TOKOH
ADEGAN 1
Di sebuah desa hiduplah seorang ibu dan anaknya yang bernama Malin. Ayah Malin
pergi merantau ke kota dan tak pernah kembali. Akhirnya, Malin hanya hidup berdua
dengan ibunya. Ibu Malin berusaha untuk bisa menggantikan posisi suaminya.
( Berjalan berdampingan)
Malin :”Ida, kita sudah kenal cukup lama. Ada yang ingin aku sampaikan
kepada Ida.”
Nurhaida :”Hmm.. Ida setuju saja. Tapi, apakah Amak tahu tentang hal ini ?”
Nurhaida :”Itu terserah Abang saja, tapi kalaupun abang menyampaikan hal
ini pada Amak, Ida yakin Amak pasti mengerti keinginan Abang.”
Malin :”Baiklah, aku akan mencoba. Ternyata Ida selain cantik, juga
pengertian.”
Setelah berbincang dengan Ida, Malin pun bertekad untuk meminta izin kepada
Amaknya.
Malin pun kembali pulang, dan menghampiri ibunya yang sedang duduk kelelahan.
Malin :”Malin tadi baru bertemu Ida. Emmbb..Amak ada yang ingin Malin
bicarakan sama Amak.’’
Amak :(berpikir sejenak) “Malin apakah itu sudah kau pikirkan dengan
matang?”
Malin :”Iya Amak. Keputusan Malin sudah bulat. Tolonglah Amak izinkan
Malin untuk yang satu ini.”
ADEGAN 3
Amak :”Malin..Malin… kamu sudah siap? Amak dan Ida sudah menunggu.”
Malin, Amak, dan Ida pun pergi kepelabuhan untuk mengantarkan Malin pergi
merantau.
Malin :”Amak, Malin pergi dulu ya. Malin mohon doa restu Amak untuk
diperjalanan malin nanti.”
Amak :”Iya Malin, Amak akan selalu mendoakan mu.Nanti kalau kamu
sudah sukses janganlah kamu lupa dengan Amak, Ida, dan kampung
kamu sendiri.” (sambil menangis sedih)
Malin :” Iya Amak. Malin tidak akan pernah lupa. (berpaling sambil menatap
ida) Ida aku meminta tolong kepadamu untuk menjaga Amak disini.”
Ida :”Iya abang. Akan Ida kabulkan permohonan abang. Apa yang tidak
buat Abang tersayang? (tersipu). Cepatlah pulang abang. Kami disini
pasti akan merindukan abang.”
Malin :”Iya Ida. Aku janji ketika pulang aku akan melamar Ida. Dan kita akan
hidup bahagia dengan Amak disini selamanya.”
Malin :”Amak, sudah saatnya Malin pergi.” (sambil mencium tangan Amak)
ADEGAN 4
Setelah melalui Lautan yang luas selama beberapa hari akhirnya malin pun sampai ke kota.
Malin :”ah, aku tidak tahu harus kemana di kota yang luas ini. Aku tidak
tahu, mau menuju kemana.”
Nahkoda :”Kalau begitu, maukah kamu ikut bekerja dengan kenalan aku disini?
Dia adalah saudagar yang terkenal memiliki banyak aset dan baik
disini biarpun dia sedikit berlebihan dengan sifatnya.”
ADEGAN 5.
Malin pun ikut dengan Nahkoda tersebut untuk bekerja dengan Saudagar. Saudagar
yang dimaksud oleh Nahkoda adalah orang yang terkaya di kota itu. Dia memiliki kapal yang
banyak, sawah yang melimpah, dan lain-lain. Biarpun saudagar memiliki kepercayaan diri
yang tinggi (alias kepedean) dia suka menolong orang-orang.
Nahkoda :”ass. Saudagar. Ada yang ingin aku kenalkan dengan anda.’’
Saudagar :”wss. Ah baiklah. Ada apa Wahai Nahkoda? Apa ada lagi yang mau
bangun aset? ”
Nahkoda :”Janganlah pikir bisnis terus Saudagar. Begini Saudagar, anak muda
yang disamping aku ini datang dari kampung untuk mengubah nasib
nya di kota ini. Dia berkata dengan aku dia ingin bekerja dengan
Saudagar.”
