Anda di halaman 1dari 3

Cerpen Motivasi : Mimpi Sang Dara

Mimpi Sang Dara


Pagi menjelang saat seorang gadis yang biasa dipanggil dengan nama Dara mulai menjerang air
untuk membuat segelas teh panas. Dara, ialah gadis yang hidup dengan sejuta mimpi di dalam
sebuah rumah berdinding tinggi.
Dara merupakan gadis yang tumbuh di dalam keluarga berkecukupan, bahkan bisa dibilang
sangat kaya. Namun sayangnya Dara tidak bisa menopang tubuhnya sendiri tanpa menggunakan
bantuan kursi roda, sehingga merasa diacuhkan bahkan saat berada di istana mewah tersebut.
Kedua orang tua Dara selalu mengacuhkannya karena merasa tidak ada yang bisa diharapkan
dari gadis dengan kursi roda tersebut. Sementara kakaknya mungkin saja malu mempunyai adik
dengan kondisi seperti Dara.
Setiap hari Dara hanya menghabiskan waktunya di dalam kamar dan sesekali mengarahkan kursi
rodanya menuju arah taman. Gadis yang berusia 17 tahun tersebut sangat senang untuk
menggambar di taman guna menghilangkan pikiran buruknya yang menyesali keadaannya.
Suatu pagi Dara jatuh dari kursi rodanya, namun tidak ada seorangpun di dalam rumah tersebut
mendekat untuk menolongnya. Rasa kecewanya terhadap hal tersebut membuat Dara memiliki
kekuatan untuk menggerakan kursi rodanya ke arah taman kompleks, berniat menenangkan diri.
Saat sedang terisak di taman, tiba-tiba Dara dihampiri oleh seorang gadis seusianya dengan
kondisi yang sama. Gadis tersebut mengulurkan tangan untuk Dara dan mulai menyebutkan
namanya, yaitu Hana. mereka berdua mudah sekali akrab, mungkin karena keduanya saling
mengerti kondisi masing-masing.
Tiba-tiba Hana Berkata, “ Dara, ingatlah bahwa tidak ada seorangpun di dunia ini yang terlahir
sia-sia. Mungkin kita tidak bisa berdiri tegak layaknya manusia lain. Tapi, kita masih punya hak
untuk merasakan bahagia. Cobalah untuk menerima dirimu sendiri, Dara.” lalu, akhirnya gadis
itu berpamitan pada Dara.
Semenjak pertemuannya di taman dengan Hana, Dara mulai merenungi kata-kata yang
diucapkan oleh gadis tersebut. Dara berpikir bagaimana ia bisa seutuhnya menerima dirinya
ketika orang di dekatnya tidak mendukungnya sama sekali.
Dara mencoba mencerna perkataan dari Hana secara perlahan, meskipun seringkali ia menangis
ketika teringat kenyataan bahwa ia hanyalah seorang gadis yang diacuhkan. Hal yang dipikirkan
oleh Dara adalah bagaimana ia bisa mewujudkan mimpinya dengan kondisi tersebut.
Mimpi Dara adalah menjadi seorang pelukis yang karyanya bisa dipajang di dalam pameran
besar. Hal yang dilakukan Dara untuk memulainya adalah rajin membuat lukisan. Kesibukan
tersebut juga dilakukan Dara untuk tidak memikirkan mengenai dirinya yang selalu diacuhkan
dan mulai memahami perkataan Hana.
Perlahan mimpi sang Dara mulai terwujud saat diam-diam ia sering memposting lukisannya
melalui media sosial. Hingga suatu hari ada seseorang datang ke rumah Dara untuk menemui
gadis itu guna mengajaknya untuk bergabung di dalam sebuah pameran lukisan.
Kedua orang tua Dara terperangah mendengar ucapan pria tersebut, sebab tidak menyangka
bahwa Dara si gadis kursi roda bisa menghasilkan karya lukisan yang indah. Dara hanya
tersenyum melihat respon kedua orang tuanya dan memilih menerima tawaran pameran tersebut.
