Anda di halaman 1dari 14

NASKAH DRAMA MALING

Disebuah desa yang aman, tentram, dan damai, hiduplah 2 tetangga yang baik. Keluarga Bapak Ari

Irham keluarga sederhana yang sangat bersahaja dan keluarga Ibu Suminem janda tua yang

memiliki satu anak, yang sangat baik terhadap tetanggnya. Bapak Ari memiliki istri yang sangat

cantik jelita bernama Ibu Aisyah dan putra tunggal yang sangat tampan bernama Azka. Sedangak

Ibu Suminem hidup bahagia bersama putri tercintanya bernama Nisa.

Scene 1

Ibu Suminem : “Nduk sebentar lagi 100 harinya bapak, sedangkan kita tidak memiliki biaya untuk membeli

kebutuhan selamatan.” (Murung)

Nisa : ”Apakah sebaiknya Nisa kerja saja bu ?” (Serius)

Ibu Suminem : “Jangan nduk, tugas kamu itu sekolah bukan bekerja, salama ibu masih bisa, biar ibu saja yang

usaha.”

Nisa : “Hmm.. Baik bu.”

Scene 2

Bu Suminem sedang menyapu halaman dan teras rumah Pak Ari.

Pak Ari : “Buk ne tadi saya lihat Bu Sum sedang melamun, kelihatannya ada yang sedang ia pikirkan.”

Bu Aisyah : “Oh iya pak ne, kan sebentar lagi 100 harinya Pak Ponidi, apa mungkin mereka sedang kesulitan

mencari biaya ?”

Pak Ari : “Bisa jadi buk ne, mari kapan-kapan kita berntandang ke rumah mereka.”

Bu Aisyah : “Iya pak ne lagian kan Bu Sum sering bantu-bantu di rumah kita dan gak mau dibayar.”
Scene 3

Saat bel istirahat berdentang, Nisa keluar kelas dan duduk di bangku panjang sekolah,

tiba-tiba Azka datang menghampirinya.

Azka : “Kamu kenapa sih ay, kok kelihatannya murung gitu ?”. ( Tanya Azka heran)

Nisa : “Emm gak papa kok, emang kenapa sih ?”

Azka : “Emm gak papa, Cuma kelihatannya beda, gak seperti biasanya, kalau ada masalah cerita aja,

mungkin aku bisa bantu.”

Nisa : “Maaf jika menurutmu aku beda. Hmm.. Begini, sebentar lagi kan 100 harinya kematian bapakku dan

kelurgaku tidak memiliki biaya.”

Azka : “Oh jadi begitu, hmm yang sabar ya ay. Aku akan coba membantu.”

Nisa : “Makasih banyak ya ay, maaf jika telah merepotkanmu.”

Azka hanya membalas dengan senyuman yang tersungging di bibirnya.

Scene 4

Keesokan harinya Pak Ari dan Bu Aisyah bersantai di ruang keluarga.

Pak Ari : “Eh buk ne kan kita udah lama nikah nih, buk ne ingat tidak hal yang paling romantis yang pak ne

lakukan khusus untuk bu ne.”

Bu Aisyah : “Hal romantis ? ngasih cincin mas kawin aja masih ngutang, kok melakukan hal romantis.” (Sewot)

Pak Ari : “Lho masak sih buk ne, maaf pak ne lupa hehehe.” (Cengar-cengir)
Bu Aisyah : “Halah gak kaget, pak ne selalu gitu.”

Pak Ari : “Gini buk ne, sebagai tanda permintaan maaf pak ne ke buk ne, buk ne mau minta apa ?”

Bu Aisyah : “Mau minta mobil Lamborghini, bisa gak ?”

Pak Ari : “Bisa,besok mobinya bakal datang…”

Bu Aisyah : “Huuh pak ne bisanya ngomong saja…”

Pak Ari : “Lho ini beneran lo …”

Bu Aisyah : “Seriusan ?” (Sedikit kaget)

Pak Ari : “Iya.” ( Berusaha meyakinkan)

Bu Aisyah : “Yaudah kita lihat aja besok.”

