor merencanakan
prosedur audit. Contohnya adalah bukti audit yang diperoleh melalui pelaksanaan prosedur
subtantif mungkin bertentangan dengan bukti audit audit yang diperoleh melalui pengujian
pengendalian.
Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk sifat, saat dan luas arahan;
dan supervisi anggota tim perikatan, dan penelaahan yang bervariasi: (1) Ukuran dan
kompleksitas entitas; (2) Area audit; (3) Risiko kesalahan penyajian material yang
dinilai; (4) Kemampuan dan kompetensi setiap anggota tim perikatan dalam melaksanakan
pekerjaan audit.
Dokumentasi
Dalam proses perencanaan atas suatu audit laporan keuangan, auditor harus memasukan
hal-hal berikut ini dalam dokumentasi audit: (1) Strategi audit secara keseluruhan. Contohnya
adalah auditor dapat meringkas strategi audit secara keseluruhan dalam bentuk suatu
memorandum yang berisikan keputusan-keputusan utama tentang ruang lingkup, saat, dan
pelaksanaan audit secara keseluruhan ; (2) Rencana audit. Dokumentasi atas rencana audit
dapat berupa suatu catatan atas sifat, saat, dan luas prosedur penilaian risiko yang
direncanakan dan prosedur audit lanjutan pada tingkat asersi sebagai respon atas risiko yang
dinilai; (3) Setiap perubahan signifikan yang dilakukan selama perikatan audit terhadap
strategi audit atau rencana audit secara keseluruhan, dan alas an atas perubahan tersebut.
Auditor perlu melakukan aktivitas berikut sebelum melakukan atau memulai audit tahun
pertama: (1) Melaksanakan prosedur terkait dengan penerimaan hubungan dengan klien dan
perikatan audit tertentu (SA 220); (2) Melakukan komunikasi dengan auditor pendahulu, jika
terjadi pergantian auditor. ;(3) Selain itu, berikut adalah pertimbangan tambahan yang dapat
dipertimbangkan oleh auditor untuk perikatan audit tahun pertama terkait dengan strategi
audit secara keseluruhan dan rencana audit, antara lain: Kecuali dilarang oleh peraturan
perundang-undangan, membuat kesepakatan dengan auditor pendahulu. Contohnya
adalah menelaah kertas kerja auditor pendahulu. Mendiskusikan isu-isu utama yang
ditemukan selama proses seleksi awal auditor, dengan manajemen, serta mengkomunikasikan
isu- isu tersebut kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola dan bagaimana isu-isu
tersebut mempengaruhi strategi audit secara keseluruhan dan rencana audit. Prosedur audit
yang diperlukan untuk memperoleh bukti audit yang tepat dan cukup tentang saldo awal.
Prosedur-prosedur lain yang disyaratkan oleh sistem pengendalian mutu KAP untuk perikatan
audit tahun pertama. Contohnya adalah sistem pengendalian mutu KAP yang mungkin
mengharuskan adanya keterlibatan individu senior untuk menelaah strategi audit secara
keseluruhan sebelum memulai prosedur audit yang signifikan.
Auditor dan rekan perikatan harus mempertimbangkan apakah informasi yang diperoleh
relevan untuk mengidentifikasi risiko kesalahan penyajian material. Jika auditor bermaksud
untuk menggunakan informasi yang telah diperoleh dari pengalaman sebelumnya dan dari
prosedur audit untuk menyediakan informasi seperti kesalahan penyajian periode lalu, sifat
entitas dan lingkungannya, dan perubahan signifikan, auditor harus menentukan apakah
informasi tersebut relevan dengan audit kini. Rekan perikatan dan anggota tim kunci
perikatan harus mendiskusikan kerentanan laporan entitas dan penerapan kerangka pelaporan
keuangan meskipun tidak selalu perlu atau praktis untuk mengikutsertakan seluruh anggota
tim perikatan. Diskusi antara tim perikatan tersebut berguna untuk:
a. Lingkungan Pengendalian
b. Proses penilaian risiko entitas
c. Sistem Informasi (proses nisnis yang terkait, pelaporan keuangan yang relevan, dan
komunikasi)
d. Aktivitas pengendalian yang relevan dengan audit
e. Pemantauan atas pengendalian
Lingkungan Pengendalian mencakup fungsi tata kelola dan manajemen, serta sikap,
kesadaran, dan tindakan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola dan manajemen atas
pengendalian internal entitas dan pentingnya pengendalian tersebut dalam entitas.
Lingkungan pengendalian tidak dengan sendirinya mencegah/mendeteksi dan mengoreksi
suatu kesalahan penyajian material. Namun, lingkungan pengendalian dapat mempengaruhi
evaluasi auditor atas efektivitas pengendalian lain, karenanya akan mempengaruhi penilaian
auditor atas risiko kesalahan penyajian material.
