Anda di halaman 1dari 12

REALITAS

“Sini nak Bedakkan dulu baru main”


“iya ma”,
anak kecil itu berlari.., bermain bersama teman-
temannya dengan disinari orennya sinar matahari di sore
hari yang asri yang membuatnya menantikan saat-saat
seperti ini disetiap harinya.

“Ma, beliin mainan kayak yang lain”


“iya nak besok ibu beliin”,

keesokannya ibu Adit membelikan mainan yang


diinginkan. Selang beberapa tahun, Adit telah menginjak
kelas 5 SD.

Kriiinggg…..
“baik anak-anak, bel udah bunyi, jangan lupa tugas
matematikanya dikerjain ya, halaman 39”,
“iya pak..” jawabnya para murid,

Keluar dari kelas, Adit beranjak ke parkiran tempat


sepedanya berada, dalam perjalanan dia merasakan
hembusan angin sepoi-sepoi melewatinya. Sesampainya
dirumah, dia mencium aroma kare ayam dari dapur
ibunya,

“bu, Adit laper ambilin makan”

“yaudah kamu ganti baju dulu sana, makannya ibu taruh


di depan TV”, Adit pun makan setelah ganti pakaian dan
tidur setelahnya.

Di malam hari Adit yang dibantu ibunya, sedang


mengerjakan tugas matematikanya.

“Ayo ini disuruh cari luas persegi diketahui panjang


sisinya 5cm jadi luasnya berapa? Nyarinya pake rumus
apa hayo”

“aku tau ma, pake rumus sisi x sisi, jadi hasilnya… 25cm
kan?“
“ yey betul, anak mama pinter banget, selanjutnya..-”

“udah ah Bu, capek, Ibu kerjain aja, Adit mau tidur” sela
ibu oleh adit.

“kok tidur, tugasnya kan belum selesai” lanjut sang ibu,


Adit langsung pergi ke kamar tanpa mempedulikan
Ibunya. Kejadian itu terasa lumrah di keluarga itu hingga
tahunan berlalu.
Memasuki kelas 2 SMP, sifat buruknya tak
kunjung menghilang, meskipun Ayahnya sering
menasehatinya untuk tidak manja tapi hasilnya nihil, tak
hanya di rumah, di sekolah dia sangat bergantung pada
temannya untuk menyelesaikan tugas, bahkan rela
membayar uang untuk dapat menyelesaikan tugasnya.
Sifatnya masih terus bertahan meskipun telah memasuki
SMA.

Namun di SMA sifatnya tidak sepenuhnya


bertahan karena di SMA banyak tugas yang
membutuhkan keterampilan diri sendiri di samping itu
teman Adit tidak sama seperti dulu yang mudah diajak
saling mencontok, disini para siswanya lebih suka
bersaing satu sama lin yang menyebabkan nilai Adit lebih
anjlok lagi daripada biasanya saat ujian.

Kelas 10 semester 2, setelah ujian tengah


semester berakhir, ketika dirinya sedang menikmati
makan siangnya, Ayahnya Adit tiba-tiba menelpon,
Aditpun bergumam

“kok tumben Ayah nelpon, harusnya kan Ayah lagi sibuk


kerja, apalagi jam segini”,
Aditpun menaruh sendok makannya dan beralih
mengambil HP disamping kotak bekalnya.

17 Februari, 2017 pukul 12:09

“Nak… Ibu meninggal dunia”

“hah!? Beneran yah, kenapa?, kok bisa?”

“ibu kecelakaan nak waktu pulang dari rumah


saudaranya”

“kenapa ga Ayah anterin sih”

“Ayah lagi kerja, ini baru pulang gara-gara ditelpon pak


RT”

“yaudah aku minta Rizqi anterin pulang aja” ucap Adit.

Setelah menceritakan hal tersebut ke Rizqi,


merekapun menuju rumah Adit. Di perjalanan, tiba-tiba
motor Rizqi mogok, yang ternyata bensinnya habis
sehingga mereka harus menuntun beberapa ratus meter.
Ketika tinggal 100 meter lagi, mereka harus melewati rel
kereta tanpa palang. Tiba-tiba lampu rambu di dekat rel
berkedip dan muncul suara yang menandakan ada kereta
yang akan lewat.
Tiba-tiba dari belakang mereka muncul
pengendara bermotor yang sedang menelpon seseorang,
entah apa yang dibicarakan mereka tapi terdengar seperti
sedang mendebatkan sesuatu. Pengendara itu melaju
kencang menuju rel kereta. Pengendara itu hanya
berfokus pada debatnya sampai tanpa disadari kereta
tepat berada di sampingnya.