Malin :”Namaku Malin tuan. Aku ingin bekerja dengan anda. Aku akan
bekerja dengan rajin dan penuh semangat setiap hari.”
Saudagar :”hahahaha.. semangat yang bagus anak muda, persis seperti orang
kampung. Hahaha.... Aku suka hal itu. Baiklah, kamu bisa mulai
bekerja disini besok hari. Dan kamu bisa tinggal disini.”
ADEGAN 6
Akhirnya Malin pun bekerja kepada Saudagar. Malin yang sangat cerdas dan ulet
membuat Saudagar dan istrinya mulai bersimpati kepadanya meskipun hanyalah anak
kampung. Karena kerja keras Malin, Saudagar menjadi lebih kaya raya dan memiliki aset
yang begitu berlimpah. Ditambah lagi Zulaiha, anak Saudagar terlihat tertarik dan
memperhatikan Malin yang begitu tampan.
Istri Saudagar :”Siapa yang tidak tertarik dengan orang setampan Malin Uda?
Orangnya juga rajin dan santun.”
Saudagar :”Benar istriku walau tetap aku yang tampannya nomor satu. Kita
memang selalu sehati. Hahaha... Apakah kita perlu menjodohkan
Zulaiha pada Malin Dinda?”
Zulaiha :”Iya Abak dan Bundo. Ada apa Abak memanggil Zulaiha?”
(Menghampiri kedua orang tuanya)
Saudagar :”Abakmu yang keren ini sudah tau kalau Zulaiha menaruh hati pada
Malin. Abakmu yang ganteng dan Bundomu yang cantik ini,
berencana menjodohkanmu dengan Malin. Apa kamu mau?”
ADEGAN 7
Amak :”Benarkah?”
ADEGAN 8
Nurhaida :”Abang... Abang sudah pulang? Ida sama Amak sudah rindu sama
Abang.”
Amak :”Malin, ini Amak Malin. Ibumu. Ini Ida, Nurhaida, kekasihmu.”
Nurhaida :”Benar Abang. Abang janji mau melamar Ida kalau Abang kembali.
(melirik Zulaiha). Ini siapa Abang?
Malin :”Tentu saja ini istriku! Siapa kalian? Aku tak pernah kenal dengan
kalian!”
Nurhaida :”Astaga Abang. Tak apa Abang lupa dengan Ida, tapi jangan dengan
Amak. Amak ini ibu yang melahirkan Abang!”
Amak :”Iya Malin. Ini Amak. Amak yang memberimu nama Malin.”
Zulaiha :”Uda, kenapa mereka mengenal Uda? Apa benar ini Ibu Uda?”
Malin :”Tidak Dinda. Mungkin maksud mereka Malin yang lain. Ibu Uda
bukan gelandangan seperti ini.”
Zulaiha :”Sudahlah Uda, jika benar Uda tak mengenal mereka, tak perlu kita
hiraukan.”
Amak :”Cukup Malin! Diamlah Ida! Amak mau bicara sama anak durhaka
ini!”
Amak :”Durhaka kamu Malin! Kau sudah keterlaluan menghina Ibumu ini
ditengah keramaian seperti ini! Sakitnya itu disini... Kau akan
menyesal telah memperlakukan Ibumu seperti binatang kotor seperti
ini. Lihatlah Azab dan malapetaka yang menimpamu nanti.”
Malin :”Apa? Aku tak takut dengan ancamanmu orang tua! Mana
Azabmu?!”
Zulaiha :”Uda... cukup Uda. Biar saja, kita pergi dari sini.”
Malin dan Zulaiha pun pergi meninggalkan Amak dan Nurhaida. Amak terus berdoa
kepada Tuhan agar Malin diberi balasannya. Begitu bisnis Malin selesai, Malin dan Zulaiha
segera pulang kembali ke kota. Tiba-tiba ditengah lautan terjadi badai kencang yang
menyelimuti. Hujan deras dan petir menyambar, angin kencang dan ombak memakan kapal
itu. Hancurlah kapal itu tertelan ombak, Begitu petir menyambar keras ke ekor kapal, Malin
terjungkal hingga ke tepian dan menjadi batu mati yang tengah tertunduk sujud memohon
ampunan. Inilah balasan setimpal bagi Malin yang telah menghina dan mendustakan Ibu
yang melahirkannya.