Anda di halaman 1dari 42

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Remaja merupakan masa peralihan dari anak menuju ke dewasa dimana

terjadi perubahan fisik, mental, dan emosional yang sangat cepat

(Proverawati, 2009). Menurut UNFPA (2003) mendefinisikan remaja adalah

individu kelompok umur 10-19 tahun yang dibagi dalam dua determinasi

yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-19 tahun. WHO (2007)

batasan usia remaja yaitu antara umur 10-19 tahun (Badriah et al, 2011).

Kedatangan Menarche sering kali dianggap remaja sebagai suatu

penyakit, sehingga menarche pada remaja putri dapat menimbulkan

kecemasan, ini disebabkan oleh kesiapan mental, kurang memiliki

pengetahuan dan sikap yang cukup baik tentang perubahan-perubahan fisik

dan psikologis terkait menarche, dan kurangnya pengetahuan tentang

perawatan diri yang diperlukan saat menstruasi (Sasongko, 2010).

Kecemasan merupakan respon individu pada suatu keadaan yang tidak

menyenangkan dan dialami semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-

hari. Kecemasan merupakan pengalaman subjektif dari individu dan tidak

dapat diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi

tanpa objek yang spesifik. Kecemasan pada individu dapat memberikan

motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber penting dalam

usaha memelihara keseimbangan hidup (Sulistyawati, 2005).

1
2

Di Amerika serikat, sekitar 95% wanita remaja mempunyai tanda-tanda

pubertas dengan menarche pada umur 12 tahun dan umur rata-rata 12,5

tahun yang diiringi dengan pertumbuhan fisik saat menarche. Di

Maharashtra, India rata-rata usia menarche pada anak perempuan adalah

12,5 tahun. 24,92% dini (10-11 tahun), 64,77% menarche ideal (12-13

tahun) dan 10,30% menarche terlambat (14-15) (Lestari, 2011).

Di Indonesia usia seorang anak perempuan mulai mendapat menarche

sangat bervariasi, terdapat kecenderungan bahwa saat ini anak mendapat

menstruasi pada usia lebih muda. Ada yang memulai pada usia 8 tahun,

tetapi terdapat juga anak pada usia 16 tahun baru memulai siklusya. Akan

tetapi rata- rata anak Indonesia mendapatkan menstruasi pertamanya pada

usia 12 tahun (Proverawati et al, 2009).

Di MINU Trate Putri Gresik jumlah keseluruhan siwi usia 10-12 tahun

adalah 208 siswi. Berdasarkan hasil survey dengan kuesioner yang

dilaksanakan pada tanggal 2 di bulan Desember 2014 terhadap 36 siswi usia

10-12 yang sudah pernah mengalami menstruasi. Hasil penelitian ini

didapatkan siswa yang tidak mengalami kecemasan sebanyak 5 responden

(13,9%), tingkat kecemasan ringan sebanyak 6 responden (16,7%), tingkat

kecemasan sedang sebanyak 18 responden (50%), dan tingkat kecemasan

berat sebanyak 7 Responden (19,4%).

Seseorang yang tidak memiliki pengetahuan tentang kesehatan

reproduksi yang cukup akan cenderung mengabaikan kesehatan reproduksi

dan pada akhirnya dia akan memiliki tindakan yang membahayakan atau

acuh bagi dirinya sendiri. Kesimpulanya, karena tidak memiliki pengetahuan


3

yang memadai tentang kesehatan reproduksi, maka seseorang akan mudah

bertindak yang membahayakan atau acuh terhadap kesehatan repoduksi,

sebaliknya jika seseorang memiliki pengetahuan tentang kesehatan

reproduksi akan memilih bertindak yang tepat dalam menjaga alat

reproduksinya (BKKBN, 2005).

Upaya yang dilakukan untuk mencegah tingkat kecemasan pada pra

pubertas usia 10 sampai 12 tahun yang berhubungan dengan menarche

antara lain meningkatkan minat membaca tentang buku-buku kedokteran

dan meningkatkan pengetahuan remaja tentang masalah kesehatan melalui

upaya penyuluhan kesehatan reproduksi di tingkat Sekolah Dasar (Burn,

2000). Sekolah adalah tempat yang paling tepat karena sekolah merupakan

perpanjangan tangan dari keluarga dalam meletakkan dasar perilaku untuk

kehidupan anak selanjutnya, sehingga sekolah sangat berperan dalam proses

penyampaian informasi kesehatan kepada remaja terutama persiapan anak

usia pra pubertas (Notoatmodjo, 2012).

Untuk mengurangi kecemasan pada remaja putri saat menghadapi

menarche diperlukan peran orang tua maupun guru disekolah untuk

memberikan informasi yang benar tentang kondisi perubahan pada masa

remaja (Dariyo, 2004). Selain itu diperlukan pemberian infomasi kesehatan

reprodusi remaja (KRR) khususnya tetang menstruasi karena informasi KRR

masih sangat kurang (BKKBN, 2005).

Berdasarkan hasil tersebut di atas penulis tertarik melakukan penelitian

untuk mengetahui gambaran kecemasan remaja usia 10-12 tahun terhadap

menarche di MINU Trate Putri Gresik tahun 2014.


4

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana gambaran kecemasan remaja usia 10-12 tahun terhadap

menarche di MINU Trate Putri Gresik tahun 2014 ?

1.3 Tujuan Penelitian

Diketahuinya gambaran kecemasan remaja usia 10-12 tahun terhadap

menarche di MINU Trate Putri Gresik tahun 2014.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1) Manfaat bagi peneliti selanjutnya

Sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya untuk

mengkaji gambaran kecemasan remaja usia 10-12 tahun terhadap

menarche.

2) Manfaat bagi Institusi

Sebagai bahan referensi untuk menambah ilmu pengetahuan

khususnya tentang gambaran kecemasan remaja usia 10-12 tahun

terhadap menarche dan menambah pengetahuan pada materi

pembelajaran asuhan kesehatan reproduksi.

1.4.2 Manfaat Praktis

1) Manfaat bagi Masyarakat

Sebagai bahan referensi untuk masyarakat terutama untuk

remaja mengenai gambaran kecemasan remaja usia 10-12 tahun

terhadap menarche dan bahan untuk penyuluhan kepada

masyarakat terutama remaja usia 10-12 tahun.


