Anda di halaman 1dari 23

RINGKASAN MATERI KULIAH

“Perencanaan Audit”

dan

REVIEW ARTIKEL

“Sequential Belief Revision in Auditing”

(Untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Pengauditan Lanjutan)

Oleh :

Anggita Ika Lilyani 20105350578

Daniar Vilania 20105350580

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA (STIESIA)

SURABAYA

2021
1. IDENTIFIKASI DAN PENILAIAN RISIKO KESALAHAN PENYAJIAN
MATERIAL
Standar Audit (SA) 300

SA 300 merupakan standar audit yang khusus menjelaskan terkait dengan tanggung
jawab auditor yang bertugas untuk membuat perencanaan audit atas laporan keuangan,
dengan konteks bahwa audit yang akan dilakukan merupakan audit berulang. SA ini
menjabarkan dengan detail terkait definisi, manfaat hingga aktivitas-aktivitas
perencanaan audit yang harus dilakukan auditor ketika akan mengaudit laporan
keuangan. Berikut adalah penjelasannya:

 Definisi dan Peran dari Perencanaan Audit Atas Laporan Keuangan

Perencanaan suatu audit merupakan proses yang melibatkan penetapan strategi


audit secara menyeluruh untuk perikatan tersebut dan proses pengembangan rencana audit.
Sifat dan luas aktivitas suatu perencanaan audit akan bervariasi sesuai dengan ukuran dan
kompleksitas entitas (klien), pengalaman terdahulu anggota tim perikatan dengan entitas,
serta perubahan kondisi yang terjadi selama perikatan audit.

Melalui perencanaan audit yang baik, tentunya akan memberikan manfaat bagi tim
perikatan yang akan melakukan audit atas laporan keuangan, berikut peran/manfaat yang
akan diperoleh: (1) Membantu auditor untuk mencurahkan perhatian yang tepat terhadap
area yang penting dalam audit; (2) Membantu auditor dalam identifikasi dan
menyelesaikan berbagai masalah yang potensial dengan tepat waktu; (3) Membantu auditor
dalam mengorganisasi dan mengelola perikatan audit dengan baik; (4) Membantu dalam
pemilihan anggota tim perikatan dengan tingkat kemampuan dan kompetensi yang tepat dan
penugasan pekerjaan yang tepat sesuai dengan kompetensi anggota perikatan tersebut; (5)
Membantu (jika relevan) dalam pengkoordinasian hasil pekerjaan yang dilakukan oleh
auditor komponen dan pakar.

 Aktivitas Perencanaan Audit


a. Strategi Audit Secara Keseluruhan

Penetapan strategi audit secara keseluruhan perlu dilakukan. Hal ini dikarenakan, melalui
strategi audit secara keseluruhan dapat membantu auditor dalam menentukan: (1) Sumber
daya yang dialokasikan untuk area audit tertentu, seperti penggunaan aggota tim dengan
pengalaman yang tepat untuk area berisiko tinggi; (2) Jumlah anggota sumber daya yang
dialokasikan untuk area audit tertentu, seperti menentukan jumlah anggota tim yang
ditugasi untuk mengamati perhitungan fisik persediaan yang sifatnya material; (3) Kapan
sumber daya tersebut dialokasikan; (4) Bagaimana sumber daya tersebut dikelola, diarahkan
dan disupervisi, seperti kapan akan dimulai dan diakhiri sebuah rapat tim.

Berikut adalah penetapan strategi audit secara keseluruhan yang harus dilakukan oleh
auditor ketika akan melakukan audit, antara lain: (1) Mengidentifikasi karateristik perikatan
yang mendefinisikan ruang lingkupnya. Contohnya adalah mengidentifikasi kerangka
pelaporan keuangan yang menjadi dasar penyusunan informasi atas laporan keuangan yang
diaudit; mengidentifikasi cakupan audit yang diharapkan, termasuk jumlah dan lokasi
komponen yang dicakup; dan sifat segmen bisnis yang diaudit ; (2) Memastikan tujuan
pelaporan perikatan untuk merencanakan waktu audit dan sifat komunikasi yang disyaratkan.
Contohnya adalah memastikan jadwal pelaporan entitas, seperti pelaporan interim dan
pelaporan final; dan melakukan pembahasan dengan manajemen tentang komunikasi yang
diharapkan atas status pekerjaan audit selama perikatan berlangsung; (3) Mempertimbangkan
faktor-faktor yang menurut pertimbangan profesional auditor signifikan dalam
mengarahkan usaha tim perikatan. Contohnya adalah penentuan tingkat materialitas; dan
cara auditor menekankan kepada anggota tim perikatan tentang kebutuhan untuk selalu
memiliki sikap kritis dalam berpikir serta menggunakan skeptisme profesional dalam
mengumpulkan dan mengevaluasi bukti audit; (4) Memastikan sifat, saat, dan luas sumber
daya yang diperlukan untuk melaksanakan perikatan. Contohnya adalah penanggaran
perikatan, termasuk pertimbangan yang tepat atas lamanya waktu yang dibutuhkan untuk area
yang mengandung risiko kesalahan penyajian material yang lebih tinggi.

b. Rencana Audit

Rencana audit merupakan proses yang lebih rinci daripada strategi audit secara
menyeluruh, hal ini dikarenakan rencana audit akan mencakup sifat, saat dan luas prosedur
audit yang akan dilaksanakan oleh anggota tim perikatan. Dalam pengembangan rencana
audit, auditor harus mempertimbangkan hal berikut: (1) Sifat, saat, dan luas prosedur
penilaian risiko yang direncanakan; (2) Sifat, saat, dan luas prosedur audit lanjutan yang
direncanakan pada tingkat asersi; (3) Prosedur audit lainnya yang direncanakan dan harus
dilaksanakan agar perikatan tersebut memenuhi ketentuan yang disyaratkan oleh SA.
Perencanaan atas prosedur audit akan dilakukan selama pelaksanaan audit
seiring dengan perkembangan rencana audit untuk perikatan tersebut. Contohnya adalah
perencanaan atas prosedur penilaian risiko oleh auditor terjadi pada awal proses audit, akan
tetapi perencanaan sifat, saat, dan luas prosedur audit selanjutnya yang spesifik bergantung
pada hasil prosedur penilaian risiko.

