Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A. Tinjuan Teori

1. Kecemasan

a. Pengertian Kecemasan

Kecemasan merupakan sesuatu hal yang akrab dalam

kehidupan manusia. Kecemasan bukan sesuatu yang aneh karena

setiap orang pasti pernah mengalami dengan berbagai tingkatan.

Kecemasan sangat berhubungan dengan perasaan tidak pasti dan

ketidakberdayaan sebagai hasil penilaian terhadap suatu obyek atau

keadaan (Asmadi, 2008).

Menurut Carpenito (2009), cemas berbeda dengan takut,

walaupun hampir sama tetapi terdapat perbedaan yang penting, yaitu :

1) Takut merupakan rasa tidak berani terhadap suatu objek yang

konkrit.

2) Kecemasan menyerang pada tingkat lebih dalam dari pada takut,

yaitu sampai pusat kepribadian.

b. Gejala gejala kecemasan

Secara klinis gejala kecemasan dibagi dalam beberapa kelompok

yaitu gangguan cemas (anxiety disorder), gangguan cemas menyeluruh

(generalzed anxiety disorder/GAD), gangguan panik (panic disorder),

99
Hubungan Respon Time..., Shafira Hanita Putri, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
gangguan phobik (phobic disorder) dan gangguan obsesif kompulsif

(obsessive compulsive) (Gunawan dan Hastuti, 2018).

Menurut Hawari (2011), gejala klinik kecemasan adalah :

1) Cemas, khawatir, takut akan pikirannya sendiri, dan mudah

tersinggung.

2) Tegang, tidak tenang, gelisah dan mudah terkejut.

3) Gangguan pola tidur dan mimpi yang menyaramkan.

4) Takut sendiri atau takut banyak orang.

5) Gangguan konsentrasi atau daya ingat

6) Keluhan somestik, seperti rasa sakit pada tulang dan otot

pendengaran berdenging, berdebar-debar sesak nafas, gangguan

pencernaan, gangguan perkemihan dan sakit kepala.

c. Rentang respon kecemasan

Menurut Stuart dan Sundeen (2008), tingkat kecemasan adalah

sebagai berikut :

a. Kecemasan Ringan

Keadaan ini berhubungan dengan ketegangan akan kehidupan

sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan

meningkatkan lapangan persepsinya. Kecemasan dapat

memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta

kreativitas.

10
Hubungan Respon Time..., Shafira Hanita Putri, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
b. Kecemasan Sedang

Kecemasan sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada

hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Kecemasan ini

mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian,

individu mengalami tidak yang selektif namun dapat berfungsi

pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.

c. Kecemasan Berat

Kecemasan berat sangat mengurangi lapang persepsi individu.

Individu cenderung berfokus pada suatu yang rinci dan spesifik

serta tidak berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukan

untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan

banyak arahan untuk berfokus pada area lain.

d. Kecemasan Sangat Berat dan Panik

Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan berpengarah,

ketakutan dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya.

Karena mengalami kehilangan terkendali, individu yang

mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun

dengan arahan. Panik mencakup diorganisasi kepribadian dan

menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya

kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang

menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat

kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, jika langsung terus

dalam waktu yang lama dapat terjadi kelemahan dan kematian.

11
Hubungan Respon Time..., Shafira Hanita Putri, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
d. Ukur Kecemasan

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat kecemasan

adalah DASS (Depression Anxiety Stress Scale). DASS (Depression

Anxiety Stress Scale) merupakan alat ukur kecemasan untuk

mengetahui sejauh mana kecemasan pasien. DASS mempunyai 42

aspek penialain, dengan keterangan 0= tidak pernah, 1= sesuai yang

dialami sampai tingkat tertentu atau kadang-kadang, 2= sering dan 3=

sangat sesuai dengan yang dialami atau hampir setiap saat (Nursalam,

2011).

Dari 42 aspek, terdapat 3 skala diantaranya, skala depresi pada

aspek penilaian ( 3,5,10,13,16,17,21,24,26,31,34,37,38,42), aspek

skala kecemasan (2,4,7,9,15,19,20,23,25,28,30,36,40,41) dan aspek

skala stress (1,6,8,11,12,14,18,22,27,29,32,33,35,39) (Nursalam,

2011). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan skala DASS untuk

mengukur tingkat kecemasan pasien. Tingkat penilaian aspek skala

penilaian, kecemasan dan stress :

Tabel 2.1 Tingkat Aspek Penilaian, Kecemasan dan Stress

Tingkat Depresi Kecemasa Stres


Normal 0-9 0-7 0-14
Ringan 10-13 8-9 15-18
Sedang 14-20 10-14 19-25
Parah 21-27 15-19 26-33
Sangat parah >28 >20 >34

12
Hubungan Respon Time..., Shafira Hanita Putri, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut Stuart &

Sudden (2008), yaitu:

a. Faktor eksternal

1) Ancaman integritas diri

Meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap

kebutuhan dasar (penyakit, trauma fisik, pembedahan yang akan

dilakukan).

