Anda di halaman 1dari 8

Asal-Usul Legenda

“Malin Kundang”

Nama :
 Anggun Aristya (05)
 Dwi Jaka Pradana (10)
 Nafa Wildly (20)
 Tiara devi (28)

JL. Slamet Cokro, 396475 Purwoharjo, Kab. Banyuwangi  68483


 sman1pwhj@yahoo.co.id
Malin Kundang merupakan salah satu legenda yang paling terkenal di Indonesia, yaitu
berasal dari Provinsi Sumatra Barat. Asal mula cerita ini berawal dari kisah seorang anak yang
durhaka kepada ibunya lalu dikutuk menjadi batu. Sedangkan bentuk batu yang berada di Pantai Air
Manis, Padang, Sumatera Barat, tersebut dipercaya merupakan sisa dari kisah kapal Malin Kundang.

Alkisah pada saat itu, seorang anak laki-laki yang bernama Malin Kundang pergi berlayar mengarungi
lautan untuk mengadu nasib. Tetapi setelah dewasa ia menemukan gadis yang cantik lalu dijadikan
istrinya. Namun, ketika kembali ke kampung halaman, Malin melupakan ibunya sendiri seolah-olah
tidak pernah mengenalnya. Sikap Malin Kundang tersebutl membuat sang ibu menjadi murka lalu
mengutuk Malin menjadi batu
Nama Tokoh :

 Malin Kundang
 Ibu Malin
 Putri
 Saudagar
 Risa ( Istri Malin )
 Pengawal

[ADEGAN 1 – Rumah Ibu Malin]

Narator : Di suatu desa hiduplah anak laki-laki bersama dengan ibunya. Hidupnya sengsara
dan miskin. Anak itu bernama Malin. Malin sangat disayang ibunya karna sejak kecil, Malin sudah di
tinggal mati oleh ayahnya. Ketika Malin sudah tumbuh dewasa, ia mulai berpikir untuk merubah
kehidupan ekonomi keluarganya.

Ibu : Malin, datang ke sini nak. Bantu ibu membawa kayu bakar ini.

Malin : Ya ibu, tunggu sebentar (Malin bergegas membantu ibunya). Ibu, berapa lama kita akan
bertahan dengan kondisi seperti ini? Aku ingin merubah kehidupan ekonomi kita ini, Bu.

Ibu : Entahlah, ibu tak tau Malin, kita harus bersabar dan jangan berhenti berdoa kepada Tuhan.

Malin : Ibu, aku punya ide. Biarkan aku pergi untuk mengubah nasib keluarga kita.

Ibu : Hah?! (terkejut). Pergi kemana Nak?

Malin : Tadi, ketika aku sedang dipasar, ada seorang saudagar kaya yang menawariku pekerjaan. Dia
berkata bahwa dia sudah memperhatikanku sejak lama dan hatinya tergerak melihat diriku yang
rajin bekerja. Ia pun mengajakku untuk menjadi salah satu pekerjanya dan ikut bersamanya ke pulau
seberang.

Ibu : Apakah kau menerima tawaran itu Nak?

Malin : Iya bu, aku langsung menyetujuinya.

Ibu : Ibu pikir itu bukan ide yang baik anakku. Jika kamu pergi, siapa yang akan menjagaku disini?

Malin : Sebenarnya, Malin juga tidak tega meninggalkan ibu sendiri. Tapi, Malin tidak tahan dengan
kondisi seperti ini. Malin berjanji akan kembali dan menjadi orang yang sukses. Ibu tenang saja, aku
akan berbicara dengan Putri, supaya menengok Ibu setiap hari hingga aku kembali ke rumah.

Narator : Ibu Malin tidak bisa melarang apa yang di inginkan Malin karena Malin sudah
bertekad. Akhirnya, sang ibu setuju dengan ide Malin.

Ibu : Baiklah, jika itu memang keinginanmu. Tapi, kamu harus pegang janjimu untuk kembali ke sini.
(Malin mengangguk)

***

[ADEGAN 2 – Rumah Putri]

Narator : Malin pun pergi kerumah Putri untuk meminta bantuan Putri agar menjaga ibunya
selama dia merantau. Putri merupakan sahabat Malin yang selalu bersamanya dalam suka maupun
duka.
Putri : Mau kemana kamu, Malin?

Malin : Besok, aku akan pergi merantau.

Putri : Apa? (terkejut). Jika kamu pergi merantau, siapa yang akan menjaga ibumu disini?

Malin : Karena itu, aku mendatangimu. Aku mau minta tolong kepadamu untuk menjaga ibuku,
tengoklah ia setiap hari hingga aku kembali.

Putri : Oh, baiklah kalau begitu. Ingatlah pesanku jangan lupakan kita yang ada di sini, Malin.

Malin : Iya.

***

[ADEGAN 3 – Pelabuhan]

Narator : Keesokan harinya, sesuai janjinya, Ibu Malin mengantarkan anaknya ke pelabuhan.