Adit melihat kejadian tersebut di depan matanya


sendiri, berharap hal yang menimpa Ibunya tidak separah
yang didepannya. Motor dan gumpalan daging itu
terseret puluhan meter yang diikuti suara mendecitnya
rem kereta yang semakin pelan dari telinga Adit dan
lainnya.

Kedua anak SMA itu melanjutkan menuntun


motornya dengan hati dan tangan yang bergetar karena
pusat kerumunan orang seolah hal itu adalah pusat cerita,
Mereka melewati rel seolah tidak terjadi apa-apa hingga
akhirnya tiba di pom bensin. Balik dari pom bensin, Adit
kembali mengingat alasannya pulang ke rumah

Sesampainya di Rumah, Perasaan Adit bercampur


antara sedih, gelisah, dan takut akan banyak hal seperti
siapa yang akan menyiapkan makan esok, siapa yang
membantunya mengerjakan tugas, siapa yang
mengantarkannya ke sekolah, siapa yang akan
mencucikan pakaiannya, dsb.., dia langsung mencari
Ibunya dan menangis dihadapannya hingga puas,
setelahnya Adit dengan diam mengikuti ritual
keagamaannya untuk orang yang telah meninggal. Masa-
masa setelah kejadian itu, jauh lebih sulit untuk Adit
karena sifatnya yang masih ketergantungan pada ibunya
dibandingkan anak-anak seumuran lainnya.

Banyak hal yang harus dia mulai coba lakukan


dengan perasaan terpaksa disamping Ayahnya yang sibuk
kerja dari pagi hingga malam. Hari-harinya dipenuhi
kemurungan selama beberapa bulan hingga akhirnya
pada suatu malam, Ayah Adit pulang lebih awal dan
melihat Adit sedang termenung melihat foto ibunya. Pria
itu duduk disampingnya dan anak itu memulai
percakapan,

“Ibu beneran meninggal ya yah?”,

“iya nak”,

“ga bisa kaya dulu lagi ya”,


“…..”,

setelah beberapa saat, pria dewasa itu menarik nafas


panjang dan mulai berkata

“….gini loh Dit, Ayah ngerti kamu sedih, yang ngerasa


kehilangan nggak kamu aja, Ayah juga sedih, kamu
bayangin siang hari lagi kerja tiba-tiba dapet telpon
begitu, kalo kamu gitu terus, gimana ntar jadinya, kalo
ntar Ayah mati juga, kamu bakal lebih parah gitu?, abis
Ayah mati kamu mau gimana?, bakal minta-minta uang
ke orang?, kamu mau hidup gitu, Ayah tau kamu bakal
marah abis Ayah ngomong ini, tapi kalo ga gini kamu ga
akan tumbuh, kalo kamu mau hidup enak, kamu harus
berjuang sekarang, inget kalo ga ada yang instan di
dunia, kamu itu udah gede, cobalah buat mandiri untuk
kebaikan diri kamu sendiri”, ucap seorang pemimpin
keluarga itu pada anak tunggalnya.

Anak itu tak membalas, yang terlihat hanya gerakan


nafasnya dan bola mata yang mengarah kebawah dengan
diam.

Malam itu adalah awal yang baru untuk anak itu,


Sejak itu dia mulai mengubah cara pikirnya, dia merasa
kalau semua yang diinginkan harus ada pengorbanan,
begitu juga dirinya, jika ingin tumbuh harus ada
pengorbanan untuk meraihnya.

Malam itu membekas pada hati anak itu dan


perlahan dia ingin mengubah bagaimana dia akan
menjalani kelanjutan hidupnya. Dia tidak langsung
merubah keseluruhan karena itu mustahil untuknya.

Dia mulai dengan langkah kecil pertamanya


dengan mencoba menghilangkan rasa sedihnya atas
kematian Ibunya, yang kemudian dilanjutkan dengan
langkah untuk mengurangi sifat buruknya, langkah kecil
ketiganya diisi dengan mencoba menumbuhkan sifat
mandirinya.

Tentu saja langkah-langkah kecil tidak berarti


mudah hal itu bahkan tidak berjalan lancar, karena
banyak masalah yang muncul, terutama langkah untuk
merubah diri sendiri karena itu musuh terbesar tiap
perusak bumi atau yang lebih ramah dikenal dengan
manusia.

