Anda di halaman 1dari 74

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dismenore merupakan nyeri menstruasi yang dikarakteristikan sebagai

nyeri singkat sebelum awitan atau selama menstruasi yang merupakan

permasalahan ginekologikal utama, yang sering dikeluhkan oleh wanita.1

Menurut Reeder (2013) dismenore yakni nyeri menstruasi yang

dikarakteristikan sebagai nyeri singkat sebelum atau selama menstruasi. 2 Hal

tersebut juga terdapat dalam Charles R.B Beckmann et al (2010) bahwa Nyeri

haid atau dismenore merupakan masalah umum yang sering dikeluhkan oleh

wanita yang sedang mengalami haid atau menstruasi. Nyeri haid yang

dikeluhkan oleh wanita berbeda-beda, karena hal itu dipengaruhi oleh

beberapa faktor.3

Klein dan Litt melaporkan prevalensi dismenore di Amerika Serikat

mencapai 59,7%. Beberapa dari mereka yang mengeluh nyeri, 12% berat,

37% sedang, dan 49% ringan.4 Angka kejadian dismenorea di dunia sangat

besar. Di Indonesia angka kejadian dismenore primer sebesar 54,89%

sedangkan sisanya adalah penderita tipe sekunder. Dimenore menyebabkan

14% dari pasien remaja sering tidak hadir di sekolah dan tidak menjalani

1
Lowdermilk, Perry, & Cashion. 2011. Maternity Nursing. Universitas Michigan: Mosy
2
Reeder, Martin, & Koniak-Graffin. 2013. Keperawatan MaternitasKesehatan Wanita, Bayi dan
Keluarga Edisi 8 Vol 1. Jakarta : EGC
3
Charles R.B Beckmann, Frank W. Ling, Barbara M. Barzansky, William N.P Herbert, Douglas
W, Laube, & Roger P. Smith, 2010. Obestetri and Gynecology (6th ed.). USA: Lippincott
Williams ana Wilkins
4
Bonde, F.M.P., Lintong, F., Moningka, M., 2014. Pengaruh Kompres Panas terhadap Penurunan
Derajat Nyeri Haid pada Siswa dan SMK Yadika Kopandakan II. Jimkesmas. 2(1): 19-25.
2

kegiatan sehari-hari.5 Hasil penelitian Pusat Informasi dan Konseling

Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) di Indonesia tahun 2009 angka

kejadian dysmenorrhea berkisar 45 - 95% dikalangan usia produktif, terdiri

dari 72,84% dismenore primer dan 27,11% dismenore sekunder.6

Berdasarkan data hasil penelitian angka kejadian dismenore di Jawa Barat

cukup tinggi, yaitu sebanyak 54,9 % wanita mengalami dismenore, terdiri

dari 24,5% mengalami dismenore ringan, 21,28% mengalami dismenore

sedang dan 9,36% mengalami dismenore berat.

Dismenore menyebabkan ketidaknyamanan dalam aktivitas fisik

sehari-hari. Keluhan ini berhubungan dengan ketidakhadiran berulang di

sekolah ataupun di tempat kerja, sehingga dapat mengganggu produktivitas.

Empat puluh hingga tujuh puluh persen wanita pada masa reproduksi

mengalami nyeri haid, dan sebesar 10 persen mengalaminya hingga

mengganggu aktivitas sehari-hari. Sekitar 70-90 persen kasus nyeri haid

terjadi saat usia remaja dan remaja yang mengalami nyeri haid akan

terpengaruh aktivitas akademis, sosial dan olahraga-nya.7

Masih banyak wanita yang menganggap nyeri haid sebagai hal yang

biasa, mereka beranggapan 1-2 hari sakitnya akan hilang. Padahal nyeri haid

hebat bisa menjadi tanda dan gejala suatu penyakit misalnya endometriosis

yang bisa mangakibatkan sulitnya keturunan. Pada anak remaja penyebab

5
Calis, Karim Anton 2011: Dysmenorrhea. dari: http://emedicine.medscape.com/article/253812-
overview. : (Diakses pada tanggal 25 November 2019)
6
Proverawati & Siti Misaroh. 2009. Menarch Menstruasi Penuh Makna. Yogyakarta : Nuha
Medika
7
Puji. 2011. Efektivitas Senam Dismenore Dalam Mengurangi Dismenore Pada Remaja Putri di
SMUN 5 Semarang. Dari: http:// eprints.undip.ac.id. Diakses tanggal 25 November 2019
3

nyeri haid dipikirkan karena hanya kadar prostaglandin yang tinggi bukan

karena endrometriosis, maka biasanya pengobatan yang diberikan adalah

obat penghilang rasa nyeri saja. (Departemen Obstetri dan Ginekologi FK

UNPAD, 2011).

Munculnya rasa nyeri tersebut meluas hingga ke pinggang, punggung

bagian bawah dan paha akan menimbulkan masalah keperawatan dan

mengganggu kebutuhan dasar manusia salah satu diantaranya adalah tidur.

Tidur yang tidak adekuat dan kualitas tidur buruk dapat mengakibatkan

gangguan keseimbangan fisiologi dan psikologi. Dampak fisiologi meliputi

penurunan aktivitas sehari-hari, rasa capai, lemah, daya tahan tubuh menurun

dan ketidakstabilan tanda-tanda vital. Sedangkan dampak salah satu faktor

psikologis yang diduga dapat memicu terjadinya dismenore adalah

kecemasan.

Seseorang dikatakan mengalami kecemasan saat mengalami gejala-

gejala kekhawatiran terhadap sesuatu hal yang tidak pasti, sulit

berkonsentrasi, gelisah, tidak dapat bersikap santai, kesulitan tidur atau

mengalami gangguan tidur, pucat, mudah letih, tubuh terasa lebih hangat,

mual, sesak nafas serta sering buang air kecil.8

Kecemasan merupakan keadaan afektif yang tidak menyenangkan yang

disertai dengan sensasi fisik yang memperingatkan orang terhadap bahaya

yang akan dating.9 Ada empat tingkat kecemasan yang sangat berkaitan
8
Bukit, E. (2013). Sleep Quality and Factors Interfering with Sleep among Hospitalized Elderly in Medical
Units, Medan, Indonesia. Prince of Songkla University
9
Lestari, Titik. 2015. Kumpulan Teori Untuk kajian Pustaka Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nuha
Medika
4

dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya yaitu: 1. Kecemasan ringan, 2.

Kecemaan sedang, 3. Kecemasan berat, 4. Panik. Menurut para ahli,

kecemasan timbul karena adanya sesuatu yang tidak jelas atau tidak diketahui

sehingga muncul perasaan yang tidak tenang, rasa khawatir, atau ketakutan.

Kecemasan merupakan keadaan afektif yang tidak menyenangkan yang

disertai dengan sensasi fisik yang memperingatkan orang terhadap bahaya

yang akan datang.

Efikasi diri adalah keyakinan individu terhadap kemampuan yang

dimiliki dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas atau tuntutan situasi

yang dihadapi, sehingga mampu mengatasi hambatan dan mencapai tujuan

yang diharapkan.10 Saat individu mengalami nyeri, individu membutuhkan

kemampuan kognitif untuk mengontrol dampak negatif yang muncul akibat

nyeri. Kemampuan kognitif yang digunakan berfungsi untuk mengenali

respon emosional, dipengaruhi oleh pikiran dan untuk melatih

mengendalikan gangguan yang berasal dari nyeri yang mereka alami. Salah

satu kemampuan kognitif yang dapat digunakan untuk mengontrol rasa

nyeri adalah efikasi diri.

Individu yang memiliki tingkat efikasi diri yang tinggi tidak akan

merasa mudah terbebani, sehingga tidak mudah mengalami kecemasan.

Sedangkan individu yang memiliki efikasi diri yang rendah akan mudah

mengalami kecemasan dikarenakan individu tersebut merasa bahwa segala

10
Velayati, K. (2013). Perbedaan efikasi diri untuk berhenti merokok pada laki-laki dan perempuan
Dewasa awal serta tinjauannya me nurut agama Islam (Skripsi tidak dipublikasikan). Universitas YARSI,
Indonesia.
5

sesuatu dianggap sebagai sebuah ancaman dan hambatan, sehingga akan

sangat baik apabila kita memiliki tingkat efikasi diri yang tinggi.11

Tidur diyakini untuk menjaga kestabilan mental emosional, fisiologi,

dan kesehatan.12 Menurut Allen (2009) mengatakan bahwa tidur

dikarakteristikan oleh penurunan kesadaran dan respon terhadap stimulasi

internal maupun eksternal, tetapi seringkali kejadian yang mengagetkan

dapat membangunkan individu dari tidur.13 Remaja usia 12-18 tahun

memerlukan waktu tidur 8-9 jam per hari.

Waktu tidur masih berperan penting bagi kesehatan seperti pada masa

kanak- kanak mereka. Walaupun ditemukan bahwa banyak remaja

memerlukan waktu tidur yang mungkin lebih banyak dari tahun-tahun

sebelumnya, tuntutan sosial membuat mereka sulit mendapatkan waktu dan

kualitas tidur yang sesuai.14 Dampak- dampak yang disebabkan dari pola

tidur yang tidak teratur antara lain, tidur kurang dari lima jam dalam satu

malam, dapat beresiko terjangkit depresi, stres, penyakit jantung, struk dan

diabetes.

Terjadinya kecemasan diduga terkait erat dengan kejadian dimenore.

Efikasi diri telah banyak diteliti secara luas pada penderita nyeri kronis

seperti bagaimana peran efikasi diri pada penderita nyeri terhadap


11
Holleb AJ. 2016. Principal self-efficacy beliefs: what factors matter? educational leadership and policy
studies [Disertation].Virginia Polytechnic Institute and State University.
12
Riyadi, S dan Widuri H. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia Aktivitas Istirahat Diangnosis Nanda.
Yogyakarta: Gosyen Publising
13
Allen, LV., dan Lunner, PE., 2009, Magnesium Stearate. In: Rowe, R.C., Sheskey, P.J. dan Quinn M.E.
(eds.) Handbook of Pharmaceutical Excipients 6 th Edition, Minneapolis, Pharmaceutical Press.
14
William. ,& Cyintia, M. (2013). Hubungan antara kualitas tidur dan konsentrasi pada mahasiswa-
mahasiswi angkatan 2009 fakultas kedokteran USU Medan. Diperoleh tanggal 25 November 2019 dari
Http://www.repository.usu.ac.id/hand le/123456789/35223
6

munculnya stres, kecemasan, depresi, serta dampaknya pada fungsi sehari-

hari. Tetapi belum ada yang spesifik membahas bagaimana kecemasan,

efikasi diri dan kualitas tidur pada remaja yang mengalami dismenore. Oleh

karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya

hubungan antara tingkat kecemasan, efikasi diri dan kualitas hubungan tidur

di kalangan remaja yang mengalami dismenore.

Berdasarkan studi pendahuluan di SMPN I Parungkuda Tahun 2019

jumlah siswa dan siswi seluruhnya 640, dengan perincian 390 siswi dan 253

siswa. Sampel yang akan dijadikan sebagai bahan penelitian hanya

mengambil kelas IX SMPN 1 Parungkuda Tahun 2019 dengan jumlah siswi

yaitu 115 siswi. Dari hasil studi pendahuluan dilakukan pada kelas VIII

SMPN 1 Parungkuda yang berjumlah 150 siswi, hasil survey wawancara

awal terhadap 15 siswi yang mengalami dismenore, didapatkan hasil yaitu 8

siswi yang mengalami kecemasan, 4 siswi belum bisa menguasai situasi

kejadian yang akan dihadapi (dismenore) dan 3 siswi yang mengalami

gangguan tidur. Sehingga penulis tertarik meneliti tentang “Hubungan

Tingkat Kecemasan, Efikasi Diri, dan Kualitas Tidur Pada Rmaja Yang

Mengalami Dismenore di SMPN 1 Parungkuda Tahun 2019.

1.2 Rumusan Masalah

Dismenore merupakan nyeri menstruasi yang dikarakteristikan sebagai

nyeri singkat sebelum awitan atau selama menstruasi yang merupakan

permasalahan ginekologikal utama, yang sering dikeluhkan oleh wanita. Dari

hasil survey awal dilakukan wawancara kepada 15 siswi yang mengalami


7

dismenore SMPN 1 Parungkuda Tahun 2019, pada survey awal didapatkan

hasil bahwa 53.3% siswi mengalami kecemasan saat terjadi dismenore,

sedangkan 26.7% siswi belum bisa mengatasi kondisi saat terjadi dismenore

(Efikasi diri), dan 20% siswi mempunyai kualitas tidur yang kurang.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Hubungan tingkat kecemasan, efikasi diri, dan kualitas

tidur pada remaja yang mengalami dismenore di SMPN 1 Parungkuda Tahun

2019”

1.3 Pertanyaan Penelitian

Bagaimana hubungan tingkat kecemasan, efikasi diri, dan kualitas tidur

pada remaja yang mengalami dismenore di SMPN 1 Parungkuda Tahun 2019?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan

tingkat kecemaan, efikasi diri, dan kualitas tidur pada remaja yang

mengalami dismenore di SMPN 1 Parungkuda Tahun 2019.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya hubungan tingkat kecemasan, efikasi diri, dan

kualitas tidur pada remaja yang mengalami dismenore di SMPN 1

Parungkuda Tahun 2019.