c. Perubahan Terhadap Keputusan Perencanaan Selama Pelaksanaan Audit

Sebagai akibat dari berbagai peristiwa yang tak terduga, maka auditor dimungkinkan akan
memodifikasi strategi audit secara keseluruhan dan rencana audit. Adanya modifikasi
tersebut juga akan berdampak sifat, saat dan luas prosedur audit yang telah direncanakan,
sehingga juga perlu dimodifikasi. Salah satu penyebab adanya perisiwa yang tak terduga
tersebut mungkin disebabkan adanya perbedaan informasi (sifatnya signifikan) yang
menjadi perhatian auditor dengan informasi yang tersedia ketika auditor merencanakan
prosedur audit. Contohnya adalah bukti audit yang diperoleh melalui pelaksanaan prosedur
subtantif mungkin bertentangan dengan bukti audit audit yang diperoleh melalui pengujian
pengendalian.

d. Arahan, Supervisi, dan Penelaahan

Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk sifat, saat dan luas arahan;
dan supervisi anggota tim perikatan, dan penelaahan yang bervariasi: (1) Ukuran dan
kompleksitas entitas; (2) Area audit; (3) Risiko kesalahan penyajian material yang
dinilai; (4) Kemampuan dan kompetensi setiap anggota tim perikatan dalam melaksanakan
pekerjaan audit.

 Dokumentasi

Dalam proses perencanaan atas suatu audit laporan keuangan, auditor harus memasukan
hal-hal berikut ini dalam dokumentasi audit: (1) Strategi audit secara keseluruhan. Contohnya
adalah auditor dapat meringkas strategi audit secara keseluruhan dalam bentuk suatu
memorandum yang berisikan keputusan-keputusan utama tentang ruang lingkup, saat, dan
pelaksanaan audit secara keseluruhan ; (2) Rencana audit. Dokumentasi atas rencana audit
dapat berupa suatu catatan atas sifat, saat, dan luas prosedur penilaian risiko yang
direncanakan dan prosedur audit lanjutan pada tingkat asersi sebagai respon atas risiko yang
dinilai; (3) Setiap perubahan signifikan yang dilakukan selama perikatan audit terhadap
strategi audit atau rencana audit secara keseluruhan, dan alas an atas perubahan tersebut.

 Pertimbangan Tambahan dalam Perikatan Audit Tahun Pertama

Auditor perlu melakukan aktivitas berikut sebelum melakukan atau memulai audit tahun
pertama: (1) Melaksanakan prosedur terkait dengan penerimaan hubungan dengan klien dan
perikatan audit tertentu (SA 220); (2) Melakukan komunikasi dengan auditor pendahulu, jika
terjadi pergantian auditor. ;(3) Selain itu, berikut adalah pertimbangan tambahan yang dapat
dipertimbangkan oleh auditor untuk perikatan audit tahun pertama terkait dengan strategi
audit secara keseluruhan dan rencana audit, antara lain: Kecuali dilarang oleh peraturan
perundang-undangan, membuat kesepakatan dengan auditor pendahulu. Contohnya
adalah menelaah kertas kerja auditor pendahulu. Mendiskusikan isu-isu utama yang
ditemukan selama proses seleksi awal auditor, dengan manajemen, serta mengkomunikasikan
isu- isu tersebut kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola dan bagaimana isu-isu
tersebut mempengaruhi strategi audit secara keseluruhan dan rencana audit. Prosedur audit
yang diperlukan untuk memperoleh bukti audit yang tepat dan cukup tentang saldo awal.
Prosedur-prosedur lain yang disyaratkan oleh sistem pengendalian mutu KAP untuk perikatan
audit tahun pertama. Contohnya adalah sistem pengendalian mutu KAP yang mungkin
mengharuskan adanya keterlibatan individu senior untuk menelaah strategi audit secara
keseluruhan sebelum memulai prosedur audit yang signifikan.

Standar Audit (SA) 315

 Prosedur Penilaian Risiko dan Aktivitas Terkait

Prosedur penilaian risiko digunakan untuk menyediakan suatu dasar bagi


pengidentifikasian dan penilaian risiko kesalahan penyajian material pada tingkat laporan
keuangan. Risiko yang harus dinilai mencakup risiko kesalahan dan risiko kecurangan.
Informasi yang diperoleh dari prosedur penilaian risiko dan aktivitas dapat digunakan sebagai
bukti audit mendukung penilaian risiko kesalahan penyajian material. Bukti audit tersebut
auditor dapat diperoleh auditor meskipun prosedur nya tidak secara spesifik direncanakan.
Auditor menggunakan pertimbangan profesional untuk menentukan luas pemahaman yang
diharuskan. Prosedur penilaian risiko harus mencakup sebagai berikut:
a. Permintaan keterangan dari manajemen, dan personel lain: Seperti pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola, auditor internal, karyawan, penasihat hukum internal,
dan personel pemasaran atau penjualan
b. Prosedur analitis: Dapat mengidentifikasi aspek-aspek dalam entitas yang tidak
disadari dan dapat membantu dalam menilai risiko kesalahan penyajian material.
c. Observasi dan inspeksi: Mendukung permintaan keterangan dari manajemen dan pihak
lain, serta dapat juga menyediakan informasi tentang entitas dan lingkungannya.

Auditor dan rekan perikatan harus mempertimbangkan apakah informasi yang diperoleh
relevan untuk mengidentifikasi risiko kesalahan penyajian material. Jika auditor bermaksud
untuk menggunakan informasi yang telah diperoleh dari pengalaman sebelumnya dan dari
prosedur audit untuk menyediakan informasi seperti kesalahan penyajian periode lalu, sifat
entitas dan lingkungannya, dan perubahan signifikan, auditor harus menentukan apakah
informasi tersebut relevan dengan audit kini. Rekan perikatan dan anggota tim kunci
perikatan harus mendiskusikan kerentanan laporan entitas dan penerapan kerangka pelaporan
keuangan meskipun tidak selalu perlu atau praktis untuk mengikutsertakan seluruh anggota
tim perikatan. Diskusi antara tim perikatan tersebut berguna untuk:

a. Menyediakan peluang dalam berbagi wawasan.


b. Memungkinkan untuk bertukar informasi tentang risiko bisnis yang terkait dengan entitas
c. Membantu memperoleh pehamaman yang lebih baik tentang kesalahan penyajian
material yang potensial.
d. Menyediakan basis untuk mengkomunikasikan dan berbagi informasi baru yang
diperoleh selama audit.
 Pemahaman atas Entitas dan Lingkungannya yang Diharuskan, Termasuk
Pengendalian Internal Entitas

