Anda di halaman 1dari 7

Jangan Salah Menilai

Coretan Pena: Anisa Nur Inayah

Duduk termangu di depan layar laptop sudah menjadi kebiasaan Andi 1 tahun belakangan ini,
bukan pekerjaan seperti “penulis” yang membuatnya melakukan itu, melainkan keadaan
sekarang yang memaksanya untuk melakukan segala kegiatan secara online. Keadaan ini
dikarenakan oleh Covid19, virus yang telah menghantui seluruh bagian dunia dengan ganas,
saking ganasnya virus ini membuat Indonesia memberlakukan PPKM (Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Mikro terhitung dari 1 Juni lalu. Andi dan seluruh warga
Indonesia kini merasakan hal yang sama, yaitu keadaan yang semakin mencekam, suara
ambulance terdengar silih berganti layaknya hal biasa, kabar duka yang terus menerus dapat
didengarkan dan diberitakan, hal inilah yang menuntut Andi serta seluruh pelajar di Indonesia
tetap melakukan pembelajaran secara online.

Di zaman modern seperti sekarang sangatlah mudah untuk melakukan banyak hal secara
online, dengan adanya teknologi digital sekarang dan handphone di genggaman, semuanya
dapat dilakukan secara online, bahkan apa yang terjadi pada masyarakat luar pun dapat kita
lihat dimana saja dan kapan saja secara online, seperti berita dan kabar yang sangat
memilukan dari beberapa warga yang terputus kerja secara tidak layak sehingga semakin
banyak orang-orang yang kelaparan diluar sana karena tali pencaharian uang untuk biaya
makan mereka telah diputus. Akhir-akhir ini sangat sering dijumpai di social media platform
manapun tentang beberapa orang yang terekam diusir paksa saat bekerja, barang dagangan
toko kecil yang disita dan juga orang yang luntang lantung, kesana kemari mencari sesuap
makan untuk dirinya dan keluarganya. melihat hal ini membuat hati Andi sangat tersentuh, ku
pikir bukan hanya Andi saja yang tersentuh hatinya tapi seluruh orang yang melihat hal itu
pun pasti akan merasa iba.

“Terima kasih bapak”

“Makasih pak”

“Terimakasih pak”

Perhatian Andi teralih kembali ke layar laptop dan suara orang-orang bergantian
mengucapkan terimakasih karena pembelajaran telah selesai, hal itupun masih terdengar
sampai beberapa menit kemudian dan hingga akhirnya tulisan zoom meeting end by host
terpampang, Andi langsung meng-shutdown laptopnya dan beralih baring ke ranjang
nyamannya dengan handphone masih dalam genggaman serta video orang yang direkam
orang tak dikenal sedang kesulitan mencari makan sedang terputar. Yang ada dipikiran Andi
sekarang hanyalah bagaimana cara untuk sedikit membantu orang-orang itu dengan hal-hal
yang bisa ia lakukan mengingat PKKM Mikro masih diberlakukan sehingga tentu ia tidak
bisa keliling mencari orang kelaparan untuk diberi makan.

Kriuuuukk gruuug

Andi terkekeh sejenak mendengar racauan perutnya. “Bagaimana bisa membantu orang agar
tidak lapar kalau sekarang saja aku sedang kelaparan” gumam Andi.

Lantas keluarlah ia dari kamar menuju ruang makan yang kebetulan pas dengan kedatangan
ayahnya pulang.

“Assalamualaikum, Ayah pulang”

“Waalaikumsalam, langsung mandi ya Ayah, biar bisa makan bareng, udah lama gak makan
bertiga sama Ayah” Ucap ibu.

Lalu muncullah lelaki berbadan tegap yang mengacungkan jempolnya pada Ibu, sayangnya
lelaki itu mengenakan seragam persis seperti orang-orang yang mengangkut paksa/menyita
barang dagangan rakyat kecil yang sering Andi lihat dalam video yang beredar dan baru saja
ia nonton tadi.

Saat Andi masih kecil, ia selalu membanggakan sosok Ayahnya dan menyamakannya dengan
superhero, jika ditanya oleh teman sebaya atau seorang guru di sekolah tentang seperti apa
sosok Ayahnya, Andi selalu menjawab sama, yaitu “Ayahku hebat, dia seperti Superman
yang sering ku tonton di tv” sampai Andi cukup dewasa dan mengerti seperti apa dan
bagaimana pekerjaan Ayahnya melalui siaran berita yang menampilkan penggusuran wilayah
para pedagang kaki lima secara paksa dan sangat kebetulan Andi melihat wajah Ayah
kandungnya termasuk dalam salah satu pria berseragam yang menjadi pelaku penggusuran
tersebut. Setelah melihat hal itu, Andi tentu langsung marah pada Ayahnya dan menyuruh
Ayahnya untuk mencari pekerjaan lain, namun sang Ayah berusaha memberitahu bahwa
pekerjaan yang dimilikinya itu halal dan soal mengganti pekerjaan tidaklah semudah itu,
namun Andi tetap tidak terima dan menganggap pekerjaan Ayahnya adalah hal yang buruk.

