Anda di halaman 1dari 2

Matahari mulai terbit, pagi itu seorang gadis yang biasa dipanggil dengan nama Dara mulai

bangun menuju ke dapur untuk memasak air dan membuat segelas teh panas. Dara, ialah gadis
yang hidup dengan sejuta mimpi di dalam sebuah rumah berdinding tinggi.
Dara merupakan gadis yang tumbuh di dalam keluarga berkecukupan, bahkan bisa dibilang Ia
sangat kaya. Namun sayangnya Dara memiliki keterbatasan, Ia tidak bisa menopang tubuhnya
sendiri tanpa menggunakan bantuan kursi roda, sehingga Ia merasa tidak percaya diri bahkan
Iapun sering diacuhkan saat berada di rumah.
Kedua orang tua Dara selalu mengacuhkannya karena merasa tidak ada yang bisa diharapkan
dari gadis tersebut dengan kursi roda. Dara memiliki kakak perempuan yang bernama Sarah.
Sementara Sarah mungkin saja malu mempunyai adik dengan kondisi seperti Dara. Bahkan
Sarah jarang sekali peduli dengan Dara. Orang tua Dara pun sering membanding-bandingkan
kedua kakak adik tersebut, sehingga Dara merasa sangat sedih. Didalam rumah tersebut Draha
memiliki pembantu yang bernama bibi Fatma. Di saat Dara merasa sendiri terkadang bibi Fatma
yang dengan setia mengajak nya untuk bercerita dan berkeliling di sekitar kompleks perumahan.
Namun tetap saja Dara merasa kesepian. Disamping dia sering di acuhkan anggota keluarga nya
pun sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing.
Setiap harinya, Dara hanya menghabiskan waktunya di dalam kamar dan sesekali mengarahkan
kursi rodanya menuju halaman rumah. Gadis yang berusia 15 tahun tersebut sangat senang untuk
menggambar di halaman rumah untuk menghilangkan pikiran buruknya tentang kondisinya saat
ini.
Suatu pagi Dara jatuh dari kursi rodanya, namun tidak ada seorangpun di dalam rumah tersebut
yang mendekat untuk menolongnya. Rasa kecewanya terhadap hal tersebut membuat Dara
memiliki kekuatan untuk menggerakan sendiri kursi rodanya ke arah taman di kompleks
perumahan yang ia tinggali, karna Dara berniat untuk menenangkan diri serta mencari udara
segar.
Saat sedang merenung di taman kompleks perumahan, tiba-tiba Dara dihampiri oleh seorang
gadis seusianya dengan kondisi yang sama. Gadis tersebut mengulurkan tangannya untuk Dara
dan mulai menyebutkan namanya, yaitu Hana. Mereka berdua mulai saling mengobrol dan
mereka mudah sekali akrab, mungkin karena keduanya saling mengerti kondisi masing-masing.
Saat mereka asik berbincang-bincang, tiba-tiba Hana berkata kepada Dara, “ Dara, ingatlah
bahwa tidak ada seorangpun di dunia ini yang terlahir sia-sia.Walaupun ditengah keterbatasan
yang kita miliki namun kita berhak untuk merasakan kebahagiaan. Kita mampu untuk sama
dengan mereka-mereka diluar sana bahkan bisa saja kita memiliki kemampuan yang mereka
tidak miliki. Cobalah untuk menerima dirimu sendiri, Dara. Dulu akupun hidup dengan
kekesalan dan kekecewaan karna terlahir dengan kondisi seperti ini, namun hari demi hari aku
lalui dan aku mencoba untuk terus menyemangati diriku sendiri, walaupun aku memiliki
keterbatasan namun aku membuktikan ke orang tuaku bahkan orang-orang diluar sana kalau aku
mampu dan aku memiliki sesuatu yang kalian tidak miliki. Beberapa bulan yang lalu aku meraih
juara 1 lomba Smac. Orang tua ku sangat bangga atas pencapaian yang aku raih, bahkan temen-
temanku pun disekolah bangga terhadap aku dan mereka tidak sungkan untuk belajar bersama
aku” Disaat itu Dara merasa terhibur bahkan dia bisa tersenyum, kemudian Hana memeluk Dara.
Dara pun menceritakan tentang hidupnya sehari-hari dirumah yang sering diacuhkan oleh
anggota keluarganya sendiri. Hana, terima kasih telah menyemangatiku bahkan memberiku
motivasi untuk tetap kuat, aku mungkin cacat di mata keluarga sendiri tapi aku akan buktikan kal
aku mampu dan aku ingin membuat mereka peduli serta bangga dengan aku, kata Dara. Lalu,
akhirnya Hana berpamitan pada Dara.
Dara pun kembali menuju rumah, dan semenjak pertemuannya di taman kompleks perumahan
dengan Hana, Dara mulai merenungi kata-kata yang diucapkan oleh gadis tersebut. Dara berpikir
bagaimana ia bisa seutuhnya menerima dirinya ketika orang di dekatnya tidak mendukungnya
sama sekali.
Dara mencoba mencerna perkataan dari Hana secara perlahan, meskipun seringkali ia menangis
ketika teringat kenyataan bahwa ia hanyalah seorang gadis yang diacuhkan oleh anggota
keluarganya sendiri. Hal yang dipikirkan oleh Dara adalah bagaimana ia bisa mewujudkan
mimpinya dengan kondisi tersebut dan membuat orang-orang disekitarnya menjadi bangga.
Mimpi Dara adalah menjadi seorang pelukis yang karyanya bisa dipajang di dalam pameran
besar. Hari demi hari Dara mencoba untuk rajin membuat lukisan. Kesibukan tersebut juga
dilakukan Dara untuk tidak memikirkan mengenai dirinya yang selalu diacuhkan oleh anggota
keluarganya senidir dan mulai memahami perkataan Hana.
Pada saat malam hari ketika Dara hendak beristirahat, Dara membuka ponsel nya dan melihat
sosial media. Dia melihat suatu karya lukisan yang di posting oleh salah satu seniman. Saat itu
Dara berfikir, kenapa aku tidak memposting saja lukisan-lukisan yang aku buat, siapa tau banyak
yang suka.
Pagi harinya, Darapun langsung melihat ponselnya kembali dan langsung keluar kamar menuju
ruangan yang biasanya Ia tempati untuk melukis, kemudian Dara langsung memfoto hasil
lukisannya dan memposting hasil lukisannya tersebut.
Perlahan mimpi sang Dara mulai terwujud saat diam-diam ia sering memposting lukisannya
melalui media sosial. Hingga suatu hari ada seseorang datang ke rumah Dara untuk menemui
gadis itu guna mengajaknya untuk bergabung di dalam sebuah pameran lukisan.
Kedua orang tua Dara terperangah mendengar ucapan pria tersebut, sebab tidak menyangka
bahwa Dara si gadis kursi roda bisa menghasilkan karya lukisan yang indah. Dara hanya
tersenyum melihat respon kedua orang tuanya dan memilih menerima tawaran pameran tersebut.
Berbagai lukisan indah dipajang dalam pameran yang diberi tema Mimpi Sang Dara. Orang tua
Dara menghadiri pameran tersebut dan merasa terharu atas pencapaian putri yang selama ini
diacuhkannya. Sementara Dara merasa lega bisa menerima keadaan fisiknya dan memanfaatkan
apa yang dimiliki.

Bersambung……………….

Anda mungkin juga menyukai