Anda di halaman 1dari 9

1.

Mimpi Sang Dara

Pagi menjelang saat seorang gadis yang biasa dipanggil dengan nama Dara mulai menjerang air untuk
membuat segelas teh panas. Dara, ialah gadis yang hidup dengan sejuta mimpi di dalam sebuah rumah
berdinding tinggi.

Dara merupakan gadis yang tumbuh di dalam keluarga berkecukupan, bahkan bisa dibilang sangat kaya.
Namun sayangnya Dara tidak bisa menopang tubuhnya sendiri tanpa menggunakan bantuan kursi roda,
sehingga merasa diacuhkan bahkan saat berada di istana mewah tersebut.

Kedua orang tua Dara selalu mengacuhkannya karena merasa tidak ada yang bisa diharapkan dari gadis
dengan kursi roda tersebut. Sementara kakaknya mungkin saja malu mempunyai adik dengan kondisi
seperti Dara.

Setiap hari Dara hanya menghabiskan waktunya di dalam kamar dan sesekali mengarahkan kursi
rodanya menuju arah taman. Gadis yang berusia 17 tahun tersebut sangat senang untuk menggambar di
taman guna menghilangkan pikiran buruknya yang menyesali keadaannya.

Suatu pagi Dara jatuh dari kursi rodanya, namun tidak ada seorangpun di dalam rumah tersebut
mendekat untuk menolongnya. Rasa kecewanya terhadap hal tersebut membuat Dara memiliki
kekuatan untuk menggerakan kursi rodanya ke arah taman kompleks, berniat menenangkan diri.

Saat sedang terisak di taman, tiba-tiba Dara dihampiri oleh seorang gadis seusianya dengan kondisi yang
sama. Gadis tersebut mengulurkan tangan untuk Dara dan mulai menyebutkan namanya, yaitu Hana.
mereka berdua mudah sekali akrab, mungkin karena keduanya saling mengerti kondisi masing-masing.

Tiba-tiba Hana Berkata, “ Dara, ingatlah bahwa tidak ada seorangpun di dunia ini yang terlahir sia-sia.
Mungkin kita tidak bisa berdiri tegak layaknya manusia lain. Tapi, kita masih punya hak untuk merasakan
bahagia. Cobalah untuk menerima dirimu sendiri, Dara.” lalu, akhirnya gadis itu berpamitan pada Dara.

Semenjak pertemuannya di taman dengan Hana, Dara mulai merenungi kata-kata yang diucapkan oleh
gadis tersebut. Dara berpikir bagaimana ia bisa seutuhnya menerima dirinya ketika orang di dekatnya
tidak mendukungnya sama sekali.

Dara mencoba mencerna perkataan dari Hana secara perlahan, meskipun seringkali ia menangis ketika
teringat kenyataan bahwa ia hanyalah seorang gadis yang diacuhkan. Hal yang dipikirkan oleh Dara
adalah bagaimana ia bisa mewujudkan mimpinya dengan kondisi tersebut.

Mimpi Dara adalah menjadi seorang pelukis yang karyanya bisa dipajang di dalam pameran besar. Hal
yang dilakukan Dara untuk memulainya adalah rajin membuat lukisan. Kesibukan tersebut juga
dilakukan Dara untuk tidak memikirkan mengenai dirinya yang selalu diacuhkan dan mulai memahami
perkataan Hana.
Perlahan mimpi sang Dara mulai terwujud saat diam-diam ia sering memposting lukisannya melalui
media sosial. Hingga suatu hari ada seseorang datang ke rumah Dara untuk menemui gadis itu guna
mengajaknya untuk bergabung di dalam sebuah pameran lukisan.

Kedua orang tua Dara terperangah mendengar ucapan pria tersebut, sebab tidak menyangka bahwa
Dara si gadis kursi roda bisa menghasilkan karya lukisan yang indah. Dara hanya tersenyum melihat
respon kedua orang tuanya dan memilih menerima tawaran pameran tersebut.