Auditor harus memperoleh suatu pemahaman berikut:

a. Faktor-faktor industri, peraturan, dan eksternal lain termasuk kerangka


pelaporan keuangan yang berlaku.
b. Sifat entitas: Memungkinkan auditor untuk memahami ada atau tidaknya struktur
yang komplek sebuah perusahaan yang menuntun isu risiko kesalahan penyajian
material dan kepemilikan dan hubungan antara pemilik dengan entitas lain.
c. Pemilihan dan penerapan kebijakan akuntansi oleh entitas, termasuk perubahannya.
d. Tujuan dan strategi entitas, dan risiko bisnis terkait yang dapat menimbulkan
risiko kesalahan penyajian material.
e. Pengukuran dan penelaahan atas kinerja keuangan entitas.

Auditor harus memperoleh suatu pemahaman atas pengendalian internal yang


relevan dengan audit. Meskipun sebagian besar pengendalian kemungkinan berhubungan
dengan pelaporan keuangan, namun bisa juga merupakan hal yang berkaitan
pertimbangan profesional auditor. Auditor harus mengevaluasi rancangan pengendalian
dan menentukan apakah pengendalian tersebut telah diimplementasikan, dengan
melakukan prosedur sebagai tambahan terhadap permintaan keterangan dari personel
entitas.

 Komponen Pengendalian Internal

Komponen Pengendalian internal terdiri atas:

a. Lingkungan Pengendalian
b. Proses penilaian risiko entitas
c. Sistem Informasi (proses nisnis yang terkait, pelaporan keuangan yang relevan, dan
komunikasi)
d. Aktivitas pengendalian yang relevan dengan audit
e. Pemantauan atas pengendalian

Lingkungan Pengendalian mencakup fungsi tata kelola dan manajemen, serta sikap,
kesadaran, dan tindakan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola dan manajemen atas
pengendalian internal entitas dan pentingnya pengendalian tersebut dalam entitas.
Lingkungan pengendalian tidak dengan sendirinya mencegah/mendeteksi dan mengoreksi
suatu kesalahan penyajian material. Namun, lingkungan pengendalian dapat mempengaruhi
evaluasi auditor atas efektivitas pengendalian lain, karenanya akan mempengaruhi penilaian
auditor atas risiko kesalahan penyajian material.

Proses Penilaian Risiko Entitas membentuk suatu basis bagi manajemen untuk
menentukan bagaimana risiko dikelola.

Auditor harus memperoleh suatu pemahaman tentang apakah entitas memiliki suatu proses
untuk:
a. Mengidentifikasi risiko bisnis yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan;
b. Mengestimasi signifikansi risiko;
c. Menentukan kemungkinan terjadinya risiko tersebut; dan
d. Memutuskan tentang tindakan untuk menangani risiko tersebut

Sistem Informasi

- Sistem informasi yang relevan dengan pelaporan keuangan dirancang untuk :


a. Menginisiasi, mencatat, mengolah dan melaporkan transaksi entitas serta memelihara
akuntabilitas aset, likuiditas dan ekuitas terkait;
b. Memperbaiki dan menuntaskan pengolahan transaksi yang salah;
c. Mengolah dan mempertanggung jawabkan sistem yang diabaikan
d. Mentransfer informasi dari sistem pengolahan transaksi ke buku besar
e. Menangkap informasi selain transaksi (depresiasi/amortisasi)
f. Menjamin ketepatan informasi dalam laporan keuangan
- Proses bisnis suatu entitas (transaksi yang dicatat, diolah dan dilaporkan oleh
sistem informasi) dapat membantu auditor dalam memperoleh suatu pemahan tentang
sistem informasi entitas secara relevan terhadap pelaporan keuangan dengan cara yang
tepat dan sesuai dengan kondisi entitas.
- Komunikasi dapat berupa pedoman kebijakan atau pedoman pelaporan keuangan. Saluran
komunikasi terbuka (personel-atasan) membantu

Aktivitas Pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu


untuk menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan, aktivitas pengendalian yang
dipandang perlu oleh auditor untuk dipahami agar dapat menilai risiko kesalahan penyajian
material pada tngkat asersi dan merancang prosedur audit lebih lanjut yang responsif terhadap
risiko yang dinilai.

Auditor harus memperoleh suatu pemahaman tentang bagaimana entitas telah


merespons terhadap risiko yang timbul dari teknologi informasi. Pengendalian terhadap
sistem teknologi informasi dikatakan efektif ketika pengendalian tersebut memelihara
integritas informasi dan keamanan data seperti proses sistem, serta mencakup efektivitas
pengendalian umum dan pengendalian aplikasi dari teknologi informasi.
Pemantauan pengendalian adalah suatu proses untuk menilai efektivitas pelaksanaan
pengendalian internal. Kegiatan ini melibatkan penilaian efektivitas pengendalian secara
berkala dan tepat waktu, serta melakukan tindakan pebaikan yang diperlukan.

 Pengidentifikasian dan Penilaian Risiko Kesalahan Penyajian Material

Auditor harus mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian matrial pada :

a. Tingkat laporan keuangan


b. Tingkat asersi untuk golongan transaksi, saldo akun, dan pengungkapan

Untuk tujuan ini, auditor harus :

a. Mengidentifikasi risiko sepanjang proses pemerolehan pembahaman tentang entitas


dan lingkungannya
b. Menilai dan mengidentifikasi risiko, serta mengevaluasi apakah risiko tersebut berkaitan
secara lebih pervasive

Risiko yang membutuhkan pertimbangan audit khusus, harus mempertimbangkan paling


tidak hal-hal sebagai berikut :

a. Apakah risiko tersebut merupakan suatu risko kecurangan


b. Kompleksitas transaksi
c. Apakah risiko tersebut terkait dengan perkembangan terkini yang signifikan dalam
bidang-bidang tertentu
d. Jika auditor telah menentukan bahwa terdapat suatu risiko signifikan, auditor harus
memperoleh suatu pemahaman tentang pengendalian entitas

Risiko ketika prosedur subtantif semata tidak menyediakan bukti audit yang cukup dan
tepat. Auditor harus mencari bukti audit yang cukup dan tepat tidak hanya dari prosedur
substantive.