2. Diketahuinya hubungan tingkat kecemasan pada remaja yang

mengalami dismenore di SMPN 1 Parungkuda Tahun 2019.


8

3. Diketahuinya hubungan efikasi diri pada remaja yang mengalami

dismenore di SMPN 1 Parungkuda Tahun 2019.

4. Diketahuinya hubungan kualitas tidur pada remaja yang

mengalami dismenore di SMPN 1 Parungkuda Tahun 2019.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoriris

Hasil Penelitian ini tidak menghasilkan teori baru, masih

menggunakan teori lama.

1.5.2 Manfaat Metodologi

Penelitian ini tidak menghasilkan metodologi baru, masih

menggunakan metodologi lama.

1.5.3 Manfaat Praktis

Diharapkan dapat memberikan kontribusi di SMPN 1 Parungkuda

Tahun 2019 dalam pengetahuan faktor penyebab dismenore.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat kecemasan,

efikasi diri, dan kualitas tidur pada remaja yang mengalami dismenore di

SMPN 1 Parungkuda Tahun 2019. Variabel dependen dalam penelitian ini

adalah remaja yang mengalami dismenore, sedangkan variabel independen

antara lain tingkat kecemasan, efikasi diri, dan kualitas tidur. Alasan

dilakukan penelitian ini karena masih banyak remaja yang belum mengetahui

dismenore.
9

Penelitian ini dilakukan di SMPN 1 Parungkuda pada bulan September

2019. Populasi penelitian yang diteliti yaitu seluruh siswi kelas IX SMPN 1

Parungkuda Tahun 2019 sebanyak 115 siswi. Sampel dalam penelitian ini

sebanyak 89 responden menggunakan teknik random sampling atau rumus

Slovin. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan

rancangan cross sectional. Adapun pengambilan data yang digunakan adalah

data priemer dengan menggunakan kuesioner sebagai alat ukur dan

menggunakan uji chi-square, penelitian ini menggunakan SPSS versi 24

dalam pengolahan data serta total responden berjumlah 89 orang.


10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecemasan

2.1.1 Definisi Kecemasan


Kecemasan merupakan keadaan afektif yang tidak menyenangkan

yang disertai dengan sensasi fisik yang memperingatkan orang

terhadap bahaya yang akan datang.15 Kecemasan merupakan

perwujudan dari berbagai emosi yang terjadi karena seseorang

mengalami tekanan perasaan dan tekanan batin. Kondisi tersebut

membutuhkan penyelesaian yang tepat sehingga individu akan merasa

aman. Namun, pada kenyataannya tidak semua masalah dapat

diselesaikan dengan baik oleh individu bahkan ada yang cenderung di

hindari. Situasi ini menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan

dalam bentuk perasaan gelisah, takut atau bersalah.16

Ratih (2012) menyatakan kecemasan merupakan perwujudan

tingkah laku psikologis dan berbagai pola perilaku yang timbul dari

perasaan kekhawatiran subjektif dan ketegangan. 17 Kecemasan pada

mahasiswa seringkali dihubungkan pada situasi ujian, dimana ujian

merupakan salah satu cara mengevaluasi mahasiswa terhadap suatu

materi belajar dan juga menjadi sumber kecemasan bagi mahasiswa.18

15
Lestari, Titik. 2015. Kumpulan Teori Untuk kajian Pustaka Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nuha
Medika
16
Supriyantini, S,. 2010. Perbedaan Kecemasan dalam Menghadapi Ujian Antara Siswa Program Reguler
dengan Siswa Program Akselerasi. Skripsi. Medan: Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
17
Ratih, A.N. (2012). Hubungan Tingkat Kecemasan Terhadap Koping Siswa SMUN 16 Dalam Menghadapi
Ujian Nasional. Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Depok
18
Basuki, I., & Hariyanto. (2015). Asesmen Pembelajaran. Remaja Rosdakarya Offset. Bandung.
11

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa

kecemasan dalam menghadapi ujian merupakan suatu manifestasi

emosi yang bercampur baur dan dialami oleh seorang individu sebagai

reaksi dalam menghadapi ujian yang dapat mempengaruhi fisik dan

psikis.

2.1.2 Klasifikasi Tingkat Kecemasan


Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan

tidak berdaya. Menurut Suliswati (2014) ada empat tingkatan yaitu:19

1. Kecemasan Ringan

Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari- hari.

Individu masih waspada serta lapang persepsinya meluas,

menajamkan indera. Dapat memotivasi individu untuk belajar dan

mampu memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan

pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada

tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat,

kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan

tingkah laku sesuai situasi.20 Menurut Titik lestari 2015

kecemasan ringan mempunyai karakteristik:21

a. Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa sehari-hari.

b. Kewaspadaan meningkat.

c. Persepsi terhadap lingkungan meningkat.

d. Dapat menjadi motivasi positif untuk belajar dan


19
Suliswati. (2014). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC. Jakarta.
20
Lestari, Titik. 2015. Kumpulan Teori Untuk kajian Pustaka Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nuha
Medika
21
Ibid
12

menghasilkan kreatifitas.

e. Respon fisiologis : sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan

darah meningkat sedikit, gejala ringan pada lambung, muka

berkerut, serta bibir bergetar.

f. Respon kognitif : mampu menerima rangsangan yang

kompleks, kosentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah

secara afektif, dan terangsang untuk melakukan tindakan.

g. Respon perilaku : tidak dapat duduk tenang, remor halus

pada tangan, dan kadang-kadang suara meninggi.

2. Kecemasan Sedang

Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi

perhatiannya, terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat

melakukan sesuatu dengan arahan orang lain. 22 Manifestasi yang

terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan

denyut jantung dan pernafasan meningkat, ketegangan otot

meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi

menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal,

kemampuan kosentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus

pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah

tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan menangis.

22
Suliswati. (2014). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC. Jakarta.
13

Kecemasan sedang mempunyai karakteristik :23

a. Respon biologis : sering nafas pendek, nadi ekstra sistol dan

tekanan darah meningkat, mulut kering, anoreksia,

diare/konstipasi, sakit kepala, sering berkemih, dan letih.

b. Respon kognitif : memusatkan perhatian pada hal yang

penting dan mengesampingkan yang lain, lapang perspsi

menyempit, dan rangsangan dari luar tidak mampu diterima.

c. Respon perilaku dan emosi : Gerakan tersentak-sentak,

terlihat lebih tegas, bicara banyak dan lebih cepat, susah

tidur, dan perasaan tidak aman.

3. Kecemasan Berat

Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat

perhatiannya pada detil yang kecil dan spesifik dan tidak dapat

berfikir hal-hal lain. Seluruh perilaku dimaksudkan untuk

mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah/arahan untuk

terfokus pada area lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat

iniadalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur

(insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi

menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada

dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan

tinggi, persaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.24

Kecemasan berat mempunyai karakteristik :25


23
Op Cit. Lestari, Titik 2015. Hal 10
24
Ibid
25
Ibid
14

a. Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan

mengabaikan hal yang lain.

b. Respon fisiologis : nafas pendek, nadi dan tekanan darah

naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, seta

tampak tegang.

c. Respon kognitif : tidak mampu berfikir berat lagi dan

membutuhkan banyak pengarahan / tuntunan, serta lapang

persepsi menyempit.

d. Respon perilaku dan emosi : perasaan terancam meningkat

dan komunikasi menjadi terganggu (verbalisasi cepat).

4. Panik

Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang.

Karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun

meskipun dengan perintah. Terjadi peningkatan aktivitas motorik,

berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain,

penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak

mampu berfungsi secara efektif. Biasanya disertai dengan

disorganisasi kepribadian.26

Tanda dan gejala yang terjadi pada kadaan ini adalah susah

bernafas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan

inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang

sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.27


26
Suliswati. (2014). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC. Jakarta.
27
Lestari, Titik. 2015. Kumpulan Teori Untuk kajian Pustaka Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nuha
Medika
15

Panik (kecemasan sangat berat) mempunyai karakteristik:

a. Respon fisiologis : nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi,

sakit dada, pucat, hipotensi, serta rendahnya koordinasi

motoric.

b. Respon kognitif : gangguan realitas, tidak dapat berfikir

logis, persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi, dan

ketidakmampuan memahami situasi.

c. Respon perilaku dan emosi : agitasi, mengamuk dan marah,

ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan kendali atau control

diri (aktifitas motoric tidak menentu), perasaan terancam

serta dapat berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri

dan atau orang lain.

2.1.3 Proses Terjadinya Kecemasan

Menurut Titik 2015, Proses terjadinya kecemasan ada dua faktor,

yaitu:28

1. Faktor predisposisi kecemasan

Penyebab kecemasan dapat dipahami melalui beberapa teori

yaitu :

a. Teori Psikoanalitik

Menurut Freud, Kecemasan adalah konflik emosional yang

terjadi antara dua elemen kepribadian id dan superego. Id

mewakili golongan insting dan inplus primitive seseorang,

sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan


28
Ibid
16

dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego

berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang

bertentangan dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego

bahwa ada bahaya.

b. Teori Tingkah Laku (Pribadi)

Teori ini berkaitan dengan pendapat bahwa kecemasan

adalah hasil frustasi, dimana segala sesuatu yang menghalangi

terhadap kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang

diinginkan dapan menimbulkan kecemasan, faktor presiptasi

yang actual mungkin adalah sejumlah stressor internal dan

eksternal, tetapi faktor-faktor tersebut bekerja menghambat

usaha seseorang untuk memperoleh kepuasan dan kenyamanan.

Selain itu kecemasan juga sebagai suatu dorongan untuk

belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari

kepedihan.

c. Teori Keluarga

Menunjuka bahwa gangguan kecemasan merupakan hal

yang biasa ditemuai dalam suatu keluarga dan juga terkait

dengan tugas perkembangan individu dalam keluarga.

d. Teori Biologis

Menunjukan bahwa otak mengandung presptor khusus


17

untuk benzodiazepine. Reseptor ini mungkin membantu

mengatur kecemasan. Penghambatan asam aminobutirik gema

neroregulator (GABA) juga mungkin memainkan peran utama

dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan,

sebagaimana halnya dengan endorphin. Selain itu, telah

dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai

akibat nyata sebagai predisposisi terhadapa kecemasan.

Kecemasan mungkin disertai dengan gangguan fisik dan

selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi

strsor.

2. Faktor Presipitasi Kecemasan

Faktor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau

eksternal. Ada dua kategori faktor pencetus kecemasan, yaitu

ancaman terhadap integritas fisik dan terahadap system diri:

a. Ancaman terhadap integritas fisik.

Ancaman pada kategori ini meliputi ketidak mampuan

fisiologis yang akan dating atau menurunnya kapasitas untuk

melakukan aktifitas hidup sehari-hari. Sumber internal dapat

berupa kegagalan mekanisme fisiologis seperti jantung, system

imun, regulasi temperature, perubahan biologis yang normal

seperti kehamilan dan penuaan. Sumber eksternal dapat berupa

infeksi virus atau bakteri, zat polutan, luka trauma. Kecemasan

dapat timbul akibat kekhawatiran terhadap tindakan operasi


18

yang mempengaruhi integritas tubuh secara keseluruhan.

b. Ancaman terhadap sitem tubuh

Ancaman pada kategori ini dapat membahayakan

indentitas, harga diri dan fungsi social seseorang. Sumber

internal dapat berupa kesulitan melakukan hubungan

interpersonal dirumah, di tempat kerja dan di masyarakat.

Sumber internal dapat berupa kehilangna pasangan, orang tua,

teman, perubahan status pekerjaan, dilema etik yang timbul

dari aspek religious seseorang, tekanan dari kelompok sosial

atau budaya. Ancaman terhadap system diri terjadi saat

tindakan operasi akan dilakukan sehingga akan menghasilkan

suatu kecemasan.

2.1.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah sebagai

berikut:29

1. Umur

Bahwa umur yang lebih muda lebih mudah menderita stress dari

pada umur tua.

2. Keadaan fisik

Penyakit adalah salah satu factor yang menyebabkan kecemasan.

Seseorang yang sedang menderita penyakit akan lebih mudah

mengalami kecemasan dibandingkan dengan orang yang tidak

29
Lestari, Titik. 2015. Kumpulan Teori Untuk kajian Pustaka Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nuha
Medika
19

sedang menderita penyakit.

3. Sosial budaya

Carah hidup orang dimasyarakat juga sangat memungkinkan

timbulnya stress. Individu yang mempunyai cara hidup teratur

akan mempunyai filsafat hidup yang jelas sehingga umumnya lebih

sukar mengalami stress. Demikian juga dengan seseorang yang

keyakinan agamanya rendah.

4. Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan

respon terhadap sesuatu yang dating baik dari dalam maupun dari

luar. Orang yang mempunyai Pendidikan tinggi akan memberika

respon yang lebih rasional dibandingka mereka yang

berpendidikan lebih rendah atau mereka yang tidak berpendidikan.

