Anda di halaman 1dari 9

Kehidupan Lain

Oleh : N Afni Fithriyanti

Tuhan itu Maha Adil ??? Ya , Tuhan itu Maha Adil. Semua orang pasti menyetujui
akan hal tersebut . Tapi apakah benar semua orang setuju akan hal itu ? Bagaimana
dengan aku ? Ya akupun setuju, Tuhan memang benar-benar Maha Adil. Tapi
terkadang terlintas di pikiranku bahwa Tuhan tidak adil. Terdengar ironis memang,
karena aku meragukan keadilan Tuhan. Tapi tidak untuk sekarang, esok, dan
seterusnya. Aku percaya, aku yakin, sangatlah yakin bahwa Tuhan memang Maha Adil.
Takdirku, aku sangat yakin bahwa Tuhan tlah merencanakan semua hal terbaik dalam
hidupku.

Tuhan, maafkan aku yang tlah meragukan keadilan-Mu..

MYHTA : diriku di besarkan di keluarga yang cukup. Aku, adik perempuanku, dan
adik lelakiku serta orangtuaku yang masih lengkap. Tapi aku tak bisa mengatakan
berapa lama ini akan berlangsung. Sebab, ayahku selalu memberikan kemurkaan
terhadap keluarganya. Aku merasa hidup di sela-sela neraka. Tapi semua itu terbantah
saat aku tahu ‘kehidupan lain’.

16 Juni 2007

“Kamu ini istri, ya jaga rumah, urusi anak-anak, uang biar aku saja yang cari.”

“Halaaaah mas, kamu selalu memojokanku tentang hal mengurus anak.”

“Cerai cerai, aku udah ndak kuat lagi.”

”Ok kalo itu maumu silahkan….”

Ya Tuhan terdengar lagi pertengkaran dari kamar utama rumahku, itu kamar sepasang
manusia yang biasa aku dan adik-adikku memanggilnya dengan sebutan ‘ayah dan ibu’.
Aku menutup telinga, tidak tahan mendengar. Kata-kata yang tidak seharusnya mereka
katakan, tidak juga seharusnya aku dan adik-adikku dengar, hanya membuat telinga
kami merah. Hampir setiap hari selalu terdengar pertengkaran tersebut. Entah apa yang
selalu membuat mereka bertengkar setiap harinya. Tidak sedikitpun hatiku tergerak
untuk ingin tahu, bahkan mencari tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi.

18 juni 2007

“Nis, aku bingung”, ucapku pada Ninis. Ninis adalah sahabatku. Kami bersahabat
sejak duduk di bangku SMP , hingga saat ini duduk di bangku kelas 3 SMA. “Aku
bingung nis, kamu tau kan bagaimana kelurgaku, terutama ayah. Capeeeeeeeeeeeee gini
terus !“, entah sudah berapa ratus kali aku mengeluh hal yang sama padanya. Tetapi dia
tidak pernah bosan mendengarkannya, dan memberiku sedikit saran. Tanpa perlu dia
memberikan sarannya untukku, aku sudah sangat berterimakasih padanya karena selalu
bisa menjadi pendengar setiaku. “Sudah myth, mau gimana lagi, mereka berdua ya
keluargamu, orang tuamu, kamu harus tetap sabar. Namanya juga orang berkeluarga,
pasti banyak keributan. Kamu sama Bima juga begitu kan, sering berantem, padahal
kalian masih pacaran !”, jawab Ninis sembari memakan bekalnya yang seperti biasa di
siapkan oleh ibunya. Huh, Tuhan.. betapa beruntungnya seorang Ninis, dia cukup
cantik bahkan tidak bodoh, di tambah lagi keluarga yang sangat memerhatikannya.
Ibuku, mana sempat membuatkan bekal, dia wanita karier yang sibuk mengejar
kariernya. Ayahku, mana bisa dia mengantarku setiap pagi kesekolah, mengobrol saat
makan malampun jarang sekali, dia brangkat bekerja di saat anak-anaknya masih
tertidur dan pulang bekerja saat ketiga anaknya tertidur pulas.

7 Juli 2007

Rasa sakit ini memuncak saat ayah dan ibu kembali bertengkar. Aku tidak tahan lagi
mendengarnya, di barengi dengan kedua adikku yang menangis melihat keduanya
memaki satu sama lain. Aku membuka pintu kamar utama itu. “Kalian berdua ini
memang ga punya otak!! Egois!!!!!!”, teriakku kepada kedua orang tuaku lalu pergi
keluar kamar di sertai gebrakan keras pintu itu. Aku memeluk kedua adikku dan
mengajak mereka masuk kamar. Ironis, melihat kedua adikku yang mash di bawah
umur, melihat sesuatu yang tidak seharusnya mereka lihat.

