Anda di halaman 1dari 9

PEREMPUAN BERTATO

Tema : pengorbanan seorang gadis desa untuk seorang pemuda yang dicintainya
Babak : I, II, III, IV, V

Para Pemain

Ririn : Urai (Gadis cantik)


Kornelius : Smengg
Veronika : Adai
Jhosua : Lebui
Aden : Kepala Adat
Cheliatin : inai
Shesilia : Narator
Imanuel : Fanto
Synopsis :
Dikisahkan disebuah desa, konon ada seorang gadis Dayak Kayan yang jatuh cinta kepada
seorang pemuda. Dan Si pemuda pun diam-diam juga menyukai gadis desa tersebut, namun si
pemuda bigung untuk mengungkapkan perasannya kepada gadis desa tersebut karena aturan yang
ada didesanya bahwa apabila ada seorang gadis yang ingin menikah Dia harus memiliki tato
terlebih dahulu yang artinya sudah siap untuk menikah, tapi gadis desa ini belum memiliki tato dan
tidak mau ditato dengan alasan sakit.
Tapi dengan bujukan ibu dan temannya dan karena gadis desa tersebut juga sangat
mencintai sipemuda itu maka Diapun merelakan tubuhnya untuk ditato,walaupun akan merasakan
sakit. Dan akhirnya setelah gadis desa memiliki tato merekapun dapat menjalin hubungan, karena
merasa senang maka keduanya pun menari dengan penuh senyum kebahagian.

Babak I
Suatu hari dipinggir sungai, Urai dan Adai sedang mencuci pakaian sambil bergosip
Urai : “Adai, tadi pagi ibuku bilang, katanya Bapak kepala Adat akan mengadakan lomba
menyumpit untuk kedua cucunya, dan siapa yang nantinya dia akan menggantikan
posisinya sebagai kepala adat.”
Adai :” Iya memang betul Urai, (sambil membilas pakaian). Kamu tau tidak kapan lomba itu
diadakan?”
Urai : “Kata ibuku nanti sore.”
Adai : “Pasti seru tu Lin, apalagi cucu kepala adat itu ganteng-ganteng lho.”
Urai : “Ah kamu tu, mikirin cowok terus.” (sambil menggoda Adai)

1
(tanpa sadar selendang Urai hanyut terbawa arus)
Adai : “Urai….Urai … selendang kamu hanyut.” (sambil menunjuk selendang itu)
Urai : (panik dan cemas) “Aduuuu gimana ni Adaii itukan selendang kesayangan ibuku (sambil
menangis tesedu-sedu).
Adai : “Sabar Urai, (berusaha menenangkan Urai), ayo kita cari selendang ibumu siapa tau bisa
ketemu … .”
(Sementara Urai dan Adai mencari selendangnya, tiba-tiba terlihat dari jauh dua orang pemuda
yang baru pulang dari berburu dengan membawa selendang, dan selendang tersebut ternyata milik
Urai yang sedang dicarinya karena hanyut pada saat mencuci)
Adai : “Itu bukannya Smengg dan Lebui (dengan suara yang pelan karena masih ragu)
(Smengg dan Lebui menghampiri Adai dan Urai)
Lebui : “Hai Adai, kamu lagi ngapain disini.”
Adai : “Saya lagi mencari selendang teman saya, (pandangan tertuju ke arah Urai yang sedang
menangis) tadi waktu kami mencuci selendang itu hanyut.” (Adai menjelaskan)
Urai : “Gimana ni Adai, ibuku pasti marah karena selendangnya hilang.” (sambil menangis )
Smeng : “Ini kah selendang yang kalian maksud.”(sambil menunjukkan selendang yang ada
ditangannya)
Urai : “I ya ..i ya … benar itu selendangnya.” (sambil mengusap air matanya)
(Smengg memberikan selendang itu kepada Urai, dan Urai pun mengambil selendangnya dan
sejenak menatap wajah Smengg , dalam hatinya berguman ganteng banget ni cowok. Setelah
memberikan selendang tersebut Smengg dan Lebui langsung pergi meninggalkan Urai dan Adai).
Lebui : “Kami duluan ya.”
Lalu Adai dan Urai pun ikut pulang.