Berbagai lukisan indah dipajang dalam pameran yang diberi tema Mimpi Sang Dara. Orang tua Dara
menghadiri pameran tersebut dan merasa terharu atas pencapaian putri yang selama ini diacuhkannya.
Sementara Dara merasa lega bisa menerima keadaan fisiknya dan memanfaatkan apa yang dimiliki.

2. Teman yang Baik

ina dan Dini dikenal sebagai sahabat baik yang populer di sekolah. Meskipun berbeda kelas, tapi mereka
selalu menghabiskan waktu istirahat bersama. Tidak ada yang meragukan eratnya persahabatan di
antara mereka

Meski berbeda karakter, tetap tidak menghalangi kedekatan mereka. Rina merupakan seorang siswi
pendiam yang tidak akan populer jika tidak bersama Dini. Sedangkan Dini cenderung seperti seorang
pembual yang hobi memamerkan barang-barang milik Rina.

Suatu hari pada sebuah acara pengundian hadiah, Rina terpilih menjadi salah satu pemenang. Ia datang
bersama Dini. Di sana para pemenang diperbolehkan untuk memilih sendiri hadiah berupa voucher
belanja dengan berbagai nominal.

Dari lima pemenang terpilih, Rina mendapat giliran keempat untuk mengambil hadiah. Rina melihat
pemenang yang akan mengambil hadiah setelahnya, yaitu seorang ibu berpakaian lusuh dengan
keempat anaknya yang masih kecil. Ia kemudian melihat voucher yang tersisa.

Melihat nominal pada voucher yang tinggal dua pilihan, ia memilih voucher belanja dengan nominal
paling rendah kemudian berbalik dan tersenyum pada ibu dan empat anaknya. Hal ini membuat Dini
terkejut dan menganggapnya bodoh.

Dini kemudian mencoba menguji Rina dengan uang yang ia bawa. Ia meminta Rina untuk mengambil
salah satu uang yang ia sodorkan. Sedikit bingung, Rina mengambil uang dengan nominal paling rendah.

Keesokan harinya Dini bercerita kepada teman-temannya tentang kebodohan Rina. Untuk
membuktikannya, Dini memanggil Rina ke hadapan teman-teman kelasnya.

“Hai, Rin, aku ada uang nganggur nih. Kamu pilih yang mana? Aku kasih buat kamu.” Dini menyodorkan
uang sejumlah Rp10.000 dan Rp20.000 kepada Rina.
Rina pun mengambil Rp10.000 dari Dini. Dini dan teman-temannya tertawa dan mengatakan bahwa
Rina bodoh. Peristiwa ini tidak hanya terjadi satu atau dua kali. Beberapa teman Dini juga ikut-ikutan
melakukan hal itu.

Rina tetap diam dipermalukan seperti itu. Dan setiap kali dipaksa untuk memilih, ia selalu bersikap
tenang dan memilih uang dengan nominal yang paling rendah. Ia juga ikut tertawa ketika orang-orang
menertawakannya.

Hingga suatu hari ketika Dini memamerkan kebodohan Rina pada salah seorang kakak kelas terpopuler
bernama Rifki dihadapan teman-teman kelasnya. Dini kembali menyodorkan uang, kali ini bernominal
Rp50.000 dan Rp100.000, kepada Rina dan memintanya memilih.

Lagi-lagi Rina memilih uang dengan nominal terendah. Semua orang tertawa, menertawakan Rina yang
hanya tertunduk, kecuali Rifki. Ia tertegun mengamati siapa sebenarnya yang sedang membodohi siapa.

“Lihat, Kak. Teman baikku yang satu ini unik kan?” kata Dini kembali mulai mempermalukan Rina.

“Ya, dia memang unik dan cerdas. Jika saja ia memilih uang dengan nominal tertinggi dari awal, maka
kalian tidak akan mau bermain dengannya bukan? Cobalah kalian hitung berapa ratus ribu yang sudah
kalian keluarkan cuma-cuma,” kata Rifki.