5

2) Manfaat bagi Tempat penelitian

Memberikan informasi kepada tempat penelitian mengenai

gambaran kecemasan remaja usia 10-12 tahun terhadap

menarche.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Kecemasan

2.1.1 Pengertian

Ansietas atau kecemasan merupakan respon emosional terhadap

penilaian individu yang subjektif, yang dipengaruhi alam bawah sadar

dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya (Ermawati. 2009).

Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang

secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal.

Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan

terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan

perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Sulistyawati, 2005).

2.1.2 Tingkat Kecemasan

Menurut alat ukur HARS ada 5 tingkat kecemasan yang dialami

oleh individu, yaitu:

1. Tidak ada kecemasan

Yaitu apabila seseorang mengalami cemas yang berlangsung

dalam waktu singkat, dan hilang seiring berlalunya peristiwa yang

telah terjadi, sehingga disebut dengan cemas yang wajar.

2. Kecemasan Ringan

Berhubungan dengan ketegangan yang dialami dalam

kehidupan sehari-hari yang menyebabkan seseorang menjadi

6
7

waspada dan dapat memotivasi seseorang untuk belajar serta

mampu memecahkan masalah secara efektif.

3. Kecemasan Sedang

Memungkinkan seseorang untuk memfokuskan hanya pada

pikiran yang menjadi perhatiannya dan mengesampingkan yang

lain, sehingga seseorang mengalami penyempitan lapangan

persepsi namun masih mampu melakukan sesuatu yang lebih

terarah.

4. Kecemasan Berat

Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Mengakibatkan

seseorang hanya terpusat pada sesuatu yang terinci, spesifik dan

tidak terdapat berpikir tentang hal lain. Seluruh perilaku ditujukan

hanya untuk mengurangi kecemasan. Orang tersebut memerlukan

banyak pengarahan sehingga dapat memusatkan pada suatu objek

lain.

5. Kecemasan berat sekali

Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang.

Karena kehilangan kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun

meskipun dengan perintah. Individu mengalami peningkatan

aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan berhubungan dengan

orang lain, penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional,

tidak mampu berfungsi secara efektif. Tingkat kecemasan ini tidak

sejalan dengan kehidupan, jika berlangsung terus dalam waktu


8

lama maka terjadi kelelahan yang berlebihan bahkan menyebabkan

kematian (Hawari, 2011).

2.1.3 Jenis-jenis Kecemasan

Menurut Freud dalam Supratiknya (2009) menyebutkan bahwa

kecemasan dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Kecemasan realitas

Kecemasan realitas adalah ketakutan terhadap bahaya-bahaya

nyata dari luar, dan taraf kecemasan sesuai dengan derajat ancaman

yang ada.

2. Kecemasan neurotis

Kecemasan neurotis adalah kecemasan terhadap tidak

terkendalinya naluri yang menyebabkan seseorang melakukan

tindakan yang bisa mendatangkan hukuman baginya. Sumber

kecemasan ini berada didalam diri dan dasar dari kecemasan ini

sendiri adalah berlandaskan kenyataan, sebab hukuman yang

ditakutkan oleh ego berasal dari dunia luar individu.

3. Kecemasan moral

Kecemasan moral adalah ketakutan terhadap hati nurani

sendiri. Kecemasan ini juga mempunyai dasar realitas. Orang yang

nuraninya berkembang dengan baik cenderung merasa berdosa bila

melakukan suatu yang berlawanan dengan kode etik moral yang

dimilikinya.
9

2.1.4 Faktor-faktor Kecemasan

Menurut Nursalam dalam Sasongko (2010) membagi faktor-faktor

yang mempengaruhi kecemasan menjadi tiga, yaitu:

1. Umur

Apabila seseorang semakin cukup umur, maka tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang tersebut akan lebih matang

dalam berfikir dan bekerja. Apabila semakin tua umur seseorang,

maka semakin konstruktif pula dalam menggunakan koping

terhadap masalah yang dihadapi.

2. Pendidikan

Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah

seseorang tersebut dalam menerima informasi, sehingga makin

banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya tingkat

pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap

seseorang terhadap nilai yang diperkenalkan.

3. Pendapatan

Penghasilan setiap bulan seseorang ada kaitannya dengan

gangguan pola psikiatri. Diketahui pula bahwa masyarakat yang

berpenghasilan rendah prevalensi psikiatrinya lebih banyak. Jadi

keadaan penghasilan yang rendah mempunyai peningkatan

kecemasan.
10

2.1.5 Reaksi Kecemasan

Kecemasan dapat menimbulkan reaksi-reaksi sebagai berikut:

1. Reaksi Konstruktif

Individu termotifasi untuk belajar mengadakan perubahan

terutama perubahan terhadap perasaan tidak nyaman dan

terfokus pada kelangsungan hidup.

2. Reaksi Destruktif

Individu bertingkah laku maladaptif dan disfungsional.

Individu akan menghindari kontak dengan orang lain atau

mengurung diri (Sulistyawati, 2005).

2.1.6 Gangguan Kecemasan

Gangguan Kecemasan menurut Diagnostic and Statistical Manual

of Mental Disorders, 4th Edition (DSM-IV) , menuliskan gangguan

kecemasan berikut ini:

1. Gangguan panik dan agorafobia

Gangguan panik adalah episode ketakutan yang sangat sering

terjadi yang memiliki banyak tanda-tanda fisik dan gejala.

Agoraphobia adalah ketakutan yang tidak masuk akal yaitu takut

pada orang banyak. Ketakutan agorafobia biasanya melibatkan

karakteristik kelompok situasi yang termasuk berada di luar rumah

sendirian, berada di antara orang banyak atau berdiri dalam antrian,

berada di jembatan, dan perjalanan di bus, kereta, mobil, atau

pesawat.
11

2. Fobia sosial

Fobia adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang

menyebabkan penghindaran yang disadari terhadap objek,

aktivitas atau situasi yang ditakuti. Fobia sosial disebut juga

gangguan kecemasan sosial, ditandai dengan ketakutan yang

berlebihan tehadap penghinaan dan rasa memalukan di dalam

berbagai lingkungan sosial. Tipe umum fobia sosial seringkali

keadaan yang kronis dan menimbulkan ketidakberdayaan yang

ditandai oleh penghindaran fobik terhadap sebagian besar situasi

sosial.

3. Gangguan obsesif- kompulsif

Obsesi adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang

mengganggu. Kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang disadari,

dibakukan, dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa atau

menghindari. Obsesi meningkatkan kecemasan seseorang,

sedangkan kompulsi menurunkan kecemasan seseorang.