“Andi kalau udah laper, makan duluan aja sayang” ucap Ibu membuyarkan lamunan Andi.

“Iya bu”, ucap Andi seraya mengambil piring dan mengisinya dengan secentong nasi
disertakan lauk pauk.

“Kamu lagi banyak pikiran ya?”

Andi menyunggingkan senyum tipis, “Andi masih kepikiran bu sama orang-orang yang
kesusahan mencari makan diluar sana karena pekerjaan mereka sudah terputus selama PPKM
ini, sedangkan kami disini masih dengan mudah mendapat makanan enak seperti ini, rasanya
Andi pengen nolong tapi kita keluar rumah aja dibatasi bu”

Ibu ikut tersenyum mendengar perkataan Andi, “Niat kamu udah mulia, nanti kita cari cara
lagi ya bagaimana untuk membantu mereka”

“Waduh bahas apa nih, serius banget kayaknya” Ucap Ayah yang dibalas senyuman oleh Ibu.

“Andi sekolah onlinenya aman?” Tanya Ayah.

“Aman yah” Jawab Andi.

Berlanjutlah sesi makan bersama mereka bertiga dengan diselingi obrolan ringan.

Keesokan harinya Andi kembali duduk didepan meja belajarnya yang disertakan dengan
laptop menyala, Andi terlihat serius mendengarkan guru yang sedang menerangkan dan
mencatat beberapa hal penting. Sampailah kembali terdengar sahutan-sahutan teman-teman
Andi yang mengucap terima kasih tanda kelas telah selesai. Andi menarik napas dalam-dalam
dan menghembuskan keras-keras lalu mengadahkan kepalanya keatas, rasa lelah
menghampiri dirinya.

Tok tok tok

Perhatian Andi langsung teralihkan dengan ketukan pintu kamarnya yang sudah pasti diketuk
oleh Ibu, sebab Ayah masih kerja di siang hari seperti ini.

“Masuk aja bu, pintunya gak dikunci” Teriak Andi.


Muncullah Ibu sambil berucap, “Udah selesai kelasnya?” dan dibalas oleh Andi dengan
anggukan kepala.

Ibu tersenyum dan duduk ditepi ranjang Andi. “Kamu masih mau ngebantu orang-orang yang
membutuhkan?”

Mendengar itu senyum Andi langsung merekah, “Iya bu”

“Yaudah ayo bantu Ibu masak , kita buatin makanan buat orang yang membutuhkan di sekitar
rumah kita dulu”

“Gimana bagiinnya bu? Kalau bagiin makanan kita bisa aja berdekatan atau bersentuhan
dengan orang-orang yang diberi”

“Bisa tapi mainan kamu dipindahkan dari etalase kaca sementara ya”

Kening Andi berkerut tanda bingung, Ibu yang peka langsung menjelaskan, “Kita pakai
system yang gak bikin kita kontak langsung sama orang, jadi etalase itu nanti kita isi makanan
dan siapapun orang yang membutuhkan boleh ambil makanannya”

“Wih Ibu keren, boleh bu, Alhamdulillah dapet jalan untuk berbagi” Ucap Andi.

Andi tampak berpikir, “Gimana kalau kita terangkan juga untuk orang-orang yang mau
berdonasi atau mengisi etalase itu juga boleh”, tambahnya.

“Iya boleh, malah lebih bagus lagi kalau gitu”

Andi langsung lompat dari tempat duduknya dan menarik tangan Ibu untuk keluar dari
kamar, “Mari kita kerja!”, ucap Andi dengan semangat yang menggebu-gebu.

Ibu dan Andi langsung mengolah makanan dengan porsi yang cukup banyak, sesekali Andi
mencuri waktu untuk membuat tulisan besar pada kertas karton yang akan ia tempel pada
etalase tersebut. Tulisannya adalah

‘Etalase Amal
Siapapun boleh ambil, Siapapun boleh isi’

Setelah selesai, Andi menempel karton tersebut dengan senyum lebar yang terus menghiasi
wajahnya. Andi kembali ke dapur untuk memberitahu ibunya bahwa etalasenya sudah siap
untuk diisi, Ibu dan Andi akhirnya menyusun bersama dus makanan di dalam etalase dan
mendorong etalase beroda tersebut keluar rumah. Andi mendapatkan tempat yang strategis
untuk menaruh etalase tersebut agar mudah terlihat serta tidak mengganggu
pejalan/kendaraan yang lewat.

Ibu menatap etalase dan anaknya bergantian seraya tersenyum, “Akhirnya terwujud juga
keinginan kamu, semoga berkah dan membantu ya”

“Iya bu Aamiin, makasih banyak bu udah wujudin ini semua, Andi seneng banget” Ucap
Andi sambil meng-foto etalasenya dan disebarkan ke social medianya.

Setelah selesai, ibu dan Andi pun kembali kerumah untuk istirahat.