Kecemasan adalan respon yang dapat dipelajari. Dengan demikian

Pendidikan yang rendah menjadi faktor penunjang terjadinya

kecemasan.

5. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang mudah

mengalami stress. Ketidaktahuan terhadap suatu hal dianggap

sebagai tekanan yang dapat mengakibatkan krisis dan dapat

menimbulkan kecemasan. Stress dan kecemasan dapat terjadi pada

individu dengan tingkat pengatahuan yang rendah, disebabkan

karena kurangnya informasi yang diperoleh.


20

2.1.5 Penatalaksanaan Kecemasan


Penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahan dan terapi

memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistic, yaitu

mencakup fisik (somatic), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan

psikoreligius. Selengkapnya seperti pada uraian berikut:30

1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :

a. Makam makanan yang bergizi dan seimbang.

b. Tidur yang cukup.

c. Cukup olahraga

d. Tidak merokok

e. Tidak meminum-minuman keras

2. Terapi psikofarmaka

Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas

dengan memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi

gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) disusunan

saraf pusat otak (limbic sitem). Terapi psikofarmaka yang sering

dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam,

clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCL, Meprobamate

dan alprazolam.

3. Terapi somatik

Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala

ikutan atau akibat dari kecemasan yang berkepanjangan. Untuk


30
Lestari, Titik. 2015. Kumpulan Teori Untuk kajian Pustaka Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nuha
Medika
21

menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan

obat-obatan yang ditunjukan pada organ tubuh yang bersangkutan.

4. Psikoterapi

Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara

lain:

a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan

dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus

asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.

b. Psikoterapi reduktif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi

bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatasi kecemasan.

c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki

kembali kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat

stressor.

d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien,

yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi

dan daya ingat.

e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan

menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat

menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi

stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.

f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan

kekeluargaan, agar factor keluarga tidak lagi menjadi factor


22

penyebab dan factor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor

pendukung.

5. Terapi psikoreligius

Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya

dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai

problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.

2.1.6 Indikator Kecemasan


Conley (Widosari, 2010) berpendapat bahwa terdapat keluhan dan

gejala umum dalam kecemasan dibagi menjadi gejala somatik dan

psikologis, yaitu :

1. Gejala Somatik terdiri dari :

a. Keringat berlebih

b. Ketegangan pada otot skelet yaitu seperti : sakit kepala,

kontraksi pada bagian belakang leher atau dada, suara bergetar,

nyeri punggung

c. Sindrom hiperventilasi yaitu seperti : sesak nafas, pusing,

parestesi

d. Gangguan fungsi gastrointestinal yaitu seperti tidak nafsu

makan, mual, diare, dan konstipasi

e. Iritabilitas kardiovaskuler seperti hipertensi

2. Gejala Psikologis terdiri dari beberapa macam :


23

a. Gangguan mood, seperti : sensitiv, cepat marah dan mudah

sedih

b. Kesulitan tidur, seperti : insomnia, dan mimpi buruk

c. Kelelahan dan mudah capek

d. Kehilangan motivasi dan minat

e. Perasan-perasaan yang tidak nyata

f. Sangat sensitiv terhadap suara, seperti : merasa tak tahan

terhadap suara-suara yang sebelumnya biasa saja

g. Berfikiran kosong seperti : tidak mampu berkonsentrasi, dan

mudah lupa

h. Kikuk, canggung, koordinasi buruk

i. Tidak bisa membuat keputusan, seperti: tidak bisa menentukan

pilihan bahkan untuk hal-hal kecil

j. Gelisah, resah tidak bisa diam

k. Kehilangan kepercayaan diri

l. Kecendrungan untuk melakukan segala sesuatu berulang-ulang

m. Keraguan dan ketakutan yang menganggu

n. Terus menerus memeriksa segala sesuatu yang telah dilakukan

2.1.7 Alat Ukur Kecemasan


Cheung dan Sim (2014) menyatakan bahwa tes kecemasan telah

dikonseptualisasikan dalam berbagai cara sepanjang tahun. 31 Beberapa

peneliti merujuk pada gangguan kognitif yang terlibat dan orang lain

untuk reaksi emosional. Ada kesepakatan bahwa kecemasan dapat


31
Cheung, H.S., & Sim, T.N. (2014). Social Support from Parents and Friends for Chinese Adolescents in
Singapore. Youth and Society. 1-7
24

diklasifikasikan menjadi dua komponen, keadaan dan ciri kecemasan.

Hawari (2011) mempopulerkan alat ukur kecemasan yaitu

Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). 32 Instrument ini terdiri

dari 14 item pertanyaan. Setiap item pertanyaan memiliki beberpa

gejala, dan skor setiap item pertanyaan menggunakan skala Likert,

yaitu:

0 : tidak ada gejala sama sekali

1 : satu dari gejala yang ada

2 : sedang / separuh dari gejala yang ada

3 : berat / lebih dari separuh gejala yang ada

4 : sangat berat, semua gejala ada

Hasil dari kuesioner ini adalah:

Skor ≤14 : tidak cemas

Skor 15-20 : kecemasan ringan

Skor 21-27 : kecemasan sedang

Skor 28-41 : kecemasan berat

2.1.8 Sintesa
Kecemasan atau anxietas adalah perasaan ketakutan yang

merupakan respon terhadap ancaman yang akan datang. Dianggap

berbahaya atau hal tersebut dapat merupakan perasaan yang ditekan ke

dalam bawah alam sadar bila terjadi peningkatan akan adanya bahaya

dari dalam.

2.2 Efikasi Diri


32
Hawari, Dadang. 2011. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: FKUI
25

2.2.1 Definisi Efikasi diri

Konsep efikasi diri sebenarnya adalah inti dari teori social

cognitive yang dikemukakan oleh Albert Bandura yang menekankan

peran belajar observasional, pengalaman social, dan determinisme

timbal balik dalam pengembangan kepribadian.33

Efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang

diri atau self knowwledge yang paling berpengaruh dalam kehidupan

manusia sehari-hari. Bagaimana orang bertingkah laku dalam situasi

tertentu tergantung kepada resiprokal antara lingkungan dengan

kondisi kognitif, khususnya faktor kognitif yang berhubungan dengan

keyakinannya bahwa dia mampu atau tidak mampu melakukan

tindakan yang memuaskan. Bandura menyebut keyakinan atau

harapan diri ini sebagai efikasi diri, dan harapan hasilnya disebut

ekspektasi hasil.34

Sementara itu, Baron dan Byrne mendefenisikan efikasi diri

sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi

dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi

hambatan. Bandura dan Woods menjelaskan bahwa efikasi diri

mengacu pada keyakinan akan kemampuan individu untuk

menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif, dan tindakan yang

diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasi.35

Gist dan Mitchell mengatakan bahwa efikasi diri dapat


33
Feist, Jess dan Gregory J. Feist. 2010. Teori Kepribadian. Jakarta: Selemba Humanika.
34
Alwisol. (2012). Psikologi Kepribadian (Edisi Revisi). Malang: Umm Press
35
Ghufron. 2010. Teori-teori Perkembangan. Bandung: Refika Aditama
26

membawa pada perilaku yang berbeda di antara individu dengan

kemampuan yang sama karena efikasi diri memengaruhi pilihan,

tujuan, pengatasan masalah, dan kegigihan dalam berusaha.36 Reivich

& Shatte (Dalam Kurniawan, 2008:99) menyatakan bahwa efikasi diri

merupakan keyakinan diri menggambarkan akan dapat

menyelesaikan masalah, serta keyakinan akan kemampuan diri untuk

sukes. Self-efficacy merupakan komponen kunci self system.37

Yang dimaksud Self system ini bukan faktor psikis yang

mengontrol tingkah laku, namun merujuk kepada struktur kognisi

yang memberikan mekanisme rujukan, dan yang merancang fungsi-

fungsi persepi, evaluasi, dan regulasi tingkah laku. Bandura (dalam

Syamsu & Juntika, 2008:135) meyakini bahwa “self-efficacy”

merupakan elemen kepribadian yang krusial. Self-efficacy ini

merupakan keyakinan diri (sikap percaya diri) terhadap kemampuan

sendiri untuk menampilkan tingkah laku yang akan mengarahkannya

kepada hasil yang diharapkan.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa efikasi diri

atau self efficacy adalah suatu keyakinan individu bahwa ia mampu

melakukan sesuatu dalam situasi tertentu yang ditunjukkan dengan

mempunyai level atau tingkatan yang lebih tinggi dalam menghadapi

kesulitan, menilai kemampuan berfungsi di berbagai aktivitas, dan

36
Ibid.
37
Kurniawan, I., N. & Vita R. (2008). Pengaruh Pelatihan Resiliensi terhadap Perilaku Asertif pada Remaja.
Jurnal Psikologi Islam, Vol. 5, Nomor 1, hlm. 93-105. ada, berorientasi pada tujuan, pencarian dukungan dari
orang lain, rasa humor (sense of humor) dan efikasi diri (self-efficacy).
27

mempunyai kekuatan untuk bertahan dengan usahanya.

2.2.2 Aspek – Aspek Efikasi Diri


Menurut Bandura (dalam Ghufron, 2010:88), efikasi diri pada diri

tiap individu akan berbeda antara satu individu dengan yang lainnya

berdasarkan tiga dimensi. Berikut adalah tiga dimensi tersebut,

yaitu:38

1. Tingkat (level)

Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika

individu merasa mampu untuk melakukannya. Apabila individu

dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat

kesulitannya, maka efikasi diri individu mungkin akan terbatas

pada tugas-tugas yang mudah, sedang, atau bahkan meliputi tugas-

tugas yang paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang

dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada

masing-masing tingkat. Dimensi ini memiliki implikasi terhadap

pemilihan tingkah laku yang dirasa mampu dilakukannya dan

menghindari tingkah laku yang berada di luar batas kemampuan

yang di rasakannya.

2. Kekuatan (strength)

Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari

keyakinan atau pengharapan individu mengenai kemampuannya.

38
Ghufron. 2010. Teori-teori Perkembangan. Bandung: Refika Aditama
28

Pengharapan yang lemah mudah digoyahkan oleh pengalaman-

pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang

mantap mendorong individu tetap bertahan dalam usahanya.

Meskipun mungkin ditemukan pengalaman yang kurang

menunjang. Dimensi ini biasanya berkaitan langsung dengan

dimensilevel, yaitu makin tinggi level taraf kesulitan tugas, makin

lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya.

3. Generalisasi (geneality)

Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang

mana individu merasa yakin akan kemampuannya. Individu dapat

merasa yakin terhadap kemampuan dirinya. Apakah terbatas pada

suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkain aktivitas

dan situasi yang bervariasi. Misalnya seorang mahasiswa yakin

akan kemampuannya pada mata kuliah statistik tetapi ia tidak

yakin akan kemampuannya pada mata kuliah Bahasa Inggris, atau

seseorang yang ingin melakukan diet, yakin akan kemampuannya

dapat menjalankan olahraga secara rutin, namun ia tidak yakin

akan kemampuannya mengurangi nafsu makan, itulah mengapa

dietnya tidak berhasil.

Pada artikel Bandura yang berjudul guide for Contructing

Self Efficacy Scales menegaskan bahwa ketiga dimensi tersebut

paling akurat untuk menjelaskan efikasi diri seseorang.39


39
Bandura, A. (2006). Article of guide for Contructing Self Efficacy Scales. by Information Age Publishing.
29

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dimensi

yang membentuk efikasi diri adalah tingkat (level), dimensi

kekuatan (strenght), dan dimensi generalisasi (generality).

2.2.3 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri

Menurut Bandura (dalam Anwar 2009) Self Efficacy dapat

ditumbuhkan dan dipelajari melalui empat hal, yaitu:40

1. Pengalaman Menguasai Sesuatu (Mastery Experience)

Apabila seseorang pernah mengalami keberhasilan dimasa

lalu maka dapat meningkatnya efikasi dirinya. Keberhasilan yang

di dapatkan akan meningkatkan efikasi diri yang dimiliki seseorang

sedangkan kegagalan akan menurunkan efikasi dirinya. Apabila

keberhasilan yang di dapatkan seseorang lebih banyak karena

faktor-faktor di luar dirinya, biasanya tidak akan membawa

pengaruh terhadap peningkatan efikasi diri. Akan tetapi, apabila

keberhasilan itu di dapat melalui hambatan yang besar dan

merupakan hasil perjuangan sendiri maka hal itu akan membawa

pengaruh terhadap peningkatan efikasi diri.

2. Modeling Sosial

Individu yang orang lain berhasil dalam melakukan suatu

aktivitas dan memiliki kemampuan sebanding dapat

meningkatkan efikasi dirinya. Pengalaman keberhasilan orang

40
Anwar, Astrid Indi Deisty. (2009). Hubungan Antara Self-Efficacy dengan Kecemasan Berbicara di depan
Umum pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Skripsi. Medan : Universitas
Sumatera Utara .
30

lain yang memiliki kemiripan dengan individu dalam

mengerjakan tugas yang sama. Efiaksi tersebut didapat melalui

social models yang biasanya terjadi pada diri seseorang yang

kurang pengetahuan tentang kemampuan dirinya sehingga

melakukan modeling. Namun efikasi diri yang di dapat tidak akan

berpengaruh bila model yang diamati tidak memiliki kemiripan

atau berbeda dengan model.