8 Juli 2007
Aku tinggalkan rumah tanpa sepengetahuan orang tuaku. Walau harus hidup di tempat
kos yang berantakan sekalipun, tak akan aku berhentikan niatku ini. Untuk hidup
sendiri meski belum siap. “Apa kamu yakin Myth?”, terdengar suara lirih Ninis dari
telepon. “Aku benar-benar tidak tahan lagi dengan semua ini Nis, aku akan
mengabarimu lagi”,jawabku dan segera aku matikan ponsel itu.

Ku buka jendela kamar baruku ini, memang ukurannya jauh berbeda dengan kamarku
sebelumnya. Tetapi aku yakinkan diriku, bahwa aku akan mendapatkan ketenangan
disini. Sebenarnya sangat berat meninggalkan rumah, aku sadar betapa egoisnya aku
ini, meninggalkan kedua adikku dengan memilih kabur dari rumah.

Tuhan, apa ini jalan cobaan untukku ? mana keadilan-Mu?????? Kau tlah berjanji
tidak akan memberikan cobaan pada hamba-Mu di luar batas kemampuannya, tapi
aku sudah tidak kuat menahannya lagi Tuhan …

Kubuka jendela kamar ini, kamar baruku. Dan aku melihat sesosok anak perempuan
yang terlihat begitu pucat. “Cantik ya bu, tapi kenapa seperti sedang sakit begitu?”,
kalimat yang spontan keluar dari mulutku.”Gadis itu bernama Lyla”, ucap ibu kost
yang masih berada di kamarku, untuk membantuku beres-beres. “Kok pucat sekali ya
bu?”,tanyaku lagi.

“Iya neng, dia memang sakit-sakitan. Harusnya dia mampu keluar rumah tetapi dia tak
punya cukup keberanian untuk melakukannya.”

“Malas ya bu? Hehehe”

“Bukan neng, ibunya sangat galak. Lyla itu cacat. Kira-kira sekitar 1 tahun lalu
mengalami kecelakaan”

“Masa bu???? Waaaaah kasihan ya bu”

Dia trus menatap ke arah jendela kamarku, hingga akhirnya ku beranikan diri untuk
menyapanya. Kulambaikan tanganku saat dia menatapku, aku tersenyum, dan dia
membalasku.

“Bu lihat, apakah itu ibunya yang datang? Ko dia terburu-buru menutup jendela
kamarnya ya?”
“Kan sudah ibu bilang neng, ibunya galak. Kemarahan ibunya selalu dia telan dihati
neng, padahal menurut ibu Lyla, sudah menjadi anak yang cukup penurut.”

Ucapan ibu kost barusan membuatku terdiam, padahal belum sehari aku meninggalkan
rumah. Tapi tiba-tiba terlintas dipkiranku, sesosok wanita. Yaitu, IBU !

14 Juli 2007

Sudah seminggu ini aku bertukar senyum dengan Lyla, tapi untuk kali ini sepertinya
Lyla ingin menyampaikan sesuatu padaku. Terlihat dia sedang menulis sesuatu di
sebuah buku gambar. Ditunjukannya pesan tersebut padaku.

“Bisakah kau membantuku?”, pesan Lyla.

“Apa?”, balasku di sebuah kertas besar.

Dengan wajah yang tampak ragu. Lyla menunjukan pesan itu padaku, “Aku ingin
menjadi temanmu.”

Ini pertama kalinya aku memasuki kamar Lyla. Aku terkejut karena aku melihat banyak
burung dari kertas terpasang di seluruh ruangan kamarnya, bahkan banyak yang
berserakan di lantai.

“Waaaaaw, banyak sekali. Kau yang membuat ini semua ?” , tanyaku.

“Ayahku berpesan, aku akan bertemu dengannya lagi jika aku membuatnya sebanyak
mungkin. Aku sangat merindukannya !!”, jawabnya

Hening. Aku terdiam, teringat akan dia. Dia yang kumaksud adalah AYAH.

“Ayahku memilih pergi dari rumah, aku cacad, ibuku sibuk mencari uang . Jujur,aku
merindukan belaian kasih mereka. Tetapi aku anya bisa berdiam diri di kamar
merenungi nasibku” ,sambungnya.

“Kita sama-sama perempuan, aku mengerti perasaanmu”, ucapku.

Sejenak aku merasa malu pada diriku sendiri. Yang miliki kelebihan darinya, tapi tidak
menghargai hidupku ini.