 Rivisi penilaian risiko

Penilaian risiko auditor atas risiko kesalahan penyajian material pada tingkat asersi
dapat berubah selama pelakasanaan audit, sejalan dengan diperolehnya bukti audit tambahan.
 Dokumentasi

Dalam temuannya harus dimasukkan ke dalam dokumentasi audit dan didiskusikan di


antara tim perikatan. Untuk audit yang berulang, dokumentasi tertentu dapat digunakan
kembali untuk audit berikutnya, yang di update sebagimana diperlukan untuk mencerimnkan
perubahan dalam bisnis atau proses entitas.

2. MATERIALITAS DALAM PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN AUDIT


Standar Audit (SA) 320
Standar Audit (“SA”) ini berkaitan dengan tanggung jawab auditor untuk menerapkan
konsep materialitas dalam perencanaan dan pelaksanaan audit atas laporan keuangan. SA 450
menjelaskan tentang bagaimana materialitas diterapkan dalam mengevaluasi dampak
kesalahan penyajian yang teridentifikasi dalam suatu audit dan kesalahan penyajian yang
tidak dikoreksi, jika ada, terhadap laporan keuangan.
 Materialitas dalam Konteks Audit

Kerangka pelaporan keuangan sering kali membahas konsep materialitas dalam konteks
penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Walaupun kerangka pelaporan keuangan
mungkin membahas materialitas dengan menggunakan istilah yang berbeda-beda, kerangka
tersebut secara umum menjelaskan bahwa:

a. Kesalahan penyajian, termasuk penghilangan, dianggap material bila kesalahan penyajian


tersebut, secara individual atau agregat, diperkirakan dapat memengaruhi keputusan
ekonomi yang diambil berdasarkan laporan keuangan oleh pengguna laporan keuangan
tersebut;
b. Pertimbangan tentang materialitas dibuat dengan memperhitungkan berbagai kondisi
yang melingkupinya dan dipengaruhi oleh ukuran atau sifat kesalahan penyajian, atau
kombinasi keduanya; dan
c. Pertimbangan tentang hal-hal yang material bagi pengguna laporan keuangan
didasarkan pada pertimbangan kebutuhan informasi keuangan yang umum yang
diperlukan oleh pengguna laporan keuangan sebagai suatu grup.Kemungkinan dampak
kesalahan penyajian terhadap pengguna laporan keuangan individual tertentu, yang
kebutuhannya beragam, tidak dipertimbangkan.
Pembahasan tersebut di atas, jika ada dalam kerangka pelaporan keuangan yang berlaku,
menyediakan kerangka acuan bagi auditor dalam menentukan materialitas untuk audit. Jika
kerangka pelaporan keuangan yang berlaku tidak mencakup pembahasan tentang konsep
materialitas, maka karakteristik-karakteristik yang diuraikan dapat dijadikan sebagai
kerangka acuan bagi auditor dalam menentukan materialitas.

Penentuan materialitas oleh auditor membutuhkan pertimbangan profesional, dan


dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang kebutuhan informasi keuangan oleh para pengguna
laporan keuangan. Dalam konteks ini, adalah masuk akal bagi auditor untuk mengasumsikan
bahwa pengguna laporan keuangan:

a. Memiliki suatu pengetahuan memadai tentang aktivitas bisnis dan ekonomi serta
akuntansi dan kemauan untuk mempelajari informasi yang ada dalam laporan keuangan
dengan cermat;
b. Memahami bahwa laporan keuangan disusun, disajikan dan diaudit berdasarkan tingkat
materialitas tertentu;
c. Mengakui adanya ketidakpastian bawaan dalam pengukuran suatu jumlah yang
ditentukan berdasarkan penggunaan estimasi, pertimbangan dan pertimbangan atas
peristiwa masa depan; dan
d. Membuat keputusan ekonomi yang masuk akal berdasarkan informasi dalam laporan
keuangan.

Konsep materialitas diterapkan oleh auditor pada tahap perencanaan dan pelaksanaan
audit, serta pada saat mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang teridentifikasi dalam
audit dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada, terhadap laporan keuangan dan
pada saat merumuskan opini dalam laporan auditor. (Ref: Para. A1).

Dalam melakukan suatu audit atas laporan keuangan, tujuan auditor adalah untuk
mendapatkan perikatan yang memberikan keyakinan memadai bahwa laporan keuangan
secara keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material, baik yang disebabkan oleh
kecurangan atau kesalahan, oleh karena itu memungkinkan auditor untuk menyatakan
pendapat apakah laporan keuangan, dalam semua hal yang material, telah disusun sesuai
dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku; dan untuk melaporkan laporan keuangan
tersebut serta mengomunikasikan temuan- temuan auditor sebagaimana disyaratkan oleh SA.
Dalam perencanaan audit, auditor membuat pertimbangan - pertimbangan tentang
ukuran kesalahan penyajian yang dipandang material. Pertimbangan-pertimbangan tersebut
menyediakan suatu basis untuk:

a. Menentukan sifat, saat dan luas prosedur penilaian risiko;


b. Mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian material; dan
c. Menentukan sifat, saat dan luas prosedur audit lanjutan.

Materialitas yang ditetapkan pada tahap perencanaan audit tidak semena-mena


menentukan bahwa kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, secara individual atau
gabungan di bawah materialitas tersebut, akan selalu dievaluasi tidak material. Kondisi-
kondisi yang berkaitan dengan beberapa kesalahan penyajian dapat menyebabkan auditor
menilai material walaupun kesalahan penyajian tersebut berada di bawah tingkat materialitas.
Walaupun tidak praktis untuk merancang prosedur audit untuk mendeteksi kesalahan
penyajian material yang hanya berdasarkan sifatnya, auditor tidak boleh hanya
mempertimbangkan ukuran, tetapi juga sifat kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, dan
keadaan - keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya kesalahan kesalahan penyajian
tersebut terhadap laporan keuangan.