2) Ancaman sistem diri

Antara lain: ancaman terhadap identitas diri, harga diri,

hubungan interpersonal, kehilangan, dan perubahan status dan

peran.

b. Faktor internal

1) Potensial stresor

Stresor psikososial merupakan keadaan yang menyebabkan

perubahan dalam kehidupan sehingga individu dituntut untuk

beradaptasi.

2) Maturitas

Kematangan kepribadian inidividu akan mempengaruhi kecemasan

yang dihadapinya. Kepribadian individu yang lebih matur maka

lebih sukar mengalami gangguan akibat kecemasan, karena

individu mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap

kecemasan.

13
Hubungan Respon Time..., Shafira Hanita Putri, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
3) Pendidikan

Tingkat pendidikan individu berpengaruh terhadap kemampuan

berpikir. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka individu semakin

mudah berpikir rasional dan menangkap informasi baru.

Kemampuan analisis akan mempermudah individu dalam

menguraikan masalah baru.

4) Respon koping

Mekanisme koping digunakan seseorang saat mengalami

kecemasan. Ketidakmampuan mengatasi kecemasan secara

konstruktif merupakan penyebab terjadinya perilaku patologis.

5) Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi yang rendah pada seseorang akan

menyebabkan individu mudah mengalami kecemasan.

6) Keadaan fisik

Individu yang mengalami gangguan fisik akan mudah mengalami

kelelahan fisik. Kelelahan fisik yang dialami akan mempermudah

individu mengalami kecemasan.

7) Tipe kepribadian

Individu dengan tipe kepribadian A lebih mudah mengalami

gangguan akibat kecemasan daripada orang dengan tipe

kepribadian B. Misalnya dengan orang tipe B adalah orang yang

memiliki selera humor yang tinggi, tipe ini cenderung lebih santai,

tidak tegang dan tidak gampang merasa cemas bila menghadapi

14
Hubungan Respon Time..., Shafira Hanita Putri, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
sesuatu, sedangkan tipe A ini orang yang mudah emosi, mudah

curiga, tegang maka tipe A ini akan lebih mudah merasa cemas.

8) Lingkungan dan situasi

Seseorang yang berada di lingkungan asing lebih mudah

mengalami kecemasan dibandingkan di lingkungan yang yang

sudah dikenalnya.

9) Dukungan sosial

Dukungan sosial dan lingkungan merupakan sumber koping

individu. Dukungan sosial dari kehadiran orang lain membantu

seseorang mengurangi kecemasan sedangkan lingkungan

mempengaruhi area berfikir individu.

10) Usia

Usia muda lebih mudah cemas dibandingkan individu dengan usia

yang lebih tua.

11) Humor

Humor dapat menimbulkan reflek tertawa dan tertawa mampu

mengurai ketegangan syaraf dan mengurangi rasa cemas.

12) Jenis kelamin

Gangguan kecemasan tingkat panik lebih sering dialami wanita

daripada pria. Depresi dan stres sering dialami oleh perempuan jika

dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini disebabkan karena diawali

adanya rasa cemas yang tidak dapat diatasi.

15
Hubungan Respon Time..., Shafira Hanita Putri, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
3. Komunikasi Terapeutik

a. Pengertian

Komunikasi terapeutik berhubungan dengan terapi, yang

merupakan suatu usaha untuk memulihkan kesehatan seseorang yang

sedang sakit, perawatan penyakit, dan pengobatan

penyakit. Komunikasi terapeutik adalah pengiriman pesan antara

pengirim dan penerima dengan interaksi diantara keduanya yang

bertujuan memulihkan kesehatan seseorang yang sedang sakit.

Komunikasi terapeutk merupakan teknik verbal dan non verbal yang

digunakan petugas kesehatan untuk memfokuskan pada kebutuhan

pasien (Prabandari, 2006 dalam Maulana, 2009).

Menurut Potter dan Perry (2010) bahwa komunukasi terjadi

pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik.

b. Tujuan komunikasi terapeutik

Potter dan Perry (2010) menyebutkan bahwa tujuan

komunikasi terapeutik adalah menegakkan hubungan terapeutik antara

petugas kesehatan dan pasien, mengidentifikasi kebutuhan pasien yang

penting dan menilai persepi pasien terhadap masalahnya. Komponen

dasar komunikasi terapeutik adalah kerahasiaan, keterbukaan diri,

privasi, sentuhan, mendengarkan aktif dan melakukan pengamatan.