Berbagai lukisan indah dipajang dalam pameran yang diberi tema Mimpi Sang Dara. Orang tua
Dara menghadiri pameran tersebut dan merasa terharu atas pencapaian putri yang selama ini
diacuhkannya. Sementara Dara merasa lega bisa menerima keadaan fisiknya dan memanfaatkan
apa yang dimiliki.
Cerpen Lucu: Teman Yang Baik
Teman yang Baik
Rina dan Dini dikenal sebagai sahabat baik yang populer di sekolah. Meskipun berbeda kelas,
tapi mereka selalu menghabiskan waktu istirahat bersama. Tidak ada yang meragukan eratnya
persahabatan di antara mereka.
Meski berbeda karakter, tetap tidak menghalangi kedekatan mereka. Rina merupakan seorang
siswi pendiam yang tidak akan populer jika tidak bersama Dini. Sedangkan Dini cenderung
seperti seorang pembual yang hobi memamerkan barang-barang milik Rina.
Suatu hari pada sebuah acara pengundian hadiah, Rina terpilih menjadi salah satu pemenang. Ia
datang bersama Dini. Di sana para pemenang diperbolehkan untuk memilih sendiri hadiah
berupa voucher belanja dengan berbagai nominal.
Dari lima pemenang terpilih, Rina mendapat giliran keempat untuk mengambil hadiah. Rina
melihat pemenang yang akan mengambil hadiah setelahnya, yaitu seorang ibu berpakaian lusuh
dengan keempat anaknya yang masih kecil. Ia kemudian melihat voucher yang tersisa.
Melihat nominal pada voucher yang tinggal dua pilihan, ia memilih voucher belanja dengan
nominal paling rendah kemudian berbalik dan tersenyum pada ibu dan empat anaknya. Hal ini
membuat Dini terkejut dan menganggapnya bodoh.
Dini kemudian mencoba menguji Rina dengan uang yang ia bawa. Ia meminta Rina untuk
mengambil salah satu uang yang ia sodorkan. Sedikit bingung, Rina mengambil uang dengan
nominal paling rendah.
Keesokan harinya Dini bercerita kepada teman-temannya tentang kebodohan Rina. Untuk
membuktikannya, Dini memanggil Rina ke hadapan teman-teman kelasnya.
“Hai, Rin, aku ada uang nganggur nih. Kamu pilih yang mana? Aku kasih buat kamu.” Dini
menyodorkan uang sejumlah Rp10.000 dan Rp20.000 kepada Rina.
Rina pun mengambil Rp10.000 dari Dini. Dini dan teman-temannya tertawa dan mengatakan
bahwa Rina bodoh. Peristiwa ini tidak hanya terjadi satu atau dua kali. Beberapa teman Dini juga
ikut-ikutan melakukan hal itu.
Rina tetap diam dipermalukan seperti itu. Dan setiap kali dipaksa untuk memilih, ia selalu
bersikap tenang dan memilih uang dengan nominal yang paling rendah. Ia juga ikut tertawa
ketika orang-orang menertawakannya.
Hingga suatu hari ketika Dini memamerkan kebodohan Rina pada salah seorang kakak kelas
terpopuler bernama Rifki dihadapan teman-teman kelasnya. Dini kembali menyodorkan uang,
kali ini bernominal Rp50.000 dan Rp100.000, kepada Rina dan memintanya memilih.
Lagi-lagi Rina memilih uang dengan nominal terendah. Semua orang tertawa, menertawakan
Rina yang hanya tertunduk, kecuali Rifki. Ia tertegun mengamati siapa sebenarnya yang sedang
membodohi siapa.
“Lihat, Kak. Teman baikku yang satu ini unik kan?” kata Dini kembali mulai mempermalukan
Rina.
“Ya, dia memang unik dan cerdas. Jika saja ia memilih uang dengan nominal tertinggi dari awal,
maka kalian tidak akan mau bermain dengannya bukan? Cobalah kalian hitung berapa ratus ribu
yang sudah kalian keluarkan cuma-cuma,” kata Rifki.
Dia pintar, memilih bersabar untuk mengambil keuntungan lebih. Jadi, sebenarnya siapa yang
sedang membodohi siapa?” lanjut Rifki tertawa.
