Anda di halaman 1dari 3

Ketika laut marah

Sudah empat hari nelayan-nelayan tak bisa turun ke laut. Pada malam
hari, hujan lebat turun. Gemuruh gelombang, tiupan angin kencang di
kegelapan malam seolah-olah memberi tanda bahwa alam sedang murka,
laut sedang marah. Bahkan, bintang-bintang pun seolah tak berani
menampakkan diri.

Nelayan-nelayan miskin yang menggantungkan rezekinya pada laut


setiap hari bersusah hati. Ibu-ibu nelayan terpaksa merelakan menjual
emas simpanannya yang hanya satu dua gram untuk membeli kebutuhan
sehari-hari. Mereka yang tak punya benda berharga terpaksa meminjam
pada lintah darat.

Namun, selama hari-hari sulit itu, ada pesta di rumah Pak Yus. Tak ada
yang menikah, tak ada yang ulang tahun, dan Pak Yus juga bukan orang
kaya. Pak Yus hanyalah nelayan biasa, seperti para tetangganya.

Pada hari-hari sulit itu, Pak Yus menyuruh istrinya memasak nasi dan
beberapa macam lauk-pauk banyak-banyak. Lalu, ia mengundang anak-
anak tetangga yang berkekurangan untuk makan di rumahnya. Dengan
demikian rengek tangis anak yang lapar tak terdengar lagi, diganti dengan
perut kenyang dan wajah berseri-seri.

Kini tibalah hari kelima. Pagi-pagi Ibu Yus memberi laporan,

"Pak, uang kita tinggal 20.000. Kalau hari ini kita menyediakan makanan
lagi untuk anak-anak tetangga, besok kita sudah tak punya uang. Belum
tentu nanti sore Bapak bisa melaut!". Pak Yus terdiam sejenak. Sosok
tubuhnya yang hitam kukuh melangkah ke luar rumah, memandang ke arah
pantai dan memandang ke langit. Nun jauh di sana segumpal awan hitam
menjanjikan cuaca buruk nanti petang.

Kemudian, ia masuk ke rumah dan berkata mantap,

"Ibu pergi saja ke pasar dan berbelanja. Seperti kemarin,

ajak anak-anak, tetangga makan. Urusan besok jangan dirisaukan."

Ibu Yus pergi ke dapur dan mengambil keranjang pasar. Seperti biasa, ia
patuh pada perintah suaminya. Selama ini Pak Yus sanggup mengatasi
kesulitan apa pun. Sementara itu Pak Yus masuk ke kamar dan berdoa. la
mohon agar Tuhan memberikan cuaca yang baik nanti petang dan malam.
Dengan demikian para nelayan bisa pergi ke laut menangkap ikan dan
besok ada cukup makanan untuk seisi desa.

Siang harinya, anak-anak makan di rumah Pak Yus. Mereka bergembira.


Setelah selesai, mereka menyalami Pak dan Bu Yus lalu mengucapkan
terima kasih.

"Pak Yus, apakah besok kami boleh makan di sini lagi?" seorang gadis kecil

yang menggendong adiknya bertanya. Matanya yang besar hitam


memandang penuh harap.

Ibu Yus tersenyum sedih. la tak tahu harus menjawab apa. Tapi dengan
mantap, dengan suaranya yang besar dan berat Pak Yus berkata, "Tidak Titi,
besok kamu makan di rumahmu dan semua anak ini akan makan enak di
rumahnya masing-masing."

Titi dan adiknya tersenyum. Mereka percaya pada perkataan Pak Yus.
Pak Yus nelayan berpengalaman. Mungkin ia tahu bahwa nanti malam
cuaca akan cerah dan para nelayan akan panen ikan.
Kira-kira jam empat petang Pak Yus ke luar rumah dan memandang ke
pantai. Laut tenang, angin bertiup sepoi-sepoi dan daun pohon kelapa
gemerisik ringan. Segumpal awan hitam yang menjanjikan cuaca buruk
sirna entah ke mana. la pergi tanpa pamit.

Malam itu, Pak Yus dan para tetangganya pergi melaut. Perahu
meluncur tenang. Para nelayan berhasil menangkap banyak ikan. Ketika
fajar merekah perahu-perahu mereka menuju pantai dan disambut oleh
para anggota keluarga dengan gembira.

Pak Yus teringat pada anak-anak tetangga. Tuhan telah menjawab


doanya. Semua nelayan itu mendapat rezeki. Hari itu tak ada pesta di
rumah Pak Yus. Semua anak makan di rumah ibunya masing-masing.
Sekali lagi di atas perahunya, Pak Yus memanjatkan doa syukur.

Nama : Ahmad Reza Andrian Saputra

Kelas : 9C

Anda mungkin juga menyukai