Tetapi jika seseorang memaksa untuk suatu kompulsi,

kecemasan akan meningkat. Seseorang dengan gangguan obsesi-

kompulsif biasanya menyadari irasionalitas dari obsesi dan

merasakan bahwa obsesi dan kompulsi sebagai ego-distonik.

Gangguan obsesi-kompulsif dapat merupakan gangguan yang

menyebabkan ketidak berdayaan, karena obsesi dapat

menghabiskan waktu dan dapat mengganggu secara bermakna


pada rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas sosial

yang biasanya, atau hubungan dengan teman dan anggota keluarga.

4. Gangguan stress paska traumatik

Rasa takut yang wajar setelah beberapa hal yang benar-benar

mengerikan terjadi pada seseorang di masa lalu terus menyebabkan

kesulitan, meskipun trauma mengerikan telah selesai.

5. Kecemasan pemisahan

Ketakutan yang tidak masuk akal terpisahkan dari orang tua

atau pengasuh. Ini adalah kekhawatiran tentang menjadi jauh dari

rumah atau jauh dari orang tua yang tidak dipengaruhi oleh usia

anak, budaya, dan gaya hidup.

Contoh dari kecemasan pemisahan adalah sebagai berikut: anak

yang lebih muda akan mengamuk ketika ibunya mulai melakukan

pekerjaannya atau pada anak yang lebih tua akan mulai terjadi

gejala panik apabila dalam waktu 2 jam ibunya tidak kembali, dan

yang paling umum adalah mimpi bahwa orang tuanya

mendapatkan kecelakaan mobil, rumah terbakar, hilang di mal,

sekolah, toko dan tersesat di perjalanan berkemah.

Semua tanda-tanda serangan panik dapat terjadi ketika

orangtua meninggalkan anak. Biasanya timbul sakit kepala berat,

mual, muntah, sesak nafas tepat sebelum sekolah atau sebelum

orang tuanya pergi bekerja.


13

6. Kecemasan umum

Setiap orang memiliki teman atau tetangga dengan masalah ini.

Pada anak-anak ketakutan tergantung pada tahap perkembangan,

tetapi mereka semua memiliki karakteristik tertentu. Sepanjang

hari anak-anak menemukan sesuatu yang mereka takuti di setiap

kesempatan.

Kecemasan dan kekhawatiran yang terkait dengan tiga (atau

lebih) dari enam gejala berikut dengan setidaknya beberapa gejala

hadir dalam beberapa hari dan selama 6 bulan terakhir (catatan:

hanya satu item yang diperlukan pada anak). Gejala tersebut

diantaranya: kegelisahan atau perasaan tegang, mudah lelah, sulit

berkonsentrasi/pikiran kosong, mudah tersinggung, ketegangan

otot dan gangguan tidur (kesulitan untuk tertidur atau tidur tidak

memuaskan dan gelisah).

Fokus dari kecemasan dan kekhawatiran tidak berhubungan

dengan beberapa gangguan kejiwaan lainnya. Kecemasan, khawatir

atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang bermakna secara

klinis atau penurunan bidang penting sosial, pekerjaan, atau

gangguan fungsi. Kecemasan itu timbul bukan karena efek

fisiologis langsung dari suatu obat, obat lain atau penyakit medis

(Chandler, 2008).
14

2.1.7 Alat Ukur Kecemasan

Untuk mengukur tingkat kecemasan anak terdapat beberapa

instrumen pengukuran kecemasan anak, diantaranya adalah sebagai

berikut:

1. Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A), yang terdiri dari 14

kelompok gejala yang masing-masing kelompok di rinci lagi

dengan gejala-gejala yang lebih spesifik (Hawari, 2011). Menurut

Hawari (2011) gejala-gejala yang lebih spesfik adalah sebagai

berikut:

a. Perasaan cemas : cemas, firasat buruk, takut akan pikiran

sendiri dan mudah tersinggung.

b. Ketegangan : merasa tegang, lesu, tidak dapat beristirahat

dengan tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar dan

gelisah.

c. Ketakutan : pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri,

pada binatang besar, pada keramaian lalu lintas dan pada

kerumunan orang banyak.

d. Gangguan tidur : sukar untuk tidur, terbangun pada malam hari,

tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, mimpi buruk dan

mimpi yang menakutkan.

e. Gangguan kecerdasan : sukar berkonsentrasi, daya ingat

menurun dan daya ingat buruk.


f. Perasaan depresi (murung) : hilangnya minat, berkurangnya

kesenangan pada hobi, sedih, terbangun pada saat dini hari dan

perasaan berubah-ubah sepanjang hari.

g. Gejala somatik/fisik (otot) : sakit dan nyeri di otot, kaku,

kedutan otot, gigi gemerutuk dan suara tidak stabil.

h. Gejala somatik/fisik (sensorik) : tinnitus (telinga berdenging),

penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas dan

perasaan ditusuk-tusuk.

i. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) : takikardi

(denyut jantung cepat), berdebar-debar, nyeri di dada, denyut

nadi mengeras, rasa lesu/lemas seperti mau pingsan dan detak

jantung menghilang/berhenti sekejap.

j. Gejala respiratori (pernafasan) : rasa tertekan atau sepit di

dada, rasa tercekik, sering menarik nafas dan nafas pendek/

sesak.

k. Gejala gastrointestinal (pencernaan) : sulit menelan, perut

melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah

makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh atau kembung,

mual muntah, BAB konsistensinya lembek, sukar BAB

(konstipasi) dan kehilangan berat badan.

l. Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin) : sering buang air

kecil, tidak dapat menahan BAK, tidak datang bulan (tidak

dapat haid), darah haid berlebihan atau darah haid sangat

sedikit, masa haid berkepanjangan atau masa haid sangat


pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin

(frigid, ejakulasi dini, ereksi melemah, ereksi hilang dan

impotensi).

m. Gejala autonom : mulut kering, muka merah, mudah

berkeringat dan kepala pusing, kepala terasa berat, kepala

terasa sakit dan bulu-bulu berdiri.

n. Tingkah laku/sikap : gelisah, tidak tenang, jari gemetar,

kening/dahi berkerut, wajah tegang, otot tegang/mengeras,

nafas pendek dan cepar serta wajah merah.

Masing-masing nilai angka (skor) dari ke 14 kelompok gejala

tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat

diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu : total nilai (skor) :

kurang dari 14 = tidak ada kecemasan, 14-20 = kecemasan ringan,

21-27 = kecemasan sedang, 28-41= kecemasan berat, 42-56 =

kecemasan berat sekali (Hawari, 2011).