3. Persuasi Verbal

Individu diarahkan berdasarkan saran, nasihat, dan bimbingan

sehingga dapat meningkatkan keyakinannya tentang kemampuan-

kemampuan yang dimiliki dapat membantu tercapainya tujuan

yang diinginkan. Individu yang diyakinkan secara verbal

cenderung akan berusaha lebih keras untuk mencapai suatu

keberhasilan. Namun pengaruh persuasi tidaklah terlalu besar,

dikarenakan tidak memberikan pengalaman yang dapat langsung

dialami atau diamati individu. Pada kondisi tertekan dan

kegagalan yang terus-menerus, akan menurunkan kapasitas

pengaruh sugesti dan lenyap disaat mengalami kegagalan yang

tidak menyenangkan.

4. Kondisi Fisik dan Emosional

Emosi yang kuat biasanya akan mengurangi performa, saat

seseorang mengalami ketakutan yang kuat, kecemasan akut, atau

tingkat stres yang tinggi, kemungkinan akan mempunyai


31

ekspetasi efikasi yang rendah. Tinggi rendahnya Efikasi Diri

seseorang dalam tiap tugas sangat bervariasi. Hal ini disebabkan

oleh adanya beberapa faktor yang berpengaruh dalam

mempersepsikan kemampuan diri individu.41

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang

mempengaruhi efikasi diri adalah pengalaman keberhasilan (master

experience), pengalaman orang lain (vicarious experience), persuasi

verbal (verbal persuasion), keadaan fisiologis dan emosi

(physiological and affective state).

2.2.4 Indikator Efikasi Diri

Menurut Smith dkk (2011), indikator dari efikasi diri mengacu

pada dimensi efikasi diri yaitu level, strength, dan generality, dengan

melihat tiga dimensi ini maka trdapat beberapa indicator dari efikasi diri,

yaitu:42

a. Yakin dapat melakukan tugas tertentu; individu yakin dapat

melakukan tugas tertentu yang mana individu sendirilah yang

menetapkan tugas (target) apa yang harus diselesaikan.

b. Yakin dapat memotivasi diri untuk melakukan tindakan yang

diperlukan untuk menyelesaikan tugas.

c. Yakin bahwa individu mampu berusaha dengan keras, gigih dan

tekun dalam rangka menyelesaikan tugas dengan menggunakan


41
Ibid. Anwar, Astrid Indi Deisty. 2009. Hal 29
42
Smith, S. L and Marc Fagelson, (2011). Journal of the American Academy of Audiology. Development of
the Self-Efficacy for Tinnitus Management Questionnaire. Vol. 22 (7) 424-440.
32

segala daya yang dimiliki.

d. Yakin bahwa dirinya mampu bertahan mengahdapi hambatan dan

kesulitan yang muncul serta mampu bangkit dari kegagalan.

e. Yakin dapat menyelesaikan permasalahan diberbagai situasi atau

kondisi.

2.2.5 Sintesa
Efikasi diri atau self efficacy adalah suatu keyakinan individu

bahwa ia mampu melakukan sesuatu dalam situasi tertentu yang

ditunjukkan dengan mempunyai level atau tingkatan yang lebih tinggi

dalam menghadapi kesulitan, menilai kemampuan berfungsi di

berbagai aktivitas, dan mempunyai kekuatan untuk bertahan dengan

usahanya.

2.2.6 Alat Ukur Efikasi Diri


Untuk mengukur derajat efikasi diri dapat dilakukan dengan

menggunakan sebuah kuesioner. Terdapat dua macam kuesioner

efikasi diri, yaitu General Self-Efficacy (GSE) dan Spesific Self-

Efficacy (SSE). Kuesioner SSE digunakan dalam dunia kesehatan

contohnya dalam mengetahui hubungan tingkat efikasi diri pasien

dengan terapi pada suatu penyakit. Kuesioner GSE sering digunakan

dalam dunia kerja dan pendidikan, contohnya seperti menelusuri

hubungan efikasi diri terhadap kinerja pegawai.43

Kuesioner GSE pertama kali dikemukakan oleh Matthias

Jerusalem dan Ralf Schwarzer tetapi masih dalam bahasa jerman,


43
Smith J, Gardner B, Michie S. 2010. Self efficacy guidance material for health trainer services. London:
UCL.
33

kuisioner ini terdiri dari 10 item pertanyaan dengan pola menjawab

yang menggunakan empat poin dengan skala Likert. Uji reabilitas

GSE dilakukan menerapkan Cronbach’s alpha dengan hasil yang

berkisar diantara 79 sampai 90. Uji validitas GSE menyatakan bahwa

kuesioner ini bersesuaian dengan tingkat emosi, optimisme, kepuasan

bekerja dan koefisien negatif ditemukan untuk kecemasan, depresi,

stress, dan keluhan kesehatan.44

Kuesioner GSE sudah banyak digunakan di Indonesia, salah

satunya, oleh Ishtifa (2011) dalam penelitiannya mengenai Pengaruh

Self- Efficacy dan Kecemasan Akademis terhadap Self-Regulated

Learning Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri

Jakarta.45 Pembuatan kuesioner GSE pada penelitian Ishtifa (2011),

berlandaskan kuesioner yang dibuat oleh Matthias Jerusalem dan Ralf

Schwarzer yang berdasar pada teori Bandura. Ishtifa (2011) juga telah

menambahkan item-item mengenai dimensi efikasi diri yang belum

ada pada kuesioner yang dibuat oleh Matthias Jerusalem dan Ralf

Schwarzer.46

Kuesioner tersebut telah menjalani uji validitas, dengan hasil akhir

terdapat 14 item yang valid untuk digunakan, dan tujuh item gugur dari

21 item yang diujikan. Uji validitas dilakukan terhadap 150 responden


44
Romppel M, Hermann-Lingen C, Wachter R, Edelmann F, Düngen HD, Pieske B, et al. 2013. A short form
of the general self-efficacy Scale (GSE-6): Development, psychometric properties and validity in an
intercultural non-clinical sample and a sample of patients at risk for heart failure. Psycho-social medicine
[Online Journal]. Diakses tanggal 25 November 2019 dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3578200.
45
Ishtifa. H. 2011. Pengaruh self-efficacy dan kecemasan akademik terhadap self-regulated learning
mahasiswa fakultas psikologi universitas islam negeri syarif hidayatullah jakarta[skripsi]. Jakarta: Fakultas
psikologi universitas islam negeri syarif hidayatullah Jakarta
46
Ibid
34

dengan teknik korelasi product moment pearson dan hasilnya

dianalisis menggunakan perangkat lunak komputer. Item yang valid

pada kuesioner GSE ini selanjutnya mengalami uji reliabilitasnya

menggunakan teknik Cronbach’s alphas, dan hasilnya dianalisis

menggunakan perangkat lunak komputer. Nilai hasil uji reliabilitas

pada 14 item kuesioner GSE ini adalah 0.785 yang termasuk dalam

kriteria reliabel menurut kategori koefisien reliabilitas, sehingga dapat

dipergunakan pada jangka waktu yang berbeda, dan dengan

karakteristik responden yang berbeda.47

2.3 Konsep Dasar Tidur

2.3.1 Pengertian Tidur


Tidur adalah suatu keadaan tidak sadar pada setiap individu yang

melakukannya dimana proporsi dan reaksi individu terhadap

lingkungan mengalami penurunan atau bahkan tidak ada sama sekali,

dan individu tersebut dapat dibangunkan kembali dengan indra atau

rangsangan yang memadai. Individu yang dapat melakukan tidur

dengan kualitas dan kuantitas yang cukup akan dapat kembali

tenangnya menjadi lebih maksimal. Tidur diyakini untuk menjaga

kestabilan mental emosional, fisiologi, dan kesehatan.48

Menurtu Allen (2009) mengatakan bahwa tidur dikarakteristikan

oleh penurunan kesadaran dan respon terhadap stimulasi internal

maupun eksternal, tetapi seringkali kejadian yang mengagetkan dapat

47
Ibid
48
Riyadi, S dan Widuri H. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia Aktivitas Istirahat Diangnosis Nanda.
Yogyakarta: Gosyen Publising
35

membangunkan individu dari tidur.49 Namun demikian, tidur bukanlah

proses pasif, tetapi sebuah keadaan dimana aktifitas otak

diistirahatkan. Berdasarkan beberapa pengertian tidur disimpulkan

tidur merupakan suatu proses yang menjadi kebutuhan dasar manusia

yang memiliki siklus tertentu diikuti dengan terjadinya penurunan

kesadaran dan kemampuan tubuh untuk merespon stimulus yang tidak

begitu penting.50

2.3.2 Fisiologi Tidur


Tidur tidak bias diartikan sebagai manifestasi deaktifasi dari

system saraf pusat. Karena pada individu yang mengalami tidur,

system saraf pusatnya tetap aktif dalam sinkronisasi terhadap neuron-

neuron substansi retikularis dari batang otak. Hal tersebut dapat

diketahui dengan pemeriksaan elktoenchepalogram (EEG), yaitu alat

yang dapat memperlihatkan fluktuasi energi (gelombang otak) pada

kertas grafik .51 Saat tidur akan terjadi perubahan tingkat kesadaran

yang berfluktuasi, tingkat kesadaran pada setiap organ tubuh sangat

berbeda-beda. Misalnya hidung, organ ini mengalami penurunan

kesadaran yang paling dalam selama tidur. Hal tersebut dapat

dibuktikan dengan beberapa kasus kebakaran yang sering sekali tanpa

disadari oleh penghuninya yang sedang tidur. Sementara indra

pendengar dan rasa sakit, merupakan indra atau organ yang mengalami

49
Allen, LV., dan Lunner, PE., 2009, Magnesium Stearate. In: Rowe, R.C., Sheskey, P.J. dan Quinn M.E.
(eds.) Handbook of Pharmaceutical Excipients 6 th Edition, Minneapolis, Pharmaceutical Press.
50
Wulandari, R.P. (2012). Hubungan Tingkat Stres dengan Gangguan Tidur pada Mahasiswa Skripsi disalah
satu Rumpun Science-Technologi UI. Skipsi : Universitas Indonesia.
51
Riyadi, S dan Widuri H. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia Aktivitas Istirahat Diangnosis Nanda.
Yogyakarta: Gosyen Publising
36

penurunan tingkat kesadaran yang paling kecil. Sehingga dapat

dijelaskan, mengapa orang yang sedang mengalami nyeri / sakit

maupun orang yang tidur dalam lingkungan yang bising seringkali

tidak dapat tidur dengan nyenyak.52

Kepuasan terhadap kualitas tidur setiap orang sangat dipengaruhi

oleh peran irama sirkadian. Orang mengalami siklus sebagai bagian

dari kehidupannya setiap hari. Irama yang paling dikenal adalah siklus

24 jam, siang mala yang lebih dikenal dengan irama diurnal atau

sirkadian. Irama sirkadian mempengaruhi pola fungsi biologis utama

dan fungsi prilaku luktuasi, dan prakiraan suhu tubuh, denyut jantung,

tekanan darah, sekresi hormone, kemampuan sensorik, dan sauna hati

sangat bergantung pada pemeliharaan siklus sirkadian 24 jam. Irama

sirkadian, termasuk siklus tidur bangun harian, dipengaruhi oleh

cahaya dan suhu serta factor-faktor eksternal seperti aktifitas social dan

rutinitas pekerjaan.53

Semua orang mempunyai jam siklus yang sinkron dengan siklus

tidur mereka. Sebagian orang dapat tertidur pada pukul 7 malam,

sementara yang lainnya tertidur tengah malam atau menjelang dini

hari. Orang yang berbeda juga berfungsi terbaik pada waktu yang

berbeda dalam satu hari. Jika siklus tidur bangun seseorang berubah

secara bermakna maka akan menghasilkan kualitas tidur yang buruk.

Sebaliknya dalam siklus tidur bangun seperti tertidut pada siang hari

52
Ibid.
53
Ibid.
37

atau (sebaliknya untuk orang yang bekerja pada malam hari) dapat

menunjukan penyakit yang serius.

Kecemasan, kurang istirahat, mudah tersinggung, dan gangguan

penilaian adalah gejala umum dari gangguan dalam siklus tidur. Jika

siklus tidur bangun menjadi terganggu, maka fungsi fisiologis lain

dapat berubah juga, misalnya seseorang mungkin mengalami

penurunan nafsu makan dan akan kehilangan berat badan.54

2.3.3 Fase Tidur


Tidur yang normal terdiri dari dua jenis fase yaitu pergerakan

mata yang tidak cepat (tidur nonrapid eye movement, NREM) dan

pergerakan mata yang cepat (tidur rapid eye movement, REM).

