Anda di halaman 1dari 5

MALIN KUNDANG

Pada suatu waktu, di desa terpencil ada sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatera
Barat. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang Ayah memutuskan untuk mencari
nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas.

Ayah Malin tidak pernah kembali ke kampung halamannya sehingga ibunya harus menggantikan posisi
ayah Malin untuk mencari nafkah.Karena merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari
nafkah untuk membesarkan dirinya. Malin memutuskan untuk pergi merantau agar dapat menjadi kaya
raya setelah kembali ke kampung halaman kelak.

 Malin : Bu, aku ingin merantau.


 Ibu : Mengapa kamu ingin merantau nak. Temani ibu saja disini. Biarkanlah. Ayah saja yang
merantau ke negeri seberang.

Awalnya Ibu Malin Kundang kurang setuju, mengingat suaminya juga tidak pernah kembali setelah pergi
merantau tetapi Malin tetap bersikeras.

 Malin : Aku juga ingin seperti ayah bu. Aku merasa kasihan sama ibu, yang setiap hari harus
membanting tulang untuk mencari nafkah. Aku ingin mencari nafkah untuk kita bu.
 Akhirnya sang Ibu rela melepas Malin pergi merantau.

 Ibu : Malin, baiklah ibu akan mengijinkan kamu untuk merantau jika kamu mengehendaki itu.
Jangan lupakan ibu mu ini ya Malin. Ibu akan selalu menunggumu disini sampai kau datang
kembali ke sini.
 Malin : Baik bu, aku akan kembali kesini lagi.(Sambil membopong barang)
 Malin pergi merantau dengan menumpang kapal orang saudagar. Di tengah perjalanan, tiba-tiba
kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut.

 Bajak laut : Hei kalian ?!! Serahkan semua harta kalian yang ada di kapal ini.
 Malin : Siapa kalian?! Mengapa kalian meminta harta kami.
 Bajak laut : Kami bajak laut. Serahkan harta kalian sekarang !!!

Para awak kapal pun tidak terima dengan perilaku para Bajak Laut. Akhirnya mereka pun berperang
melawan Bajak Laut. (Malin Kundang langsung mengumpat di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh
kayu).
Tapi pada akhirnya, semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak
laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para
bajak laut. Malin Kundang beruntung, dia sempat bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh
kayu sehingga tidak dibunuh oleh para bajak laut.

Malin Kundang terkatung-katung di tengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar
di sebuah pantai. Dengan tenaga yang tersisa, Malin Kundang berjalan.

 Malin : (Sambil celingak celinguk) Sepertinya ada sebuah desa disana. Mungkin aku bisa meminta
pertolongan disana.

Malin Kundang pun menuju ke desa yang terdekat dari pantai itu. Desa tempat Malin terdampar adalah
desa yang sangat subur.

Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang
kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang.
Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.

Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin
Kundang.

Ketika ibu sedang menyapu di teras

 Tetangga : Bu, bu, (memanggil sambil menemui Ibu Malin)


 Ibu : Iya bu, ada apa?
 Tetangga : Ibu sudah tahu belum, bahwa si Malin anak ibu sudah menikah.
 Ibu : (Tersenyum terkejut) Benarkah?! Syukurlah, akhirnya ia sudah menemukan dambaan
hatinya. Aku do’akan agar dia bahagia selalu dengan istrinya.

Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu
Malin setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung
halamannya. Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran disertai anak
buah kapal serta pengawalnya yang banyak.

Ibu Malin yang melihat kedatangan kapal itu ke dermaga melihat ada dua orang yang sedang berdiri di
atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya, Malin Kundaang beserta
istrinya.
 Ibu : Apakah itu Malin anakku? Apakah ia bersama istrinya? (Memegang dada sambil
memikirkan apa yang ia lihat)

Malin dan istrinya turun dari perahu denga para pengawal di belakangnnya. Ibu Malin pun menuju ke
arah kapal. Setelah cukup dekat

 Ibu : Malin... Apakah benar kau Malin, dari mana saja kamu malin. Ibu kangen dengan mu,
kamu sekarang sudah menjadi saudagar kaya ya.
 Malin : Siapa kau ini? Aku bukan anak mu. Aku adalah orang yang kaya raya, aku tidak mungkin
memiliki Ibu seperti kamu. Aku jijik melihat kamu! Ibu ku sudah lama meninggal!
 Ibu : (Berkaca-kaca) Malin...
 Tetangga : Malin ! Kamu jangan sembarang berbicara, ini ibu mu. Ibu yang selalu merawat mu.
Mengapa kamu semudah itu tidak memngingat ibu mu sendiri?! (Geram)
 Malin : Aku sudah bilang tadi, kalau Ibu ku sudah meninggal sejak lama. Jadi dia jangan mengaku
sebagai ibu ku.
 Istri Malin : Akang, apakah benar wanita tua itu adalah ibu mu?
 Malin : Bukan istri ku, dia bukan ibu ku. Kamu percayalah sama aku. Masa aku berbohong sama
kamu.
 Istri Malin : Tapi, kenapa ya aku merasa yakin kalau ibu itu memang ibu kamu kang.
 Malin : Percayalah kepada ku istriku.

