Anda di halaman 1dari 7

PANTA

NG
MEYE
RAH
UNTU
K
SEKOL
AH
Danu adalah anak dari orang yang kurang mampu, Ibunya meninggal dunia saat Danu
berumur 2 tahun. Sepeninggal Ibunya, keluarganya menjadi berantakan, ayah Danu
mempunyai banyak hutang kepada rentenir untuk menghidupi keluarganya, uang hasil kerja
sebagai penyapu jalanan saja tidak cukup untuk menghidupi keluarganya.

Danu duduk di kelas 6 SD, walaupun dia anak dari orang yang kurang mampu tapi ia
termasuk siswa yang cukup pandai. Setelah pulang sekolah Danu selalu menjualkan koran
dari toko koran langganannya, setiap hari Danu mendapat uang sebesar Rp 25.000 dari hasil
menjualkan koran. Uang itu ia pergunakan untuk membelikan obat untuk adiknya yang
terbaring lemah di tempat tidur.

Suatu ketika, Danu diberi sebuah surat dari Pak Dadang, guru Danu, Surat itu ia berikan
kepada Ayahnya, ternyata isi surat tersebut adalah Danu diminta untuk membayar uang
sekolah yang sudah menunggak selama 4 bulan. Danu berfikir apakah ia bisa melanjutkan
sekolahnya atau tidak.

Danu sudah 5 hari tidak masuk sekolah, ia berusaha mencari uang bersama ayahnya untuk
membiayai sekolahnya. Pada sore hari Pak Imam Guru sekolahnya Danu datang ke rumahnya
Danu, Pak Imam bertanya kepada Danu kenapa sudah tidak masuk sekolah selama 5 hari,
Danu berterus terang bahwa ia mencari uang bersama Ayahnya untuk membiayai sekolahnya.
Cukup lama mereka berbincang-bincang, tidak lama kemudian Pak Imam berkata kepada
Danu untuk terus sekolah, dan Pak Imam akan membiayai Sekolah (SD) Danu.

Esok harinya Danu masuk sekolah, di sekolah ada pengumuman bahwa Ujian Sekolah akan
diadakan 1 minggu kemudian, dan barang siapa yang lulus dengan nilai yang bagus ia akan
mendapat beasiswa untuk masuk SMP Harapan Bangsa secara gratis.

Danu terus belajar dengan giat, agar ia bisa mendapatkan beasiswa tersebut. Saat Ujian
berlangsung, Danu dapat mengerjakannya dengan baik.

3 minggu kemudian hasil Ujian Nasional diumumkan, Danu sangat gembira dengan nilai
yang cukup bagus, yaitu: BI (9,2), Mat (9), IPA (9,6). dan Pak Imam mengumumkan siapa
yang mendapat beasiswa masuk SMP Harapan Bangsa. Dan ternyata Danu yang
mendapatkan beasiswa tersebut. Danu sangat gembira dan berterimakasih kepada semua
gurunya dan Ayahnya yang telah membantunya dalam belajar.

Akhirnya Danu terus melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu SMP, ia akan
belajar dengan sungguh-sungguh supaya berhasil untuk meraih cita-citanya, yaitu seorang
Guru.

TAMAT

Cerpen Karangan: Andhik Prastiarto


SEPED
A DARI
AYAH

KKKRRRRIIIINNGGG! KKRRRRRIIINGGGGG!

Suara sepeda yang baru saja dibelikan ayahnya untuk Santi. Ya setelah sekian lama ayahnya
menabung untuk kado ulang tahun anak tersayangnya itu. Dibanding dengan kakaknya ayah
lebih sayang dengan Santi sampai-sampai apapun yang diinginkan Santi wajib untuk
diberikan, walaupun keluarganya dengan posisi pas-pasan. Ayah Santi ingin yang terbaik bagi
anaknya agar tak minder dengan teman-temannya yang sudah punya lebih dulu sepeda
tersebut.

Ayah pulang Bu teriak Santi dari dalam rumah. Santipun langsung berlari ke luar rumah
untuk memastikan itu benar ayahnya yang pulang dengan membawa sepeda.

Waaahh sepeda baru ya Ayah? tanya Kakak yang tiba-tiba muncul dari samping rumah.

Iya, buat Santi, buat kamu juga, buat kalian anak-anak Ayah kata Ayah sambil merangkul
anak-anaknya.

Ayah dapet uang dari mana? tanya Ibu yang keluar dari rumah.

Ayah selama ini nabung Bu, buat anak-anak kata Ayah dengan lembut.

