Narator : Di suatu desa hiduplah anak laki-laki bersama dengan ibunya. Hidupnya sengsara dan miskin.
Anak itu bernama Malin. Malin sangat disayang ibunya karna sejak kecil, Malin sudah di tinggal mati
oleh ayahnya. Ketika Malin sudah tumbuh dewasa, ia mulai berpikir untuk merubah kehidupan ekonomi
keluarganya.
Ibu : Malin, datang ke sini nak. Bantu ibu membawa kayu bakar ini.
Malin : Ya ibu, tunggu sebentar (Malin membantu ibunya). Ibu, berapa lama kita akan bertahan dengan
kondisi seperti ini? Aku ingin merubah kehidupan ekonomi kita ini, Bu.
Ibu : Entahlah, ibu tidak tau Malin, kita harus bersabar dan jangan berhenti berdoa kepada Tuhan.
Malin : Ibu, aku punya ide. Biarkan aku pergi untuk mengubah nasib keluarga kita.
Malin : Tadi, ketika aku sedang dipasar, ada seorang saudagar kaya yang menawariku pekerjaan. Dia
berkata bahwa dia sudah memperhatikanku sejak lama dan hatinya tergerak melihat diriku yang rajin
bekerja. Ia pun mengajakku untuk menjadi salah satu pekerjanya dan ikut bersamanya ke pulau
seberang.
Ibu : Ibu pikir itu bukan ide yang baik anakku. Jika kamu pergi, siapa yang akan menjagaku disini?
Malin : Sebenarnya, Malin juga tidak tega meninggalkan ibu sendiri. Tapi, Malin tidak tahan dengan
kondisi seperti ini. Malin berjanji akan kembali dan menjadi orang yang sukses. Ibu tenang saja, aku akan
berbicara dengan Putri, supaya menengok Ibu setiap hari hingga aku kembali ke rumah.
Narator : Ibu Malin tidak bisa melarang apa yang di inginkan Malin karena Malin sudah bertekad.
Akhirnya, sang ibu setuju dengan ide Malin.
Ibu : Baiklah, jika itu memang keinginanmu. Tapi, kamu harus pegang janjimu untuk kembali ke sini.
(Malin mengangguk)
***
Narator : Malin pun pergi kerumah Putri untuk meminta bantuan Putri agar menjaga ibunya selama dia
merantau. Putri merupakan sahabat Malin yang selalu bersamanya dalam suka maupun duka.
Putri : Mau kemana kamu, Malin?
Putri : Apa? (terkejut). Jika kamu pergi merantau, siapa yang akan menjaga ibumu disini?
Malin : Karena itu, aku mendatangimu. Aku mau minta tolong kepadamu untuk menjaga ibuku,
tengoklah ia setiap hari hingga aku kembali.
Putri : Oh, baiklah kalau begitu. Ingatlah pesanku jangan lupakan kita yang ada di sini, Malin.
Malin : Iya.
***
[ADEGAN 3 – Pelabuhan]
Narator : Keesokan harinya, sesuai janjinya, Ibu Malin mengantarkan anaknya ke pelabuhan.
Malin : Ya bu, doakan Malin supaya Malin mendapat rejeki yang banyak.
***
[ADEGAN 4 – Kapal]
Narator : Malinpun memulai perantauannya. Ia pergi berlayar bersama saudagar kaya. Saudagar itu
memberikan Malin pekerjaan sebagai karyawan. Saudagar tersebut mempunyai putri semata wayang
yang bernama Risa. Ketika Malin melihatnya, ia langsung jatuh hati. Risalah yang membuat Malin untuk
lebih semangat bekerja.
***
Narator : Di kampung halaman Malin, Ibu Malin sangat gelisah dan khawatir dengan anaknya. Beliau
takut jika Malin tidak pulang kembali ke kampung halamannya dan melupakan sosok ibu yang
melahirkannya.
Ibu : Putri.. aku rindu dengan Malin. Kira-kira kapankah Malin kembali? Apa Malin baik-baik saja saat ini?
Aku takut...
Putri : Jangan takut, Bu.. Malin pasti pulang, ia telah berjanji. Sementara itu, biarkan aku yang menjaga
Ibu.
Ibu : Ya, terima kasih Putri. Entah, apa jadinya aku tanpamu.
Putri : Jangan terlalu di pikirkan Bu..
***
[ADEGAN 6 – Kapal]
Narator : Semakin hari, semakin gigih semangat Malin untuk bekerja lebih giat. Sehingga pada suatu
hari, Saudagar memanggil Malin.
***
Saudagar : Masuk..
Saudagar : Ya.. selamat Malin! Jabatanmu baru saja ku naikkan! (tersenyum). Semoga kamu senang
dengan jabatan barumu. Kamu bisa melihat ruangan barumu.
***
(Malin masuk keruangan barunya, lalu duduk di kursi barunya dengan kaki terlipat di atas-tangannya
dilipat di depan dada, lalu tersenyum sinis)
Malin : Sekarang aku kaya raya. Aku dapat membeli semuanya dengan uangku. Karena itu, Risa pasti
mau menikah denganku.