Dia pintar, memilih bersabar untuk mengambil keuntungan lebih. Jadi, sebenarnya siapa yang sedang
membodohi siapa?” lanjut Rifki tertawa.

Semua orang terdiam mendengar penjelasan dari Kak Rifki. Seketika mereka merasa telah melakukan
hal bodoh yang sia-sia. Sedangkan Rina tersenyum memandang Kak Rifki yang berbalik menertawakan
Dini dan teman-temannya.

Pada akhirnya, bagi Rina teman yang baik itu selalu ada memberikan tambahan penghasilan tak terduga
meski harus dibayar dengan kesabarannya. Tapi tidak apa-apa, setiap perbuatan pasti ada bayarannya
dan perbuatan Dini dibayar dengan uang serta rasa malu.

3. Ied Adha Bersama Teman-Teman

Beberapa hari ini, sekolah sedang ramai perbincangan hari raya kurban. Kata Ustazah, hari raya kurban
adalah hari rayanya umat Islam. Hari raya kurban adalah hari raya pemotongan kambing. Aku senang
saat hari raya kurban.

Ada banyak sekali kawan-kawan di sekolah. Karena saat hari raya kurban, banyak peristiwa di sekolah
kami yang menyenangkan. Biasanya, ustadzah menceritakan hari raya kurban di masa lalu.

Aku dan teman-teman selalu senang mendengarkan beliau cerita. Kata Ustadzahku, dahulu Nabi Ibrahim
As sudah tua usianya dan baru dikarunia anak. Namun, sayangnya begitu memiliki anak bernama Ismail,
Allah datang lewat mimpi dan menyuruh Nabi Ibrahim menyembelihnya.
Karena Nabi Ibrahim sangat taat pada Allah SWT, akhirnya menceritakan mimpinya pada nabi Ismail.
Ismail pun bersedia untuk disembelih. Namun, begitu pisau menyentuh leher Ismail langsung berubah
menjadi kambing. Sejak saat itulah dirayakan hari raya kurban.

Ada hal lain yang membuatku senang ketika hari raya kurban. Salah satunya adalah membeli kambing.
Di sekolah kami menabung setiap.hati dan uangnya dikumpulkan. Saat hari raya kurban, uangnya
digunakan untuk membeli kambing.

Kami ramai-ramai ke penternakan untuk membeli kambing. Di penternakan ada banyak sekali macam
kambing. Kambing-kambing makan rumput dan mempunyai kaki empat. Terkadang, kambing bersuara
dan aku sangat senang mendengarnya.

Setelah membeli kambing, kami kembali ke sekolah. Kambing-kambing juga ikut ke sekolah dan
keesokan harinya siap disembelih. Aku melihat kambing yang disembelih. Ada banyak darahnya dan bau.

Daging kambing dipisahkan dari kulitnya. Kemudian dibungkus dan dibagi-bagikan ke orang-orang. Aku
dan teman-teman ikut membagikan daging kambing. Aku juga ketemu teman baru, namanya Naya. Naya
sudah tidak memiliki Ayah dan Ibu.

Tapi, Naya sudah menjadi temanku. Sejak menerima daging dariku dan dibawanya pulang untuk
dimasak bersama neneknya, Naya jadi berterima kasih. Sejak saat itu, Naya jadi selalu baik hati. Bahkan
ia menolong saat terjatuh.

Nah! Kata Naya, dagingnya di sate. Naya senang sekali karena sudah lama tidak makan sate. Kalau aku
dagingnya diolah jadi sup. Ibu suka sekali membuatkan aku sup. Saat hari raya idul kurban, Naya ikut ke
rumahku dan makan sup bersama.