Bulanan telah berlalu dan Adit telah membuat


beberapa langkahnya terealisasi. Suatu ketika dia
mendapat permasalahan dalam hidupnya, alih-alih
menyerah atau bahkan lari dari masalah tersebut, Adit
malah merasakan semangat dalam dirinya untuk
menyelesaikan tiap masalah yang datang, karena dia
merasa bahwa tiap masalah yang telah ia selesaikan akan
menciptakan langkah kecil baru didepannya. Sejak saat
itu Adit memutuskan untuk menciptakan langkah
sebanyak yang dia bisa dalam hidupnya untuk meraih
kebahagiaan yang dia dambakan

“Pah, dulu ayahnya papa orangnya kaya gimana”


“ayahnya papa dulu orangnya ga terlalu sering ngomong,
tapi sekalinya ngomong serius bisa ngerubah hidup papa
selamanya. Yaudah kamu tidur sana gih, udah jam
setengah sembilan malem”
“oke pa, oh ya pa, katanya besok papa ultah ke 36 ya?!,
bunda mau ngasih hadiah katanya”
“Eisha…, kok kamu kasih tau papa sih”
“oh iya maaf bunda, Eisha keceplosan hehehe”
“tidur nggak, kalo gak tidur nanti bunda gigit”
“aaa… lari…”
“mas Adit kamu tidur juga gih, matamu udah keliatan
capek gitu”
“bentar , masih ada kerjaan yang belum selesai aku”
“yaudah aku tidur dulu”
“oke”
waktu ditempat kerja Adit terasa cepat dan tak terasa 2
jam telah berlalu, Adit yang mengantuk pun pergi ke
kamar tidur, ketika membuka pintu…

“Nak kamu kan bentar lagi lulus kuliah, jangan


sampe kecapekan nugas ya, kalo mau ujian, belajarnya
jangan h-1 terus sampe begadang, ingat Ayah kamu lima
tahun lalu, dia sampe meninggal karena ngantuk akhirnya
kecelakaan di jalan karena sering begadang”, “ha, kapan
ayah meninggal?!” “lima tahun lalu waktu kamu SMA,
kok kamu ga inget sih, itu ayah kamu sendiri loh, ntar
kalo ibu meninggal besoknya udah lupa kali yah,” “ga
gitu bu, Adit beneran ga inget kalo Ayah udah
meninggal, terakhir minggu kemarin aku masih
ngunjungin ayah dirumah lama bareng sama istri sama
anakku Eisha” “istri apa, calon aja belum ada, udah
punya anak aja kamu”. Ditengah kebingungannya, Adit
kembali mengingat hal terakhir yang dilakukan adalah
membuka pintu kamarnya dan..
Adit membuka matanya perlahan, yang terlihat
hanya langit-langit putih dengan kantong cairan yang
terhubung ke selang yang menancap di tangannya, dan
tubuhnya terasa sangat lemas. Seorang wanita dengan
pakaian putih masuk ke ruangan itu ingin mengganti
kantong cairan tapi dikejutkan dengan terbukanya mata
orang yang sedang berbaring, wanita itu langsung pergi
keluar dengan segera dan selang belasan menit wanita itu
kembali dengan bersama pria paruh baya disampingnya
yang telah beruban, pria itu langsung memeluk erat Adit
yang sedang kebingungan, Adit melihat kalender,
ternyata tahun menunjukkan angka 2037.

“Akhirnya nak, kamu bangun dari koma, ayah nunggu


kamu selama ini”

“Ibu mana?”

“Ibu meninggal karena kecelakaan waktu nganterin kamu


berangkat sekolah 20 tahun yang lalu”,

Adit yang kebingungan hanya membalas dengan tatapan


kosong dan bingung di atas kasur rumah sakit. Dia
tertegun karena hidup yang selama ini dia lalui hanyalah
ilusi belaka.
Begitulah hidup, tidak ada yang tau apa yang
akan terjadi, bahkan jika tuhan tau, DIA tidak akan
memberitahumu, jadi hiduplah yang tidak akan kau sesali
karena hidupmu adalah milikmu dan hidup kita hanya
sekali tanpa adanya tombol ‘rewind’, karena itu hiduplah
yang berkesan untukmu sendiri tanpa mengurusi
omongan orang lain

Anda mungkin juga menyukai