NREM dibagi menjadi tahap 1, 2, 3, dan 4 yang mewakili sebuah

kontinum relatif mendalam.55 Kishi, Hideaki, Takahisa, Yasushi,

Jun, Masako, dan Yoshiharu (2011) mengatakan bahwa siklus tidur

NREM-REM akan terjadi selama 90 menit dan akan dikendalikan

oleh system kolinergik dan system saraf monoaminergik.56

Kualitas tidur dari tahap 1 sampai tahap 4 bertambah dalam.

Tidur yang dangkal merupakan karakteristik dari tahap 1 dan 2, dan

seorang lebih mudah terbangun. Tahap 3 dan 4 melibatkan tidur

yang dalam, disebut tidur gelombang rendah, dan seorang sulit

terbangun. Tidur REM merupakan fase pada akhir setiap siklus tidur

90 menit. Konsolidasi memori dan pemulihan psikologis terjadi

54
Ibid. Riyadi, S dan Widuri. 2015. Hal 33
55
Colten RH, Altevogt MB. 2006. Sleep disorder and sleep deprivation: An unmet public health problem.
Washington, DC: The National Academic Press.
38

pada waktu ini..57

Tidur REM merupakan tidur paradoksial atau tidur dalam

kondisi aktif, yang berarti bersifat nyenyak sekali, namun gerakan

kedua bola matanya bersifat sangat aktif. Tahapan tidur REM

merupakan periode aktif dari aktivitas otak, dimana pada tahap ini

gelombang otak lebih cepat dan desinkronisasi (sama seperti

gelombang otak saat terjaga), pernafasan lebih cepat, irregular,

dangkal, frekuensi jantung dan tekanan darah meningkat, dan

individu yang telah mencapai tidur tahapan REM akan merasakan

mimpi yang penuh warna, tampak hidup dan akan sangat sulit sekali

untuk dibangunkan.58

Tidur NREM adalah tidur yang nyaman dan dalam, gelombang

otak lebih lambat dibandingkan pada orang yang tidak tidur (orang

sadar). Inidvidu yang dalam tidur jenis ini, tanda-tandanya adalah:

mimpi berkurang , gerakan bola mata lambat, tekanan darah dan

kecepatan pernafasan menurun, keadaan beristirahat, dan mengalami

penurunan metabolism. Individu yang kehilangan tidur NREM akan

menunjukan gejala-gejala: menarik diri, apatis dan respon menurun,

merasa tidak enak badan, ekspresi wajah kuyu, malas bicara, dan

kantuk yang berlebihan.59


56
Kishi, A., Hideaki, Y., Takahisa, M., Yasushi, I., Jun, H., Masako, Z., & Yoshiharu, Y. (2011). NREM
sleep stage transitions control ultradian rem sleep rhythm. Sleep, 34 (10), 1423-1432A. DOI:
10.5665/sleep.1292
57
Potter & Perry. (2013). Fundamental of Nursing. 8th edition. 939 – 946. Elsevier
58
National Sleep Foundation (2015). Sleeptionary – Defenition of common sleep terms. National Sleep
Foundation. https://sleepfoundation.org/sleeptionary - Diakses November 2019.
59
Riyadi, S dan Widuri H. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia Aktivitas Istirahat Diangnosis Nanda.
Yogyakarta: Gosyen Publising
39

2.3.4 Fungsi Tidur


Tidur dipercaya mengkontribusi pemulihan fisiologis dan

psikologis. Menurut teori, tidur adalah waktu perbaikan dan

persiapan untuk periode terjaga berikutnya. Tidur yang nyenyak

bermanfaat dalam memelihara fungsi jantung. Tidur diperlukan

untuk memperbaiki proses biologis secara rutin. Selama tidur

gelombang rendah yang dalam (NREM 4), tubuh melepaskan

hormone pertumbuhan manusia untuk memperbaiki dan

memperbaharui sel epitel dan khusus seperti sel otak.60

Tubuh akan menyimpan energi selama tidur. Otot skeletal

akan berelaksasi secara progresif dan tidak adanya kontraksi otot

menyimpan energi kimia untuk proses seluler. Penurunan laju

metabolik basal lebih jauh menyimpan persediaan energi tubuh.

Tidur REM penting untuk pemulihan kognitif. Tidur REM

dihubungkan dengan perubahan dalam aliran darah serebral,

peningkatan aktivitas kortikal, peningkatan konsumsi oksigen dan

pelepasan epinefrin. Hubungan ini dapat membantu penyimpanan

memori dan pembelajaran. Selama tidur, otak menyaring informasi

yang disimpan tentang aktivitas hari tersebut.61

Kegunaan tidur pada perilaku sering kali tidak diketahui

sampai seorang mengalami suatu masalah akibat deprivasi tidur.

Kurangnya tidur REM dapat mengarah pada perasaan bingung dan

60
Potter & Perry. (2013). Fundamental of Nursing. 8th edition. 939 – 946. Elsevier
61
National Sleep Foundation (2015). Sleeptionary – Defenition of common sleep terms. National Sleep
Foundation. https://sleepfoundation.org/sleeptionary - Diakses November 2019.
40

curiga. Berbagai fungsi tubuh (mis : penampilan motorik, memori

dan keseimbangan) dapat berubah ketika terjadi kehilangan tidur

yang memanjang.62

2.3.5 Kebutuhan Tidur Pada Usia Remaja

Setiap individu berdasarkan kelompok usia memiliki durasi tidur

yang berbeda-beda. Pola tidur dewasa relatif lebih stabil sepanjang

masa dewasa muda hingga dewasa menengah. Siklus tidur dewasa

muda dan menengah terdiri dari tahap 3 mencapai 38%, tahap 4

mencapai 10-15% serta tahap 2 yang mendominasi sekitar 45-55%

dari total tidur. Secara keseluruhan tahapan tidur dewasa muda dan

menengah terdiri dari 75-80% tidur NREM dan 20-25% tidur REM

(Library of Congress Cataloging-in- Publication Data, 2012).

National Sleep Foundation mengajurkan pada usia dewasa muda

untuk tidur dengan waktu 7-9 jam setiap malam dan mencapai

tahapan tidur yang optimal sehingga merasakan segar saat bangun di

pagi hari dan tubuh melakukan aktivitas sesuai fungsinya.

Kebutuhan tidur yang cukup tidak ditentukan dari jumlah jam tidur

(kuantitas tidur) tetapi juga kedalaman tidur (kualitas tidur).

Seseorang dapat tidur dengan waktu singkat dengan kedalaman tidur

yang cukup sehingga pada saat bangun tidur terasa segar kembali

dan pola tidur demikian tidak akan menganggu kesehatan akan tetapi

jika kurang tidur sering terjadi dan berlangsung terus menerus dapat

menganggu kesehatan fisik maupun psikis. Kualitas tidur seseorang


62
Loc Cit. Potter & Perry, 2013. Hal 36
41

dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan

tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya.63

2.3.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tidur


Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur menurut

Alimul (2015) ada enam yaitu:64

1. Penyakit, setiap penyakit menyebabkan ketidaknyamanaan fisik

yang menyebabkan masalah pada tidur. Seseorang dengan

masalah pernafasan dapat mengganggu tidurnya, nafas yang

pendek membuat orang sulit tidur dan orang yang memiliki

kongesti di hidung dan adanya drainase sinus mungkin

mengalami gangguan untuk bernafas dan sulit untuk tidur.

2. Lingkungan, sekitar kamar yang bising, memiliki teman tidur

yang mengalami masalah tidur, tingkat cahaya dapat

mempengaruhi seseorang untuk tidur, ada yang bisa tidur dengan

cahaya lampu ada juga yang bisa tidur apabila lampu dimatikan

atau dalam keadaan gelap. Ketidaknyamanan dari suhu

lingkungan dan kurangnya ventilasi dapat mempengaruhi tidur.

3. Latihan fisik dan kelelahan, kelelahan yang berlebihan akibat

kerja yang meletihkan mempunyai REM yang pendek tidur siang

dapat mengganggu waktu tidur malam dan harus dihindari jika

seseorang mengalami insomnia. Obat-obatan dan zat-zat kimia,

Hypnotics atau obat tidur dapat mengganggu tidur NREM tahap 3

63
Pitaloka RD, Utami GT, Novayelinda R.2015. Hubungan kulitas tidur dengan tekanan darah dan
kemampuan kosentrasi belajar mahasiswa program studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau.
64
Alimul, A. (2015). Pengantar kebutuhan dasar manusia. Jakarta: Salemba Medika.
42

dan 4 serta dapat menekan REM. Beta blockers dapat

menyebabkan insomnia dan mimpi buruk. Narkotik seperti

morfin, dapat menekan tidur REM dan meningkatkan frekuensi

bangun dari tidur dan mengantuk. Orang yang minum alkohol

dalam jumlah banyak sering mengalami gangguan tidur dan

mimpi buruk.

4. Diet dan kalori, kehilangan berat badan berkaitan dengan

penurunan waktu tidur total, terganggunya tidur dan bangun lebih

awal. Sedangkan kelebihan berat badan akan meningkatkan waktu

tidur total.

5. Stres psikologis, stres psikologis mempengaruhi tidur dengan dua

cara, yang pertama orang mengalami stres merasa sulit untuk

merasakan tidur yang nyaman sesuai dengan yang dibutuhkan.

Kedua, tidur REM berkurang dalam jumlah yang cenderung

menambah kecemasan dan stres. Salah satu jenis stres yang sering

ditemukan di kalangan mahasiswa ialah stres akademik. Stres

akademik dapat terjadi di lingkungan sekolah atau pendidikan.

2.3.7 Kualitas Tidur


Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga

seseorang tersebut memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang

dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman disekitar mata, kelopak mata

bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah

sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk.65 Selain itu, menurut

65
Hidayat. (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.
43

Hidayat kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak

menunjukan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami

masalah dalam tidurnya.66

2.3.8 Alat Ukur Kualitas Tidur

Kualitas tidur merupakan suatu fenomena yang susah

didefinisikan dan diukur secara objektif dan subjektif, dimana untuk

pengukuran kualitas tidur secara subjektif dapat diukur dengan

menggunakan kuesioner The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).

PSQI dapat digunakan untuk membedakan antara tidur yang baik

dan tidur yang buruk dengan menggunakan tujuh komponen

penilaian, yaitu: waktu yang diperlukan untuk dapat memulai tidur

(sleep latency), lama waktu tidur (sleep duration), presentasi antara

waktu tidur dengan waktu yang dihabiskan di atas tempat tidur

(sleep eficiency), gangguan tidur yang dialami malam hari (sleep

disturbance), kebiasaan penggunaan obat-obat untuk membantu

tidur, gangguan yang dialami pada siang hari, kualitas tidur secara

subjektif (subjective sleep quality).

2.3.9 Indikator Kualitas Tidur


Kebiasaan tidur yang biasa dilakukan oleh responden indikatornya:

1. Tidur larut malam

2. Terbangun dimalam hari

3. Banyaknya aktivitas sehingga kekurangan tidur

66
Ibid.
44

4. Mengonsumsi minuman yang mengandung kafein sehingga susah

tidur

2.3.10 Sintesa
Kebutuhan dasar yang diperlukan oleh manusia untuk memulihkan

kondisi fisik dan mental yang telah dipergunakan seharian.

2.4 Diminorea

2.4.1 Pengertian
Istilah dismenore (dysmenorrhea) berasal dari kata dalam

bahasa yunani kuno (Greek) kata tersebut berasal dari dys yang

berarti sulit, nyeri, abnormal; meno yang berarti bulan; dan rrhea

yang berarti aliran atau arus. Secara singkat dismenore dapat di

definisikan sebagai aliran menstruasi yang sulit atau menstruasi yang

mengalami nyeri.67 Nyeri haid disebut juga dengan dismenore. 68

(Dysmenorrhea atau dismenore dalam bahasa Indonesia berarti nyeri

pada saat menstruasi.69 Menurut Reeder (2013) dismenore yakni

nyeri menstruasi yang dikarakteristikan sebagai nyeri singkat

sebelum atau selama menstruasi.70 Nyeri ini berlangsung selama satu

sampai beberapa hari selama menstruasi. Dismenore merupakan

nyeri menstruasi yang dikarakteristikan sebagai nyeri singkat

sebelum awitan atau selama menstruasi yang merupakan

67
Anurogo, dkk. 2011. Cara Jitu Mengatasi Nyeri Haid. Yogyakarta: Andi
68
Sari, D., Adnil, E. N., & Defrin. (2015). Hubungan Stres dengan Kejadian Dismenore Primer pada
Mahasiswi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Jurnal Kesehatan Andalas, 4(2),
567–570. Retrieved from https://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/301
69
Icemi & Wahyu, 2013. Buku Ajar Keperawatan Maternitas dilengkapi Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha
Medika
70
Reeder, Martin, & Koniak Graffin. 2013. Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi dan Keluarga
Edisi 8 Vol 1. Jakarta : EGC
45

permasalahan ginekologikal utama, yang sering dikeluhkan oleh

wanita.71 Dismenore merupakan masalah yang sering terjadi pada

wanita yang sedang mengalami haid atau menstruasi.