Ayah gak mencuri kan? tuduh Ibu terhadap Ayah. Ya bukannya menuduh tapi hanya Ibu
khawatir Ayah memakai uang haram untuk memanjakan anak-anaknya.

Astagfirullah, Ibu kok bilangnya gitu, Ayah gak mungkin mencuri Bu kata Ayah membela
Iya Bu, Ayah tak mungkin begitu kata Santi dan Kakaknya.

Astagfirullah, kenapa Ibu bisa menuduh Ayah ya, maaf Yah bukannya Ibu menuduh, tapi
kitakan masih dalam ekonomi yang pas-pasan kata Ibu menjelaskan

Iya Bu, Ayah sudah nabung sejak lama untuk memberikan sepeda untuk anak-anak kata
Ayah sambil merangkul keluarga kecilnya itu masuk ke rumah. Ya, keluarga kecil yang
bahagia. Tak pernah mereka bertengkar apalagi ribut soal uang. Mereka memang keluarga
miskin, tapi tak pernah ribut bahkan sampai berhutang segala. Ayah Santi menghindari dari
yang namanya berhutang kepada tetangga. Karena mereka masih bisa berusaha itu prinsip
Ayah Santi yang ditanamkan dalam diri anak-anaknya.

Ayah, kenapa Ayah rela menabung demi membelikan Santi dan Kakak sepeda? tanya Santi
yang sudah duduk dipangkuan ayahnya.

Ya sudah jelas dong Ayah sayang pada kita iyakan Yah? jawab Kakak yang sedang berjalan
menuju ruang tamu dengan membawa secangkir teh untuk ayahnya.

Iya bener itu kata Kakak, Ayah sayang sama anak-anak Ayah

Ayah dan Ibu ingin anak-anaknya mendapat yang terbaik kata Ibu menjelaskan maksud
Ayah.

Walaupun kita orang yang tidak punya tapi kita juga harus tetap tolong menolong dengan
sesama

Bagaimana caranya Ayah, kitakan juga kesusahan? kata Santi.

Kita membantu sebisa kita, Tuhan kan tidak tidur, Tuhan juga tahu apa yang kita lakukan,
semuanya akan di balas pada waktunya

Tapi kata Ayah, kita tak boleh mengaharapkan apapun saat membantu orang?

Memang benar, tapi nantinya jika kita membutuhkan pertolongan, Insyaallah kita akan di
tolong oleh orang lain juga. Itulah yang Ayah maksud tadi

Anak-anak Ayah sudah pada makan? tanya Ayah lagi.

Belum Yah, kita menunggu Ayah kata Ibu

Ayo kita makan ajak Ayah sambil berjalan dengan menggendong Santi menuju meja makan

Makan dengan seadanya ya nak, hanya ini yang bisa Ibu masak kata Ibu sambil
menyiapkan makanan

Ini sudah lebih dari cukup kok Bu, yang penting hari ini kita masih bisa melihat nasi. Kata
Kakak sambil mengambil nasi.
Keluarga kecil itupun lalu makan dengan lauk yang jauh dikatakan mewah. Ya walaupun
seperti itu mereka tak pernah mengeluh. Sampai suatu saat Ayah Santi sakit-sakitan. Mereka
tak punya biaya untuk berobat, tetapi untungnya mereka mempunya tetangga yang baik pada
mereka. Tetangga sekitar rumah Santipun menolong sebisa mereka. Menyumbang uang
sedikit demi sedikit demi bisa membantu keluarga sederhana tersebut. Sampai akhirnya Ayah
Santi tak dapat tertolong.

Ayah Santi sudah lama mengidap penyakit TBC yang sudah stadium akhir. Dokter rumah
sakitpun sudah berusaha untuk menolong Ayah Santi. Tetapi, Tuhan sudah berkehendak lain.
Santi, Kakak, dan Ibu harus mengikhlaskan kepergian Ayahnya itu. Santi tak habis pikir,
ternyata sepeda yang dibelikan Ayahnya itu adalah pemberian terakhir dari Ayahnya. Hanya
sepeda inilah yang dimiliki Santi saat ini. Tetapi, sebentar terlintas dipikiran Ibu Santi untuk
menjual sepeda itu untuk membiayai kehidupan mereka. Tapi, Santi menolak untuk
menjualnya.

Kakaknya mau tak mau harus berhenti sekolah karena tak mampu membiayai sekolah.
Kakaknya kini berjualan makanan kecil di dekat sekolah adiknya. Santi juga tidak malu untuk
membantu Kakaknya berjualan. Untungnya ada sepeda kenangan Ayah. Mereka bisa
berkeliling berjualan. Santi tak akan melupakan sepeda itu. Karena itu adalah sepeda
peninggalan Ayahnya.