4. Bilang Dulu Sebelum Pinjam

Di suatu sekolah, ada anak bernama Arkhan. Arkhan adalah anak kelas TK besar dan sering membuat Bu
guru marah. Karena sering membuat Bu guru marah, Arkhan sering dipanggil tetapi tidak dimarahi.

Arkhan sering meminta maaf atas kesalahannya. Dia juga sering membuat teman-teman menangis.
Arkhan selalu begitu dan tidak pernah kapok. Beberapa barang juga diambil oleh Arkhan. Arkhan juga
terkenal sering kabur-kaburan.

Pada suatu hari saat pulang sekolah, Arkhan belum dijemput oleh ibunya. Kalau belum dijemput, maka
belum boleh pulang. Tetapi, Arkhan sering berlari dan bersembunyi. Arkhan menghindari Bu guru dan
selalu berkeliling halaman sekolah yang luas.
Seperti biasanya, Bu guru mencari Arkhan ke setiap sudut ruangan. Namun, Arkhan tidak ditemukan.
Biasanya Arkhan bermain di taman. Begitu Bu guru kesana, Arkhan tidak ada. Sudah beberapa tempat
dikunjungi, tapi tetap tidak ada tanda-tanda keberadaan Arkhan.

Akhirnya, Bu guru pun kelelahan dan ia istirahat di aula. Suasana segar dari angin yang keluar di kipas
membuat Bu Guru tidak menyadari kalau Arkhan ada di sana.

“Bu Guru!” Arkhan menghambur ke arah Bu guru dan memeluknya.

“Arkhan kaku dari mana aja? Ibu nyariin kamu ternyata ada di sini?” Ucap Bu Guru.

“Iya Bu, soalnya aku masih nungguin jemputan Ibu.” jawab Arkhan.

“Iya, lain kali bilang dulu sama Bu guru, ya! Jadinya ibu nggak nyariin kamu.”

“Baik bu.” Jawa Arkhan.

Setelah itu, Arkhan dan Ibu guru pun ke ruang tunggu penjemputan dan Arkhan bermain beberapa
puzzle. Arkhan sangat suka bermain puzzle terlebih puzzle panda milik Humaira, temannya yang dibawa
akhir-akhir ini. Humaira juga belum pulang, masih menunggu jemputan.

“Mas Arkhan dijemput!” Suara Bu guru menggelegar. Sontak dengan senang hati, Arkhan pun langsung
menghambur ke arah ibunya, dan mereka pun pulang. Tinggal Humaira dan beberapa teman lainnya
yang belum dijemput. Mereka masih bermain beberapa mainan.

Tak beberapa lama kemudian, terdengar suara Bu guru. “Mba Humaira Dijemput!”

Humaira yang terbiasa rapi pun membereskan mainannya. Namun, ada satu yang mengganjal. Humaira
mulai mondar-mandir ke sana kemari, lalu tidak lama kemudian ia mewek. Tangisnya pun pecah,
membuat heboh seisi ruangan.

“Panda Dede nggak ada….” Ucap Humaira sambil menangis.

“Panda yang mana?” tanya Bu guru. Tapi, Humaira semakin menangis dan semakin kencang
tangisannya. Semakin membuat orang bingung, apa yang dimaksud panda miliknya?

“Itu bu, tadi Humaira bawa Puzzle panda. Tapi puzzlenya dipinjem sama Arkhan.” ucap Aurel, salah satu
anak yang belum dijemput juga. Bu guru pun bertanya, “Sama Arkhan puzzlenya ditaruh di mana?”

“Nggak tau.” Jawa Aurel.

Pun pada akhirnya semua yang ada di ruangan mencari puzzlenya Humaira yang bergambar panda,
tetap tidak ditemukan. Hanya ada satu kemungkinan, bisa jadi puzzle itu ikut Arkhan pulang. Akhirnya,
Bu guru pun menghubungi Ibunya Arkhan.
“Oh iya Bu, maaf yaa puzzlelnya kebawa sama Arkhan. Nanti segera saya antarkan.” Ucap Ibunya Arkhan
dari seberang telepon. Pada akhirnya, telepon pun ditutup. Menunggu hingga setengah jam, dua orang
bertubuh tinggi dan kecil datang dari arah gerbang.