2. Spence Children’s Anxiety Scale (SCAS) adalah instrumen

kecemasan untuk mengukur kecemasan pada anak usia sekolah.

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

skala kecemasan Spence Children's Anxiety Scale (SCAS) yang

telah dimodifikasi oleh Wedyana (2009) dan digunakan sebagai

instrument dalam peneltiannya yang berjudul Hubungan Pola Asuh

Orang Tua Terhadap Tingkat Kecemasan Anak Usia Sekolah Yang

Menjalani Rawat Inap di RSUD. Prof. Dr. Margono. Instrumen ini

terdiri dari 32 pertanyaan, yang memiliki total skor 96.


Responden diminta untuk menunjukkan frekuensi setiap gejala

yang terjadi pada empat skala poin mulai dari tidak pernah (skor 0)

sampai poin selalu (skor 3). Hasil kuesioner akan menjadi kriteria

tingkat kecemasan anak: ringan (skor <16), sedang (skor 17-32),

berat (skor 33-48), dan berat sekali/panik (skor >49).

3. Spence Children’s Anxiety Scale (SCAS) preschool adalah

instrumen kecemasan untuk mengukur kecemasan pada anak usia

prasekolah. Skala ini terdiri dari 28 pertanyaan kecemasan, Skala

ini dilengkapi dengan meminta orang tua untuk mengikuti petunjuk

pada lembar instrumen. Jumlah skor maksimal pada skala

kecemasan SCAS Preschool adalah 112. 28 item kecemasan

tersebut memberikan ukuran keseluruhan kecemasan, selain nilai

pada enam sub-skala masing-masing menekankan aspek tertentu

dari kecemasan anak, yaitu kecemasan umum, kecemasan sosial,

gangguan obsesif kompulsif, ketakutan cedera fisik dan kecemasan

pemisahan (Spence, 2011).

Hasil total skor kuesioner akan menjadi kriteria tingkat

kecemasan anak, dengan rentang skor kecemasan sebagai berikut:

ringan (skor < 28), sedang (skor 28-56), berat (skor 57-84), dan

sangat berat/panik (skor >85). Jumlah pertanyaan dalam instrumen

ini terdiri dari 6 sub-skala kecemasan dan pada item pertanyaan

sebagai berikut:

a. Kecemasan umum (1, 4, 8, 14 dan 28).

b. Kecemasan sosial (2, 5, 11, 15, 19 dan 23).


c. Gangguan obsesif kompulsif (3, 9, 18, 21 dan 27).

d. Ketakutan cedera fisik (7, 10, 13, 17, 20, 24 dan 26).

e. Kecemasan pemisahan (6, 12, 16, 22 dan 25).

4. Faces anxiety scale for children dikembangkan oleh McMurtry

(2010) untuk mengukur kecemasan/rasa takut pada pasien anak di

unit perawatan intensif. Anak-anak sering diminta untuk

melaporkan kecemasan / ketakutan sebelum dan selama prosedur

medis yang menyakitkan, sebelumnya dilakukan penyelidikan awal

dari sifat psikometri dari skala kecemasan wajah. Faces anxiety

scale for children menunjukkan berbagai tingkat kecemasan. Skor

0 memberikan gambaran tidak ada kecemasan sama sekali, skor 1

(menggambarkan lebih sedikit kecemasan), skor 2

(menggambarkan sedikit kecemasan), skor 3 (menggambarkan

kecemasan) dan skor 4 (menggambarkan kecemasan yang ekstrim

pada anak) (Sasongko, 2010).

2.2 Konsep Dasar Remaja

2.2.1 Pengertian

Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-

kanak ke dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (2007) adalah

12 sampai 24 tahun. Namun, jika pada usia remaja seseorang sudah

menikah, maka ia tergolong dalam dewasa dan bukan lagi remaja.

Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih

tergantung pada orang tua ( tidak mandiri ), maka tetap dimasukkan

ke dalam kelompok remaja ( Makhfudli, 2009 ).


Pada remaja wanita ada perubahan yang mencolok, seperti

pembesaran payudara yang cepat dan tubuh menjadi berlemak

sehingga gemuk. Haid ( menarche ) yang terjadi pada wanita dan

mimpi basah yang dialami oleh remaja pria menunjukkan mulai

berfungsinya alat reproduksi. Anda harus dapat menerima perubahan

tersebut dan tidak perlu resah. Perubahan fisik adalah wajar

(Mulyatiningsih, 2012).

2.2.2 Masa Remaja dan Perkembangannya .

Dalam perkembangan kepribadian remaja mempunyai arti yang

khusus, dan masa remaja mempunyai tempat yang tidak jelas dalam

rangkaian perkembangan seseorang. Remaja ada di antara golongan

anak dan dewasa. Remaja masih belum mampu untuk menguasai

fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya. Ditinjau dari segi tersebut,

maka mereka masih dalam golongan kanak-kanak, mereka harus bisa

menemukan tempat dalam masyarakat.

Remaja ada dalam tempat marjinal (Lewin,1939). Berhubung ada

bermacam-macam syarat untuk dikatakan sebagai dewasa, maka

akan lebih muda jika di masukkan sebagai kategori anak dari pada

dewasa. Meskipun begitu, kedudukan dan status remaja berbeda

dengan anak-anak. Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-

sifat masa transisi atau peraliahan karena masa remaja belum

memperoleh status orang dewasa tetapi, tidak lagi menyandang

status kanak-kanak. Maka dengan inilah , masa remaja disebut

dengan masa marjinal.


Ausubel (1965) menyebut status orang dewasa sebagai status

primer, artinya status itu diperoleh berdasarkan kemampuan dan

usaha sendiri. Status anak adalah status yang diperoleh (devided),

artinya tergantung dari pada apa yang diberikan oleh orang tuanya

(dalam masyarakat). Remaja ada dalam status Interim sebagai akibat

daripada posisi yang diberikan orang tua dan sebagian diperoleh

melalui usaha sendiri yang selanjutnya memberikan prestise tertentu

padanya. Status interim berhubungan dengan masa peralihan yang

timbul setelah pemasakan seksual (pubertas). Masa peralihan

tersebut diperluas untuk mempelajari remaja mampu memikul

tanggung jawab nanti dalam masa dewasanya (Nirwana, 2011).