Dari berbagai pendapat, dapat disimpulkan dismenore

merupakan adanya gangguan fisik pada wanita yang mengalami

menstruasi, yang dikarakteristikan dengan adanya nyeri pada saat

menstruasi, dan nyeri tersebut bisa terjadi sebelum atau selama

menstruasi dalam waktu yang singkat.

Menurut Icemi Sukarni, K dan Wahyu, P (2013) ada dua tipe-

tipe dari dysmenorrhea, yaitu:72

1) Primary dysmenorrhea, adalah nyeri haid yang dijumpai pada

alat- alat genital yang nyata. Dismenore primer terjadi beberapa

waktu setelah menarche. Dismenore primer adalah suatu

kondisi yang dihubungkan dengan siklus ovulasi.73

2) Secondary dysmenorrhea, adalah nyeri saat menstruasi yang

disebabkan oleh kelainan ginekologi atau kandungan. Pada

umumnya terjadi pada wanita yang berusia lebih dari 25 tahun.

Dismenore sekunder adalah nyeri menstruasi yang berkembang

dari dismenore primer yang terjadi sesudah usia 25 tahun dan

penyebabnya karena kelainan pelvis.74

2.4.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Disminore


71
Lowdermilk, Perry, & Cashion. 2011. Maternity Nursing. Universitas Michigan: Mosy
72
Icemi & Wahyu, 2013. Buku Ajar Keperawatan Maternitas dilengkapi Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha
Medika
73
Op Cit. Lowdemilk, dkk. 2011.
74
Perry, S. E., Hockenberry, M. J., Lowdermilk, D. L., & Wilson, D. 2013. Maternal child nursing care.
Elsevier Health Sciences.
46

Menurut Yusmia Eka Febriana (2018), pada peneliltiannya yang

berjudul Hubungan Regulasi Emosi Dengan Nyeri Saat Haid

(Dismenore) Pada Remaja. Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri

Sultan Syarif Kasim Riau, terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi dismenore, yaitu :75

1. Faktor Internal

a. Fisik

1) Faktor konstitusi

Faktor konstitusi adalah factor yang menurunkan ketahanan

tubuh terhadap rasa nyeri.76

2) Ketegangan otot

Ketegangan otot terjadi pada saat tubuh secara alami

mengalami respon terhadap nyeri. Saat nyeri menjadi

kronis, hiperaktivitas ketegangan otot berubah menjadi

ekstrim sehingga meningkatkan intensitas nyeri yang

dirasakan.77

3) Menarche Pada Usia Lebih Awal

75
Yusmia Eka Febriana, 2018. Hubungan Regulasi Emosi Dengan Nyeri Saat Haid (Dismenore) Pada
Remaja. Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
76
Simanjuntak, P., 2008, Gangguan Haid dan Siklusnya, Dalam: Winkjosastro H.,Saifuddin A.B.,
Rachimhadhi, T. (eds.), Ilmu Kandungan, 2nd ed., PT.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, pp: 229-
32.
77
Hanum, L. (2012). Manajemen Nyeri Untuk Meningkatkan Penerimaan Nyeri Kronis Pada Lansia Dengan
Intervensi Multi-Komponen Kelompok Cognitive Behavior Therapy (CBT). Diunduh pada 28 November,
2019 dari http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20302574-T30330 Manajemen%20nyeri. Pdf.
47

Menarche Pada Usia Lebih Awal menyebabkan alat-alat

reproduksi belum berfungsi secara optimal dan belum siap

mengalami perubahan-perubahan sehingga timbul nyeri

ketika menstruasi ke uterus terhenti dan terjadi dismenore.78

b. Psikis

1) Faktor kejiwaan

Dismenore banyak dialami oleh para remaja yang secara

emosional tidak stabil, apalagi jika tidak mendapat

penerangan yang baik tentang proses haid, mudah timbul

dismenore. Kondisi emosi yang negatif seperti cemas, stres,

marah, dan depresi dapat membuka gerbang disepanjang

tulang belakang, sehingga individu akan merasakan nyeri.

Sebaliknya, jika individu dapat mempertahankan kestabilan

emosinya akan dapat menutup gerbang tersebut dan

mengurangi intensitas nyeri yang dirasakan.

2) Stres Psikis atau stres social. 79 Pengaruh stress terhadap

nyeri saat menstruasi dapat terjadi karena stres melibatkan

sistem neuroendokrinologi yang besar perannya dalam

reproduksi perempuan.80

78
Handayani, Y,E dan Rahayu L,S. 2014. Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Nyeri Menstruasi
(Dismenorea) Pada Remaja Putri Di Beberapa SMA Di Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal Maternity and
Neonatal. Vol 1 No 4:161-171.
79
Nugroho, T dan Utama I.B. 2014. Masalah Kesehatan Reproduksi Wanita. Yogyakarta: Nuha Medika.
80
Martini, R., Mulyati,S. & Fratidhina, Y. (2014). Pengaruh stres terhadap dismenore primer pada
mahasiswi kebidanan di Jakarta. Diakses pada tanggal 28 November 2019 dari
http://ejurnal.poltekkesjakarta3.ac.id/index.php/JITEK/article/view/56/49
48

3) Kecemasan. Nyeri saat haid berhubungan dengan faktor

kecemasan, semakin tinggi tingkat kecemasan maka

kejadian nyeri saat haid pada remaja putri juga semakin

tinggi.81

4) Kognitif

Intervensi terhadap faktor kognitif bertujuan untuk

meningkatkan pemahaman penderita nyeri mengenai sifat

biopsychososial nyeri dan dampak dari pola pikir negatif

yang sering kali muncul akibat kondisi yang dialami

terhadap diri individu dalam mengendalikannya.82

2. Faktor Eksternal

Menurut Handayani dan Rahayu (2014) terdapat faktor-faktor

penyebab dismenore secara umum, yaitu :83

a. Olahraga teratur

Remaja yang tidak berolahraga secara teratur mempunyai

peluang lebih besar mengalami nyeri saat haid dibandingkan

dengan remaja yang melakukan olahraga secara teratur.


81
Prihatanti, N. R. (2010). Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Kejadian Dismenorea Pada
Remaja Putri Di Pondok Pesantren Imam Syuhodo Polokarto Sukoharjo. Karya Tulis Ilmiah. Surakarta :
Program Studi DIV Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
82
Hanum, L. (2012). Manajemen Nyeri Untuk Meningkatkan Penerimaan Nyeri Kronis Pada Lansia Dengan
Intervensi Multi-Komponen Kelompok Cognitive Behavior Therapy (CBT). Diunduh pada 28 November,
2019 dari http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20302574-T30330 Manajemen%20nyeri. Pdf.
83
Handayani, Y,E dan Rahayu L,S. 2014. Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Nyeri Menstruasi
(Dismenorea) Pada Remaja Putri Di Beberapa SMA Di Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal Maternity and
Neonatal. Vol 1 No 4:161-171.
49

b. Riwayat keluarga

Remaja yang terdapat riwayat keluarga lebih berpotensi

mengalami nyeri saat haid dari pada remaja yang tidak ada

riwayat keluarga.

Adapun faktor penyebab pada dismenore, yaitu a) Terjadi

akibat kontraksi yang kuat atau lama dinding Rahim; b) Hormon

prostaglandin yang tinggi; c) Pelebaran leher rahim saat

keluarnya darah haid; d) Adanya infeksi daerah panggul; f)

Endometriosis; g) Tumor jinak pada Rahim; h) Postur tubuh

yang kurang baik (sikap yang salah); i) Rahim tidak berkembang

secara optimal; j) Diperberat jika mengkonsumsi kopi dan stress;

Adapun faktor-faktor risiko dari dismenore primer yaitu

wanita yang belum pernah melahirkan, obesitas, perokok, dan

memiliki riwayat keluarga dengan dismenore. Sedangkan faktor

yang dapat memperburuk keadaan adalah rahim yang

menghadap ke belakang, kurang berolahraga dan stres psikis atau

stres social.84 Timbulnya rasa nyeri pada menstruasi biasanya

disebabkan karena seseorang sedang mengalami stres yang dapat

menggangu kerja sistem endokrin, sehingga dapat menyebabkan

menstruasi yang tidak teratur dan menimbulkan rasa sakit pada

saat menstruasi.85

84
Icemi, Sukarni K, & Wahyu. 2013. Buku Ajar Keperawatan Maternitas dilengkapi Contoh Askep.
Yogyakarta: Nuha Medika
85
Hawari, Dadang. 2008. Menajemen Stres Cemas Dan Depresi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta.
50

Menurut Sinclair (2010) dan Reeder (2012) Pada dismenore

sekunder dikaitkan dengan patologi pelvis dan lebih sering

dialami wanita yang berusia diatas 20 tahun. Dismenore

sekunder terjadi akibat penyakit panggul organik seperti

adenomiosis, leiomiomata, polip endometrium, malformasi

kongenital, stenosis servikal, endometriosis, PRP, mioma uterus,

sindrom kongesti pelvis, kista atau tumor ovarium, sindrom

asherman (perlekatan intrauterus), prolaps uterus, penggunaan

AKDR atau trauma.

2.4.3 Patofisiologi
Peningkatan produksi prostaglandin dan pelepasannya (terutama

PGF2α) dari endometrium selama menstruasi menyebabkan

kontraksi uterus yang tidak terkoordinasi dan tidak teratur sehingga

menimbulkan nyeri. Selama periode menstruasi, wanita yang

mempunyai riwayat dismenorea mempunyai tekanan intrauteri yang

lebih tinggi dan memiliki kadar prostaglandin dua kali lebih banyak

dalam darah (menstruasi) dibandingkan dengan wanita yang tidak

mengalami nyeri. Uterus lebih sering berkontraksi dan tidak

terkoordinasi atau tidak teratur. Akibat peningkatan aktivitas uterus

yang abnormal tersebut, aliran darah menjadi berkurang sehingga

terjadi iskemia atau hipoksia uterus yang menyebabkan timbulnya

nyeri. Mekanisme nyeri lainnya disebabkan oleh protaglandin

(PGE2) dan hormon lain yang membuat saraf sensori nyeri diuterus
51

menjadi hipersensitif terhadap kerja bradikinin serta stimulus nyeri

fisik dan kimiawi lainnya.86

Kadar vasopresin mengalami peningkatan selama menstruasi

pada wanita yang mengalami dismenorea primer. Apabila disertai

dengan peningkatan kadar oksitosin, kadar vasopresin yang lebih

tinggi menyebabkan ketidakteraturan kontraksi uterus yang

mengakibatkan adanya hipoksia dan iskemia uterus. Pada wanita

yang mengalami dismenorea primer tanpa disertai peningkatan

prostaglandin akan terjadi peningkatan aktivitas alur 5-

lipoksigenase. Hal seperti ini menyebabkan peningkatan sintesis

leukotrien, vasokonstriktor sangat kuat yang menginduksi kontraksi

otot uterus.87

2.4.4 Gejala
Gejala pada dismenore sesuai dengan jenis dismenorenya yaitu:

1. Dismenore primer

Gejala-gejala umum seperti rasa tidak enak badan, lelah,

mual, muntah, diare, nyeri punggung bawah, sakit kepala,

kadang-kadang dapat juga disertai vertigo atau sensasi jatuh,

perasaan cemas dan gelisah, hingga jatuh pingsan. 88 Nyeri

dimulai beberapa jam sebelum atau bersamaan dengan awitan


86
Reeder, S. J., Martin, Griffin, K. (2013). Keperawatan Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi, dan Keluarga.
Jakarta: EGC.
87
Ibid
88
Anurogo,D. & Wulandari, A. (2011). Cara Jitu Mengatasi Nyeri Haid.Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.
52

menstruasi dan berlangsung selama 48 sampai 72 jam. Nyeri

yang berlokasi di area suprapubis dapat berupa nyeri tajam,

dalam, kram, tumpul dan sakit. Sering kali terdapat sensasi

penuh di daerah pelvis atau sensasi mulas yang menjalar ke paha

bagian dalam dan area lumbosakralis. Beberapa wanita

mengalami mual dan muntah, sakit kepala, letih, pusing, pingsan,

dan diare, serta kelabilan emosi selama menstruasi.89

Sedangkan menurut Sari (2012) ciri-ciri atau gejala dismenore

primer, yaitu 1) Nyeri berupa keram dan tegang pada perut

bagian bawah; 2) Pegal pada mulut vagina; 3) Nyeri pinggang; 4)

Pegal-pegal pada paha; 5) Pada beberapa orang dapat disertai

mual, muntah, nyeri kepala, dan diare.

2. Dismenore Sekunder

Nyeri dengan pola yang berbeda didapatkan pada dismenore

sekunder yang terbatas pada onset haid. Dismenore terjadi

selama siklus pertama atau kedua setelah haid pertama,

dismenore dimulai setelah usia 25 tahun. Sedangkan menurut

Sari (2012) ciri-ciri atau gejala dismenore sekunder, yaitu 1)

Darah keluar dalam jumlah banyak dan kadang tidak beraturan;

2) Nyeri saat berhubungan seksual; 3) Nyeri perut bagian bawah

89
Reeder, S. J., Martin, Griffin, K. (2013). Keperawatan Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi, dan Keluarga.
Jakarta: EGC.
53

yang muncul di luar waktu haid; 4) Nyeri tekan pada panggul; 5)

Ditemukan adanya cairan yang keluar dari vagina; 6) Teraba

adanya benjolan pada rahim atau rongga panggul.