“Itu Arkhan, Bu!” Teriak Aurel dari dalam ruang tunggu jemputan.

Akhirnya Arkhan un mengembalikan puzzle milik Humaira yang sudah mulai berhenti menangis.
“Arkhan, kenapa kamu bawa puzzlenya Humaira?” Tanya Bu guru.

“Anu itu Bu, aku nggak tau puzzlenya tiba-tiba ada di tasku.” Jawab Arkhan.

Bu guru menghela napas. Sudah biasa terjadi, Arkhan sering membawa pulang benda-benda di sekolah
yang menurutnya menarik. Bahkan tempo lalu ia pernah membawa kabel.mic yang didapat dari lemari
kantor sekolah.

“Arkhan kamu harus minta maaf sama Humaira.” ucap Aurel.

“Kenapa aku harus minta maaf? Kan puzzlenya sudah aku kembalikan?”

“Soalnya kamu udah bikin Humaira nangis"

Akhirnya arkhan minta maaf dan mulai berbaikan lagi dengan teman temannya.

5. Pendidikan yang Aku Tunggu

Pendidikan, sebuah kata yang seharusnya bisa dirasakan oleh setiap orang terutama bagi anak-anak.
Namunm pada kenyataannya tak semua orang bisa merasakan pendidikan di sekolah, salah satu
penyebabnya adalah harus mencari rezeki. Bagus, itulah nama panggilanku dan aku satu dari sekian
banyak yang tak bisa merasakan apa itu arti bersekolah.

Usiaku saat ini 10 tahu, kata teman-temanku, “seharusnya akus sudah kelas 4 atau 5 SD”, tetapi karena
keadaan ekonomi yang tidak memungkinkan aku harus mencari rezeki demi bisa memenuhi kebutuhan
hidup aku dan adikku yang masih berusia 5 tahun.

Aku dan adikku hanya tinggal di rumah berukuran 4×4 meter persegi dan itu pun milik orang lain. Tak
pernah terbayangkan oleh diriku apabila tak ada rumah ini, mungkin saja aku dan adikku harus tidur di
depan ruko yang setiap malam harus melawan dinginnya malah atau hujan. Pada suatu waktu, malam
hari terasa lebih dingin, kami berdua tak memiliki selimut dan hanya mempunyai satu sarung, kemudian
sarung itu kuberikan kepada adikku.

Orang tua kami sudah lama meninggal dunia karena motor yang dikendarai oleh ayahku jatuh disaat
hujan sedang turun dengan deras. Kedua orangtuaku sempat dibawa ke rumah sakit, tetapi apa hendak
dikata, orangtuaku meninggal dunia dan aku yang mendengar kabar itu merasakan sedih yang
mendalam.
Hingga akhirnya di tahun ketiga, aku dan adikku mendapatkan pembiayaan sekolah sampai lulus SMA
dari lembaga pendidikan pemerintah. Setelah mendengar kabar seperti itu, aku pun merasa senang
karena bisa merasakan bersekolah dan bertemu dengan teman-teman baru. Tak hanya sampai disitu.
Aku sangat merasa bahagia karena adikku tercinta bisa menempuh pendidikan yang layak dan kami
berdua belajar dengan sungguh-sungguh.

Sejak saat itulah aku dan adikku mendapatkan banyak ilmu pengetahuan yang bermanfaat, bahkan aku
juga berhasil melanjutkan pendidikan sarjana dengan beasiswa yang aku peroleh. Jadi, selalu percayalah
bahwa kelak suatu saat nanti, hal yang kita inginkan bisa tercapai dan kita bisa bahagia.

