“SECUIL HARAPAN”
2019
Tema : Manusia dan Harapan
Sinopsis cerita
SECUIL HARAPAN
Pagi ini pagi yang cerah diiringi kicauan burung khas pagi hari. Terlihat dari
matahari yang seutuhnya dapat menyinari bumi, tidak ada halangan langit atau
apapun. Pagi sekali ayah dua anak ini sudah berada di sawah. Dengan penuh
semangat ayah mencari pakan ternaknya. Ini semua dilakukan tak ada yang lain
adalah untuk menghidupi keluarga mereka. Apalagi anaknya yang paling kecil
sedang sakit sakitan. Ayah dua anak ini harus berjuang sendirian. Anak yang paling
besar yaitu kakak hanya bisa main hape saja. Setiap hari kerjanya hanya main hp dan
pergi keluar. Entah apa yang kakak lakukan. Kakak tidak peduli dengan adiknya
yang sakit. Terlihat keringat membasahi keningnya. Dengan gerakan mengusap
menggunakan tangan kosong ayah mengelap keringat yang mengalir. Ayah
mengeluh “huhhh...”, tanda dia sudah lelah. Ayah pulang dengan sekarung rumput.
Ayah menuju ibu yang sedang asik menyuapi adik. Ayah melihat kakak tidak ada
dengan ibu dan adik. Ayah membuka kamar kakak, kakak sibuk bergelut dengan hp
di tangannya. Ayah hanya bisa menggelengkan kepalanya. Hari sudah berganti,
setiap orang pasti ingin adanya perubahan. Itu sama dengan apa yang diharapkan ibu.
Pagi sekali kakak sudah sibuk bermain hp tanpa peduli ibu yang repot mengurus
adiknya, tanpa peduli adiknya yang sedang sakit. Kakak terus saja sibuk dengan
dunianya sendiri. “kakak main hp terus aja. Lihat adik kamu terbaring lemah tak
berdaya, ayah kamu sibuk membiayai kita. Kakak malah egois tanpa peduli dengan
kita”, curhatan ibu tercurahkan. “apa sih”, jawab kakak dengan nada meninggi dan
enyah entah kemana menuju keluarn rumah. Kakak selalu saja begit, tidak bisa
ngomong baik dengan ibu. Sore hari kakak ditanya ibu saat keluar dari kamar dengan
hp yang tak pernah lepas dari tangannya, “mau kemana kak?, jangan keluar main
terus. Adik kamu lagi sakit kamu malah main terus”. “bukan urusan ibu” jawab
kakak dengan ketus. Tampat raut wajah kecewa dengan lengkungan bibir kebawah.
Ibu sekali lagi hanya bisa bersabar. Dilihatnya kakak terus oleh ibu hingga punngung
kakak sudah tidak terlihat lagi. Malam berlalu, adik dan ibu sedang berada diruang
tamu. Ibu khawatir dengan kakak yang belum pulang sejak tadi pagi. Derap langakah
terdengan di kuping ibu dan adik. Ada senyum mengembang di bibir ibu. Kakak
terus saja berjalan masuk kamarnya tanpa menyapa adik dan ibunya. Kakak
mengabaikan mereka berdua. Kakak langsung menutup pintunya tanpa ingin tahu
apa yang sedang ibu dan adik mereka lakuakan. Senyum ibu langsung memudar
melihat tingkah laku kakak. Ibu sekali lagi hanya bisa bersabar. Hari sudah berganti,
seperti biasa ibu menyuapi adik sarapan sedangkan ayah sudah pergi ke sawah. Lagi-
lagi ibu dibuat kakak harus bersabar lagi, kakak kembali mengacuhkan ibu saat
ditanya mau pergi kemana. Kakak langsung pergi keluar rumah tanpa menjawab
pertanyaan ibu. Malam sudah mulai membuat udara menjadi dingin, ibu ke kamar
adik untuk membenarkan selimut adik dan mengelus rambutnya. Ibu duduk
disamping adik yang sedang terbaring. Tangan ibu mulai berjalan ke rambut adik
yang tidak tertata. Ibu mengelus rambut adik dengan gerakan yang teratur. Senyum
mengembang keatas dibibir ibu. Adik terus memandangi adik yang seakan dia tidak