Proses Penilaian Risiko Entitas membentuk suatu basis bagi manajemen untuk
menentukan bagaimana risiko dikelola.
Auditor harus memperoleh suatu pemahaman tentang apakah entitas memiliki suatu proses
untuk:
a. Mengidentifikasi risiko bisnis yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan;
b. Mengestimasi signifikansi risiko;
c. Menentukan kemungkinan terjadinya risiko tersebut; dan
d. Memutuskan tentang tindakan untuk menangani risiko tersebut
Sistem Informasi
Auditor harus mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian matrial pada :
Risiko ketika prosedur subtantif semata tidak menyediakan bukti audit yang cukup dan
tepat. Auditor harus mencari bukti audit yang cukup dan tepat tidak hanya dari prosedur
substantive.
Penilaian risiko auditor atas risiko kesalahan penyajian material pada tingkat asersi
dapat berubah selama pelakasanaan audit, sejalan dengan diperolehnya bukti audit tambahan.
Dokumentasi
Kerangka pelaporan keuangan sering kali membahas konsep materialitas dalam konteks
penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Walaupun kerangka pelaporan keuangan
mungkin membahas materialitas dengan menggunakan istilah yang berbeda-beda, kerangka
tersebut secara umum menjelaskan bahwa:
a. Memiliki suatu pengetahuan memadai tentang aktivitas bisnis dan ekonomi serta
akuntansi dan kemauan untuk mempelajari informasi yang ada dalam laporan keuangan
dengan cermat;
b. Memahami bahwa laporan keuangan disusun, disajikan dan diaudit berdasarkan tingkat
materialitas tertentu;
c. Mengakui adanya ketidakpastian bawaan dalam pengukuran suatu jumlah yang
ditentukan berdasarkan penggunaan estimasi, pertimbangan dan pertimbangan atas
peristiwa masa depan; dan
d. Membuat keputusan ekonomi yang masuk akal berdasarkan informasi dalam laporan
keuangan.
Konsep materialitas diterapkan oleh auditor pada tahap perencanaan dan pelaksanaan
audit, serta pada saat mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang teridentifikasi dalam
audit dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada, terhadap laporan keuangan dan
pada saat merumuskan opini dalam laporan auditor. (Ref: Para. A1).
Dalam melakukan suatu audit atas laporan keuangan, tujuan auditor adalah untuk
mendapatkan perikatan yang memberikan keyakinan memadai bahwa laporan keuangan
secara keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material, baik yang disebabkan oleh
kecurangan atau kesalahan, oleh karena itu memungkinkan auditor untuk menyatakan
pendapat apakah laporan keuangan, dalam semua hal yang material, telah disusun sesuai
dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku; dan untuk melaporkan laporan keuangan
tersebut serta mengomunikasikan temuan- temuan auditor sebagaimana disyaratkan oleh SA.
Dalam perencanaan audit, auditor membuat pertimbangan - pertimbangan tentang
ukuran kesalahan penyajian yang dipandang material. Pertimbangan-pertimbangan tersebut
menyediakan suatu basis untuk:
Tujuan auditor adalah untuk menerapkan konsep materialitas secara tepat dalam
perencanaan dan pelaksanaan audit. Penentuan Materialitas dan Materialitas Pelaksanaan
dalam Perencanaan Audit Pada saat menetapkan strategi audit secara keseluruhan, auditor
harus menentukan materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan. Jika, dalam
kondisi spesifik entitas, terdapat satu atau lebih golongan transaksi, saldo akun atau
pengungkapan tertentu yang mengandung kesalahan penyajian yang jumlahnya lebih rendah
daripada materialitas laporan keuangan secara keseluruhan diperkirakan secara masuk akal
akan memengaruhi keputusan ekonomi yang dibuat oleh para pengguna berdasarkan laporan
keuangan tersebut, maka auditor harus menetapkan materialitas yang akan diterapkan
terhadap golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu tersebut. (Ref: Para. A2–
A11)
A2.Dalam kasus entitas sektor publik, pembuat undang-undang dan badan pengatur
merupakan pengguna utama laporan keuangan. Di samping itu, laporan keuangan
mungkin digunakan untuk membuat keputusan selain keputusan ekonomi.