Lalu kembali lagi dimalam hari untuk mengamankan etalase amalnya yang Alhamdulillah
isinya sudah kosong.

Pada keesokan harinya, Andi dikejutkan dengan banjiran notification dari handphonenya,
ternyata foto etalase amal yang ia upload banyak menarik perhatian, bahkan banyak pula
orang-orang baik yang berniat untuk mengadakan etalase amal di sekitar tempat ia tinggal
serta ada juga yang ingin memberi donasi. Melihat kabar baik melalui handphone
genggamnya itu, Andi langsung berlari keluar kamar mencari Ibu.

Tapi ia malah mendapatkan ibunya sedang video call dengan seorang pria yang terlihat
seperti ayah.

"Tapi kenapa wajah ibu sedih sekali" gumam Andi.

Andi perlahan mendekati ibunya, "Ada apa bu?" Tanya Andi.

Bukan jawaban Ibu yang Andi dengar melainkan suara dari handphone yang menampilkan
wajah Ayah, "Halo jagoan Ayah, Ayah sepertinya gak pulang dulu ya beberapa hari
kedepan, ayah positif covid nak, jadinya sementara Andi dulu yang jaga Ibu ya"

deg, seperti tersambar petir Andi mendengar kabar itu. Andi yang masih shock tidak mampu
untuk membalas perkataan Ayahnya.

"Gimana nih kegiatan berbaginya, etalase amalnya lancar?" Tanya Ayah.

Dahi Andi berkerut, "Ibu kasih tau ayah ya?"


Ibu menggeleng, "Bukan Ibu yang kasih tau Ayah, tapi Ayah yang Kasih tau Ibu"
"Semua ide sampai kita berhasil adain etalase amal itu semua dari Ayah nak, Ayah juga
sebenarnya ingin bantu tapi kan dia harus kerja" Sambung Ibu.

"Bukannya ayah selalu menggusur hal seperti ini? pekerjaan ayah kan.." Ucapan Andi
terpotong oleh Ibu.

"Ayah hanya bertugas untuk menertibkan nak, walaupun seluruh kota ada etalase amal, itu
tidak akan digusur, kan nggak menyalahi peraturan PPKM, ayah dan teman-temannya pun ga
sembarang gusur sayang. Pekerjaan Ayah kamu sangat beresiko lho demi keselamatan kita
semua, biar penularan virusnya gak semakin meluas" Jelas Ibu.

"Andi sayang, kamu jangan terlalu terhasut oleh media yang memberitakan hanya hal kecil
dari semua yang terjadi, mereka hanya mengambil keuntungan dengan memberitakan hal
yang menarik perhatian saja padahal itu belum tentu sepenuhnya benar" Tambah Ayah.

Andi tertunduk memikirkan itu semua, hatinya belum dapat menyimpulkan.

"Udah yang terpenting sekarang kalian jaga kesehatan ya dirumah, ayah doain etalase
amalnya lancar terus" Ucap Ayah.

Andi tersenyum, "Aamiin yah, Alhamdulillah banyak orang yang terinspirasi dan mau
ngadain etalase amal juga loh yah, untuk etalase amal kami juga ada yang mau berdonasi"

"Wah keren anak Ayah, siapa dulu dong Ayahnya"

"Eh, Ibunya juga keren dong" Ucap Ibu tidak mau kalah.

"Iya Ibu itu yang paling keren dari yang terkeren, top deh"

Ucapan Ayah lantas membuat mereka bertiga tertawa dan melanjutkan senda gurau bersama.

"Kalau gitu Ibu sama Andi mau mikirin menu buat etalase amal dulu deh yah, Ayah jangan
lupa minum vitamin yang banyak dan istirahat ya" Ucap Ibu.

"Ayah cepat pulih ya, nanti kita isi etalase amalnya bareng-bareng" Sambung Andi.

"Siap laksanakan, dua kesayangan Ayah juga semangat, Ayah tutup dulu telponnya,
Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam" Balas Ibu dan Andi.

Panggilan pun berakhir dan Andi langsung berhambur ke pelukan Ibu. “Ibu Andi bersyukur
banget semangat kita dalam berbagi di masa pandemi ini berjalan dengan lancar dan banyak
banget yang mau ikutin dan bantu donasiin ide etalase amal bu”

“Syukur Alhamdulillah nak, masih banyak orang baik, kalau gitu gimana kalau sekarang kita
belanja bahan dulu?”

“Udah Andi pesan online bu biar ga ada kontak fisik antar penjual-pembeli”

“Wih keren, pemikiran anak Ibu udah modern kayak jaman sekarang ini”

Andi terkekeh, “Iya dong bu”

Hingga akhirnya Andi dengan semangat berbaginya pada masa pandemi ini terus berjalan
dengan lancar atas bantuan orang-orang baik yang memberikan donasi terus-menerus, Ibu
yang membantu dalam banyak hal, dan tentunya karena ide yang berasal dari Ayah, orang
yang Andi salah nilai selama ini.

Anda mungkin juga menyukai