Narator 1
Pada zaman dahulu, hiduplah seorang janda bersama seorang anak laki – laki di Perkampungan Air
Manis, Padang, Sumatera Barat. Perempuan itu bernama Mande Rubayah, sedangkan anak laki -
lakinya bernama Malin Kundang. Kehidupan malin kecil amat sangat melarat.
Malin Kecil : Ibu, aku pingin baju baru seperti kawan – kawanku yang lain Ibu. (sambil merengek)
Ibu Malin Kecil : Maafkan Ibu anakku, bukannya Ibu tidak mau, namun kau lihatlah keadaan kita ini
nak, dapat makan sehari – hari sudah beruntung kita nak.”
Narator 2 : Mulai hari itu, terbesit di pikiran Malin kecil untuk bisa merubah nasibnya dan
membahagiakan sang ibu.
Malin Kecil : Ketika dewasa nanti aku akan merantau ke negeri orang, mengubah nasib, dan
membahagiakan ibu.
Malin Dewasa : Ibu, izinkanlah anakmu ini merubah nasib, dan membahagiakan Ibu.
Ibu Malin Dewasa : Hai anakkku Malin, Kalau memang tekadmu sudah bulat. Ibu akan selalu
mendoakanmu dari sini nak. Pesan ibu hanya satu nak. Jangan pernah melupakan Ibu dan kampung
halamanmu ini, Nak.
Narator 2 : Malin pun berlayar ke negeri seberang. Di tengah – tengah perjalanan, kapal yang
ditumpangi Malin dicegal oleh Perompak.
Narator 1 : Karena Malin pandai bersilat, ia pun mengalahkan bajak laut tersebut. Si pemilik kapal
pun berterimakasih lalu mengajak Malin untuk menjadi anak buahnya.
Pemilik Kapal : Terimakasih Malin karena telah menyelamatkan kami. Maukah engkau ikut
bersamaku dan menjadi tangan kananku?
Malin Dewasa : Sama – sama Tuan. Kalau itu yang tuan harapkan, saya menyanggupinya Tuan.
Narator 2 : Hari berganti, bulan berjalan, dan tahunpun berbilang. Malin pun menjadi saudagar kaya
raya di rantau orang dan telah mempunyai istri.
Narator 1 : Pada suatu hari, sebuah kapal besar berlabuh di pantai Air Manis.
Ibu Kampung 2 : Bu, itu kok amak rumbayah tambah hari tambah kashian ya Bu. Umur udah tua,
anaknya gak pulang – pulang lagi.
Ibu Kampung 3 : Iya ya Bu, Kasian aku liatnya loh, jadi apa sihh ya itu di kota? Apa jadi gelandangan
ya Bu? Makanya malu pulang xixixixi.
Ibu Kampung 1 : Hush, ngomongnya itu, aku denger – denger sih katanya itu si malin dah jadi orang
kaya itu loh.
Ibu Kampung 3 : Iya Bu, masa Malinnya udah kaya raya tapi ibunya tetep kaya gitu? Salah berita
mungkin Bu.
Ibu Kampung 1 : He, iya itu aku denger dari sodaranya aku yang kemarin habis dari kota, katanya
Malin udah jadi saudagar kaya, udah nikah juga istrinya cantik lagi, Bu.
Ibu Kampung 2 : IYA MAK TADI KITA LIAT KAPALNYA DITEPI PANTAI BESAR PULA MAK KAPALNYA!
Ibu Kampung 3 : IYA MAK MALIN SUDAH JADI SAUDAGAR KAYA MAK!
Narator 2 : Harap – harap cemas, Ibu Malin pun mendekati kapal Malin. Ia sangat yakin bahwa itu
adalah si Malin anaknya.
Ibu Malin : Malin, anakku! Mengapa begitu lamanya engkau meninggalkan Ibu? (dengan suara serak
menahan tangis)
Istri Malin : Cuih! Wanita buruk inikah ibumu? Mengapa kau membohongi aku? (Jeda) Bukankah
dulu kau katakan ibumu adalah seorang bangsawan sederajat dengan kami?
Narator 1 : Mendengar kata – kata istrinya, Malin Kundang mendorong wanita itu.
Malin : Hai, perempuan tua! Ibuku tidak sepertimu, engkau tampak sangat miskin dan kotor!
Ibu Malin : Ya Allah, Yang Maha Kuasa, kalau dia bukan anakku, aku maafkan perbuatannya tadi.
Tapi kalau memang benar dia anakku, Malin Kundang, aku mohon keadilanmu.
Selesai.