Tujuan auditor adalah untuk menerapkan konsep materialitas secara tepat dalam
perencanaan dan pelaksanaan audit. Penentuan Materialitas dan Materialitas Pelaksanaan
dalam Perencanaan Audit Pada saat menetapkan strategi audit secara keseluruhan, auditor
harus menentukan materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan. Jika, dalam
kondisi spesifik entitas, terdapat satu atau lebih golongan transaksi, saldo akun atau
pengungkapan tertentu yang mengandung kesalahan penyajian yang jumlahnya lebih rendah
daripada materialitas laporan keuangan secara keseluruhan diperkirakan secara masuk akal
akan memengaruhi keputusan ekonomi yang dibuat oleh para pengguna berdasarkan laporan
keuangan tersebut, maka auditor harus menetapkan materialitas yang akan diterapkan
terhadap golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu tersebut. (Ref: Para. A2–
A11)

 Pertimbangan Spesifik atas Entitas Sektor Publik (Ref: Para. 10).

A2.Dalam kasus entitas sektor publik, pembuat undang-undang dan badan pengatur
merupakan pengguna utama laporan keuangan. Di samping itu, laporan keuangan
mungkin digunakan untuk membuat keputusan selain keputusan ekonomi.
 Penggunaan Tolok Ukur dalam Menentukan Materialitas untuk Laporan Keuangan
secara Keseluruhan (Ref: Para. 10)

A3.Penentuan materialitas membutuhkan penggunaan pertimbangan profesional.


Sebagai langkah awal dalam menentukan materialitas untuk laporan keuangan secara
keseluruhan, persentase tertentu sering kali diterapkan pada suatu tolok ukur yang telah
dipilih. Faktor-faktor yang dapat mencakup:

a. Unsur-unsur laporan keuangan


b. Apakah terdapat unsur-unsur yang menjadi perhatian khusus para pengguna laporan
keuangan suatu entitas tertentu
c. Sifat entitas, posisi entitas dalam siklus hidupnya, dan industri serta lingkungan
ekonomi yang di dalamnya entitas tersebut beroperasi;
d. Struktur kepemilikan dan pendanaan entitas
e. Fluktuasi relatif tolok ukur tersebut.
A4.Contoh tolok ukur yang tepat, tergantung pada kondisi entitas yang bersangkutan,
meliputi kategori penghasilan yang dilaporkan seperti laba sebelum pajak, jumlah
pendapatan, laba bruto dan jumlah beban, jumlah ekuitas atau nilai aset bersih oleh
entitas yang berorientasi laba.
A5.Dalam hubungannya dengan tolok ukur yang dipilih, data keuangan yang relevan
biasanya di entitas tersebut. meliputi hasil dan posisi keuangan periode sebelumnya,
hasil dan posisi keuangan periode berjalan dan anggaran atau prakiraan untuk periode
berjalan, yang disesuaikan dengan adanya perubahan signifikan yang terjadi.
A6.Materialitas berkaitan dengan laporan keuangan yang diaudit dan dilaporkan oleh
auditor. Jika laporan keuangan disusun dari 12 bulan, misalnya dalam kasus entitas
baru berdiri atau adanya perubahan dalam periode pelaporan, materialitas akan
mengacu pada laporan keuangan yang disusun untuk periode pelaporan keuangan
tersebut.
A7.Penentuan persentase yang akan diterapkan pada suatu tolok ukur yang dipilih
membutuhkan pertimbangan profesional. Terdapat hubungan antara persentase dan
tolok ukur yang dipilih, seperti persentase yang diterapkan atas laba sebelum pajak
dari operasi berjalan pada umumnya akan lebih tinggi daripada persentase yang
diterapkan atas jumlah pendapatan.
Auditor harus menetapkan materialitas pelaksanaan untuk menilai risiko kesalahan
penyajian material dan menentukan sifat, saat dan luas prosedur audit lanjutan. (Ref:
Para. A12)

Materialitas Pelaksanaan (Ref: Para. 11)

A12. Perencanaan audit yang hanya ditujukan untuk mendeteksi kesalahan penyajian
material secara individual mengabaikan fakta bahwa gabungan atas kesalahan
penyajian yang tidak material secara individual dapat mengakibatkan kesalahan
penyajian material dalam laporan keuangan dan juga tidak meninggalkan celah bagi
adanya kemungkinan kesalahan penyajian yang tidak terdeteksi. Materialitas
pelaksanaan (yang sebagaimana yang didefinisikan merupakan satu atau lebih dari
satu jumlah) ditetapkan untuk mengurangi ke tingkat rendah yang dapat diterima
kemungkinan bahwa kesalahan penyajian yang tidak terkoreksi dan tidak terdeteksi
dalam laporan keuangan tidak melebihi materialitas laporan keuangan secara
keseluruhan. Begitu juga, materialitas pelaksanaan yang berkaitan dengan tingkat
materialitas yang ditentukan untuk golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan
tertentu ditetapkan untuk mengurangi ke tingkat rendah yang dapat diterima
kemungkinan bahwa gabungan kesalahan penyajian yang tidak terkoreksi dan tidak
terdeteksi dalam golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu melebihi
tingkat materialitas golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan. Penentuan
materialitas pelaksanaan bukan merupakan suatu perhitungan mekanis yang sederhana
dan membutuhkan adanya pertimbangan profesional. Penentuan ini dipengaruhi oleh
pemahaman auditor atas entitas, yang dimutakhirkan selama pelaksanaan prosedur
penilaian risiko; dan sifat serta luasnya kesalahan penyajian yang terdeteksi dalam
audit sebelumnya serta harapan auditor berkaitan dengan kesalahan penyajian dalam
periode berjalan.

 Revisi Sejalan dengan Progres Audit

Auditor harus merevisi materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan (dan,
jika berlaku, materialitas untuk golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu)
pada saat auditor menyadari adanya informasi selama audit yang mungkin saja menyebabkan
auditor menentukan jumlah materialitas yang berbeda dari jumlah materialitas yang pertama
kali ditetapkan. (Ref: Para. A13)
Jika auditor menyimpulkan bahwa materialitas yang lebih rendah daripada tingkat
materialitas yang ditentukan pertama kali untuk laporan keuangan secara keseluruhan (dan,
jika berlaku, materialitas untuk golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu)
adalah tepat, maka auditor harus menentukan apakah revisi terhadap materialitas pelaksanaan
perlu dilakukan dan apakah sifat, saat dan luas prosedur audit lebih lanjut masih tepat.