2.4.5 Pencegahan
Pencegahan dismenore menurut Anurogo (2011) yaitu:90

1. Menghindari stress

2. Miliki pola makan yang teratur dengan asupan gizi yang

memadai, memenuhi standar 4 sehat 5 sempurna

3. Hindari makanan yang cenderung asam dan pedas, saat

menjelang haid

4. Istirahat yang cukup, menjaga kondisi agar tidak terlalu lelah,

dan tidak menguras energi yang berlebihan

5. Tidur yang cukup, sesuai standar keperluan masing-masing 6-8

jam dalam sehari

6. Lakukan olahraga ringan secara teratur

2.4.6 Penatalaksanaan
Pengobatan seperti Pengobatan herbal, Penggunaan suplemen,

Perawatan medis, Relaksasi, Hipnoterapi. Menurut Reeder (2013)

penatalaksanaan pada disminore yaitu:91

1. Dismenorea primer

Penatalaksanaan medis pada dismenorea primer terdiri atas

pemberian kontrasepsi oral dan NSAIDs. Pada kontrasepsi oral

90
Anurogo,D. & Wulandari, A. (2011). Cara Jitu Mengatasi Nyeri Haid.Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.
91
Reeder, S. J., Martin, Griffin, K. (2013). Keperawatan Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi, dan Keluarga.
Jakarta: EGC.
54

bekerja dengan mengurangi volume darah menstruasi dengan

menekan endometrium dan ovulasi, sehingga kadar protaglandin

menjadi rendah. Golongan obat NSAID yang diberikan pada

pasien dismenorea primer yaitu ibuprofen, naproksen dan asam

mefenamat. Medikasi diberikan setelah nyeri dirasakan, dan

dilanjutkan selama 2 sampai 3 hari pertama pada saat menstruasi.

2. Dismenorea sekunder

Penatalaksanaan atau terapi fisik untuk dismenorea sekunder

bergantung dengan penyebabnya. Pemberian terapi NSAIDs,

karena nyeri yang disebabkan oleh peningkatan protaglandin.

Antibiotik dapat diberikan ketika ada infeksi dan pembedahan

dapat dilakukan jika terdapat abnormalitas anatomi dan

struktural.

2.4.7 Cara mengukur Disminore

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengukur

tingkat nyeri pada dismenore, salah satunya adalah Numeric Rating

Scale (NRS). Pada NRS responden diminta untuk menyatakan

intensitas nyeri yang dirasakannya pada skala antara angka 0 sampai

10.92 Angka 0 berarti tidak ada keluhan nyeri menstruasi atau kram

pada perut bagian bawah. Angka 1-3 berarti nyeri ringan (terasa

92
Douglas, C., Rebeiro, G., Crisp, J., dan Taylor, C. 2012. Potter & perry’s Fundamental of nursing –
australian version. Australia: Elsevier.
55

kram pada perut bagian bawah tetapi masih dapat ditahan dan

beraktivitas serta berkonsentrasi belajar). Angka 4-6 berarti nyeri

sedang (terasa kram pada perut bagian bawah, nyeri menyebar ke

pinggang, kurang nafsu makan, aktivitas terganggu dan sulit

berkonsentrasi saat belajar).

Angka 7-9 berarti nyeri hebat (terasa kram pada perut bagian

bawah, nyeri menyebar ke pinggang, paha atau punggung, tidak ada

nafsu makan, mual, badan lemas, tidak kuat beraktivitas dan tidak

dapat konsentrasi saat belajar). Angka 10 berarti nyeri sangat berat

(terasa kram yang sangat berat pada perut bagian bawah, nyeri

menyebar ke pinggang, kaki, punggung, tidak ada nafsu makan,

mual, muntah, sakit kepala, lemas, tidak dapat berdiri atau bangun

dari tempat tidur, tidak dapat beraktivitas, terkadang sampai

pingsan).93

2.4.8 Indikator Dismenore


Nyeri saat menstruasi yang dialami remaja putri yang berefek

buruk, menyebabkan gangguan melakukan aktivitas sehari-hari

tanpa adanya kelainan alat genetalia yang nyata. Indikator dismenore

yaitu:

1. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau Bersama-sama

dengan permulaan haid/menstruasi.

2. Nyeri saat menstruasi sehingga memakasa penderita untuk

istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau aktivitas rutinnya


93
Ningsih, R. 2011. Efektifitas paket pereda terhadap intensitas nyeri pada remaja dengan dismenore di
SMAN kecamatan curup. (Tesis). Depok : Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
56

sehari-hari selama beberapa jam atau beberapa hari dan

memerlukan obat serta penanganan khusus.

3. Sifat rasa nyeri adalah kram, Bersama dengan rasa nyeri, dapat

dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare dan iritabilitas.

2.4.9 Sintesa
Dismenore merupakan adanya gangguan fisik pada wanita yang

mengalami menstruasi, yang dikarakteristikan dengan adanya nyeri

pada saat menstruasi, dan nyeri tersebut bisa terjadi sebelum atau

selama menstruasi dalam waktu yang singkat.

2.5 Landasan Teori Menuju Konsep

Dismenore merupakan adanya gangguan fisik pada wanita yang

mengalami menstruasi, yang dikarakteristikan dengan adanya nyeri pada

saat menstruasi, dan nyeri tersebut bisa terjadi sebelum atau selama

menstruasi dalam waktu yang singkat. Bila frekuensi menstruasi meningkat,

produksi prostaglandin semakin tinggi dan akan meningkatkan kejadian

dismenorea. Prostaglandin uterin yang tinggi, aktivitas uteri abnormal, dan

faktor emosi/psikologis seperti kecemasan dapat meningkatkan kejadian

dismenorea.

Berdasarkan konsep tersebut, kecemasan diduga menjadi salah satu

faktor penyebab terjadinya dismenorea. Gejala dismenorea dapat diatasi jika

kecemasan dan kekhawatiran terhadap signifikansi gejala dijelaskan secara

adekuat. Pada dismenorea, faktor pendidikan dan psikis sangat berpengaruh,

nyeri dapat dibangkitkan atau diperberat oleh keadaan psikis penderita.

Saat individu mengalami nyeri, individu membutuhkan kemampuan


57

kognitif untuk mengontrol dampak negatif yang muncul akibat nyeri. 94

Kemampuan kognitif yang digunakan berfungsi untuk mengenali respon

emosional, dipengaruhi oleh pikiran dan untuk melatih mengendalikan

gangguan yang berasal dari nyeri yang mereka alami. Salah satu kemampuan

kognitif yang dapat digunakan untuk mengontrol rasa nyeri adalah efikasi

diri. Efikasi diri adalah keyakinan individu terhadap kemampuan yang

dimiliki dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas atau tuntutan situasi

yang dihadapi, sehingga mampu mengatasi hambatan dan mencapai tujuan

yang diharapkan.95

Peran efikasi diri selain memprediksi toleransi terhadap rasa nyeri,

efikasi juga berfungsi sebagai coping untuk membantu individu dalam

mengatasi stres yang muncul akibat perasaan tidak nyaman yang disebabkan

oleh nyeri. Efikasi diri yang tinggi menurunkan perasaan ketidakberdayaan

akibat kondisi tubuh yang dinilai tidak nyaman serta mengontrol emosi yang

menyebabkan stres.

Efikasi diri dapat mempengaruhi sejumlah proses biologis yang dapat

mempengaruhi kesehatan dan munculnya suatu penyakit. Efikasi diri

mempengaruhi respon fisiologis tubuh terhadap stres serta mempengaruhi

sistem kekebalan tubuh. Efikasi diri juga mempengaruhi aktivasi

neurotransmitter yang penting untuk pengelolaan stres serta ancaman yang

dapat digunakan bersama dengan obat penghilang rasa sakit seperti endogen
94
Ninawati, J. K. (2006). Hubungan antara sikap terhadap menstruasi dan kecemasan terhadap
menarche. Jurnal Psikologi, 4(1), 38-54.
95
Velayati, K. (2013). Perbedaan efikasi diri untuk berhenti merokok pada laki-laki dan perempuan
Dewasa awal serta tinjauannya menurut agama Islam (Skripsi tidak dipublikasikan). Universitas YARSI,
Indonesia.
58

yang di dalam otak, disebut sebagai endorfin. Individu yang mengalami stres

ataupun depresi yang disebabkan oleh rasa nyeri dapat mempengaruhi

stimulasi sinyal ke hipotalamus sehingga menyebabkan individu sulit

mengalami tidur.

Individu yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak

dari individu yang normal. Apabila remaja yang mengalami Dismenore

mengalami kualitas tidur yang terganggu, mungkin saja akan memperparah

kondisi fisik yang menyebabkan aktivitas sehari-harinya lebih terganggu.96

96
Tarwoto & Wartonah. 2004. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
59

BAB III

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN KERANGKA

ANALISIS

3.1 Kerangka Teori

Kerangka teori adalah ringkasan dari tinjauan pustaka yang digunakan

untuk mengidentifikasi masalah tiap variabel yang akan diteliti atau diamati

yang berkaitan dengan konteks ilmu pengetahuan untuk mengembangkan

kerangka konsep penelitian.

Gambar 3.1 Kerangka Teori

1. Model Teori 1

Faktor Predisposisi:
Faktor Internal
1. Fisik
2. Psikis
a. Faktor kejiawaan
b. Stress
c. Kecemasan
d. Kognitif Dismenore

Faktor Eksternal
1. Olahraga teratur
2. Riwayat keluarga

Sumber : Yusmia Eka Febriana, (2018). Hubungan Regulasi Emosi Dengan Nyeri Saat


Haid (Dismenore) Pada Remaja. Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau.
60

2. Model Teori 2

Faktor Penguat :
1. Menghindari stress
2. Pola makan yang teratur
3. Hindari makanana asam
dan pedas Dismenore
4. Istirahat yang cukup
5. Tidur yang cukup
6. Lakukan olahraga

Sumber : Anurogo, dkk. (2011). Cara Jitu Mengatasi Nyeri Haid. Yogyakarta: Andi.

3.2 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara

konsep satu terhadap konsep yang lainnyadari masalah yang akan diteliti. Dari

variable independent yaitu Tingkat Kecemasan, Efikasi diri, dan Kualitas Tidur

dan Variabel Dependen yaitu Disminore. Berdasarkan secara sistematis

kerangka konsep pada penelitian ini dapat dilihat pada table dibawah ini.

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Tingkat Kecemasan

Efikasi Diri Disminore

Kualitas Tidur
61

3.3 Kerangka Analisis

Berdasarkan kerangka konsep diatas dan tujuan dari penelitian yang telah

dikemukakan sebelumnya, maka kerangka analisis dapat digambarkan sebagai

berikut:

Gambar 3.3 Kerangka Analisi

X1

X2
Y

X3

Keterangan :

X1 : Variabel Bebas (Independen yaitu Tingkat Kecemasan)

X2 : Variabel Bebas (Independen yaitu Efikasi Diri)

X3 : Variabel Bebas (Independen yaitu Kualitas Tidur)

Y : Variabel Terikat (Dependen yaitu Mengalami Disminore)


62

3.4 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah pengertian variabel-variabel yang diamati atau diteliti. Definisi operasional merupakan penjelasan

yang akan dijadikan sebagai suatu paduan untuk mengukur setiap variabel berdasarkan kaedah statistic, untuk memudahkan

penelitian dan mendapatkan persepsi yang sama. Maka variabel-variabel dalam penelitian ini disajikan dalam definisi operasional

sebagai berikut :

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Konsep Definisi Operasional Cara Alat Ukur Hasil Skala
Ukur Ukur
Variabel Dependen
Disminore Nyeri saat menstruasi yang dialami Nyeri saat menstruasi yang dialami remaja Responde Menggunakan Tidak Ordinal
remaja puteri yang berefek buruk, putri yang berefek buruk, menyebabkan n mengisi Kuesioner mengalami
menyebabkan gangguan melakukan gangguan melakukan aktivitas sehari-hari Kuesioner dengan skala dismenore
jika skor <
aktifitas sehari-hari tanpa adanya tanpa adanya kelainan alat genetalia yang Likert
kelainan genetalia yang nyata. nyata. Indikator disminore yaitu:
Mengalam
1. Rasa nyeri timbul i
2. Memerlukan obat serta penanganan dismenore
khusus. jika skor ≥
3. Sifat rasa nyeri adalah kram
63

Variabel Independen
Tingkat Kecemasan atau anxietas adalah Cemas merupakan reaksi emosional yang Responde Menggunakan Tidak Ordinal
Kecemasa perasaan ketakutan yang merupakan timbul oleh penyebab yang tidak spesisik n mengisi Kuesioner mengalami
respon terhadap ancaman yang akan yang dapat menimbulkan perasaan tidak Kuesioner dengan skala kecemasan
datang. Dianggap berbahaya atau nyaman dan merasa terancam. Indikator Likert jika skor <
hal tersebut dapat merupakan tingkat kecemasan, yaitu:
perasaan yang ditekan ke dalam 1. Khawatir Mengalami
bawah alam sadar bila terjadi 2. Gelisah kecemasan
peningkatan akan adanya bahaya 3. Takut sendirian jika skor ≥
dari dalam. 4. Gangguan pola tidur
5. Gangguan konsentrasi
6. Keluhan-keluhan somatic

Efikasi Efikasi diri atau self efficacy Efikasi diri merupakan suatu kemampuan Responde Menggunakan Efikasi diri Ordinal
Diri adalah suatu keyakinan individu yang terkait kenyamanan individu dalam n mengisi Kuesioner tinggi jika
bahwa ia mampu melakukan mengatur kemampuannya. indikator dari kuesioner dengan skala skor <
sesuatu dalam situasi tertentu yang efikasi diri, yaitu: Likert
Efikasi diri
ditunjukkan dengan mempunyai 1. Dapat melakukan tugas
rendah jika
level atau tingkatan yang lebih 2. Memotivasi diri skor ≥
tinggi dalam menghadapi 3. Mampu berusaha
kesulitan, menilai kemampuan 4. Bertahan mengahadapi hambatan dan
berfungsi di berbagai aktivitas, dan kesulitan
64

mempunyai kekuatan untuk 5. Menyelesaikan permasalahan


bertahan dengan usahanya.