6. Persahabatan yang Tak Akan Pernah Luntur

Surat ini kutuliskan untuk sahabatku yang Bernama Jasmine yang sudah berpindah ke luar kota. Dengan
ditulisnya surat ini, aku berharap agar persahabatan kita terus terjaga walaupun dipisah jarak yang
cukup jauh.

Kisah persabahatanku dengan Jasmine dimlai sejak kami masuk SMP. Pada saat itu, aku dan dia baru
berkenalan ketika aku ingin pingsan di jam olaharaga. Sebelum pingsan, Jasmine bertanya padaaku, “
kamu terlihat lemas, apakah kamu perlu kupanggil guru agar segera dibawa ke UKS?” aku yang berusaha
untuk tetap kuat kemudian menjawab, “tidak perlu, aku masih kua untuk mengikuti jam olahraga.”

Jasmine yang merasa kalau diriku benar-benar sedang tidak sehat, kemudian memanggil guru untuk
memberitahukan bahwa Putri sepertinya akan pingsan. Tanpa berlama-lama, guru olahraga segera
membawa Putri ke ruangan UKS agar bisa beristirahat. Setelah masuk ke ruang UKS, aku merasa sudah
lebih baik dan tahu kalau penyebab ingin pingsan adalah karena belum sarapan di pagi hari.

Sesampainya kembali ke kelas, aku sangat berterima kasih kepada Jasmine karena sudah
memberitahukan kepada guru kalau aku bisa saja pingsan. Tanpa Jasmine, mungkin aku akan pingsan.
Kami berdua pun pulang bersama naik angkutan umum yang sama karena tanpa diduga rumah kami
searah.

Tiga tahun sudah aku dan Jasmine memiliki tali persabahatan dan kami selalu berbagi cerita sedih atau
bahagia. Setelah kami berdua lulus dari SMP, Jasmine bersama orangtuanya pindah ke luar kota.
Mendengar kabar itu, aku sedih karena akan sulit untuk bertemu langsung dengan Jasmine. Meskipun
sudah alat komunikasi canggih, tetapi rasanya akan kurang kalau tidak bisa berbagi cerita secara
langsung.

Tak terasa juga, aku sudah hampir selesai menempuh pendidikan SMA, sehingga aku berinisiatif untuk
menulis surat kepada Jasmine. Pada bagian akhir surat itu, aku menulis, “apakah kita bisa bertemu
kembali di universitas yang sama?”
7. Ketika sudah memasuki Sekolah Dasar (SD), ayah selalu berjanji kalau aku mendapatkan rangking 10
besar akan diberikan hadiah. Namun, saat pertama kali aku kelas 1 SD tak pernah mendapatkan
rangking 10 besar, sehingga aku gagal mendapatkan hadiah. Melihat keadaaku yang murung, ayah
memberikanku sebua motivasi untuk tidak menyerah dan selalu belajar agar bisa mencapai rangking 10
besar dan hanya berada di 15 besar saja.

Masuk tahun ajaran baru dan aku naik ke kelas 2 SD, di kelas ini, aku selalu ingat dengan motivasi ayah
agar rajin belajar. Kemudian aku terus belajar agar bisa masuk ke 10 besar, tetapi ketika belajar aku
selalu merasa lelah karena sudah belajar di sekolah dan belajar lagi di rumah. Bahkan, aku seperti
merasa sia-sia ketika sudah belajar dengan sungguh-sungguh karena tetap belum bisa masuk ke 10
besar.

Tak pernah berhenti, ayah selalu berusaha mengingatkanku untuk terus semangat dan tidak pernah
menyerah.

Ayah berkata, “coba kamu lihat waktu kelas satu kamu sudah berhasil mencapai 15 besar, kini di kelas 2
SD, kamu sudah naik ke peringkat 12 besar itu tandanya usaha kamu tidak sia-sia.”

Aku yang mendengarkan perkataan ayah menjadi lebih semangat untuk melakukan belajar kembali di
rumah.