 Dokumentasi

Auditor harus memasukkan dalam dokumentasi auditnya jumlah-jumlah di bawah ini


beserta faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penentuannya:

a. Materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan (lihat paragraf 10);


b. Jika berlaku, tingkat materialitas untuk golongan transaksi, saldo akun atau
pengungkapan tertentu (lihat paragraf 10);
c. Materialitas pelaksanaan (lihat paragraf 11); dan
d. Revisi yang dibuat atas butir (a)–(c) sejalan dengan progres audit (lihat paragraf 12–13).

3. EVALUASI ATAS KESALAHAN PENYAJIAN SELAMA AUDIT

Standar Audit (SA) 330

Standar Audit ini berkaitan dengan tanggung jawab auditor untuk merancang dan
menerapkan respons terhadap risiko kesalahan penyajian material yang diidentifikasi dan
dinilai oleh auditor dalam suatu audit atas laporan keuangan.

 Tujuan

Tujuan auditor adalah untuk memperoleh bukti audit cukup dan tepat yang berkaitan
dengan penilaian risiko kesalahan penyajian material, melalui pendesainan dan penerapan
respons yang tepat terhadap risiko tersebut.

 Definisi

Untuk tujuan SA ini, istilah-istilah berikut mempunyai arti yang dijelaskan seperti di
bawah ini:
a. Prosedur substantif: Suatu prosedur audit yang dirancang untuk mendeteksi kesalahan
penyajian material pada tingkat asersi. Prosedur substantif terdiri dari:
1. Pengujian rinci (dari setiap golongan transaksi, saldo akun, dan pengungkapan); dan
2. Prosedur analitis substantif.
b. Pengujian pengendalian: Suatu prosedur audit yang dirancang untuk mengevaluasi
efektivitas operasi pengendalian dalam mencegah, atau mendeteksi danmengoreksi,
kesalahan penyajian material pada tingkat asersi.
 Ketentuan
1. Respons Keseluruhan: Auditor harus merancang dan mengimplementasikan respons
keseluruhan untuk menanggapi risiko kesalahan penyajian material yang telah dinilai
pada tingkat laporan keuangan.
2. Prosedur Audit Sebagai Respons terhadap Risiko Kesalahan PenyajianMaterial yang
Telah Dinilai pada Tingkat Asersi: Auditor harus merancang dan
mengimplementasikan prosedur audit lebih lanjut yang sifat, saat, dan luasnya
didasarkan pada dan merupakan respons terhadap risiko kesalahan penyajian material
yang telah dinilai pada tingkat asersi.
3. Kecukupan Penyajian dan Pengungkapan: Auditor harus melaksanakan prosedur audit
untuk menilai apakah penyajian menyeluruh laporan keuangan, termasuk
pengungkapan yang bersangkutan, adalah sesuai dengan kerangka pelaporan
keuangan yang berlaku.
4. Evaluasi terhadap Kecukupan dan Ketepatan Bukti Audit: Auditor harus
menyimpulkan apakah bukti audit yang cukup dan tepat telah diperoleh. Dalam
menyatakan suatu opini, auditor harus mempertimbangkan semua bukti audit relevan,
tanpa memperhatikan apakah bukti tersebut mendukung atau bertentangan dengan
asersi dalam laporan keuangan.
 Dokumentasi
Auditor harus memasukkan dalam dokumentasi audit:
a. Respons keseluruhan untuk menanggapi risiko kesalahan penyajian material yang
telah dinilai pada tingkat laporan keuangan, dan sifat, saat, dan luas prosedur audit
lebih lanjut yang dilaksanakan;
b. Hubungan antara prosedur audit dengan risiko yang telah dinilaipada tingkat asersi;
dan
c. Hasil prosedur audit, termasuk kesimpulan ketika prosedur audit belum memberikan
hasil yang jelas.

Standart Audit (SA) 402

Standar Audit (“SA”) ini mengatur tentang tanggung jawab auditor pengguna untuk
memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat ketika suatu entitas pengguna memanfaatkan
jasa dari satu atau lebih organisasi jasa. Secara spesifik, standar ini menjelaskan tentang
bagaimana auditor pengguna menerapkan SA 315:1 dan SA 330:2 dalam memperoleh
pemahaman tentang entitas pengguna, termasuk pengendalian internal yang relevan dengan
audit, yang cukup untuk mengidentifikasi dan menilai risiko adanya kesalahan penyajian
material dan dalam merancang dan melaksanakan prosedur audit lebih lanjut sebagai respons
terhadap risiko tersebut.

 Tujuan

Tujuan auditor pengguna, ketika entitas pengguna menggunakan jasa dari suatu
organisasi jasa, adalah:

a. Untuk memperoleh pemahaman tentang sifat dan signifikansi jasa yang disediakan oleh
organisasi jasa dan dampaknya terhadap pengendalian internal entitas pengguna yang
relevan dengan audit, yang cukup untuk mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan
penyajian material.
b. Untuk merancang dan melaksanakan prosedur audit sebagai respons terhadap risiko
tersebut.
 Ketentuan-ketentuan terkait SA 402
1. Pemerolehan Pemahaman tentang jasa yang disediakan oleh organisasi jasa, termasuk
pengendalian internal: Pada waktu pemerolehan pemahaman tentang entitas pengguna
berdasarkan SA 315,3 auditor pengguna harus memperoleh suatu pemahaman tentang
bagaimana entitas pengguna memanfaatkan jasa organisasi jasa dalam kegiatan
operasi entitas pengguna.
2. Respons terhadap risiko yang telah dinilai atas kesalahan penyajian material: Dalam
merespons risiko yang telah dinilai berdasarkan SA 330, auditor pengguna harus
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Menentukan apakah kecukupan dan ketepatan bukti audit tentang asersi laporan
keuangan yang relevan tersedia dari catatan yang ada di tangan entitas pengguna;
dan, jika tidak
b. Melaksanakan prosedur audit lebih lanjut untuk memperoleh bukti audit yang
cukup dan tepat atau menggunakan auditor lain untuk melaksanakan prosedur
tersebut di organisasi jasa bagi kepentingan auditor pengguna.
3. Laporan tipe 1 dan tipe 2 yang tidak memasukkan jasa organisasi subjasa: Apabila
auditor pengguna merencanakan untuk menggunakan laporan tipe 1 atau tipe 2 yang
tidak memasukkan jasa yang disediakan oleh organisasi subjasa dan jasa tersebut
relevan dengan audit atas laporan keuangan entitas pengguna, auditor pengguna harus
menerapkan ketentuan SA ini sesuai dengan jasa yang disediakan oleh organisasi
subjasa.
4. Kecurangan, ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan kesalahan
penyajian yang tidak dikoreksi berkaitan dengan aktivitas di organisasi jasa: Auditor
pengguna harus meminta keterangan kepada manajemen entitas pengguna apakah
organisasi jasa telah melaporkan kepada entitas pengguna, atau apakah entitas
pengguna menyadari adanya kecurangan, ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, atau kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi yang
memengaruhi laporan keuangan entitas pengguna. Auditor pengguna harus
mengevaluasi bagaimana hal-hal tersebut memengaruhi sifat, saat, dan luas prosedur
audit lebih lanjut, termasuk dampak terhadap kesimpulan dan laporan auditor
pengguna.
5. Pelaporan oleh Auditor pengguna: Auditor pengguna tidak boleh mengacu ke
pekerjaan auditor jasa dalam laporan auditor pengguna yang berisi opini tanpa
modifikasian kecuali jika diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. Jika
pengacuan tersebut diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, laporan auditor
pengguna harus menunjukkan bahwa pengacuan tersebut tidak mengurangi tanggung
jawab auditor pengguna terhadap opini audit tersebut.