Ibu : Jaga dirimu baik-baik, Nak. Cepatlah pulang,

Malin : Ya bu, doakan Malin supaya Malin mendapat rejeki yang banyak.

Ibu : Iya, hati-hati di jalan.

***

[ADEGAN 4 – Kapal]

Narator : Malinpun memulai perantauannya. Ia pergi berlayar bersama saudagar kaya.


Saudagar itu memberikan Malin pekerjaan sebagai karyawan. Saudagar tersebut mempunyai putri
semata wayang yang bernama Risa. Ketika Malin melihatnya, ia langsung jatuh hati. Risalah yang
membuat Malin untuk lebih semangat bekerja.

***

[ADEGAN 5 – Rumah Ibu Malin]

Narator : Di kampung halaman Malin, Ibu Malin sangat gelisah dan khawatir dengan anaknya. Beliau
takut jika Malin tidak pulang kembali ke kampung halamannya dan melupakan sosok ibu yang
melahirkannya.

Ibu : Putri.. aku rindu dengan Malin. Kira-kira kapankah Malin kembali? Apa Malin baik-baik saja saat
ini? Aku takut...

Putri : Jangan takut, Bu.. Malin pasti pulang, ia telah berjanji. Sementara itu, biarkan aku yang
menjaga Ibu.

Ibu : Ya, terima kasih Putri. Entah, apa jadinya aku tanpamu.

Putri : Jangan terlalu di pikirkan Bu..

***

[ADEGAN 6 – Kapal]

Narator : Semakin hari, semakin gigih semangat Malin untuk bekerja lebih giat. Sehingga pada suatu
hari, Saudagar memanggil Malin.
Teman Malin : Lin, kamu di cari sama Kapten di ruangannya.

Malin : Benarkah? Baiklah, terima kasih. (meninggalkan temannya)

***

[ADEGAN 7 – Ruangan Saudagar Kaya]

Malin : (mengetuk pintu ruangan saudagar kaya)

Saudagar : Masuk..

Malin : Apakah anda memanggil saya?

Saudagar : Ya.. selamat Malin! Jabatanmu baru saja ku naikkan! (tersenyum). Semoga kamu senang
dengan jabatan barumu. Kamu bisa melihat ruangan barumu.

Malin : terima kasih, ( nunduk kepala, meninggalkan ruangan saudagar)

***

[ADEGAN 8 – Ruangan Malin]

(Malin masuk keruangan barunya, lalu duduk di kursi barunya dengan kaki terlipat di atas-tangannya
dilipat di depan dada, lalu tersenyum sinis)

Malin : Sekarang aku kaya raya. Aku dapat membeli semuanya dengan uangku. Karena itu, Risa pasti
mau menikah denganku.

***

[ADEGAN 9 – Rumah Ibu Malin]

Narator : Semakin hari ibu Malin semakin merindukan anaknya, membuatnya semakin lelah di usia
tuanya. Namun, Putri selalu memberikan dukungan untuk Ibu Malin, bahwa Malin baik-baik saja dan
akan kembali ke kampung halamannya.

Putri : Jangan sedih Bu...

Ibu : Aku lelah Putri.. Kita telah menunggu Malin selama berbulan-bulan, tetapi tidak pernah
mendapatkan kabar sedikitpun dari Malin.

Putri : Percayalah bu, Malin pasti kembali dan menjadi orang yang sukses.

Ibu : Terima kasih Putri, jika tidak ada kamu, aku pasti kesepian.

Putri : (mengangguk, tersenyum)

***

[ADEGAN 10 – Rumah Malin]

Narator : Karena kerja keras, Malin berhasil menjadi orang kaya. Sesuai dengan keinginannya, Malin
menikahi Risa. Mereka hidup bahagia, dan menjadi pasangan yang romantis.

(Risa masuk keruangan Malin-tanpa mengetuk pintu. Berjalan menuju meja kerja Malin, lalu duduk
di atas meja kerja Malin. Malin duduk di kursi-berhadapan dengan Risa, Malin sedang sibuk dengan
map yang dipegang dan dibukanya)
Malin : (megang map, melihat-lihat isi map-sambil melirik Risa.) Ada apa dengan muka mu? Hm?

Risa : Malin...

Malin : hm? (melihat Risa)

Risa : Aku bosan... Bagaimana kalau kita pergi berlibur?

Malin : Sepertinya itu ide bagus. Bagaimana kalau pergi ke Pulau Dua Bebek?

Risa : Wah, pulau itu sangat bagus, Aku setuju..

Malin : Baiklah, besok kita akan berangkat.

***

[ADEGAN 11 – Kampung halaman Malin]

Narator : Seperti janji Malin, Malin dan Risa berlayar ke Pulau Dua Bebek. Dalam perjalanannya
mereka singgah ke kampung halaman Malin, untuk mengisi berbagai perbekalan. Tapi, Malin tidak
menemui Ibunya, ia hanya berjalan-jalan di sekitar dermaga saja. Ketika itu, Putri – sahabatnya,
melihat Malin dan Istrinya – Risa.