amu kehilangan dari ibunya. Adik tidak bisa membayangkan seandainya dia
meninngalkan ibunya. Mata ibu terarah ke bibir adik yang pucat, badannya yang
kurus. Tak terasa air mata ibu terjatuh membasahi pipi yang sudah bisa dibilang
muda lagi. Kalau bisa ibu bersedia penyakit adik digantikan olehnya, “biarkan ibu
saja yang menanggung rasa sakit itu”, bicara ibu dalam hati. Tangan adik
menggenggam tangan ibu yang sudah pindah di pipi adik. Adik menggenggam erat
tangan ibu dipipinya. “buk, aku ga mau ninggalin ibu” gumam adik dengan tubuh
sedikit bergetar. “kamu ngomong apa sih dik? Kamu harus kuat” ibu memberi
semangat kepada anaknya yang sedang berjuang melawan penyakitnya. Keduanya
tangan mereka saling menggenggam satu sama lain. Genggaman tangan tiba-tiba
mengendur, tangan adik bergerak menuju kebawah bantal tempat dia tidur. Adik
mengambil kotak berwarna merah berlapis kain bludru. Diletakkannya kotak itu
diatas tangan ibu. “ini hadiahku untuk ibu, aku ingin ibu terus menjaga cincin ini
buk”, tangisan mereka semakin dalam dan air matanya semakin deras. Ibu heran dari
mana adik mendapatkan itu , “dari mana mendapatkan ini nak?”. “kakak buk,
jadi...(flasback)
FLASHBACK ON
Setelah mendengar omongan ibu tadi pagi kakak merasa bersalah. Kakak sungguh
egois kepada keluarganya. Mungkin ini waktu yang tepat untuk bisa menjenguk adik
karena ibu sedang berada di dapur sedang mencuci, ayah juga sedang disawah, pikir
kakak. Kakak berjalan mengendap-endap ke kamar adik nya. Kakak langsung duduk
di samping adiknya yang terbaring. Adik kaget, “kakak?, ada apa kak?”, tanya adik
penasaran. Senyum kakak mengembang, “iya ini kakak, maafkan kakak dik. Kakak
janji akan nuruti kemauan adik”, tawar kakak ke adik. “tidak apa-apa kak, aku
seneng kok kakak sudah mau ngomong sama aku. Beneran kakak mau nuruti apa
mau aku?”. “iya dik, kakak janji”, dengan tegas mengiyakan. “kak, aku minta
tolong sesuatu, aku pengen kakak ngabulin harapanku. Aku pengen memberi ibu
cincin emas kak. Aku pengen memberi kenangan terakhir untuk ibu”, jelas adik ke
kakak. Kakak hanya bisa mengangguk dengan senyum yang terus mengembang.
Setelah mendengar harapan adiknya, tidak mungkin dengan bersantai-santai dia
mendapat apa yang di harapkan oleh adiknya. Dia harus mencari kerja, tapi tidak tau
entak kemana dia harus bekerja. Dia mulai berpikir keras. Kakak tau dia harus
bekerja di tempat temannya bernama rangga yang punya warung. Warungnya kecil
tapi setiap hari selalu ramai. Setiap hari kakak kerja dari pagi sampai malam. Dia
sengaja cuek kepada ibunya agar ibunya tidak tau kalau kakak sedang bekerja.
FLASHBACK OFF
Tubuh semakin bergetar hebat, ibu tidak menyangka kakak sangat sayang kepada
adik dan keluarganya. Ibu memeluk adiknya yang ikut menangis. Ibu menciumi jidat
adik berkali-kali. Hari berganti sudah pagi. Sebelum kakak pergi seperti biasa, ibu
sudah ada dikamar kakak. ibu mengucapkan terimkasih kepada kakak.
Scene 1- Sawah (Pagi hari)
Cast : ayah
(Terdengar suara burung yang saling bersautan)
Seorang ayah mencangkul sawah dengan semangat dengan harapan untuk
menghidupi keluarga. Terlihat keringat bercucuran di kening ayah.
(mengelap kening dengan diikuti keluhan “huhhh...”, berjalan menuju pohon untuk
beristirahat sambil berkipas menggunakan topinya)
Bergegas pulang kerumah dengan cangkul dipundaknya.