Kualitas Kebutuhan dasar yang diperlukan Kualitas tidur adalah kemampuan untuk Responde Menggunakan Kualitas Ordinal
Tidur oleh manusia untuk memulihkan mendapatkan waktu tidur yang baik dengan n mengisi Kuesioner tidur baik
kondisi fisik dan mental yang telah tenang tanpa adanya gangguan-gangguan. kuesioner dengan skala jika skor <
dipergunakan seharian. indikator kualitas tidur, yaitu : Likert
Kualitas
1. Tidur larut malam
tidur buruk
2. Terbangun dimalam hari jika skor ≥
3. Banyaknya aktivitas sehingga kekurangan
tidur
4. Mengonsumsi minuman yang
mengandung kafein sehingga susah tidur

3.5 Hipotesa Penelitian

Ada Hubungan Tingkat Kecemasan, Efikasi Diri, dan Kualitas Tidur pada Remaja yang Mengalami Dismenore

di SMPN 1 Parungkuda Tahun 2019.


65

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan penelitian

deskriptif analitik dengan tujuan untuk mengetahui hubungan tingkat

kecemasan, efikasi diri dan kualitas tidur pada remaja yang mengalami

disminorea di SMPN 1 Parungkuda Tahun 2019. Metode yang digunakan

adalah studi cross sectional yaitu penelitian dengan melakukan pengukuran

atau pengamatan dengan waktu yang bersamaan.

Data yang digunakan adalah data primer dengan cara menyebarkan

kuesioner ke siswi. Dalam penelitian ini hanya untuk mengetahui hubungan

tingkat kecemasan, efikasi diri, dan kualitas tidur pada remaja yang

mengalami disminore.

4.2 Pengembangan Instrumen


Instrumen penelitian merupakan alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data. Menurut Arikunto (2012), instrumen penelitian adalah

alat yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data sehigga

pengumpulan data menjadi mudah dan hasilnya baik.97

Kuesioner disusun dan dikembangkan berdasarkan literatur yang relevan

dan sesuai dengan variable yang mengacu pada BAB II (tinjauan pustaka).

Sebelum diberikan kepada responden, kuesioner terlebih dahulu dilakukan uji

coba terhadap responden lain untuk menguji validitas dan reliabilitasnya.


97
Arikunto, S. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. 2012.
66

4.3 Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan data primer. Data primer diperoleh dari hasil

pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Data primer merupakan

materi atau kumpulan data yang diperoleh peneliti pada saat penelitian

berlangsung, yaitu semua data termasuk variable dependen dan variable

independen

4.3.1 Gambaran Daerah Umum Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di SMPN 1 Parungkuda Tahun 2019

4.3.2 Populasi dan Sampel


Populasi adalah seluruh individu yang menjadi acuan terhadap

hasil penelitian yang akan dilakukan.98 Penelitian ini dilaksanakan

dengan siswi kelas IX SMPN 1 Parungkuda Tahun 2019 berjumlah

115 orang.

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut.99 Pengambilan sampel ini

menggunakan rumus Slovin :

n= N

1 + N (d2)

Keterangan :

n = Jumlah Sampel

N = Jumlah Populasi

d = Tingkat kepercayan terhadap responden 95% (0,05)

98
Arikunto, S. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. 2012.
99
Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2011
67

maka:

n = 115

1 + 115 (0,052)

n= 115

1 + 0.2875

n= 115

1.2875

n = 89.320 = 89

Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 89 orang

4.3.3 Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel merupakan teknik pengambilan

sampel untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam

penelitian. Teknil pengambilan sampel pada penelitian ini

menggunakan Probability Sampling yaitu memberikan peluang yang

sama untuk menjadi sampel. Metode pengambilan sampel yang

digunakan adalah Simple Random Sampling yaitu pengambilan

sampel dengan acak.

4.3.4 Syarat Sampel


1. Kriteria Inklusi
68

Kriterian inklusi merupakan kriteria dimana sujek penelitian dari

suatu populasi dan dapat mewakili dalam sampel penelitian yang

memenuhi syarat sebagai sampel.

a. Sebanyak 89 siswi kelas IX SMPN 1 Parungkuda Tahun 2019

yang hadir.

b. Sebanyak 89 siswi kelas IX SMPN 1 Parungkuda Tahun 2019

bersedia menjadi responden.

2. Kriteria Non Inklusi

a. Siswa laki-laki yang ada di SMPN 1 Parungkuda Tahun 2019.

b. Siswi perempuan yang bukan kelas IX di SMPN 1

Parungkkuda Tahun 2019.

3. Kriterian Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian tidak

dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai

sampel penelitian. Kriteria eksklusi adalah :

a. Siswi yang tidak bisa hadir misalnya sakit.

b. Siswi yang tidak mau jadi responden.

4.4 Management Data

4.4.1 Uji coba Instrument


Uji coba instrument harus dilakukan uji coba untuk mengetahui

apakah instrument tersebut valid dan apakah instrument tersebut

reliabilitas. Tujuan uji coba ini adalah untuk mengetahui apakah

instrument tersebut bisa digunakan atau tidak. Peneliti menggunakan


69

uji terpakai dimana uji coba dilakukan langsung pada seluruh ibu dan

jika ada yang tidak valid dan reliable, maka butiran soal tersebut

dihilangkan atau dibuang.

4.4.2 Pengolahan Uji Coba


Pada kuesioner penelitian ini uji coba dengan validitas dan

reliabilitas menggunakan SPSS 24 (Statistic Product and Service

Solution).

4.4.3 Hasil Uji Coba

1. Uji Validitas

Uji validitas merupakan pengamatan dan pengukuran

instrument dalam mengumpulkan data, yang artinya instrument

tersebut harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.100

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui butir item (pertanyaan)

valid dan tidak valid dilakukan dengan cara membandingkan r

hitung dengan r table pada taraf kepercayaan 95% atau α = 0,05.

Apabila nilai r hitung ≥ r table maka pernyataan valid, namun jika r

hitung ≤ r table maka pernyataan tidak valid.

2. Uji Realibitas

Reliabilitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan

sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya. Hal ini

menunjukkan hasil pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan

pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dan

100
Nursalam. Meodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika ; 2014. Hal. 184.
70

menggunakan alat ukur yang sama. Instrument yang dapat

dipercaya dan reliable berarti instrument tersebut dapat digunakan.

Dalam penelitian ini, uji reliabilitas menggunakan Cronbach’s

Alpha yaitu nilai r hitung dilihat dari alpha dalam program SPSS

24. Apabila r alpha ≥ r table, maka pernyataan tersebut reliable

4.5 Pengumpulan Data

4.5.1 Orientasi Pengumpulan Data

Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini

dilakukan dengan cara, yaitu sebagai berikut :

1. Membuat surat permohonan izin pengambilan data dan izin

penelitian di SMPN 1 Parungkuda Tahun 2019

2. Mengajukan izin penelitian untuk mengadakan penelitian di SMPN

1 Parungkuda

3. Mengadakan pengkajian data yang relevan yang dapat mendukung

penelitian ini.

4. Memberikan penjelasan mengenai rencana kegiatan penelitian dan

tujuan dari penelitian pada siswi dan bersedia menjadi responden.

5. Responden diberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.

6. Responden diberikan kuesioner untuk diisi sesuai dengan petunjuk

pengisian yang telah diberikan.

7. Mengarahkan responden mengisi semua kuesioner dan jika ada

pertanyaan yang kurang jelas maka bisa ditanyakan pada peneliti.


71

8. Setelah kuesioner dikumpulkan untuk langkah selanjutnya

melakukan pengolahan data dan analisis data.

4.5.2 Input data ke dalam Instrumen

Dalam penelitian ini instrument kuesioner yang dibagikan dan diisi

oleh responden berisi pertanyaan yang meliputi variabel Tingkat

Kecemasan, Efikasi Diri, dan Kualitas Tidur pada Remaja yang

Mengalami Dismenore di SMPN 1 Parungkuda.

4.5.3 Data Entri atau Input

Proses ini dilakukan untuk mengubah data menjadi informasi, 101

dengan langkah sebagai berikut :

1. Editing

Merupakan suatu cara unuk memeriksa kembali kebenaran data

yang diperoleh. Editing ini dapat juga dilakukan saat tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul.102

2. Coding

Adalah suatu kegiatan yang memberikan kode numerik atau

angka terhadap data yang terdiri dari beberapa kategori.103

3. Entry data

101
Hidayat A A. Op.cit. Hal 114.
102
Hidayat A A.Ibid.
103
Ibid.
72

Suatu kegiatan memasukan data yang sudah dikumpulkan

dalam master table computer.104

4. Cleaning

Suatu cara pembersihan data yang dilakukan dengan koreksi

atau pembetulan untuk mengetahui kemungkinan adanya kesalahan

kode atau ketidaklengkapan sumber data.105

5. Tabulating

Kegiatan memasukan data hasil penelitian dalam table

distribusi frekuensi untuk selanjutnya dilakukan analisis data.

4.6 Analisis Data

Analisis dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dua variable yang

akan diteliti. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi

analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan program komputerisasi.

4.6.1 Analisis Univariat

Merupakan suatu penjabaran secara deskriptif mengenai proporsi

serta distribusi frekuensi dari setiap variabel yang diteliti, baik

variabel dependen ataupun variabel independen. Analisis univariat

bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan karakteristik dari

setiap variabel penelitian. Pada umumnya, analisis univariat hanya

menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari setiap

variabel.106

104
Ibid.
105
Ibid.
106
Sumantri A. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group ; 2013. Hal 239.
73

4.6.2 Analisis Bivariat

Dilakukan terhadap dua variabel yang diperkirakan berkorelasi

atau berhubungan. Analisis bivariate bertujuan untuk menguji

hipotesis dengan menentukan hubungan dari variabel independen dan

variabel dependen melalui uji statistic Chi-Square. Dalam analisis

bivariate dilakukan beberapa tahap, yaitu:

1. Analisis presentase atau proposal, adalah membandingkan

distribusi silang antara dua variable

2. Analisisi hasil uji statistic Chi-Square, yaitu dengan kesimpulan

adanya hubungan antara dua variabel bermakna atau tidak.

3. Analisis keeratan hubungan antara dua variabel dengan melihat

nilai Odd Ratio (OR). Besar atau kecilnya nilai OR menunjukkan

besarnya keeratan hubungan antara dua variabel yang diuji.

4.7 Penyajian Data


Teknik penyajian data ini adalah cara untuk bisa menyajikan

data secara baik supaya lebih dipahami dan dimngerti oleh

pembacanya. Dalam penelitian ini, teknik penyajian data yang

digunakan yaitu penyajian narasi dan table.

1. Naratif

Penyajian secara teks adalah penyajian data hasil penelitian dalam

bentuk kalimat/narasi. Penyajian dalam bentuk teks merupakan


74

gambaran umum tentang kesimpulan dan hasil pengamatan.

Penyajian dalam bentuk teks hanya digunakan untuk memberikan

informasi.

2. Tabel

Table merupakan kumpulan angka-angka yang disusun menurut

kategori tertentu sehingga memudahkan dalam pembuatan analisis

data. Penyajian data dalam bentuk tabel bertujuan untuk

memberikan informasi dan gambaran mengenai jumlah secara

terperinci sehingga memudahkan pengolahan data dalam

menganalisis data tersebut.

4.8 Interpretasi Data

Interpretasi data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk narasi

yaitu berdasarkan dari teori yang ada diungkapkan untuk melihat

hubungan Tingkat kecemasan, efikasi diri, dan kualitas tidur pada remaja

yang mengalami dismenore di SMPN 1 Parungkuda.

Anda mungkin juga menyukai