(Kemudian dari arah kamar Azka keluar).

Azka : “Cieee…. Berduaan , lagi ngomongin apa nih ,,,,, lagi ngomongin aku ya, anak satu satunya , yang

paling SWAG walau nakal tapi tampan .”(Disertai gaya sombongnya)

Bu Aisyah : “Huh kamu itu ,,, pedenya selangit seperti bapaknya.”

Pak Ari : “Lho memang benar kan pak ne ganteng , buktinya buk ne mau sama pak ne.”

Bu Aisyah : “Iya deh iya , pak ne sama azka ganteng. Ayah sama anak sama saja.”

Azka dan Pak Ari : ( Tertawa terbahak bahak )

Azka : “Yah, Azka mau ngomong sesuatu.”( Dengan sedikit serius )

Pak Ari : “Apa ??? ngomong aja.”


Azka : “Azka pengen sepeda motor baru , masak dari dulu Azka pakai sepeda motor butut itu.”

Pak Ari : “Iya , besok ayah cariin sekalian beli mobil buat ibumu …”

Azka : “Beneran ?????”

Pak Ari : “Iya.” (berwibawa).

Azka : “Oh ya Azka lupa yah , Azka juga butuh duit nih …”

Pak Ari : “Untuk apa ???” ( Dengan nada menyelidik )

Azka : “Untuk bantu Nisa .”

Bu Aisyah : “Nisa……Nisa siapa ???”

Azka : “Itu Nisa anaknya Bu Sum…”

Bu Aisyah : “Memangnya Nisa kenapa ?”

Azka : “Azka kasihan lihat Nisa , tadi di sekolah dia terlihat murung , ternyata setelah dia

cerita ke Azka , ternyata dia butuh duit buat memperingati 100 hari kematian

bapaknya.”

Pak Ari : “Oh ,, makanya kemarin saat menyapu teras rumah , Bu Sum terlihat murung ,

seperti memikirkan sesuatu . Oke, ayah bantu , kalau soal itu gak usah difikirkan ,

biar ayah sama ibu saja yang membantu.”

Azka : “Makasih banyak ya yah …”

Pak Ari dan Bu Aisyah : “Iya sama sama …”

( Namun disisi lain Bu Aisyah pun bertanya tanya , darimana Pak Ari mendapatkan uang

sebanyak itu dalam waktu singkat).

Pak Ari : “Azka ayo temenin ayah untuk membersihkan kandang burung.”

Azka : “Ayo…”

( Kemudian Pak Ari dan Azka pun menuju ke teras belakang rumah).
Buk Aisyah : “Pak ne kok bisa dapat uang sebanyak itu dari mana ya ? lagian gaji perbulanpun

tetap sama gak ada naik-naiknya.”(Gumam dalam hati)

Scene 5

Pak Ari dan Bu Aisyah datang ke rumah Bu Sum.

Pak Ari dan Bu Aisyah : “Assalamu’alaikum Bu Sum.”

Bu Suminem : “Iya waalaikumussalam.”(Habis cuci piring langsung pergi menuju arah depan). “Oh

Pak ari dan Bu Aisyah to, mari masuk, mari masuk, maaf ya, rumah saya masih

berantakan”.

Bu Aisyah : “Iya, tidak apa-apa kok bu…”

Bu Suminem : “Ada apa siang-siang begini kok tumben datang kemari ?”

Bu Aisyah : “Bagaimana keadaan ibu dan perkembangan janinnya ?”

Bu Suminem : “Alhamdulillah sehat bu.” ( Seraya mengelus perut buncitnya )

Bu Aisyah : “Jangan terlalu banyak fikiran bu, tidak baik untuk kesehatan janin ibu.”