BABAK 2
Sementara dirumah Bapak Kepala Adat terlihat Smengg dan Lebui sedang asyik menyiapkan
peralatan sumpitnya sambil sesekali latihan menyumpit.
Lebui : “Smengg, gimana kamu sudah siap belum bertanding dengan saya (dengan gaya
sombongnya), pastiiii kamu kalah lhaa.”
Smengg : “Kita liat saja nanti, siapa yang akan menggantikan kakek nantinya.”
Lebui : “Itu pasti saya laah, di desa ini tidak ada satu pun pemuda yang dapat menandingi
kehebatan saya dalam menyumpit.”
(dari dalam rumah terlihat kakek Smengg keluar menghampiri kedua cucunya)
Lebui : (Langsung menyapa), “Eh Kakek.”
Kepala Adat : “Gimana, kalian sudah siap untuk bertanding.” (sambil menepuk kedua pundak
cucunya)

2
Lebui : “Siap sekali Kek, dan saya pasti pemenangnya.” (masih dengan gaya sombongnya)
(sementara Smengg masih sibuk mempersiapkan alat sumpitnya)
Kepala Adat: “Ya sudah, persiapkan semua peralatan kalian, karena sebentar lagi pertandingannya
akan dimulai.” (sambil meninggalkan keduanya).
(Sementara dibalai desa sudah banyak warga yang sedang menunggu mau menyaksikan siapa
yang akan menjadi pahlawan desa, dan tidak ketinggalan juga Urai dan Adai sudah duduk
dibarisan paling depan. Selang beberapa waktu pertandingan pun dimulai Lebui dan Smengg
sudah mulai memperlihatkan kehebatannya masing-masing, penonton pun bersorak melihat
penampilan keduanya. Setelah pertandingan selesai Kepala Adat mengumumkan siapa yang layak
menjadi pahlawan desa)
Kepala Adat: “Amai Inai anina lakin teloq arang yang an teloq nginah jagaq teloq halam ukung
teloq nih.” (inilah calon pemimpin yang kita harapkan untuk menjaga desa kita)
(setelah kepala adat mengungumkan siapa yang layak untuk menjadi pahlawan desa. Kepala Adat,
Lebui, Adai dan warga desa pun pulang kerumah masing-masing. Sedangkan Urai ,tetap bertahan
dan langsung menghampiri Smeng dan memberi selamat atas keberhasilan yang telah diraihnya)
Urai : “Selamat ya.” (sambil bersalaman)
(hati Smeng pun tersentuh melihat kecantikan Urai yang sangat menawan itu)
Smeng : “Terimakasih.” (dengan tangan yang dingin dan bergemetar bersalaman dengan Urai)
Urai : “Sama-sama … .”
(setelah memberikan selamat Urai pun akhirnya pergi meninggalkan Smeng, tapi tiba-tiba
terdengar suara Smeng memanggilnya. Langkah Urai pun terhenti mendengar suara tersebut dan
langsung
melihat ke arah Smeng)
Smeng : “Eh … kamukan yang kemaren sore yang bersama Adai?” (sambil menatap kembali
wajah Urai)
Urai : “Iya benar … ” ( malu-malu menjawabnya)
Smeng : “Nama kamu siapa?”
Urai : (Dengan rasa deg-degan bercampur senang Urai pun menjawab) nama saya Urai.”
Smeng : “Urai …. hemmm nama yang cantik sesuai dengan orangnya.”
(Uraipun tersipu malu mendengar pujian Smeng)
Smeng : “Rumah kamu dimana?”
Urai : “Tidak terlalu jauh dari rumahnya Adai.”
Smeng : “Kamu bohong ya? Kalau memang kamu tinggal di dekat rumahnya Adai, kenapa baru
sekarang saya melihat kamu.”