“Ko ibumu sering memarahimu? Kenapa ibumu tega memarahimu?? " ,tanyaku.
Kulihat ekspresi beda di raut wajah karin saat mendengar tanyaku.
" Maaf, aku terlalu sering mendengarnya", lanjutku.
 "Bukankah hal wajar jika orang tua memarahi anaknya.." jawab Lyla.
"Tapi apakah setiap hari harus begitu ?? lagi pula kau sakit. " , aku terus bertanya. 
" Aku tak apa apa." ,jawabnya lirih.

18 Juli 2007

Lyla tanya padaku, apa yg lebih menyakitkan dari pada kerinduan. Dan aku hanya bisa
jawab, aku tak tahu apa-apa tentang cinta. Lyla ceritakan semua isi hatinya. Dia sangat
merindukan ayahnya. Ayah pernah berjanji padanya akan menemuinya dimanapun
berada. Ibunya sangat membenci pria itu dan sangatlah murka jika Lyla membahas
tentang pria itu di depan ibunya.

20 Juli 2007

Pagi hari aku terjaga dari tidurku. Saat terdengar keributan dari rumah Lyla. Ibunya
membakar semua burung-burungan kertas dan tulisan-tulisan Lyla tentang ayahnya di
halaman rumah. Maki-maki ibu Lyla terdengar sangat jelas dari kamarku. Aku hanya
bisa memandangi Lyla yang sedih. Walaupun tidak berair mata, tapi sangat jelas sekali
terasa pedihnya.
 
Sesaat kemudian terdengar ketukan di pintu kamarku. Pemilik kost memberikan
sepucuk surat padaku. Surat dari ibuku, entah dari mana ibuku tahu keberadaanku.
 
"Neng Mytha pasti berpikir betapa kejamnya ibu Lyla",kata ibu kost yang berdiri di
dekat jendela. "Dulu saat mereka tiba disini, ibu Lyla adalah wanita yang penuh kasih
sayang dan penyabar. Tapi bagaimanapun juga, manusia bisa berubah saat penderitaan
datang menghujam.”

 
" Aku tidak mengerti, " tanyaku heran.
 
"Semua yang terjadi pada anak, seorang ibulah yang paling menderita. Kelak neng
Mytha akan tahu, karena eneng juga wanita yang akan menjadi ibu di esok hari."

Lyla menatap sisa-sisa yang hangus dari balik kaca jendela. “Kalau sakit rasa, kenapa
harus di tahan ?? Kenapa tidak menangis ??”, umpatku dalam hati.
Merasa tidak tahan, kudatangi dia. Lyla yang sadar akan kedatanganku, menunjukan
bahasa isyaratnya.
 
"Kenapa harus seperti itu ?? Kau sadar, wajahmu sangat menyakitkan untuk dilihat ??",
kataku.
 
"Pergilah, jangan sampai ibuku tahu !", ucapan Lyla terhenti saat ibunya masuk ke
kamarnya.

"Yang ingin ku tanya, APA MENANGIS BEGITU MEMALUKAN UNTUKMU ??!!"


teriaku sebelum akhirnya ku pergi.
 
22 Juli 2007

"Mytha”, panggil ibu Lyla di saat aku ingin memasuki kamar kostku. "Sudah
sewajarnya ibumu mengkwatirkanmu. Masa-masa seusiamu memang saat tersulit.
Masa dimana mulai mencerna kebenaran hidup. Tapi, saat saat seperti inilah yang harus
diingat. Agar kau bisa memaknai hidupmu, menghargai dan untuk menjadi lebih
dewasa. saat anak menderita, seorang ibulah yang akan tersakiti. Pulanglah, jangan
sakiti ibumu.", tutur kata ibu Lyla begitu lembut dan penuh kasih sayang. Berbeda
dengan yang selama ini kulihat. Dan seprtinya dia tahu tentang aku.

Aku habiskan malamku untuk melihat lebih lama kehidupan di jalanan. Terlihat wanita
dengan baju kotor memeluk ketiga anaknya yang tertidur di pangkuannya. Terpikir
olehku,ingin sekali aku pulang, tapi egoku tetap menahanku untuk terus seperti ini.

Aku merindukan kedua adikku aku merindukan keluargaku, aku ingin pulang..

30 Juli 2007

Sudah bukan lagi kejutan kalau Lyla tiada. Tapi ini sungguh menyakitiku, terlihat ibu
Lyla menangisi jasad putrinya.