Penggunaan Tolok Ukur dalam Menentukan Materialitas untuk Laporan Keuangan
secara Keseluruhan (Ref: Para. 10)
A12. Perencanaan audit yang hanya ditujukan untuk mendeteksi kesalahan penyajian
material secara individual mengabaikan fakta bahwa gabungan atas kesalahan
penyajian yang tidak material secara individual dapat mengakibatkan kesalahan
penyajian material dalam laporan keuangan dan juga tidak meninggalkan celah bagi
adanya kemungkinan kesalahan penyajian yang tidak terdeteksi. Materialitas
pelaksanaan (yang sebagaimana yang didefinisikan merupakan satu atau lebih dari
satu jumlah) ditetapkan untuk mengurangi ke tingkat rendah yang dapat diterima
kemungkinan bahwa kesalahan penyajian yang tidak terkoreksi dan tidak terdeteksi
dalam laporan keuangan tidak melebihi materialitas laporan keuangan secara
keseluruhan. Begitu juga, materialitas pelaksanaan yang berkaitan dengan tingkat
materialitas yang ditentukan untuk golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan
tertentu ditetapkan untuk mengurangi ke tingkat rendah yang dapat diterima
kemungkinan bahwa gabungan kesalahan penyajian yang tidak terkoreksi dan tidak
terdeteksi dalam golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu melebihi
tingkat materialitas golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan. Penentuan
materialitas pelaksanaan bukan merupakan suatu perhitungan mekanis yang sederhana
dan membutuhkan adanya pertimbangan profesional. Penentuan ini dipengaruhi oleh
pemahaman auditor atas entitas, yang dimutakhirkan selama pelaksanaan prosedur
penilaian risiko; dan sifat serta luasnya kesalahan penyajian yang terdeteksi dalam
audit sebelumnya serta harapan auditor berkaitan dengan kesalahan penyajian dalam
periode berjalan.
Auditor harus merevisi materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan (dan,
jika berlaku, materialitas untuk golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu)
pada saat auditor menyadari adanya informasi selama audit yang mungkin saja menyebabkan
auditor menentukan jumlah materialitas yang berbeda dari jumlah materialitas yang pertama
kali ditetapkan. (Ref: Para. A13)
Jika auditor menyimpulkan bahwa materialitas yang lebih rendah daripada tingkat
materialitas yang ditentukan pertama kali untuk laporan keuangan secara keseluruhan (dan,
jika berlaku, materialitas untuk golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu)
adalah tepat, maka auditor harus menentukan apakah revisi terhadap materialitas pelaksanaan
perlu dilakukan dan apakah sifat, saat dan luas prosedur audit lebih lanjut masih tepat.
Dokumentasi
Standar Audit ini berkaitan dengan tanggung jawab auditor untuk merancang dan
menerapkan respons terhadap risiko kesalahan penyajian material yang diidentifikasi dan
dinilai oleh auditor dalam suatu audit atas laporan keuangan.
Tujuan
Tujuan auditor adalah untuk memperoleh bukti audit cukup dan tepat yang berkaitan
dengan penilaian risiko kesalahan penyajian material, melalui pendesainan dan penerapan
respons yang tepat terhadap risiko tersebut.
Definisi
Untuk tujuan SA ini, istilah-istilah berikut mempunyai arti yang dijelaskan seperti di
bawah ini:
a. Prosedur substantif: Suatu prosedur audit yang dirancang untuk mendeteksi kesalahan
penyajian material pada tingkat asersi. Prosedur substantif terdiri dari:
1. Pengujian rinci (dari setiap golongan transaksi, saldo akun, dan pengungkapan); dan
2. Prosedur analitis substantif.
b. Pengujian pengendalian: Suatu prosedur audit yang dirancang untuk mengevaluasi
efektivitas operasi pengendalian dalam mencegah, atau mendeteksi danmengoreksi,
kesalahan penyajian material pada tingkat asersi.
Ketentuan
1. Respons Keseluruhan: Auditor harus merancang dan mengimplementasikan respons
keseluruhan untuk menanggapi risiko kesalahan penyajian material yang telah dinilai
pada tingkat laporan keuangan.
2. Prosedur Audit Sebagai Respons terhadap Risiko Kesalahan PenyajianMaterial yang
Telah Dinilai pada Tingkat Asersi: Auditor harus merancang dan
mengimplementasikan prosedur audit lebih lanjut yang sifat, saat, dan luasnya
didasarkan pada dan merupakan respons terhadap risiko kesalahan penyajian material
yang telah dinilai pada tingkat asersi.
3. Kecukupan Penyajian dan Pengungkapan: Auditor harus melaksanakan prosedur audit
untuk menilai apakah penyajian menyeluruh laporan keuangan, termasuk
pengungkapan yang bersangkutan, adalah sesuai dengan kerangka pelaporan
keuangan yang berlaku.
4. Evaluasi terhadap Kecukupan dan Ketepatan Bukti Audit: Auditor harus
menyimpulkan apakah bukti audit yang cukup dan tepat telah diperoleh. Dalam
menyatakan suatu opini, auditor harus mempertimbangkan semua bukti audit relevan,
tanpa memperhatikan apakah bukti tersebut mendukung atau bertentangan dengan
asersi dalam laporan keuangan.