3
Urai : “Saya tidak bohong, saya memang anak desa sini, tapi dulunya saya tinggal bersama
kakek dan nenek saya di kampung seberang. Karena nenek dan kakek saya sudah
meninggal, makanya saya kembali lagi ke desan ini. (Urai menjelaskan dengan rinci)
Smeng : “Ooo… gitu ceritanya! Jadi ….???
Urai : “Jadi apa….?” (dengan rasa penasaran)
Smeng : “Jadi pacar saya …. hehehe… (sambil tersenyum melihat Urai dan meninggalkannya)
(Urai pun jadi binggung dan dia juga langsung pulang)

BABAK 3
(Di rumah, Ibu Urai sedang asyik membuat tas dari manik, dan Urai terlihat duduk didekat ibunya
sambil senyum-senyum sendiri mengingat kata-kata Smeng sambil bernyanyi-nyanyi. Melihat
tingkah laku Urai yang tidak seperti biasanya, ibunya pun menyapanya)
Inai : “Yaw… ikaq kumaq nunoq anan daw? Dap jam ayang kaq danih, awiq tuk dahaq arang
nyarau dih. Ngi`am-ngi`am dap (loh… kamu kenapa Urai?, ibu perhatikan tingkah laku
kamu hari ini berbeda sekali, kayak orang gila, senyum-senyum sendiri).
Urai : “Atuiiii, Inai nih… awiq am pernah nyam dih (aduhh, Ibu ni … kayak gak pernah muda
saja (sambil tersipu malu kepada ibunya)
Inai : “Biq nunoq tuq naq?” (memangnya seperti apa ceritanya?)
Urai : “Teq kah jiq nyemakeq, ngenap ayaq kui teq ihaq.” (ada seorang pemuda yang aku suka di
sedan ini.)
Inai : “Kamu suka sama siapa?”

Urai : “Dengan Smeng, cucu kepala adat Inai.”


Inai : “Mang naq barang, iteq melai kaq nedak nan … an dahaq ngukum kree, sang nunoq tuq
ikaq! (Jangan sembarangan ya, kamu itu belum bertato … nanti kalau kamu dihukum kayak
apa?
Urai : “Atuiii … sang nunoq netuq kenap kui nih uhh?” (terus gimana dong Inai dengan perasaan
aku ini? (dengan hati bersedih)
Inai : “Nedak im aring, haq taq inai ubaq ikaq jelang hin dahaq akeq!” (kamu harus bertato dulu,
baru ibu izinkan untuk dekat dengan laki-laki.)
Urai : “Ahh … iteq kui ubaq. Perah gong-gong nedak nan.” (ahh … Inai aku gak mau ditato. Inai
tau sendirikan gimana rasanya kalau ditato, itu sakit sekali kan Inai.)
Inai : “Daw haq nunan, mang jelang-jelang hin dahaq akeq. Pokok naq iteq inai ngenap (kalau
memang kamu tidak mau ditato, Inai tidak mengijinkan kamu dekat dengan laki-laki.
Pokoknya Inai gak setuju.) (dengan nada marah dan mempalingkan wajahnya)

4
Urai : (Dengan wajah bersedih) “Biq ngenap land-land kui hin naq nih Inai. tapi Ibu, aku benar-
benar suka sama Smeng.”
(Dengan wajah yang sinis ibunya pun meninggalkannya. Urai pun merasa sedih setelah
ibunya mengatakan hal yang demikian kepadanya. Tak lama kemudian Adai datang
bermain ke rumah Urai. Adai melihat Urai lagi sedih dan bahkan sampai menitikkan air
mata)
Adai : “Kamu kenapa? koq sedih … klo ada masalah, cerita donk! Siapa tau aku bisa bantu …”
Urai : “Aku tadi cerita sama ibu tentang perasaanku, kalau aku suka dengan Smeng, cucu kepala
adat kita itu. Tapiii ... ibu malah melarangku karena aku belum bertato.”
Adai : “Ohh masalah tato … (sambil tersenyum kepada Urai), itu memang benar Urai, sesuai
dengan adat yang ada di desa kita, bahwa apabila ada seorang perempuan yang mulai suka
dsn dekat dengan laki-laki maka perempuan itu harus segera mimiliki tato supaya
hubungan dengan laki-laki yang dicintainya bisa langgeng.”
Urai : “Jadi gimana dong Adai.”
Adai : “Klo kamu memang suka dengan Smeng, dan Smeng pun suka sama kamu. Kenapa
kamu gak usulkan saja kalau kamu mau bertato biar bisa dekat dengan Smeng.” (bercanda
dengan Urai)
Urai : “Tapi Adai … . Aku takut untuk ditato, ditato itukan sakit sekali …”
Adai : “Tidak apa-apa … sakitnya pasti tidak lama kok Urai, (sambil membujuk Urai)
Urai : “Kata nenek aku dulu. Kalau kita ditato itu rasanya perih sekali, iiihh ….” (sambil
mengusap kedua tangannya karena merasa takut). Tapiiii … aku harus bagaimana?
Sedangkan perasaanku ini sudah jatuh cinta saat melihat Smeng. Aku sangat-saaaaaangat
menyukai dia, karena dia tipe aku banget Adai ….”
Adai : ‘Ya sudah, kamu harus beranikan diri Urai. Aku yakin ko sakitnya gak akan lama.”
(sambil memegang kedua tangan Urai)
Urai : “Tapiiiii….. (sambil berfikir) aku takut.”
Adai : “Ayolah … gak usah takut, nanti aku dan ibumu akan menemanimu.”
Urai : (Sejenak terdiam) “Ya sudah … aku akan mempersiapkan diri untuk ditato. Aku tidak
mau sia-siakan rasa cinta ku ini. Pokoknya aku harus semangat.” (sambil tersenyum kembali
kepada Adai)
Adai : “Nahhh … . Gitu dong. Itu namanya temanku yang paling cantiiiiiiik hehehe …”
(membalas senyum Urai)
Urai : “Atuuiiii ... kamu ini! Ayo temani aku. Kita temui ibu, aku mau memberi tahukan kalau aku
siap untuk ditato.” (sambil menarik tangan Adai)
(mereka pun menemui ibu Urai)
Urai : “Inai … Inai … .” ( sambil memegang tangan ibunya )