2.2.3 Fase-fase Masa Remaja

1. Masa Pra-Pubertas (12-13 tahun)

Masa ini disebut juga masa pueral, yaitu masa peralihan dari

kanak-kanak ke remaja. Pada anak perempuan, masa ini lebih

singkat dibandingkan dengan anak laki-laki. Pada masa ini,

terjadi perubahan yang besar pada remaja, yaitu meningkatnya

hormon seksualitas dan mulai berkembangnya organ-organ

seksual serta organ reproduksi remaja.

2. Masa Pubertas (14-16 tahun)

Masa ini disebut juga dengan masa remaja awal, dimana

perkembangan fisiknya, sekaligus bangga bahwa hal itu

menunjukkan bahwa memang bukan anak- anak lagi. Pada masa

ini, emosi remaja menjadi sengat labil akibat dari perkembangan


hormon-hormon seksualnya yang begitu pesat. Keinginan

seksualnya juga semakin kuat. Pada remaja wanita ditandai

dengan datangnya menstruasi yang pertama, sedang pada remaja

laki-laki ditandai dengan mimpi basah yang pertama.

3. Masa Akhir Pubertas (17-18 tahun)

Pada masa ini,remaja yang mampu melewati masa

sebelumnya dengan baik, akan dapat menerima kodratnya, baik

sebagai wanita ataupun sebagi laki-laki. Mereka juga bangga

karena tubuh mereka dianggap menentukan harga diri mereka.

4. Periode Remaja Adolesensi (19-21 tahun)

Pada periode ini, umumnya remaja sudah mencapai

kematangan yang sempurna segi fisik, emosi, maupun psikisnya.

Mereka akan mempelajari berbagai macam hal yang abstrak dan

mulai memperjuangkan suatu idealisme yang didapat dipikiran

mereka (Nirwana, 2011).

2.2.4 Karakteristik Perubahan Fisik Remaja

Bila membicarakan perubahan fisik remaja, maka tidak akan

lepas dari karakteristik fisik remaja, perubahan hormonal remaja,

masa kematangan seksual dan reaksi terhadap menarche. Perubahan

fisik remaja yaitu terjadi perubahan secara biologis.

1. Karakteristik Perubahan Fisik Remaja Wanita

a. Pertumbuhan payudara pada usia 3-7 tahun.

b. Pertumbuhan rambut kemaluan pada usia 7-14 tahun.

c. Pertumbuhan badan/tubuh 9,5-14,5 tahun.


d. Pertumbuhan bulu ketiak 1-2 tahun setelah tumbuh rambut

pubis (pubic hair ).

2. Karakteristik Perubahan Fisik Remaja Laki-laki

a. Pertumbuhan testis, kantong skorotum pada usia 10-13,5

tahun.

b. Pertumbuhan rambut kemaluan pada usia 10-15 tahun.

c. Pertumbuhan badan/tubuh 10,5-16 tahun.

d. Pertumbuhan penis, kelenjar prostat, vesika seminalis pada

usia 11-14,5 tahun.

e. Ejakulasi pertama dengan mengeluarkan semen kira-kira 1

tahun setelah pertumbuhan penis.

f. Pertumbuhan rambut wajah dan bulu ketiak kira-kira 2 tahun

setelah tampak rambut kemaluan (Darmasih, 2009).

2.2.5 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Masalah pada Remaja

Adanya perubahan-perubahan biologis dan psikologis yang

sangat pesat pada remaja menimbulkan dorongan tertentu yang

sifatnya sangat kompleks. Orang tua dan pendidik kurang siap untuk

memberikan informasi yang benar dan tepat waktu karena

ketidaktahuannya.

Perbaikan gizi yang menyebabkan menarche menjadi lebih dini

dan masih banyaknya kawin muda. Membaiknya sarana komunikasi

dan trasportasi akibat kemajuan teknologi, menyebabkan

membanjirnya arus informasi dari luar yang sulit diseleksi.

Kurangnya pemanfaatan penggunaan sarana untuk menyalurkan


gejolak remaja. Perlu penyaluran bakat dan minat sebagai subtitusi

yang bernilai positif ke arah perkembangan keterampilan, yang

mengandung unsur kecepatan dan kekuatan, seperti berolahraga

(Nirwana, 2011).

Upaya yang dilakukan untuk mencegah tingkat kecemasan pada

pra pubertas usia 10 sampai 12 tahun yang berhubungan dengan

menarche antara lain meningkatkan minat membaca tentang buku-

buku kedokteran dan meningkatkan pengetahuan remaja tentang

masalah kesehatan melalui upaya penyuluhan kesehatan reproduksi

di tingkat Sekolah Dasar (Burn, 2000). Sekolah adalah tempat yang

paling tepat karena sekolah merupakan perpanjangan tangan dari

keluarga dalam meletakkan dasar perilaku untuk kehidupan anak

selanjutnya, sehingga sekolah sangat berperan dalam proses

penyampaian informasi kesehatan kepada remaja terutama persiapan

anak usia pra pubertas (Notoatmodjo, 2012).

2.3 Konsep Dasar Menarche

2.3.1 Pengertian

Menarche merupakan menstruasi pertama yang biasa terjadi pada

rentang usia 10-16 tahun atau pada masa awal remaja di tengah masa

pubertas sebelum memasuki masa reproduksi. Definisi menarche

menurut Hinchliff (1999) adalah periode menstruasi yang pertama

terjadi pada masa pubertas seorang wanita. Sedangkan menurut

Pearche (1999) menarche diartikan sebagai permulaan menstruasi


pada seorang gadis pada masa pubertas, yang biasanya muncul pada

usia 11 sampai 14 tahun (Proverawati et al, 2009).

Kematangan seksual remaja ditandai dengan keluarnya air mani

pertama pada malam hari (wet-dream) pada laki-laki. Istilah lain

untuk menyatakan keluarnya air mani pada ejakulasi pertama,

disebut spermarche, sedangkan pada remaja wanita mengalami

menstruasi pertama yaitu yang disebut dengan istilah menarche.

Menarche merupakan pertanda adanya perubahan status sosial anak-

anak kedewasa. Pada studi antar budaya menarche mempunyai

variasi makna termasuk rasa tanggung jawab, kebebasan dan harapan

untuk mulai bereproduksi. Menarche merupakan suatu tanda yang

penting pada wanita yang menunjukkan adanya produksi hormon

yang normal yang dibuat oleh hipotalamus dan kemudian diteruskan

pada ovarium dan uterus. Selama 2 tahun hormon-hormon ini akan

merangsang pertumbuhan tanda-tanda seks sekunder seperti

pertumbuhan payudara, perubahan kulit, perubahan siklus,

pertumbuhan rambut pubis dan ketiak serta bentuk tubuh menjadi

bentuk tubuh yang ideal (Dariyo, 2004).