"Apa kau tak ingin melihat wajah temanmu tuk terakhir kalinya ?"
Terasa berhenti berdetak jantungku saat mendengar suara itu, suara sesosok wanita
yang sangat tidak asing di telingaku. Ibuku tepat di belakangku. Kurasakan malu dan
bahagia. Baru aku sadari bahwa ibu Lyla dan ibuku emg telah berteman lama. Dan
ibuku tahu keberadaanku karena dia sering kemari.
 
 "Ibu Lyla sangat menderita." ,ucap ibuku di sampingku.
 
"Yang kulihat tidak seperti itu. Dimataku terlihat wanita yang penuh penyesalan.
Kenapa dia tega pada putrinya...." jawabku dengan hati-hati.
 
Ibuku menatapku sejenak dan melingkarkan sebelah tangannya di pundakku. Sama
halnya yang dia lakukan saat aku masih kecil.
 
"Dengar ya Mytha sayang, kebenaran hati bukan berasal dari bibir.”

“ Kata-kata menjelaskan perasaan"

"Tidak selalu, di jaman seperti ini, yang seperti itu sngat mustahil."

 "Kenapa, harus ada rasa derita segala ?? Bukankah rasa itu sangat di hina ??"
 
Ibuku tertawa lembut saat mendengar pertanyaanku. Dan memelukku lebih erat.
 
" Ada banyak jawaban dari pertanyaanmu. Dan jawaban sesungguhnya ada dalam
perjalanan hidupmu. Mytha...mungkin kau pernah lihat, mereka yang lebih menderita
dari kita. Itu adalah sebuah pesan untuk kita dan yang lain, agar kita lebih menghargai
hidup. Tuhan itu Maha Adil, sayang. Ibu harap, semua ini bisa memuaskanmu."
 
"Memuaskan ?? "
 
"....bukankah karna ini kau kabur dari rumah??"
 
"........"
“Maafkan ayah dan ibu jika selama ini menyakiti perasaan kalian, ibu dan ayah sadar
bahwa kita berdua terlalu memikirkan ego masing-masing.” , ucap ibuku sambil
memelukku erat.

"Sepertinya malam ini juga sama seperti sebelumnya, saat adik adikmu tanya tentang
kamu, ibu akan jawab kalau ibu masih belum menemukanmu"
 
"Ibuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu ! Paksa aku pulang."
 
"Kau bukan anak kecil lagi, putuskan sendiri.."
 
" Untuk kali ini saja, marahi aku dan bawa aku pulang."
 
Kutemukan selembar pesan di sela sela jendela kamar kostku.
Sebuah pesan dari Lyla :
 
"Hidupku memang tidk seberuntung yang lain. Tapi kutahu, bahwa masih banyak
diluar sana yang lebih menderita. Dan aku sadari, aku masih ada kehangatan dari
satu-satunya keluargaku, yaitu ibuku. Dia satu satunya bagian hidupku. Ibuku tidak
pernah membenciku. Semua yang di lakukannya bukan karna membenciku. Itu semua
adalah luapan amarah, sedih, dan keputus asaan. Seperti yang ibuku katakan tadi, "
Saat anak menderita, seorang ibulah yang paling merasakan sakitnya." Aku tak
sanggup setiap melihat ibuku menahannya. Karna itulah kuminta pada ibuku jika ibu
marah, marahlah, jika sedih, menangislah, luapkan semuanya padaku. Aku tak apa,
karena ini smua berasal dariku, semua ini salahku. Aku sedih bukan karena dimarahi
ibuku. Aku sedih ...melihat smua yang ku berikan pada ibuku terlalu menyakitkan. Tapi
hari ini aku merasa sangat bahagia. Mungkin karna aku sudah bisa menangis lagi.
Kau telah kembalikan air mataku.”
 
Di dalam mobil ibuku, aku merasa seperti keluar dari kehidupan lain. Tapi bukan
berarti ini tak bisa terjadi padaku. Aku merasa perjalanan hidupku dimulai dari
sekarang.
 
" Kamu sudah baca surat dari ibu??" tanya ibuku
 
"......belum.", jawabku singkat.
 
"Baguslah, sebab isinya hanya beberapa hinaan untuk buatmu lebih dewasa."
 
Aku ambil surat ibuku dari tasku dan entah kenapa aku merasa ingin tertawa.
 
Ada banyak hal dan kejadian untuk membuat kita lebih dewasa. Semua ini membuatku
benar-benar menyadari bahwa Tuhan memang Maha Adil. Tuhan memberikan
kehidupan yang terbaik untuk semua hamba-Nya. Dan aku berharap aku siap
melaluinya. Dan aku yakin, itu tidaklah mudah.

Anda mungkin juga menyukai