***
Narator : Semakin hari ibu Malin semakin merindukan anaknya, membuatnya semakin lelah di usia
tuanya. Namun, Putri selalu memberikan dukungan untuk Ibu Malin, bahwa Malin baik-baik saja dan
akan kembali ke kampung halamannya.
Putri : Percayalah bu, Malin pasti kembali dan menjadi orang yang sukses.
Ibu : Terima kasih Putri, jika tidak ada kamu, aku pasti kesepian.
***
Narator : Karena kerja keras, Malin berhasil menjadi orang kaya. Sesuai dengan keinginannya, Malin
menikahi Risa. Mereka hidup bahagia, dan menjadi pasangan yang romantis.
(Risa masuk keruangan Malin-tanpa mengetuk pintu. Berjalan menuju meja kerja Malin, lalu duduk di
atas meja kerja Malin. Malin duduk di kursi-berhadapan dengan Risa, Malin sedang sibuk dengan map
yang dipegang dan dibukanya)
Malin : (megang map, melihat-lihat isi map-sambil melirik Risa.) Ada apa dengan muka mu? Hm?
Risa : Malin...
Malin : Sepertinya itu ide bagus. Bagaimana kalau pergi ke Pulau Dua Bebek?
***
Narator : Seperti janji Malin, Malin dan Risa berlayar ke Pulau Dua Bebek. Dalam perjalanannya mereka
singgah ke kampung halaman Malin, untuk mengisi berbagai perbekalan. Tapi, Malin tidak menemui
Ibunya, ia hanya berjalan-jalan di sekitar dermaga saja. Ketika itu, Putri – sahabatnya, melihat Malin dan
Istrinya – Risa.
Putri : Malin? Apakah dia benar Malin? Ya, pasti itu Malin. Aku harus mengatakan itu pada Ibu! (berlari
menuju rumah Ibu Malin).
***
Putri : Ibu, Malin telah kembali. Ia ada di pelabuhan sekarang, dan menjadi orang kaya!
Ibu : Hah? Benarkah? Apakah benar yang kamu lihat itu Malin?
***
[ADEGAN 13 – Dermaga]
(Putri mendampingi Ibu Malin untuk menemui Malin. Sesampainya di pelabuhan, Ibu Malin melihat
Malin, dan memanggil nama Malin dari kejauhan, kemudian mendekati Malin)
Risa : Siapa wanita tua itu, Malin? (kepalanya terangkat, menunjukkan ‘wanita tua’ yang di maksud)
Risa : Jawab aku Malin! Siapa wanita tua itu? (menatap Ibu Malin dengan tatapan jijik)
Ibu : Siapa wanita ini Malin? Apakah ia istrimu? Sungguh wanita yang cantik... (membuka tangan untuk
memeluk Risa)
Malin : Jangan menyentuhnya! Dasar wanita kotor! Kulitmnu bisa mengotori kulitnya! (memegang dan
menjauhkan tangan Ibunya secara kasar)
Ibu : Malin anakku.. ada apa denganmu, Nak? Apa salah Ibu? Aku ini Ibumu. Ibu yang melahirkanmu.
Kamu telah berjanji untuk kembai ke kampung ini untuk menemuiku! Apa kau lupa dengan janjimu
sendiri?
Malin : Ibu? Janji? Mengaku-ngaku saja kau! Aku tidak pernah mengatakan janji apapun dan tidak
pernah mengenalmu, wanita tua!
Ibu : MALIN!!! Aku ibumu! Ibu yang melahirkanmu!
Risa : Dengar yang di katakan Malin kan? Dia tidak mengenalmu, jadi pergi saja kau wanita tua!
Putri : MALIN! Lupakah kamu dengan Ibumu? Lupakah kamu dengan janjimu untuk kembali? Celakalah
kau, Malin!
Malin : Aku tidak pernah membuat janji kepada kalian. Kalian hanya menghabiskan waktuku saja.
Pengawal, bawa dua wanita ini pergi dari sini!
Pengawal : Baik Tuan.(Pengawal mendorong Putri dan Ibu Malin hingga jatuh.)
Malin : Jangan panggil aku anakmu! Aku tidak mempunyai ibu kotor sepertimu. Berhentilah membual!
Ayo, kita pergi dari sini Risa!
Ibu : Jika kau tidak menganggap ibumu, aku tidak akan segan-segan mengutukmu Malin! Anak
DURHAKA!
Malin: (Berbalik, menghadap ibunya) Silahkan saja, aku tidak merasa kau ibuku!
Ibu : benar-benar anak durhaka! Kamu berani menantangku? Jangan sampai kau menyesal sudah
berbuat itu padaku!
Suara gaib : Oh Malin, anak durhaka. Permohonan Ibumu kukabulkan. Tubuhmu akan mati rasa, dan
berubah menjadi batu.
Narator : Di tengah siang yang panas, tiba-tiba muncullah suara petir menggelegar, dan langit menjadi
gelap
MALIN KUNDANG :
IBU MALIN :
SAUDAGAR :
NARATOR :