Standar Audit (SA) 450

Standar Audit ini berkaitan dengan tanggung jawab auditor untuk mengevaluasi dampak
kesalahan penyajian yang diidentifikasi dalam audit dan kesalahan penyajian yang tidak
dikoreksi, jika ada, terhadap laporan keuangan.
 Tujuan

Tujuan auditor adalah untuk mengevaluasi:

a. Dampak kesalahan penyajian yang diidentifikasi atas audit


b. Dampak kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada, terhadap laporan keuangan.
 Ketentuan dalam SA 450
1. Akumulasi Kesalahan Penyajian yang Diidentifikasi: Auditor harus mengakumulasi
kesalahan penyajian yang diidentifikasi selama audit.
2. Pertimbangan atas Kesalahan Penyajian yang Diidentifikasi selama Audit
Berlangsung: Auditor harus menentukan apakah strategi audit dan rencana audit
secara keseluruhan perlu direvisi jika sifat kesalahan penyajian yang diidentifikasi dan
keadaan keterjadiannya menunjukkan bahwa kesalahan penyajian lain mungkin ada
dan jika diagregasikan dengan kesalahan penyajian yang telah diakumulasi selama
audit, dapat menjadi material. Jika berdasarkan permintaan auditor, manajemen telah
memeriksa suatu golongan transaksi, saldo akun, ataupengungkapan dan mengoreksi
kesalahan penyajian yangtelah dideteksi, auditor harus melaksanakan prosedur
audittambahan untuk menentukan apakah kesalahan penyajiantersebut masih ada.
3. Komunikasi dan Koreksi atas Kesalahan Penyajian: Auditor harus mengomunikasikan
secara tepat waktu semua kesalahan penyajian yang diakumulasi selama audit
dengantingkat manajemen yang tepat, kecuali jika dilarang olehperaturan perundang-
undangan. Namun jika manajemen menolak untuk mengoreksi beberapa atau semua
kesalahan penyajian yang dikomunikasikan olehauditor, auditor harus memperoleh
pemahaman tentangalasan manajemen mengapa menolak membuat koreksi dan harus
memperhitungkan pemahaman tersebut pada waktumengevaluasi apakah laporan
keuangan secara keseluruhanbebas dari kesalahan penyajian material
4. Pengevaluasian Dampak Kesalahan Penyajian yang Tidak Dikoreksi: Auditor harus
menentukan apakah kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi adalah material, secara
individual atausecara agregasi. Dalam membuat penentuan ini, auditor harus
mempertimbangkan:
a. Ukuran dan sifat kesalahan penyajian tersebut baik dalamhubungannya dengan
golongan transaksi, saldo akun,atau pengungkapan tertentu dan laporan
keuangansecara keseluruhan, dan kondisi tertentu tentangterjadinya kesalahan
penyajian tersebut.
b. Dampak kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi yangberkaitan dengan periode
lalu atas golongan transaksi,saldo akun, atau pengungkapan yang relevan,
sertalaporan keuangan secara keseluruhan.
5. Representasi Tertulis: Auditor harus meminta suatu representasi tertulis dari
manajemen dan, jika relevan, pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola apakah
mereka yakin bahwa dampakkesalahan penyajian yang tidak dikoreksi adalah
tidakmaterial, secara individual dan agregasi, terhadap laporankeuangan secara
keseluruhan.
6. Dokumentasi: Auditor harus mencantumkan dalam dokumentasi audit :
a. batas dari jumlah kesalahan penyajian yang dipandang tidak penting
b. Semua kesalahan penyajian yang diakumulasi selama audit dan apakah kesalahan
penyajian tersebut telah dikoreksi
c. Kesimpulan auditor tentang apakah kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi
tersebut adalah material, secaraindividual atau agregasi, dan dasar kesimpulannya
REVIEW ARTIKEL