2.3.2 Perubahan Saat Menarche

Saat terjadi menarche wanita cenderung merasa bingung, gelisah,

dan perasaan tidak nyaman. Ini merupakan hal yang wajar yang

diharapkan oleh setiap wanita yang normal, namun hal ini akan

semakin parah apabila pengetahuan remaja tentang menstruasi sangat

kurang. Gejala lain yang dirasakan adalah adanya perubahan


emosional seperti perasaan suntuk, marah, dan sedih yang

disebabkan oleh adanya pelepasan beberapa hormon.

Gejala lain yang dirasakan yaitu sakit kepala, pegal-pegal dikaki

dan dipinggang untuk beberapa jam, kram perut dan sakit perut.

Kemudian wanita juga mengalami Thelarche (perkembangan

payudara), terjadi paling awal pada usia kurang dari 10 tahun. Hal ini

disebabkan oleh sekresi hormon estrogen yang mendorong terjadinya

penimbunan lemak dijaringan payudara. Wanita juga akan

mengalami Adrenarche atau perkembanagan rambut pada aksila dan

pubis. Hal ini terjadi karena lonjakan sekresi androgen adrenal pada

pubertas, bukan akibat dari hormone estrogen. Kemudian diikuti oleh

pertumbuhan tinggi badan (Misaroh et al, 2009).

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Menarche

Aspek Psikologi yang menyatakan bahwa menarche merupakan

bagian dari masa pubertas. Menarche merupakan suatu proses yang

melibatkan sistem anatomi dan fisiologi dari proses pubertas yaitu

sebagai berikut:

a. Disekresikannya esterogen oleh ovarium yang distimulasi oleh

hormon pituitari.

b. Esterogen menstimulasi pertumbuhan uterus.

c. Fluktuasi tingkat hormon yang dapat menghasilkan perubahan

suplai darah yang adekuat kebagian endometrium.

d. Kematian beberapa jaringan endometrium dari hormon ini dan

adanya peningkatan fluktuasi suplai darah ke desidua.


Faktor-faktor yang mempengaruhi menarche :

1) Menarche dan kesuburan

Menarche bukanlah sebagai tanda terjadinya ovulasi. Secara

tidak teratur menstruasi terjadi sela 1-2 tahun sebelum terjadi

ovulasi yang teratur.

2) Pengaruh Waktu Terjadinya Menarche

Menarche terjadi sekitar dua tahun setelah perkembangan

payudara. Namun akhir-akhir ini menarche terjadi pada usia yang

lebih muda dan tergantung dari pertumbuhan individu tersebut,

diet dan tingkat kesehatannya.

3) Menarche dan Lingkungan social

Menurut sebuah penelitian menyatakan bahwa lingkungan

sosial berpengaruh terhadap waktu terhadap terjadinya menarche.

Salah satunya yaitu lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga

yang harmonis dan adanya keluarga besar yang baik dapat

memperlambat terjadinya menarche dini, sedangkan anak yang

tinggal di tengah-tengah keluarga yang tidak harmonis dapat

mengakibatkan terjadinya menarche dini. Selain itu ketidak

hadiran seorang ayah ketika ia masih kecil, adanya tindakan

kekerasan seksual pada anak dan adanya konflik pada keluarga

merupakan yang berperan penting pada terjadinya menarche dini.

4) Umur Menarche dan Status Sosial Ekonomi

Menarche terlambat terjadi pada kelompok sosial ekonomi

sedang sampai tinggi yang memiliki selisih selama 12 bulan. Hal


ini telah diteliti di India berdasarkan pendapatan perkapita. Orang

yang berasal dari kelompok keluarga yang biasa mengalami

menarche lebih dini. Tapi setelah diteliti lebih lanjut asupan

protein lebih berpengaruh terhadap kejadian menarche yang lebih

awal.

5) Basal Metabolik dan Indeks Kejadian Menarche

Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita yang mengalami

menarche dini (9-11 tahun) mempunyai berat badan maksimal 46

kg. Kelompok yang memiliki berat badan 37 kg mengalami

menarche yang terlambat yaitu sekitar 4,5 kg lebih rendah dari

kelompok yang memiliki berat badan yang ideal (Proverowati

dan Misaroh, 2009).

2.3.4 Usia Terjadi Menarche

Usia saat seorang anak perempuan mengalami menarche sangat

berfariasi. Terdapat kecenderungan bahwa saat ini anak mendapat

menstruasi yang pertama kali pada usia yang lebih muda. Ada yang

berusia 12 tahun. Tapi ada juga yang umur 8 tahun sudah memulai

siklusnya.

Tidak menutup kemungkinan usia 16 tahun baru mendapatkan

menstruasi pun dapat terjadi atau disebut dengan amenore sekunder.

Jika hal ini terjadi, perlu dilakukan pemeriksaan medis untuk

mengetahui penyebabnya. Karena pada lazimnya penyebab amenore

sekunder ini, karena terdapat lubang aliran menstruasi pada selaput

darah. Anak yang mengalami kelainan didalam kandungan umumnya


mengalami menarche lebih muda dibandingkan usia rata-rata,

sebaliknya anak yang mengalami cacat mental mendapat menarche

pada usia yang lebih lambat.

Usia untuk mencapai menarche seseorang dipengaruhi oleh banyak

faktor antara lain faktor suku dan ras, genetik, gizi, sosial dan

ekonomi. Selain itu, menstruasi pertama dapat disebabkan oleh

beberapa faktor diantaranya adalah adanya rangsangan audio visual,

baik berasal dari percakapan maupun tontonan dari film internet

berlabel dewasa, vulgar, dan berbau seksualitas (Proverawati dan

Misaroh, 2009).

2.3.5 Reaksi Remaja Wanita terhadap Menarche

Tidak semua individu mampu menerima perubahan fisiologis

semasa remaja. Menurut para ahli psikologi perkembangan seperti

Berk (1993), Turner dan Helms (1995), Singgih D. Gunarsa dan Yulia

Singgih Dirga Gunarsa (1991) secara umum mengungkapkan 2 jenis

reaksi remaja wanita terhadap menarche, yaitu sebagai berikut :

1. Reaksi negatif

Yaitu suatu pandangan yang kurang baik dari seorang remaja

wanita ketika dirinya memandang terhadap munculnya menstruasi.