5
Inai : “Yaw …. Naq nun daw? kamu kenapa?”
Urai : “Akui ubaq sang nedak.” (aku siap untuk ditato) (sambil tersenyum kepada ibunya)
Inai : (Ibunya membalas senyumnya itu) “Ahh, boq lan kaq kanan daw yah? Pikaq takut kum
didaw.” (Kamu seriuskah? tadi katanya takut, kanapa sekarang langsung berubah)
Urai : “Lan kree inai. Iteq kui ubaq jam, minaq haq perah khaa.” (memang benar bu, aku takut
tapiiii demi dekat dengan laki-laki yang aku cintai aku rela ditato walaupun sakit.
Inai : “Nyah…. Jehimaq jimaq teloq tai aliq ikaq uhh (ya sudah, besok pagi Inai dan Adai antar
kamu kerumah bapak Fanto tukang penato yang ada didesa kita .!
(Mendengar apa yang disampaikan ibunya Urai pun sangat senang dan langsung memeluk ibunya
dan mengajak Adai kekamar dan ibunya masuk kedapur)

BABAK 4
(keesokan harinya, dipagi yang indah dan cerah Urai pun menghampiri ibunya dan meminta ibunya
untuk segera mengantarnya kerumah tukang tato yang dimaksud ibunya.
Urai : “Inai … tuq uh…!” ( ayo` sudah Inai kita rumah tukang tato itu) (merengek manja)
Inai : “Nyah … tuq kree” (iya..iya .. sabar Inai siap-siap dulu.
(tak lama kemudian Adai pun datang menghampiri Urai dan ibunya)
Adai : “Haiii … sudah siap berangkatkah?” (dengan tersenyum)
Urai : ‘Iya nih… ayo`…!”
(merakapun akhirnya berangkat kerumah tukang tato)

BABAK 5
Diteras rumah terlihat pak Fanto sedang asyik membersihkan alat-alat yang digunakan untuk
mentato.
Dengan gayanya yang lemah gemulai. Urai, Adai dan Ibunya sudah berada di depan rumah Pak
Fanto

Inai : “Selamat pagi Pak.”


Fanto : “Pagi, silahkan masuk.”
(Inai, Urai dan Adai pun masuk ke rumah Pak Fanto, di dalam rumah banyak dipajang foto-foto
orang yang sudah ditato. Melihat foto itu Urai pun semakin yakin untuk ditato)
Fanto : “Ada apa pagi-pagi datang ke rumah.”
Inai : “Begini Pak, anak saya sudah mulai suka dengan laki-laki, sesuai dengan budaya dan
aturan yang ada di desa kami, kalau ada seorang gadis yang mulai suka dengan laki-laki
maka dia harus memiliki tato ditubunya supaya kelak hubungannya bisa kekal sepanjang
masa.”