Judul Penelitian : Sequential Belief Revision in Auditing


Latar Belakang :
Model yang diusulkan dalam audit research dan pertimbangan audit adalah model belief
revision. Model yang diusulkan baru-baru ini oleh Einhorn dan Hogarth (1985) memiliki tiga
fitur yang membuatnya sangat berguna dalam pengaturan audit:
1) Mengajukan proses revisi keyakinan berurutan, yang konsisten dengan karakterisasi
penilaian audit yang ada oleh peneliti dan praktisi audit;
2) Memprediksi bahwa revisi keyakinan dipengaruhi oleh urutan penerimaan bukti dan
cara penyajiannya, yang mungkin berimplikasi pada pelaksanaan audit; dan
3) Menawarkan wawasan tentang "sikap" auditor terhadap bukti dan efek dari sikap
tersebut pada revisi keyakinan, yang mungkin memiliki implikasi untuk pelatihan
audit dan untuk memahami sifat keahlian audit.
Analisis Cushing dan Loebbecke (1986) dari bahan tertulis yang disediakan oleh perusahaan
audit besar serta standar audit yang diterima secara umum, telah menyebabkan sebagian besar
model sekuensial dari proses audit. Demikian pula, penelitian Gibbins (1984), sebagian
didasarkan pada wawancara dengan praktisi, menggambarkan penilaian audit "rutin" sebagai
proses inkremental yang berkelanjutan yang bergantung pada informasi yang datang secara
berurutan dan yang menghasilkan siklus pilihan, tindakan, dan umpan balik yang mendorong
pembelajaran. Model yang memungkinkan pemrosesan sekuensial untuk diwakili dapat
memasukkan faktor penentu penting dari penilaian audit, termasuk revisi keyakinan, yang
jika tidak dapat diabaikan.
Tujuan Penelitian :
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan urutan penerimaan informasi baru dan
cara penyajiannya dengan sifat sekuensial tugas audit
Prediksi Model :
Tidak adanya efek urutan untuk bukti yang konsisten. Tidak ada efek pesanan yang diprediksi
oleh model diskon ketika urutan bukti negatif yang konsisten diproses. Hal yang sama
berlaku untuk model akresi dalam kasus bukti positif yang konsisten. Auditor cenderung
untuk merevisi keyakinan mereka ketika bukti baru diterima.
Metode Penelitian :
Penelitian ini menggunakan 4 experiment yakni Eksperimen IA (1B) menguji prediksi tanpa
efek urutan untuk bukti positif (negatif) yang konsisten. Eksperimen 2A dan 2B keduanya
menguji prediksi efek kebaruan untuk bukti campuran. Selain itu penelitian ini menguji
prediksi model tentang ukuran jangkar (yaitu, kekuatan keyakinan awal) dengan
memanipulasi ukuran jangkar di tiga kelompok mata pelajaran. Eksperimen 3 menguji efek
"pengenceran" dalam upaya untuk menyimpulkan apakah subjek kami memiliki sikap yang
rentan terhadap bukti, menghindari bukti, atau netral terhadap bukti, Einhorn dan Hogarth
(1985) melaporkan tidak ada uji efek jangkar atau pengenceran. 4 Subyek untuk lima
percobaan adalah 211 auditor praktik yang terdaftar dalam program pendidikan profesional
berkelanjutan di Calgary dan Edmonton, Alberta. S Tingkat pengalaman rata-rata mereka
dalam praktik akuntan publik adalah 2,9 tahun. Subjek menyelesaikan tiga percobaan dalam
urutan yang sama (IA-2A-3 atau 1B-2B-3), dengan waktu rata-rata sekitar 20 menit.
Hasil dan Pembahasan :
Eksperimen IA dan 1B menguji prediksi model akresi dan diskonto tanpa efek urutan
untuk bukti positif dan negatif yang konsisten. Tidak ada efek urutan signifikan yang
ditemukan. Eksperimen 2A dan 2B menguji prediksi model bukti campuran tentang efek
kebaruan untuk bukti campuran. Efek kebaruan yang signifikan ditemukan di kedua
percobaan. Hasil dari Eksperimen 2A dan 2B memberikan dukungan yang lebih kuat untuk
model daripada hasil dari Eksperimen IA dan 1B, karena diprediksi ada dan bukannya tidak
ada efek. Singkatnya, empat percobaan pertama kami memberikan dukungan kuat untuk efek
urutan (dan kekurangannya) yang diprediksi oleh model kontras/kejutan.
Perbedaan penting antara Eksperimen IA dan 1B, di satu sisi, dan Eksperimen 2A dan
2B, di sisi lain, adalah perbedaan antara sifat bukti tambahan yang disajikan (kuat versus
lemah dalam Eksperimen IA dan 1B, tetapi positif versus negatif pada Percobaan 2A dan
2B). Model efek urutan yang hanya memprediksi kebaruan terlepas dari apakah buktinya
konsisten atau campuran akan memprediksi efek yang lebih besar dalam dua eksperimen
terakhir daripada di dua eksperimen sebelumnya. Sementara model Einhorn dan Hogarth
memprediksi tidak ada efek urutan untuk bukti yang konsisten. Eksperimen 3
mengungkapkan delution efek yang signifikan dalam bentuk revisi keyakinan kurang ekstrim
dengan simultan dibandingkan dengan pemrosesan sekuensial. Dengan demikian, hasil kami
menunjukkan bahwa auditor "cenderung" untuk merevisi keyakinan mereka ketika bukti baru
diterima. Audit sering dikonseptualisasikan sebagai proses pengumpulan/evaluasi bukti di
mana keyakinan tentang asersi laporan keuangan direvisi berdasarkan bukti baru. Oleh karena
itu, kita mungkin mengharapkan auditor cenderung untuk menyesuaikan keyakinan mereka
ketika bukti tambahan diterima.
Sejauh mana bukti rawan merupakan karakteristik stabil auditor adalah area yang
signifikan untuk penelitian masa depan. Misalnya, jika ditetapkan bahwa auditor
menunjukkan sikap yang rentan terhadap bukti saat membuat penilaian terkait audit, tetapi
menunjukkan sikap menghindari bukti saat membuat penilaian terkait nonaudit, ini bisa
menjadi langkah penting untuk memahami sifat keahlian dalam penilaian audit. Demikian
pula, jika penelitian selanjutnya adalah untuk menetapkan bahwa auditor secara konsisten
rentan terhadap bukti baik dalam pengaturan audit dan nonauditing, sedangkan jenis ahli
lainnya tidak, ini bisa memiliki implikasi yang cukup besar mengenai efek pelatihan audit.
Kesimpulan :
Revisi, rata-rata yang dibuat oleh auditor yang menerima bukti konfirmasi adalah
0,069, sedangkan revisi rata-rata yang dibuat oleh auditor yang menerima bukti yang tidak
dikonfirmasi adalah -170. Dengan kata lain, meskipun subjek kami cenderung menyesuaikan
keyakinan mereka di kedua arah saat bukti diterima, mereka lebih cenderung menyesuaikan
ke bawah daripada ke atas. Seperti penemuan bukti yang rawan, penemuan kepekaan yang
lebih besar terhadap bukti negatif daripada positif merupakan area penting untuk penelitian
lebih lanjut.
Kritik artikel :
 Ketika menampilkan proxy dalam penelitian ini kurang mencantumkan sumber
datanya diperolehnya proxy tersebut
 Dalam penelitian ini kesimpulan yang dibentuk oleh peneliti terdapat dalam satu
bagian dalam pembahasan hasil penelitian sehingga pada bagian diskusi sudah
mencakup pembahasan hasil dan kesimpulan.

Anda mungkin juga menyukai