Ketika muncul menstruasi pertama, seorang individu akan

merasakan adanya keluhan-keluhan fisiologis seperti sakit kepala,

sakit pinggang, mual-mual dan muntah maupun kondisi psikologis

yang tak stabil seperti sedih, setres, cemas, mudah tersinggug dan

emosional.
Hal ini kemungkinan karena ketidaktahuan remaja tentang

perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada awal kehidupan

seorang remaja wanita, maka menstruasi dianggap sebagai sesuatu

hal yang tidak baik. Oleh karena itu, peran orang tua maupun guru

disekolah dalam memberi pengertian dan pendidikan kondisi

perubahan masa-masa remaja termasuk pendidikan tentang

menarche sangatlah penting agar dapat mngurangi sikap

membingungkan bagi remaja.

2. Reaksi positif

Disini individu atau remaja putri mampu memahami,

menghargai, dan menerima adanya menstruasi pertama sebagai

tanda kedewasaan seseorang (Agoes Dariyo, 2004).

2.3.6 Perawatan Diri saat Menstruasi

Upaya yang dilakukan ketika anak menstruasi yaitu menjaga

kebersihan selama masa menstruasi dengan mengganti pembalut

minimal dua kali sehari, karena penggantian pembalut dapat

mengurangi perkembangbiakan bakteri, minum obat apabila timbul

rasa nyeri yang berlebihan dan memeriksakan ke dokter, juga

pemberian vitamin B1, B6, dan B12 berguna untuk individu yang

menderita keluhan sakit pada saat menstruasi dan diminum sesuai

dosis yang dianjurkan.

Disamping itu juga disarankan untuk menjaga kebersihan vagina,

karena kuman mudah sekali masuk dan dapat menimbulkan penyakit

pada saluran reproduksi (Proverawati dan Misaroh, 2009).


Beberapa cara perawatan diri saat menstruasi antara lain sebagai

berikut:

1. Bersihkan vagina setiap mandi dengan air bersih, bila perlu dengan

air hangat.

2. Cuci tangan seebelum menyentuh vagina.

3. Menyediakan pembalut dan underwear pada saat melakukan

aktivitas ataupun bepergian.

4. Gunakan pembalut yang baik, lembut dan aman pada saat

menstruasi.

5. Pilihlah pembalut yang tidak memberi efek samping, seperti

menimbulkan iritasi pada daerah organ intim, rasa tidak nyaman.

6. Pembalut harus sering diganti setiap mandi atau buang air besar.
BAB 3

KERANGA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau

kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel

yang satu dengan variable

l yang lain dari masalah yang ingin di teliti (Notoadmodjo, 2010).

Faktor –faktor yang


mempengaruhi
Tingkat kecemasan remaja :
kecemasan :
1. Tidak ada
1. Umur
kecemasan
2. Pendidikan
2. Kecemasan ringan
3. pendapatan
3. Kecemasan sedang
4. Kecemasan berat Kejadian
5. Kecemasan berat menarche
sekali

Sumber : Sasongko (2010) dan Hawari (2012).


Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Gambaran Kecemasan Remaja Usia 10-
12 tahun terhadap Menarche di MINU TRATE Putri Gresik
Tahun 2014.

31
Pada kerangka konseptual tentang gambaran kecemasan remaja putri

usia 10-12 tahun terhadap menarche dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,

antara lain : Umur, pendidikan, dan pendapatan akan tetapi umur,

pendidikan, dan pendapatan tidak diteliti, peneliti hanya meneliti kejadian

menarche dengan tingkat kecemasan yang meliputi tidak ada kecemasan,

kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat, kecemasan berat

sekali. (Sasongko (2010), (Hawari, 2012).


BAB 4

METODE PENELITIAN

Metode penelitiaan merupakan metode atau cara yang akan digunakan

dalam penelitian. Oleh sebab itu, dalam uraian tersebut tercermin langkah-

langkah teknis dan operasional penelitian yang akan dilaksanakan.

(Notoadmodjo, 2010) yang meliputi :

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang

dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa

diterapkan. (Nursalam, 2008).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan desain penelitian deskriptif,

bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis, aktual, dan akurat

mengenai gambaran kecemasan remaja usia 10-12 tahun terhadap menarche

di MINU Trate Putri Gresik.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1 Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan pada tanggal 2-25 bulan desember 2014.
4.2.2 Tempat Penelitian
Lokasi penelitian di lakukan di MINU Trate Putri Gresik.

33
4.3 Kerangka Kerja

Kerangka kerja penelitian adalah suatu uraian visualisasi hubungan atau


kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel
satu dengan variabel yang lain yang akan diteliti (Notoadmodjo, 2010).
Kerangka kerja dalam penelitian dapat digambarkan sebagai
berikut :
Populasi : Seluruh siswi usia 10-12 tahun di MINU Trate Putri Gresik pada bulan
Desember 2014 sebanyak 208 siswi.

Teknik sampling: Simple Random Sampling

Sampel : Sebagian siswi usia 10-12 tahun yang sudah mengalami menarche di MINU
TratePutri Gresik bulan desember 2014 sebanyak 82 siswi.

Desain Penelitian : Deskriptif

Variabel : Kecemasan remaja usia 10-12 tahun terhadap menarche

Pengumpulan Data : Kecemasan remaja usia 10-12 tahun


dengan kuesioner

Pengolahan data Analisa Data : Editing, coding,


scoring, tabulating

Penyajian Hasil

Kesimpulan dan Saran

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Gambaran Kecemasan remaja usia 10-12 tahun
terhadap Menarche di MINU Trate Putri Gresik Tahun 2014.
4.4 Teknik Sampling

4.4.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2010).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi usia 10-12

tahun di MINU Trate Putri Gresik tahun 2014 yang berjumlah 208

siswi.

4.4.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah obyek yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi (Notoatmojdo. 2010).

Rumus besar sampel finith :

n = N.Z1/2α2.p.q
d2 (N-1)+ Z1/2α2.p.q

n = 208.1,962.0,5.0,5

0,052 (208-1)+1,962.0,5

n = 199,7632

2,4384

n = 81,92

n = 82
36

Kriteria inklusi adalah karekteristik umum subjek penelitian dari

suatu populasi target yang terjangkau yang diteliti. (Nursalam, 2010).

Kriteria inklusi dari penelitian adalah :

Siswi usia 10-12 tahun yang setuju menjadi responden dan mengisi

lembar persetujuan.

Pada penelitian ini sampelnya adalah Sebagian siswi usia 10-12

tahun yang sudah mengalami menarche di MINU TratePutri Gresik

bulan desember 2014 sebanyak 82 siswi.