Semua orang terdiam mendengar penjelasan dari Kak Rifki. Seketika mereka merasa telah
melakukan hal bodoh yang sia-sia. Sedangkan Rina tersenyum memandang Kak Rifki yang
berbalik menertawakan Dini dan teman-temannya.
Pada akhirnya, bagi Rina teman yang baik itu selalu ada memberikan tambahan penghasilan tak
terduga meski harus dibayar dengan kesabarannya. Tapi tidak apa-apa, setiap perbuatan pasti ada
bayarannya dan perbuatan Dini dibayar dengan uang serta rasa malu.
Cerpen tentang Kehidupan
Andi adalah seorang mahasiswa jurusan Teknik Informatika di salah satu Perguruan Tinggi
favorit di Jogjakarta. Setiap hari ia bertemu dengan aku di kampus. Suatu hari, dia bercerita
kepadaku tentang masalah hidupnya. Dia berpikir kalau orang lain selalu terlihat senang dan
bahagia terlepas dari masalah yang dialami dalam hidupnya. Mereka terlihat seperti orang-orang
yang tak memiliki beban di pundaknya. Namun anehnya, Andi merasa tidak terlalu suka saat
melihat temannya tersenyum bahagia.
“Haikal, kok aku aneh ya selalu merasa bahwa kehidupan orang lain selalu baik-baik aja bahkan
kelihatan seperti tidak punya masalah, beda banget sama kehidupan aku yang rasanya kayak
punya banyak beban terus aku juga merasa tidak bisa bahagia.” Kata Andi waktu itu.
Pada waktu itu juga aku mengatakan kepada Andi bahwa setiap orang memiliki permasalahan
dan beban hidup yang ditanggung di pundaknya. Tentunya masing-masing beban hidup yang
dialami setiap orang pasti berbeda-beda. Jika beban hidupmu selalu dibandingkan dengan orang
lain maka percayalah bahwa semua itu akan semakin berat.
Yang selama ini dipikirkan Andi tentang orang lain tidak semuanya benar. Padahal dia sendiri
tidak tahu betul bagaimana kondisi orang lain yang menurutnya selalu baik-baik saja bisa jadi
kebalikannya, serta perjuangan orang-orang untuk menenangkan dirinya sendiri. Bisa saja
mereka telah berhasil melalui masa-masa terberat dalam hidupnya.
Setelah itu, dia hanya terdiam merenungi perkataanku. Dia memikirkan apa yang aku katakan
saat itu. Meskipun terkadang menasehati orang lain tidak semudah menasehati diri sendiri.
Terkadang aku sendiri masih suka membanding- bandingkan diri dengan orang lain.
Waktu dulu aku juga pernah merasakan seperti di posisi Andi saat ini. Saat itu juga ada yang
menasehati aku bahwa Tuhan selalu memberikan beban masalah sesuai dengan kemampuan
masing-masing orang. Oleh karena itu respon dari orang-orang pun juga berbeda-beda, terkadang
ada yang merasa dibebani ada juga yang tidak.
“Tuhan tahu seberapa kuat kita untuk bisa menghadapi masalah yang diberikan oleh-Nya, maka
dari itu kalau soal porsi jangan ditanyakan ya, karena kita tahu kalau Tuhan itu memang Maha
Adil,” ujar seseorang kepadaku.
Mulai saat itu aku mulai introspeksi perihal diriku sendiri. Aku berusaha untuk menyelesaikan
segala permasalahan yang menimpaku dengan hati yang lapang. Karena dengan begitu aku bisa
menjadi bahagia. Aku juga tidak perlu membandingkan diriku dengan orang lain. Aku hanya
perlu membandingkan diriku dengan aku yang kemarin. Maka dari itu aku bisa menjadi pribadi
yang lebih baik hingga saat ini.
Aku juga percaya jika setiap masalah yang menimpaku nantinya bisa menjadi pelajaran dalam
hidupku. Karena selalu ada hikmah yang bisa aku ambil dari setiap suka dan duka ku. Yang
membuat aku selalu yakin adalah setiap permasalahan ini datang dan dirancang oleh-Nya.

Anda mungkin juga menyukai