Pak Ari : “Ma’af ya bu,saat kecelakaan suami ibu kami tidak datang menjenguk,kami hanya

datang diupacara pemakamannya saja …”( Seraya berwajah sedih )

Bu Suminem : “Iya pak,tidak apa-apa, itu sudah dapat meringankan beban dalam pikiran saya”

Bu Aisyah : “Oh iya bu … Kan sebentar lagi 100 hari wafatnya Pak Ponidi, ini ada sedikit rezeki

semoga dapat membantu …” ( Seraya menyodorkan 10 lembar uang 100 ribuan )

Bu Suminem : “Lho tidak usah repot-repot bu ….” ( Seraya mendorong tangan Bu Aisyah dengan

pelan )

Bu Aisyah : “Tidak apa-apa bu … Kan kita sudah menjadi tetangga yang cukup lama,jadi sudah

sewajarnya jika saling membantu “.( Kembali menyerahkan uang )

Pak Ari : “Iya Bu … toh saya juga sudah menganggap keluarga ibu sebagai keluarga saya sendiri

…”

Bu Suminem : (Menerima uang pemberian Bu Aisyah ) “ Allhamdulillah …. Terimakasih banyak Pak

Ari,Bu Aisyah,kalian seperti Malaikat penolong bagi saya …”. (Dengan mata yang

berkaca-kaca )
Pak Ari dan Bu Aisyah : “Iya Bu Sum sama-sama.”

Setelah bertandang kerumah Bu Suminem,Pak Ari dan Bu Aisyah pun berpamitan pulang.

Scene 6

2 Bulan kemudian setelah peringatan 100 hari wafatnya Pak Ponidi.Keluarga Pak Ari Irham

berubah menjadi keluarga yang kaya raya. Mereka sering jalan-jalan ke Luar Negeri. Bu Aisyah

menjdi wanita sosialita, Azka menjadi cowok terkeren di Sekolahnya, sedangkan Pak Ari menjadi

seseorang yang sibuk dan Keluarga Pak Ari Irham berubah menjadi keluarga yang tidak peduli

dengan lingkungan sekitar.

Pak Sayur : “Sayur …. Sayur … sayur murah,sayur segar …” ( Dengan berteriak keras )

Bu Aisyah keluar dari dalam mobil dan di sisi lain Bu Suminem keluar dari dalam rumah yang

hendak membeli sayur.

edagan sayur : “Bu Aisyah mau beli apa? langganan aku kasih diskon, lagian udah lama gak keliahatan dan gak beli

dagangan saya ”.

Bu Aisyah : “Iuuuh.... uh sayuran kamu udah gak selevel lagi, udah bau asap, bau panas matahari, gak segar jadi,

gak higenis lagi deh... gak mau ah nanti kulitku yang cantik ini bisa keriput gara - gara sayur kamu”.

Pedagang sayur : “Ya udah bu kalau gak beli sayuran saya tidak apa–apa, tapi tidak usah menghina dagangan saya

segala”.

(Setelah menghina pedagang sayur, Bu Aisyah langsung menuju kedalam rumahnya.

Pedagang sayur memangdangi kepergian Bu Aisyah kedalam rumah seraya bergumam).

Pedagang sayur : “Heran kok ada orang kaya kayak gitu, udah gendut cantik juga enggak, sombong,

judes kayak mak lampir”.


Bu Inem mendekat sambil memegang sayur ).

Bu Suminem : “Pak ini harganya berapa, kalau yang ini... ini... ini..”. (Tetapi tidak ada respon dari

tukang sayur, lalu Bu Sum berusaha menyadarkan si tukang sayur)

Bu Suminem : “Pak.....”. ( Sambil menepuk pundak si tukang sayur)

Pedagang sayur: “Oh iya...”. (Seraya melompat kaget)

Bu Suminem : “Mikirin apa sih pak, dari tadi saya panggil kok gak jawab – jawab”.

Pedagang sayur: “Enggak mikirin apa–apa kok bu”. (Seraya bertingkah kikuk)

Bu Suminem : “Saya mau beli sayur bayam, berapa pak?”.

Pedagang sayur: “Rp 3.000 aja, eh... bu itu rumahnya Bu Aisyah yang dulu langganan beli sayur

disini?”.

Bu Suminem : “Iya pak, emangnya kenapa?”.

Pedagang sayur : “Kok sekarang beda, jadi tambah kaya, rumahnya megah, mobilnya bagus dan gak

mau beli sayuran saya”.

Bu Suminem : “Iya kan Pak Ali baru naik pangkat, jadi gajinya nambah. Oh... ini Pak uangnya” .

(Setelah menyodorkan uang Bu Sum langsung masuk ke dalam rumahnya).

(Si tukang sayur pun tidak percaya dan bergumam sendiri seraya menatap rumah keluarga Pak Ali

lekat – lekat)

Pedagang sayur : “Mana mungkin dalam waktu sesingkat ini bisa membangun rumah sebesar ini

dan memiliki harta yang melimpah dengan hanya naik jabatan”.


Kemudian terbesit didalam hatinya rasa ingin balas dendam akibat hinaan dari Bu Aisyah)

“Akan aku lampiaskan rasa sakit hatiku ini akibat penghinaan Bu Aisyah”. (Gumam pedagang sayur )

(Pedagang sayur beranjak pergi dari tempat tersebut)

Scene 7

Saat di dapur Nisa membantu Bu Suminem menata makanan di meja makan.

Bu Inem : “Nis... bawa makanan ini ke meja makan”.

(Namun Nisa tak bergerak sedikitpun)

Bu Suminem : “Nis...”. (Bu Suminem memanggil Nisa yang kedua kalinya)

Nisa : “Ya Bu ada apa, maaf tadi Nisa tidak fokus”.

Bu Suminem : “Sebenarnya ada apa sih Nis, kok kelihatannya kamu memikirkan sesuatu”.

Nisa : “Iya Bu, sebenarnya Nisa lagi memikirkan hubungan Nisa dengan Azka”.

Bu Inem : “Emang kenapa?”.

Nisa : “Aku merasa tidak cocok lagi bersama dengannya, dia sekarang menjadi lelaki

tampan yang kaya sedangkan aku hanya gadis miskin yag tidak punya apa – apa”.

Bu Suminem : “Jangan merasa seperti itu, jodoh tak akan kemana, bagi Tuhan statuspun tak akan

pernah dipersoalkan, selama janur kuning masih belum melengkung Azka masih jadi milik umum”.

Nisa : “Iya Bu makasih atas sarannya, yaudah ibu tidur saja, kasihan dede’ bayinya nanti”.
Bu Suminem : “Ndak apa–apa, ibu lanjutin dulu ya kebelakang”. (Tiba – tiba perutnya

berkontraksi)

Bu Suminem : “Aduh....”. (Seraya memegangi perutnya)

Nisa : “Ibu kenapa?”. (Dengan panik) “Ayo Nisa antar ke kamar”.

Bu Suminem : “Iya”.

Nisa : “Ibu istirahat ya, jangan kebayakan mikir, nanti kasihan ibu dan adek bayinya.”

Scene 8

Wartawan : “ Dikabarkan Bank Assalam Center Asia telah terjadi penggelapan uang, apakah

benar begitu?”

Polisi : “Benar..”

Wartawan : “Apakah Pihak KPK sendiri sedang mengusut masalah ini dengan sigap”

Polisi : “Kami selaku pihak KPK akan mengusut masalah ini dengan tuntas dan kami akan

mengumpulkan bukti – bukti serta menjaring orang – orang yang telah bekerjasama untuk

menggelapkan uang pajak bunga ini”

Wartawan : “Apakah ada banyak orang yang terlibat dalam kasus ini?”

Polisi : “ Kami masih belum mengetahui siapa saja orang yang terlibat dalam kasus ini”

Wartawan : “Terima kasih atas informasinya”

Scene 9
Malam hari itu bertepatan dengan keluarga Pak Ari pergi berlibur keluar negeri, pak sayur

mulai melancarkan aksinya. Dengan mengendap-endap, dia mulai memasuki halaman rumah.

Padagang sayur : “(Seraya memakai kaus tangan). Besar banget nih rumah, tapi saying rumah se-

gede gini nggak ada system pengamannya. Hem.. kok system pengaman, gerbang rumah

sama satpam aja nggak punya. Hahaha… apalagi yang namanya CCTV, haha.. kalau kaya

begini kan nggak perlu susah-susah buat obrak-abrik nih rumah. Hahaha…”.

Dengan langkah yang begitu santai, Pak sayurpun menuju pintu depan. Ia mulai mencoba

membuka pintu itu dengan mencongkelnya. Dan tanpa diduga pintu dapat terbua dengan begitu

mudahnya. Pak sayur bergumam.

Padagang sayur :”(Waduh, gak nyangka dengan mudahnya gue buka nih pintu, seperti rumah sendiri

aja rasanya)”.

Tanpa ada rasa was-was dan keraguan apapun, Pak sayur memasuki rumah keluarga Pak Ari

dengan santainya.

Padagang sayur :”Ehm… (enaknya barang berharga apa ya yang gue sikat?)”.

Pak sayur pun berkeliling dan melihat-lihat barang berharga apa yang sekiranya dapat dia

bawa.

Padagang sayur :”Nah, ini dia… (teriaknya senang melihat kuni mobil ditempat gantungan kunci).

Oiya... gue kan nggak bisa pakai mbil. Aduh, gubluk. (Tambahnya seraya melihat-

lihat disekitarnya). Nah, ada kunci lagi nih. Kelihatannya kunci motor, ehm.. gue

bawa yang ini aja lah...”.

Pak sayur pun keluar dari dari halaman rumah keluarga Pak Ari dengan mengendarai sepeda motor

tersebut, dan berhasil membawa kabur sejumlah perhiasan dan beberapa uang.
Scene 10

Dua hari kemudian keluarga Pak Ari pulang dari liburnnya. Sesampainya dirumah, Pak Ari

terkejut mendapati pintu depan rumhnya yang sudah tidak terkunci lagi sebagaimana saat ia tinggal.

Pak Ari segera masuk kedalam rumah dan menyalakan lampu, ia terkejut melihat keadaan

rumahnya yang berantakan. Dan Bu Aisyah berlari menuju kelemari perhiasannya

Bu Aisyah :”Pak ne.. (Teriak Bu Aisyah sekera-kerasnya)”.

Pak Ari :”Ada apa buk ne ??”. ( seraya berlari menghampiri istrinya).

Bu Aisyah :”Pak ne, perhiasanku hilang semua.( dengan nada bingung dan kalut)

Pak Ari pun teringat uangnya yang ia simpan dilaci meja kerjanya.

Bu Aisyah :”Pak ne, kok malah pergi sih ?”. (rengeknya).

Pak Ari :”Bentar bukne”. (seraya pergi kelaci meja kerjanya).

Belum sempat membuka laci meja kerjanya, Azka berlari menghampiri.

Azka :”Yah, sepeda motorku hilang”.

Pak Ari :”Apa ? kok bisa ?”. ( Dengan wajah scok).

Azka :”Kuncinya yang Azka taruh dimeja tidak ada, lagian motornya pun juga nggak ada”.

Pak Ari :”Mobilnya?!?”.

Azka :”Mobilnya masih ada kok yah”.

Kemudian Pak Ari membuka laci meja kerjanya, betapa terkejutnya ia setelah melihat laci

meja kerjanya yang awalnya bergepok-gepok uang kini hanya tersisa beberapa lembar uang ratusan

ribu rupiah saja. Pak Ari mulai menerka-nerka siapa orang yang telah berani merampok dirumah ini.
Pak Ari :”Ya sudah, sekarang kita istirahat saja terlebih dahulu, besok kita usut lagi siapa

sebenarnya pelaku yang telah berani merampok rumah ini”.

Scene 11

Keesokan harinya, Bu Suminem merasa bahagia karena Nisa mendapat bantuan dari

sekolahnya sebab prestasi yang ia peroleh, sehingga ia dengan mudah mendapatkan pekerjaan. Bu

Suminem pun membeli perabotan rumah baru. Dan dari sisi lain Pak Ari keluar dari dalam

rumahnya.

Pak Ari :”Pagi ini cerah banget. Huft”. ( seraya mengedarkan pandangan). “loh, Bu Suminem

membeli perabotan rumah kok banyak banget. Jangan-jangan…”. ( pak Ari pun

langsung kembali kedalam rumah).

Pak Ari :”Buk ne… buk ne…!!. Kesini cepat !”.

Bu Aisyah :”Kenapa pagi-pagi sudah teriak-teriak ?. membuat kepala buk ne seperti mau pecah

saja !”.

Pak Ari :”Itu loh buk ne, Bu Sum”.

Bu Aisyah :”Apa sih pak ne ?. Bu Sum kenapa ?”.

Pak Ari :”Begini buk ne, dia kok bisa-bisanya beli perabotan rumah baru, banyak lagi. Padahal

kan kita juga tahu sendiri keadaan ekonomi keluarganya. Dapat uang dari mana ya

buk ne ?”.

Bu Aisyah :”Masa sih pak ne ?”.

Pak Ari :”Iya buk ne, pagi-pagi begini sudah 2 mobil yang mengantarkan barang kerumahnya”.
Bu Aisyah :”Iya ya pak ne, apa mungkin ya pak ne kalau Bu Sum yang telah merampok rumah

kita ?. Tapi nggak mungkin loh pak ne, soalnya Bu Sum itu kelihatannya orang baik-

baik”.

Pak Ari :”Jangan menilai orang dari luarnya buk ne. semua orang itu bisa saja melakukan

kejahatan jika keadaan memaksa”.

Scene 12

Siang itu juga Pak Ari bertandang kerumah Bu Suminem.

Pak Ari : (Menggedor-gedor rumah Bu Sum). “Bu Sum.. Bu Sum..!!”.

Bu Suminem : (Dengan tergesa berlari menuju ruang tamu). Iya.. oh.. Pak Ari sudah pulang dari luar

negeri toh ?. Bagaimana kabarnya?”.

Pak Ari :” Alah nggak perlu basa-basi, ngomong jujur saja kalau ibu lah yang telah mencuri

uang saya”.

Bu Suminem :” Astaughfirullah… jangan su’udzon pak”.

Pak Ari :”Alah tinggal jujur saja sulit banget, bagaimana mungkin orang miskin seperti ibu

bisa beli perabotan rumah sebanyak ini dalam waktu singkat”.

Bu Suminem :”Asal Pak Ari tahu saja ya, uang ini saya dapat dari gaji Nisa dan bantuan dari

sekolahnya karena ia berprestasi”.

Pak Ari :”Udah wanita janda, suka berbohong, suka mencuri lagi”.

Bu Suminem :”Terserah Pak Ari mau bilang apa, tetapi saya sudah berkata yang sejujur-jujurnya”.

Pak Ari :”Sudahlah bu, saya akan laporkan semua ini ke polisi”. (sambil berlalu pergi

meninggalkan halaman rumah Bu Sum).

Belum sempat Pak Ari melapor kepihak yang berwajib, Pak Ari keburu digrebek oleh pasukan

khusus polisi karena terbukti melakukan korupsi secara besar-besaran. Dan Bu Sum terbebas dari

tuduhan karena tiada bukti yang kuat yang menunjukkan bahwa Bu Sum adalah tersangka dalam

perampokan dirumah Pak Ari. Kemudian Bu Aisyah meminta maaf kepada Bu Sum atas tuduhan

suaminya yang tanpa didasari bukti-bukti. Dan kini hubungan keluarga Bu Aisyah dan Bu Sum

kembali baik seperti sebelumnya.


Bu Aisyah : “Bu Sum … ma’afkan kelakuan suami saya ya … yang telah menuduh ibu sebagai

dalang pencurian di rumah saya …”

Bu Suminem : “Iya Bu … saya sudah mema’afkan semua kesalahan yang telah Pak Ari lakukan,saya

ikhlas …”

Bu Aisyah : “Semoga kita bisa menjadi tetangga yang baik dan rukun lagi seperti dulu …”

Bu Suminem : “Iya Bu … Semoga …”

Setelah Pak Ari berada didalam sel jeruji besi, Keluarga Pak Ari kembali berubah menjadi

keluarga yang sederhana, bersahaja, dan peduli lagi terhadap lingkungan sekitar.

Anda mungkin juga menyukai