Ketika semester pertama di kelas 3 SD, aku sangat senang karena berhasil masuk ke 9 besar. Ayah
mendengar kabar itu sangat senang dan tak lupa dengan janjinya ketika pertama kali aku masuk SD.

“Anak ayah memang hebat, kamu mau hadiah apa karena sudah berhasil masuk ke 9 besar?”

“Aku ingin hadiah mainan robot-robotan yang kemarin kita lihat di mall.”

“Berarti hari minggu besok, kita pergi ke mall untuk beli robot-robotan.”

Setelah mendapatkan hadiah, akhirnya aku mengerti bahwa berjuang dengan sungguh-sungguh pasti
akan ada hasilnya.

8. Persahabatan Sejati

Saat ini aku berada di kelas 3 SMP, setiap hari kujalani bersama dengan ketiga sahabatku yaitu Aris,
Andri, dan Ana. Kita berempat sudah bersahabat sejak kecil. Suatu saat kami menulis surat perjanjian
persahabatan di sobekan kertas yang dimasukkan ke dalam sebuah botol, kemudian botol tersebut
dikubur di bawah pohon yang nantinya surat tersebut akan kami buka saat kami menerima hasil ujian
kelulusan. Hari yang kami berempat tunggu akhirnya tiba, kami pun menerima hasil ujian dan hasilnya
kita berempat lulus semua. Kami serentak langsung pergi berlari ke bawah pohon yang pernah kami
datangi dan menggali tepat di mana botol yang dahulu dikubur berada. Kemudian, kami berempat
membuka botol tersebut dan membaca tulisan yang dulu pernah kami tulis. Kertas tersebut bertuliskan
“Kami berjanji akan selalu bersama untuk selamanya.” Keesokan hari, aris berencana untuk merayakan
kelulusan kami berempat. Malamnya kami berempat pergi bersama ke suatu tempat dan di situlah saat-
saat yang tidak bisa aku lupakan karena aris berencana untuk menyatakan perasannya kepadaku.
Akhirnya aku dan anis berpacaran. Begitu juga dengan Andri, dia pun berpacaran dengan Ana. Malam itu
sungguh malam yang istimewa untuk kami berempat. Kami pun bergegas untuk pulang. Ketika
perjalanan pulang, entah mengapa perasaanku tidak enak. “Perasaanku ngga enak banget ya?” Ucapku
penuh cemas. “Udahlah ndi, santai aja, kita ngga bakalan kenapa-kenapa” jawab andri dengan santai.
Tidak lama setelah itu, hal yang dikhawatirkan Nindi terjadi. “Arissss awasss! di depan ada juang!” Teriak
Nindi. “Aaaaaaaaaa!!!” Bruuukkk. Mobil yang kami kendarai masuk ke dalam jurang. Aku tak kuasa
menahan air mata yang terus mengalir sampai aku tidak sadarkan diri. Perlahan aku buka mataku sedikit
demi sedikit dan aku melihat ibu berada di sampingku. “Nindi.. kamu sudah sadar, Nak?” Tanya ibuku.
“Ibu.. aku di mana? Di mana Ana, Andri, dan Aris?” tanyaku. “Kamu di rumah sakit Nak, kamu yang sabar
ya, Andri dan aris tidak tertolong di lokasi kecelakaan” Jawab ibu sambil menitikkan air mata. Aku
terdiam mendengar ucapan ibu dan air mataku menetes, tangisku tiada henti mendengar pernyataan
ibu. “Aris, mengapa kamu tinggalkan aku, padahal aku sayang banget ke kamu, aku cinta kamu, tapi
kamu ninggalin aku begitu cepat, semua pergi ninggalin aku.” batinku berkata. Lantas, 2 hari berlalu dan
aku berkunjung ke makam mereka, aku berharap kami bisa menghabiskan waktu bersama sampai tua.
Tetapi sekarang semua itu hanya angan-angan. Aku berjanji akan selalu mengenang kalian.

Anda mungkin juga menyukai