Dokumentasi
Auditor harus memasukkan dalam dokumentasi audit:
a. Respons keseluruhan untuk menanggapi risiko kesalahan penyajian material yang
telah dinilai pada tingkat laporan keuangan, dan sifat, saat, dan luas prosedur audit
lebih lanjut yang dilaksanakan;
b. Hubungan antara prosedur audit dengan risiko yang telah dinilaipada tingkat asersi;
dan
c. Hasil prosedur audit, termasuk kesimpulan ketika prosedur audit belum memberikan
hasil yang jelas.
Standar Audit (“SA”) ini mengatur tentang tanggung jawab auditor pengguna untuk
memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat ketika suatu entitas pengguna memanfaatkan
jasa dari satu atau lebih organisasi jasa. Secara spesifik, standar ini menjelaskan tentang
bagaimana auditor pengguna menerapkan SA 315:1 dan SA 330:2 dalam memperoleh
pemahaman tentang entitas pengguna, termasuk pengendalian internal yang relevan dengan
audit, yang cukup untuk mengidentifikasi dan menilai risiko adanya kesalahan penyajian
material dan dalam merancang dan melaksanakan prosedur audit lebih lanjut sebagai respons
terhadap risiko tersebut.
Tujuan
Tujuan auditor pengguna, ketika entitas pengguna menggunakan jasa dari suatu
organisasi jasa, adalah:
a. Untuk memperoleh pemahaman tentang sifat dan signifikansi jasa yang disediakan oleh
organisasi jasa dan dampaknya terhadap pengendalian internal entitas pengguna yang
relevan dengan audit, yang cukup untuk mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan
penyajian material.
b. Untuk merancang dan melaksanakan prosedur audit sebagai respons terhadap risiko
tersebut.
Ketentuan-ketentuan terkait SA 402
1. Pemerolehan Pemahaman tentang jasa yang disediakan oleh organisasi jasa, termasuk
pengendalian internal: Pada waktu pemerolehan pemahaman tentang entitas pengguna
berdasarkan SA 315,3 auditor pengguna harus memperoleh suatu pemahaman tentang
bagaimana entitas pengguna memanfaatkan jasa organisasi jasa dalam kegiatan
operasi entitas pengguna.
2. Respons terhadap risiko yang telah dinilai atas kesalahan penyajian material: Dalam
merespons risiko yang telah dinilai berdasarkan SA 330, auditor pengguna harus
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Menentukan apakah kecukupan dan ketepatan bukti audit tentang asersi laporan
keuangan yang relevan tersedia dari catatan yang ada di tangan entitas pengguna;
dan, jika tidak
b. Melaksanakan prosedur audit lebih lanjut untuk memperoleh bukti audit yang
cukup dan tepat atau menggunakan auditor lain untuk melaksanakan prosedur
tersebut di organisasi jasa bagi kepentingan auditor pengguna.
3. Laporan tipe 1 dan tipe 2 yang tidak memasukkan jasa organisasi subjasa: Apabila
auditor pengguna merencanakan untuk menggunakan laporan tipe 1 atau tipe 2 yang
tidak memasukkan jasa yang disediakan oleh organisasi subjasa dan jasa tersebut
relevan dengan audit atas laporan keuangan entitas pengguna, auditor pengguna harus
menerapkan ketentuan SA ini sesuai dengan jasa yang disediakan oleh organisasi
subjasa.
4. Kecurangan, ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan kesalahan
penyajian yang tidak dikoreksi berkaitan dengan aktivitas di organisasi jasa: Auditor
pengguna harus meminta keterangan kepada manajemen entitas pengguna apakah
organisasi jasa telah melaporkan kepada entitas pengguna, atau apakah entitas
pengguna menyadari adanya kecurangan, ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, atau kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi yang
memengaruhi laporan keuangan entitas pengguna. Auditor pengguna harus
mengevaluasi bagaimana hal-hal tersebut memengaruhi sifat, saat, dan luas prosedur
audit lebih lanjut, termasuk dampak terhadap kesimpulan dan laporan auditor
pengguna.
5. Pelaporan oleh Auditor pengguna: Auditor pengguna tidak boleh mengacu ke
pekerjaan auditor jasa dalam laporan auditor pengguna yang berisi opini tanpa
modifikasian kecuali jika diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. Jika
pengacuan tersebut diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, laporan auditor
pengguna harus menunjukkan bahwa pengacuan tersebut tidak mengurangi tanggung
jawab auditor pengguna terhadap opini audit tersebut.
Standar Audit ini berkaitan dengan tanggung jawab auditor untuk mengevaluasi dampak
kesalahan penyajian yang diidentifikasi dalam audit dan kesalahan penyajian yang tidak
dikoreksi, jika ada, terhadap laporan keuangan.
Tujuan