Istri nya mencoba untuk percaya kepada suaminya (Malin)

 Tetangga : Ibu, apa yang menjadi ciri-ciri anak ibu yang bisa membuktikan bahwa dia adalah
anak ibu?
 Ibu : (Dengan percaya diri) Malin mempunyai tanda lahir di lengan sebelah kanan nya.
 Tetangga : Sekarang kamu tunjukkan lengan kanan mu? Jika benar kamu mempunyai tanda
lahir di lengan kanan mu, berarti kamu benar anak ibu ini. Sekarang perlihatkan lengan kanan mu.
 Malin : Baiklah. (Ketika lengannya di lihat, benar bahwa ada tanda lahir di lengan kirinya.
Berarti benar ia adalah anak ibu itu)
 Tetangga : Jadi kalo begitu sudah jelas semua bahwa kamu adalah anak ibu ini
 Malin : Tidak mungkin. Ini Pasti sebuah kemustahilan. Apakah kalian mengggunaka sihir untuk
membuat tanda ini di lengan ku.
 Tetangga : Kamu sudah tidak bisa mengelak lagi nak. Kamu adalah Malin Anak kandung ibu ini.
 Malin : Aku tidak percaya. Ayo pengawal, kita berlayar lagi. Ayo istriku, kita pergi dari sini.
 Pengawal : Baik tuan.(sambil menunduk sedikit)
 Istri Malin : Tunggu! (Membentak) Aku sekarang yakin bahwa kamu memang benar anak ibu ini.
Aku tidak suka mempunyai suami yang durhaka kepada ibunya.
 Malin : Apa katamu? Baiklah, kalau kamu tidak ingin pergi dengan ku, aku akan pergi berlayar
sendiri. Ayo pengawal!
 Pengawal : Baik tuan. (sambil menunduk sedikit)

Mendapat perlakukan seperti itu dari anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga
anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menyumpahkan
anaknya

 Ibu : Baiklah, kalau kamu tidak mengakui aku ini sebagai ibu mu, aku akan menyumpahi kamu
menjadi batu.
 Malin : Terserah apa katamu!

Benar, ketika Malin berbalik badan untuk meninggal tempat itu, do’a sang Ibu di kabulkan dan akhirnya
Malin menjadi batu. Semua orang langsung terkejut melihat kejadian itu.

Pemeran : 1.Moderator : Febiana Arsintha

2.Malin Kundang :

3.Ibu : Izmiatun Azizah

4.Istri : Laela Zikriyanti

5.Bajak laut :

6.Tetangga : Eka Ismawati

7.Pengawal :

Sinopsis :

Adalah pesisir Pantai Air Manis (saat ini: kota Padang), hiduplah satu keluarga yang miskin, antara ayah,
ibu dan anak. Tuntutan ekonomi yang makin terpuruk memunculkan niat bagi sang Ayah untuk
mengadu nasib ke rantau orang.

Setelah sekian lama, sang Ayah tidak pulang. Malin Kundang dan ibunya hidup dalam kesusahan.
Beranjak dewasa, Malin Kundang pun mengikuti jejak ayahnya untuk merantau.
Tak disangka, kapal yang ditumpangi oleh Malin Kundang diserang oleh bajak laut. Awak kapal
meninggal tersisa Malin Kundang yang berlindung di salah satu ruangan. Kapal itupun akhirnya berlabuh
di salah satu pesisir pantai.

Di tempat yang baru ini, Malin Kundang bekerja dengan giat dan menjadi kaya raya. Setelahnya, dia pun
mempersunting gadis pujaan hati. Sejak itu dia dikenal sebagai raja dan saudagar kaya nan baik hati.

Beberapa lama menikah, sang istri mengajak Malin mengunjungi suatu tempat, dan ternyata tempat
tersebut adalah kampung halaman si Malin, yang di sana berada rumah dan ibu kandungnya. Setelah
sampai, sang ibu mendapat kabar bahwa Malin telah pulang. Betapa senangnya hati.

Namun sayang, Malin yang telah bergelimang harta dan tahta malah malu mengakui kalau si tua renta
itu adalah ibu kandungnya. Dia malu kepada istri dan para awak kapal. Sang ibu pun menangis dan
akhirnya murka, kemudian dia meminta kepada Allah SWT untuk memberikan hukuman setimpal
kepada anaknya.

Allah SWT pun mendengar Do’a sang Ibu. Tidak lama setelah itu, Malin Kundang, Istri, para awak kapal
hingga fisik kapal dan seluruh properti didalamnya berubah menjadi Batu. Itulah yang kita kenal saat ini
sebagai “Batu Malin Kundang” yang ada di Pantai Air Manis, Padang, Sumatera Barat.

Anda mungkin juga menyukai