6
Fanto : “Itu betul sekali bu. Kedua Anak ibu memang cantik sudah sepantasnya dia mendapatkan
pasangan.” (dengan menggoda Urai dan Adai)
Adai : (dengan cepat membantah) “Bukan saya Pak yang mau ditato, ni teman saya aja (sambil
melirik ke Urai, Urai pun tersipu malu) saya belum siap nikah ko Pak (tegas Adai).
Fanto : (melihat ke arah Urai) “siapa laki-laki yang beruntung itu.” (mencolek sambil
menggoda )
Urai “Aaaahhh Bapak, bukan siapa-siapa ko Pak.”
Adai : (Nyeletup) “Itu na Pak cucu kepala adat, si Smeng.”
Fanto : “Oooooo Smeng yang gagah berani itu.”
Adai : (Menganggung)
Fanto : “Kamu sudah siap Urai.”
Urai : “Sudah Pak.”
(Fanto pun mengajak Urai masuk ketempat di mana biasanya dia menato)
Setelah itu Urai pun duduk di sebelah Pak Fanto, dan pak Fanto mulai menato tangannya. Ibu dan
Adai duduk disamping Urai sambil bernyanyi untuk menenangkan Urai yang menangis karena
merasa kesakitan. Selesai ditato, mereka pun pulang ke rumah. Diperjalan pulang, mereka bertemu
dengan Smeng pujaan hati Urai
Smeng : (tersenyum melihat Urai) “Urai … kamu terlihat cantik sekali dengan motif tato yang
ada ditanganmu itu.
(Urai tersenyum dan tersipu malu. Sementara Ibu dan Adai meninggalkan keduanya Smeng dan
Urai)
Smeng : (Smeng pun menyatakan perasaannya) “Maukah kamu menjadi pasangan hidupku?
(berlutut dan memegang kedua tangan Urai)
Urai : (dengan deg-degan Urai mengatakan) “eemmm, gimana ya’?!! terima gak ya”

(Smeng pun berdiri, lalu menari… akhirnya Urai pun menerima Smeng menjadi pasangan
hidupnya)
-----musik dayak-------

Menari-nari

Demikianlah persembahan Drama dari SMAN 1 Kongbeng yang menambah pengetahuan kita
tentang tradisi budaya dayak kayan tentang seorang perempuan yang rela bertato sebelum menikah,
namun seiring dengan perkembangan zaman tradisi ini mulai hilang.

7
Puisi
KACAMATA TANAH AIRKU
Setiap saat ,
Desa, kota, dan tanah airku,
Selalu dibubuhi oleh berita terbaru
Mengenai keadaan negeriku
Berita yang menggores peluh di sanubariku
Berita yang membuat semangat ku
yang suadh bangun , kembali tertidur
kabar buruk!
Mengenai negeriku yang semakin melarat
Miskun akan harta, bahkan
Jiwa patrotisme itu hilang
entah kemana pembela negeriku dulu
Negeriku yang dipenuhi oleh panorama alam
yang begitu indah
Negeriku yang kaya akan hasil bumi
Negeriku yang di hiasi warna-warni
kerlap-kerlip budaya

Kini……………
Aku seperti tidak mengenalmu lagi
Gersang, rusak, dan lenyap
Semua yang dulu ada padamu
Ahh! Indonesiaku
Mana Bapak Negaraku …?
Mana Dewan Perwakilanku ….?
Yang harusnya merakyat
Malah tertidur waktu sidang membahas soal rakyat
Para tikus-tikus putih
berkeliaran bebas
mencuri hak-hak Saudara Sebangsaku
Sungguh ………
Pemerintahku tuli !
Tidak bisa mendengar tangis dan teriak minta tolong kami
Pemerintahku buta!

8
Tidak bisa melihat kemelaratan bumi pertiwiku lagi
Nurani pemerintahanku seakan tertutup rapat
Oleh kertas-kertas yang entah berapa banyak nilainya
Tanah air tumpah daraku
Sayap-sayap keperkasaan burung garudamu patah
Sehingga tidak dapat terbang mencari kebebasan
Ahh! Republik Indonesiaku
Mungkinkah kau akan runtuh?.

Anda mungkin juga menyukai