Anda di halaman 1dari 4

Musibah, bukan Akhir dari segalanya

Dahulu ada seorang anak yang bernama Andita. Andita Safira putri gadis manis yang memiliki
segudang prestasi. Andita adalah anak yang paling rajin di antara teman sekelasnya. Rajin membaca
adalah kunci untuk ia mendapatkan ilmu pengetahuan.

Tiada hari tanpa adanya buku yang ia baca Mulai dari buku ilmu pengetahuan, novel, cerpen,
majalah, lain sebagainya. Selain membaca buku ia anak yang suka membuat kerajinan tangan.
Banyak kerajinan tangan yang sudah ia buat. Dengan kemampuannya ini Andita membuat kerajinan
tangan untuk menghias kamarnya.

Selain rajin, Andita juga ramah kepada setiap orang. Tidak sedikit orang yang menyukainya tetapi
tidak sedikit pula orang yang tidak menyukainya. Hal itu tidak menjadi halangan Andita untuk
berkarya. Karena setiap orang tidak dilarang untuk berkomentar. Jadikan saja komentar itu sebagai
motivasi untuk meraih kesuksesan kita.

Andita hanya tinggal dengan neneknya. Kedua orang tuanya pergi merantau ke negara lain untuk
mencari nafkah. Andita memang bukanlah anak dari orang yang berada. Ia hidup dengan sangat
sederhana.

Suatu hari Andita mendengar kabar bahwa negara tempat orang tuanya bekerja sedang dilanda
wabah. Wabah tersebut sangat cepat menular dari satu orang dengan orang lainya dengan
perantara udara. Wabah itu dikenal dengan virus covid-19. Virus ini dapat menyebabkan kematian
pada seseorang yang memiliki daya tahan tubuh yang lemah.

Andita sangatlah khawatir. Ia takut kedua orang tuanya terkena infeksi virus tersebut. Mengetahui
Andita sangat cemas, nenek berusaha menenangkannya.

“Andita... Udah kamu tenang ya. Berdoa saja ibu dan ayahmu baik-baik saja” ucap nenek.

“Tapi nek, gimana kalau ayah dan ibu terjangkit virus tersebut. Andita tidak mau mereka kenapa-
kenapa” cemas Andita.

“Andita... Dengan kita berdoa pasti semuanya baik-baik saja. Percaya sama yang maha kuasa, ingat
hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan. Sekarang Andita Shalat ya. Andita belum shalatkan”

“Iya nek. Andita Shalat dulu”

Setelah selesai melaksanakan ibadah Andita bergegas untuk segera menghubungi ayah dan ibunya.
Berharap ayah dan ibunya baik-baik saja.

“assalamualaikum.. Bu” ucap Andita.


“waalaikumsalam.. iya Andita kenapa?”

“bagaimana kabar ibu dan ayah disana. Andita dengar disana sedang dilanda wabah ya Bu?”

“Kabar ibu dan ayah baik-baik saja Andita. Disini memang lagi ada wabah, tetapi insyaallah ibu dan
ayah baik-baik saja”

“alhamdullilah, jaga kesehatan ibu ya. Andita tutup teleponnya. Andita mau lanjut belajar.
Wassalamu’alaikum”

“waalaikumsalam”

Hari berganti hari, semenjak hari itu Andita tidak mendapat kabar tentang ayah dan ibunya.
Mendengar keadaan negara tersebut Andita semakin cemas dengan keadaan orang tuanya.
Drrrttttt...drttttt...... Suara telepon telepon terdengar. Nenek Andita langsung mengangkat telepon
tersebut.

Melihat wajah sedih neneknya setelah menerima telepon, Andita berusaha bertanya apa yang
terjadi.

“Nek... Siapa yang telpon?” tanya Andita.

“ Andita.... Kamu yang sabar ya mungkin ini memang udah jalannya.”

“Iya nek. Memang kenapa nek?”

“Ayah dan ibumu sudah tiada Dita. Mereka terjangkit virus.” Ucap nenek dengan air mata yang
sudah membasahi pipinya.

“ Nggak mungkin kan nek. Nenek bohongkan.”

“Andita yang sabar ya”

Andita tidak berhenti menangis. Ia masih belum percaya kedua orang tuanya sudah tiada.
Semenjak hari itu Andita menjadi anak yang pemurung. Andita tidak pernah keluar rumah. Andita
selalu berdiam diri dikamarnya. Mungkin menangis adalah temannya saat ini.

Selain menjadi pemurung Andita, menjadi anak yang pemalas. Yang semula rajin membaca buku
sekarang bukunya pun tak pernah disentuh. Yang semula pekerjaan rumah selalu ia kerjakan
sekarang satu pun pekerjaan rumah belum ada yang selesai. Yang semula mendapat juara satu
disekolah sekarang tidak mendapat juara.

Melihat perubahan drastis dari Andita, guru dan teman-temannya pun heran. Mereka tahu bahwa
kedua orangtua Andita memang sudah tiada. Tetapi mereka tidak menyangka akan membuat Andita
menjadi seperti sekarang. Yang mereka tahu Andita adalah anak yang pantang menyerah.

Selain itu, semenjak kedua orang tuanya tiada, keuangan Andita dan neneknya pun terganggu.
Untuk makan sehari-hari saja susah. Nenek Andita sudah tidak bisa bekerja lagi karena sudah lanjut
usia. Inilah yang membuat Andita semakin sedih.

Saat itu hujan sedang turun, nenek sedang melihat Andita melamun didekat jendela. Nenek tahu
suasana hati Andita sedang tidak baik. Nenek mencoba berbicara dengan Andita.

“Andita...” panggil nenek.

Mendengar suaranya dipanggil Andita menoleh.

“Andita...

Nenek mau cerita sedikit tentang kehidupan nenek dan ibumu dulu. Dulu nenek dan ibumu juga
hidup sederhana seperti ini. Sesudah Kakekmu tiada, nenek dan ibumu juga susah untuk mencari
nafkah sendiri. Kamu tau? Apa yang ibu dan nenek lakukan untuk mencari sesuap nasi?”

“Nggak tahu nek. Memang apa?” jawab Andita dengan penasaran.

“Awalnya nenek dan ibumu bingung bagaimana caranya agar bisa mendapat penghasilan. Akhirnya
nenek memutuskan untuk membuat kue dan menjualnya. Dulu nenek ragu, apakah kue-kue nenek
akan terjual atau tidak. Tapi hal apapun jika belum pernah dilakukan pasti kita tidak akan tahu
hasilnya.”

“Lalu kue-kue nenek gimana? Laku atau tidak nek? Tanya Andita.
“Awalnya belum laku. Karena belum pernah ada yang coba. Tetapi hari demi hari kue nenek selalu
habis terjual. Nah apa yang bisa Andita simpulkan dari cerita nenek”

“Jangan jadikan musibah itu sebagai akhir dari segalanya, jadikan musibah itu sebagai motivasi untuk
meraih kesuksesan ke depannya. Benarkan nek? Tanya Andita.

“iya benar Dita. Jadi Andita jangan sedih lagi jadikan ini sebagai pelajaran hidup Andita.”

“Iya nek”

Sejak hari itu, Andita menjadikan kata-kata neneknya menjadi motivasi dalam hidupnya. Andita
menjadi anak yang lebih rajin belajar. Dan sejak saat itu juga Andita memanfaatkan kemampuannya
membuat kerajinan tangan untuk menghasilkan uang. Walaupun hasilnya tidak terlalu banyak,
setidaknya cukup untuk makan sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai