Anda di halaman 1dari 6

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INSOMNIA PADA

MAHASISWA S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

Dosen Pembimbing : Ns. SITI KHOIROH MUFLIHATIN, S.Pd., M.Kep

Disusun Oleh :

1. Ahmad Suhadi 2011102411139


2. Annisa Syahra Sujianti 2011102411083
3. Divani Yunistria Rohman 2011102411092
4. Seftiesiea Dhea Fourtuna 2011102411019

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

SAMARINDA

2023
BAB I

1.1 Latar Belakang Masalah

Tidur merupakan kebutuhan setiap mahkluk hidup, termasuk manusia. Menurut


beberapa teori, tidur ikut berperan dalam melindungi tubuh, konservasi, energi, restorasi
otak, homeostasis, meningkatkan fungsi imunitas, dan regulasi suhu. Mengingat pentingnya
fungsi tidur tersebut, maka kebutuhan tidur harus terpenuhi agar tubuh dapat berfungsi
dengan adekuat. Kebutuhan tidur ini dapat terganggu bila terjadi gangguan tidur yang
kemudian akan mengakibatkan berbagai keluhan dan gangguan fisik maupun mental. Salah
satu gangguan tidur yang banyak dijumpai yaitu insomnia.

Insomnia merupakan masalah kesehatan masyarakat utama yang mempengaruhi jutaan


orang. Beberapa jurnal menyebutkan bahwa insomnia adalah gangguan tidur yang paling
sering dilaporkan, yang mempengaruhi hingga 30% dari populasi orang dewasa. Menurut
US Census Bureau. International Data Base tahun 2004. 10% dari total penduduk di
Indonesia atau sekitar28 juta orang dari 283 juta penduduk Indonesia mengalami insomnia.

Insomnia didefinisikan sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur, atau


tidur yang tidak menyegarkan meskipun memiliki peluang untuk tidur yang cukup. Pada
beberapa studi mengenai tidur, gejala yang biasa dipakai untuk mengevaluasi insomnia yaitu
kesulitan memulai tidur (Difficully Initiating Sleep/DIS), kesulitan mempertahankan tidur
(Difficully Initiating Sleep/DMS), dan bangun dini hari (Early Morning Awkening/EMA).
Diantara semua gejala insomnia tersebu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
Kaneita et al prevalensi DIS adalah yang tertinggi pada remaja, dan lebih tinggi
dibandingkan prevelansi pada orang dewasa di Jepang. Sedangkan prevelensi DMS dan
EMA lebih rendah pada remaja dibandingkan dengan orang dewasa, dimana prevelensi
DMS dan DMA meningkat sering dengan usia.

Insomnia merupakan faktor resiko yang berhubungan dengan berbagai gangguan fisik
dan mental. Konsekuensi seperti gangguan mood, peningkatan kebiasaan minum obat,
gangguan mengingat, kelelahan, peningkatan pemanfaatan pelayanan kesehatan, serta
penurunan tingkat kesehatan tubuh, dan buruknya prestasi di bidang akademik dapat timbul
akibat insomnia. Penderita insomnia dilaporkan mengalami penurunan kualitas hidup pada
hampir semua dimensi Survei Hasil Studi Kesehatan Short Form 36-item (SF-36), yang
menilai 8 domain, yaitu fungsi fisik, peran fisik, nyeri tubuh, persepsi kesehatan umum,
vitalitas fungsi sosial, keterbatasan peran karena masalah kesehatan emosional (peran
emosional), dan kesehatan mental

Terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan insomnia, salah satunya yaitu jenis
kelamin. Prevalensi wanita mengalami insomnia lebih tinggi dibandingkan dengan pria.
Usia, gangguan medis penyerta atau kondisi fisik yang buruk, gangguan psikiatri (seperti
depresi dan ansietas), stres, masalah perilaku, kerja di malam hari atau pergantian shift
merupakan beberapa resiko yang signifikan untuk insomnia.

Penelitian ini mengenai insomnia telah banyak dilakukan di seluruh dunia. Dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Kancita ct al pada remaja di Jepang, prevalensi insomnia
sebesar 23,5% dengan faktor yang berhubungan yaitu jenis kelamin pria, kesehatan mental
yang buruk, melewatkan sarapan, meminum alkohol, merokok, tidak berpartisipasi dalam
kegiatan ekstrakurikuler, waktu tidur yang larut, dan tidak memiliki keinginan untuk
melanjurkan studi ke Universitas. Selain itu, penelitian yang dilakukan Morin et al,
mendapatkan hasil 13,4% warga Kanada berusia 18 tahun ke atas mengalami insomnia yang
dikaitkan dengan jenis kelamin perempuan, usia yang lebih tua, dan penilaian kesehatan
fisik dan mental yang buruk. Berdasarkan penelitian Singareddy et al, insiden insomnia
kronis adalah 9,3%, dengan insiden yang lebih tinggi pada wanita (12,9%) dibandingkan
laki-laki (6,2%). Usia yang lebih muda (20-35 tahun), etnis non-putih, dan obesitas
meningkatkan resiko insomnia kronis. Penelitian ini berkesimpulan bahwa kesehetan
mental, kurang tidur, dan obesitas merupakan faktor resiko yang signifikan untuk kejadian
insomnia kronis. Berfokus pada kelompok-kelompok yang lebih rentan ini dan mengatasi
faktor-faktor resiko yang dapat dimodifikasi dapat membantu mengurangi kejadian insomnia
kronis, gangguan tidur kronis umum yang berhubungan dengan morbiditas medis dan
psikiatri serta mortalitas yang signifikan.

Salah satu kelompok masyarakat yang sering mengalami gangguan tidur, terutama
insomnia adalah mahasiswa. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, insomnia dapat
menyebabkan kebutuhan tidur tidak terpenuhi dan menimbulkan dampak negatif seperti
penurunan tingkat kesehatan, gangguan konsentrasi, mengingat, dan prestasi yang buruk di
bidang akademik. Bila dampak tersebut muncul tentunya akan sangat merugikan. Apalagi
mahasiswa berada pada usia produktif yang memiliki jadwal kegiatan yang padat, serta
tanggung jawab dan kewajiban yang banyak. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui
beberapa faktor yang mungkin berhubungan dengan terjadinya insomnia pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.

Ilmu pengetahuan, teknoilogi, dan informasi pada saat ini berkembang semakin pesat,
dan masyarakat tidak bisa dipisahkan dengan penggunaan internet. perkembangan internet
berbanding lurus dengan perkembangan media sosisal yang merambat luas dan membawa
dampak yang cukup signifikan pada masyarakat di seluruh belahan dunia. Pengguna media
sosial mulai dari usia anak anak, remaja, hingga usia dewasa. Media sosial merupakan
kumpulan perangkat lunak yang memungkinkan individu maupun komunitas untuk
berkumpul, berkomunikasi dan saling berkolaborasi atau bermain. media sosial sangat
beragam seperti whatsapp, instagram, facebook, line, twitter, dan lain sebagainya.
Pengguanaan media sosial yang dilakukan oleh nmahasiswa terbilang intensif ( Andiarna et
al., 2020 ).
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah yang
ingin diketahui dari penelitian ini yaitu “berapakah prevalensi insomnia pada mahasiswa
S1 keperawatan universitas muhammadiyah kalimantan timur “ dan apakah terdapat
hubungan antara media sosial, tingkat stress, gaya hidup, dan intensitas penggunaan
gejet.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan


insomnia pada mahasiswa S1 keperawatan unuversitas muhammadiyah kalimantan timur

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus pada penelitian ini yaitu:

 mengetahui prevelensi insomnia


 mengetahui hubungan antara media sosial, tingkat stress, gaya hidup, dan intensitas
pegunaan gejet pada mahasiswa universitas muhammadiyah kalimantan timur.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Menambah pengetahuan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan insomnia

2. Menambah pengetahuan peneliti dan mahasiswa lain mengenai faktor-faktor yang


berhubungan dengan kejadian insomnia

3. Sebagai informasi dan pengetahuan sehingga dapat melakukan pencegahan terhadap faktor-
faktor yang dapat dihindari untuk mengatasi kemungkinan terjadi nya insomnia

1.5 Krangka Konsep


1.6 Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan antara media sosial, tingkat stress, gaya hidup, dan intensitas
pegunaan gejet dengan terjadinya insomnia pada mahasiswa universitas muhammadiyah
kalimantan timur.

Anda mungkin juga menyukai