Ayah, Santi sayang Ayah, Santi akan selalu menjaga sepeda yang telah diberikan Ayah dulu.
Santi akan merawat sepeda itu karena Santi sayang Ayah. Kakak, Ibu dan Santi akan selalu
mendoakan Ayah. Ayah baik-baik ya di sana

Sesaat setelah Santi berkata kepada hati nuraninya Santipun tertidur lelap di kamar sang
Ayah. Walaupun seperti itu mereka tetap menjalani prinsip hidup yang dijalani ayahnya, ya
prinsip hidup yang tak boleh mengeluh dengan keadaan yang dijalani selama ini.

Cerpen Karangan: Gisca Ulfa Afiatika


SAHAB
AT
PENA
KU

Namaku Natly Emmanuel, aku anak pertama dari empat bersaudara, sekarang aku duduk di
bangku SMP. Tepatnya kelas 7. Aku memiliki sahabat pena, yang bernama Ratna Thalita
Indriani biasa di panggil Indri. Kami kenal dari kelas 5 SD, berawal dari SMS. Indri yang
duluan SMS aku ngajak kenalan, aku mau aja lumayan buat nambah pertemanan.

Nat, aku boleh minta biodata kamu enggak? Pinta Indri melalui SMS.

biodata? Ok, nggak masalah. Tapi ada syaratnya! Jawab ku.

apa syaratnya? Tanya Indri.

kamu juga harus ngasih biodata kamu ke aku! Pinta ku.

oh, itu sih gampang. Jawab Indri.

Natly dan Indri pun saling tukeran biodata melalui SMS. Betapa mereka tak menyangka
tanggal, bulan dan tahun lahir mereka sama.

Nat, kamu lahir tanggal 27 bulan Desember, tahun 1999 ? Tanya Indri tak menyangka.

iya betul. Jawabku singkat.

kok bisa sama ya kaya aku? Tanya Indri lagi.

hehehe enggak tau deh Jawabku lagi.


aku harap persahabatan kita bisa sampai selamanya ya, soalnya aku nggak mau kehilangan
kamu sebagai sahabatku, walau kita tidak pernah bertemu! Seru Indri.

iya pasti. Aku juga ingin persahabatan kita sampai selamanya Jawabku.

Lama kelamaan Natly sudah jarang SMS-an sama Indri, tapi kalau chat lewat FaceBook
masih sering. Saat Natly buka FaceBook, tiba tiba ada kiriman pesan dinding dari Indri.

Nat, sekarang bulan Desember, tanggal 20, tinggal 7 hari lagi Nat Kata Indri.

oh iya. wkwkwk Jawabku.

kamu mau ngerayain pesta? Tanya Indri.

Enggaklah! emang kamu mau bikin pesta? Tanyaku balik.

enggak juga. Hehehe. Oh ya Nat, kamu suka warna apa? Tanya Indri.

aku suka warna ungu! kenapa? Tanyaku.

Oh nggak papa nanya aja! Jawab Indri.

Percakapan pun berakhir.

Pada tanggal 11 Januari saat aku pulang sekolah ada titipan, kata tetanggaku sih untuk ku,
tapi aku masih bingung siapa pengirimnya. Soalnya dititipin di tetangga, karna pada saat itu
mamaku sedang pergi. Titipannya itu di amplop warna coklat yang cukup besar ukuran A3.
Saat ku buka ternyata ada dua buah gambar.

Waaaah gambarnya bagus banget, tapi siapa yang ngirim? Pikirku dalam hati. Gambarnya
itu gambar dua cewek pegangan tangan di atasnya angka 271299, yang artinya tanggal 27,
bulan 12, tangun 1999. Gambar yang satu lagi gambar Santa Claus. Saat ku lihat dalamnya
ada surat lagi. Ku buka suratnya ternyata itu Indri.

ya Tuhan baik sekali dia. sungguh perhatian! Pikirku dalam hati.

dalam surat itu Indri bilang seperti ini aku sayang kamu, kamu sahabatku yang terbaik walau
kita belum pernah bertemu tapi perasaan sayang ini selalu tersedia buat kamu, jangan pernah
lupakan aku ya

Aku pun tak bosan bosan melihat gambar itu, akupun memajangnya di kamarku. Kedua
orangtua ku tak menyangka kalau ada sahabat pena yang seperti ini. Aku pun berterima kasih
banget sama dia.

dia akan menjadi sahabatku sampai selamanya. Walau kita belum pernah ketemu Pikit ku
dalam hati yang sambil tersenyum menatap gambar itu.

Cerpen Karangan: Natalia Melati

Anda mungkin juga menyukai