4.4.3 Sampling Penelitian

Sampling adalah adalah proses menyeleksi porsi dari populasi

dapat mewakili populasi (Nursalam).

Tehnik pengambilan sampling pada penelitian ini menggunakan

simple random sampling yaitu membuat soal kuesioner kemudian

dibagikan dan disuruh mengisi oleh responden.

4.5 Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

4.5.1 Identifiksi Variabel

Variabel mengandung pengrtian ukuran atau ciri yang dimiliki

oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang

dimiliki oleh kelompok lain (Notoatmodjo). Variabel dalam

penelitian ini yaitu kecemasan remaja usia 10-12 tahun terhadap

menarche di MINU Trate Putri Gresik Tahun 2014.


37

4.5.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang

dimaksud, ataua tentang apa yang diukur oleh variabel yang

bersagkutan (Notoatmodjo, 2010).

Tabel 4.1 Definisi Operasional penelitian Gambaran Kecemasan Remaja Usia 10-12

tahun terhadap Menarche di MINU Trate Putri Gresik Tahun 2014.

Variabel Definisi Indikator Alat Skala Skor


Operasional Ukur Data
Kecemasan Ansietas atau Tidak Kuis Nominal Iya = 1
remaja usia kecemasan mengalami ioner
10-12 tahun merupakan kecemasan : Tidak = 0
terhadap respon Apabila < 14
menarche emosional Kecemasan
terhadap ringan :
penilaian Apabila 14-20
individu yang Kecemasan
subjektif, yang sedang :
dipengaruhi Apabila 21-27
alam bawah Kecemasan
sadar dan tidak berat :
diketahui Apabila 28-41
secara khusus Kecemasan
penyebabnya berat sekali :
(Ermawati. Apabila 42-56
2009).
38

4.6 Pengumpulan dan Analisis Data

4.6.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk

prngumpulan data (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini menggunakan

instrumen berupa kuesioner, dimana responden tinggal memilih atau

menjawab pada jawaban yang sudah ada dan mencontrengnya jika

terdapat gejala yang terjadi pada diri remaja putri tersebut.

4.6.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada

subyek dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang

diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2008).

Proses pengumpulan data pada penelitian ini adalah peneliti

meminta surat izin penelitian dari AKBID Delima Persada Gresik

untuk diberikan kepada Kepala Sekolah MINU Trate Putri Gresik.

Dan setelah mendapat izin, peneliti mengadakan pendekatan kepada

responden untuk mendapatkan persetujuan dari responden sebagai

sampel penelitian. Setelah responden bersedia, lalu membagikan

kuesioner ke responden untuk diisi. Kemudian peneliti menjelaskan

kepada responden tentang cara pengisian kuesioner dan responden

mengisi kuesioner.

4.6.3 Analisis Data

Setelah responden mengerti penejelasan dari peneliti, maka

responden diharapkan untuk menjawab pertanyaan keusiner yang


telah disediakan. Setelah data yang diperlukan terkumpul maka

langkah selanjutnya adalah mengelola menjadi data yang siap

digunakan untuk analisis, menurut Sugiyono (2010) langkah-langkah

untuk menganalisis data manjadi :

1. Editing ( Penyimpanan Data )

Editing adalah kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan

isian formulir atau kuesioner (Notoadmodjo, 2010). Pada

penelitian ini peneliti melakukan pengecekan kembali datanya,

apakah data yang diperoleh sudah sesuai atau tidak.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik

(angka) terhadap data yang terdiri dari beberapa kategori. Pada

penelitian ini peneliti memberikan kode ini.

Keterangan :

P : Prosentase skor

Sp : Skor yang diperoleh responden

Sm : Skor minimal
3. Scoring

Scoring adalah penentuan jumlah skor. Pada penelitian ini

scoring dilakukan dengan menggunakan kuesioner HARS.

Dengan nilai 1 untuk jawaban iya dan nilai 0 utuk jawaban tidak.

Masing-masing nilai angka (skor) dari ke 14 kelompok gejala

tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat

diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu : total nilai (skor) :

kurang dari 14 = tidak ada kecemasan, 14-20 = kecemasan

ringan, 21-27 = kecemasan sedang, 28-41= kecemasan berat, 42-

56 = kecemasan berat sekali (Hawari, 2011).

Menurut Budiarto,(2002) Rumus yang digunakan adalah :

P = FX100%
N

Keterangan :

P : Presentase dengan nilai 0% s/d 100%

F : Jumlah jawaban yang benar dengan nilai 0 s/d nilai 20

N : Jumlah skor maksimal jika semua pertanyaan yang


dijawab dengan benar adalah 20
4. Tabulating

Tabulating yaitu hasil kemudian di interpretasikan dengan

modifikasi kesimpulan menurut Arikunto (2010) yaitu :

Seluruh : 100%

Hampir Seluruh : 76-99%

Sebagian Besar : 51-75%

Setengahnya : 50%
Hampir Setengahnya: 26-49%

Sebagian Kecil : 1-25%

Tidak Satupun : 0%

4.7 Etika Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan kepada

institusi D III Kebidanan Delima Persada Gresik untuk mendapatkan

persetujuan. Setelah itu baru melakukan penelitian pada responden dengan

menekankan pada msalah etika yang meliputi :

4.7.1 Informed Concent ( Lembar Persetujuan)

Lembar persetujuan untuk menjadi responden ini diikut sertakan

pada kuesioner yang diisi oleh responden. Tujuannya agar responden

mengetahui maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya,

jika responden bersedia maka mereka harus menandatangani lembar

persetujuan dan jka responden tidak bersedia maka peneliti harus

menghormati hak pasien (Nursalam, 2008).

4.7.2 Confidientiality (kerahasiaan)

Informasi yang telah diperoleh dari subyek dijamin

kerahasiannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan

diperoleh sebagai hasil riset (Nursalam, 2008).

4.7.3 Anonimity (Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek maka pada lembar

pengumpulan data tidak dicantumkan nama subyek, hanya

menuliskan kode lembar pengumpulan data (Nursalam, 2008).


42

4.8 Keterbatasan

Penelitian ini mempunyai kekurangan dan keterbatasan yang dihadapi

oleh peneliti menggunakan kuesioner tertutup sehingga tidak mengenali

lebih dalam alasan-alasan atau pendapat responden dan kemungkinan

terdapat kesalahan pencatatan.

Anda mungkin juga menyukai