Putri : Malin? Apakah dia benar Malin? Ya, pasti itu Malin. Aku harus mengatakan itu pada Ibu!
(berlari menuju rumah Ibu Malin).

***

[ADEGAN 12 – Rumah Ibu Malin]

Narator: Putri berlari menuju rumah Ibu Malin. Mengatakan bahwa Malin sudah kembali dan
menjadi orang kaya.

Putri : Bu~ Ibuu...

Ibu : Yaa~ ada apa Putri?

Putri : Ibu, Malin telah kembali. Ia ada di pelabuhan sekarang, dan menjadi orang kaya!

Ibu : Hah? Benarkah? Apakah benar yang kamu lihat itu Malin?

Putri : (mengangguk) Ya, aku yakin Bu. Itu pasti Malin.

Ibu : Ayo, kita ke pelabuhan sekarang!

***

[ADEGAN 13 – Dermaga]

(Putri mendampingi Ibu Malin untuk menemui Malin. Sesampainya di pelabuhan, Ibu Malin melihat
Malin, dan memanggil nama Malin dari kejauhan, kemudian mendekati Malin)

Ibu : Malin... Malin anakku!

Risa : Siapa wanita tua itu, Malin? (kepalanya terangkat, menunjukkan ‘wanita tua’ yang di maksud)

Malin : (Tak menjawab pertanyaan Risa, menatap Ibunya dengan sinis)

Risa : Jawab aku Malin! Siapa wanita tua itu? (menatap Ibu Malin dengan tatapan jijik)
Ibu : Siapa wanita ini Malin? Apakah ia istrimu? Sungguh wanita yang cantik... (membuka tangan
untuk memeluk Risa)

Risa: (menepis tangan Ibu Malin) Jangan sentuh aku!

Malin : Jangan menyentuhnya! Dasar wanita kotor! Kulitmnu bisa mengotori kulitnya! (memegang
dan menjauhkan tangan Ibunya secara kasar)

Risa : Siapa wanita tua ini Malin? Ia sungguh sangat kotor!

Malin : Aku tidak tau! Aku tidak mengenal wanita ini.

Ibu : Malin anakku.. ada apa denganmu, Nak? Apa salah Ibu? Aku ini Ibumu. Ibu yang melahirkanmu.
Kamu telah berjanji untuk kembai ke kampung ini untuk menemuiku! Apa kau lupa dengan janjimu
sendiri?

Malin : Ibu? Janji? Mengaku-ngaku saja kau! Aku tidak pernah mengatakan janji apapun dan tidak
pernah mengenalmu, wanita tua!

Ibu : MALIN!!! Aku ibumu! Ibu yang melahirkanmu!

Risa : Dengar yang di katakan Malin kan? Dia tidak mengenalmu, jadi pergi saja kau wanita tua!

Ibu : Malin... Malin anakku!!

Putri : MALIN! Lupakah kamu dengan Ibumu? Lupakah kamu dengan janjimu untuk kembali?
Celakalah kau, Malin!

Malin : Aku tidak pernah membuat janji kepada kalian. Kalian hanya menghabiskan waktuku saja.
Pengawal, bawa dua wanita ini pergi dari sini!

Pengawal : Baik Tuan.(Pengawal mendorong Putri dan Ibu Malin hingga jatuh.)

Ibu : Malinn... Anakku!

Malin : Jangan panggil aku anakmu! Aku tidak mempunyai ibu kotor sepertimu. Berhentilah
membual! Ayo, kita pergi dari sini Risa!

Risa : Baiklah, ayo!

(Malin dan Risa pergi ke kapalnya.)

Ibu : Malin... Malin...

Ibu : Jika kau tidak menganggap ibumu, aku tidak akan segan-segan mengutukmu Malin! Anak
DURHAKA!

Malin: (Berbalik, menghadap ibunya) Silahkan saja, aku tidak merasa kau ibuku!

Ibu : benar-benar anak durhaka! Kamu berani menantangku? Jangan sampai kau menyesal sudah
berbuat itu padaku!

Malin : Buktikan saja!

Ibu : MALIN. TERKUTUKLAH KAU MENJADI BATU!

Suara gaib : Oh Malin, anak durhaka. Permohonan Ibumu kukabulkan. Tubuhmu akan mati rasa, dan
berubah menjadi batu.
Narator : Di tengah siang yang panas, tiba-tiba muncullah suara petir menggelegar, dan langit
menjadi gelap

(Suara petir muncul)

Malin : aarrrggg!! (berbubah menjadi batu)

Narator : Malin pun berubah menjadi batu. Itulah akibat dari anak yang tidak menghormati,
tidak menuruti, dan tidak berbakti kepada orang tuanya. Nah teman-teman, janganlah kita menjadi
seperti Malin. Hormatilah orang tua kalian selagi masih ada.

Amanat : Sebagai anak kita harus senantiasa menghormati kedua orang tua kita, jangan
sampai kita durhaka terhadap mereka, jangan melupakan orang yang tlah membantu kita.

Anda mungkin juga menyukai