Tujuan komunikasi terapeutik menurut Stuart & Sudden (2008)

adalah kesadaran diri, penerimaan diri, dan meningkatnya kehormatan

diri; identitas pribadi yang jelas dan meningkatnya integritas pribadi;

16
Hubungan Respon Time..., Shafira Hanita Putri, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
kemampuan untuk membentuk suatu keintiman, saling ketergantungan,

hubungan interpersonal, dengan kapasitas memberi dan menerima

cinta; mendorong fungsi dan meningkatkan kemampuan terhadap

kebutuhan yang memuaskan dan mencapai tujuan pribadi yang

realistik.

c. Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik

Menurut Suryani (2005) ada beberapa prinsip dasar yang harus

dipahami dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang

terapeutik, yaitu:

1) Hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang

saling menguntungkan. hubungan ini didasarkan pada prinsip

”humanity of nurse and clients”. Kualitas hubungan perawat-klien

ditentukan oleh bagaimana perawat mendefenisikan dirinya sebagai

manusia. Hubungan perawat dengan klien tidak hanya sekedar

hubungan seorang penolong dengan kliennya tapi lebih dari itu,

yaitu hubungan antar manusia yang bermartabat.

2) Perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu

mempunyai karakter yang berbeda-beda. Karena itu perawat perlu

memahami perasaan dan prilaku klien dengan melihat perbedaan

latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu.

3) Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri

pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus

mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.

17
Hubungan Respon Time..., Shafira Hanita Putri, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
4) Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling

percaya harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali

permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan masalah.

hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari

komunikasi terapeutik

d. Sikap perawat dalam komunikasi terapeutik

Roselina, (2009) mengidentifikasikan lima sikap atau cara

untuk dapat menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi

komunikasi terapeutik:

1) Berhadapan

Posisi ini memiliki arti bahwa saya siap untuk anda

2) Mempertahankan kontak mata

Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan

menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi

3) Membungkuk kearah klien

Pada posisi ini menunjukkan keinginan untuk menyatakan atau

mendengarkan sesuatu

4) Memperlihatkan sikap terbuka

Dalam posisi ini diharapkan tidak melipat kaki atau tangan untuk

menyatakan atau mendengarkan sesuatu

5) Tetap rileks

Tetap dapat mengendalikan keseimbangan, antara ketegangan dan

relaksasi dalam memberikan respons kepada pasien, meskipun

18
Hubungan Respon Time..., Shafira Hanita Putri, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
dalam situasi yang kurang menyenangkan.

6) Karakteristik komunikasi terapeutik

e. Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik

Faktor-faktor yang memengaruhi proses komunikasi dan

berdampak pada hasil interaksi terapis- pasien di dalam keterampilan

komunikasi terapeutik meliputi (Setyohadi dan Kushariyadi, 2011):

a. Budaya

b. Nilai (kepercayaan dan peraturan kehidupan masyarakat)

c. Keadaan emosional (perasaan yang memengaruhi pola

komunikasi)

d. Orientasi spiritual;

e. Pengalaman internal (misalnya dampak biologis dan psikologis

pada bagaimana seseorang menginterpretasikan situasi kehidupan)

f. Kejadian-kejadian di luar individu

g. Sosialisasi keluarga mengenai komunikasi

h. Bentuk hubungan

i. Konteks hubungan saat ini

j. Isi pesan (misalnya topik-topik yang nienimbulkan kepekaan dan

berdampak secara emosional)

4. Respon Time

Respon time atau ketepatan waktu yang diberikan oleh pada pasien

yang datang ke IGD memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan

kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat

19
Hubungan Respon Time..., Shafira Hanita Putri, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
dengan response time yang cepat dan penangananan yang tepat (Hartati,

2016). Sedangkan menurut Rahmawati (2017) bahwa respon time (waktu

tanggap) adalah kecepatan dalam penanganan pasien dihitung sejak pasien

datang sampai dilakukan penanganan. Penanganan ini berkaitan dengan

adanya beberapa penyakit yang dianggap penyakit gawat darurat dan

penyumbang kematian terbanyak di dunia. Klasifikasi prioritas

berdasarkan kegawatdaruratan dapat dilakukan agar tindakan bisa segera.

Surtiningsih (2016) bahwa respon time perawat adalah kecepatan

atau waktu tanggap pelayanan yang cepat (reponsif), dihitung sejak pasien

datang sampai dilakukan penanganan. Waktu tanggap pelayanan

merupakan gabungan dari waktu tanggap saat pasien tiba didepan pintu

rumah sakit sampai mendapat tanggapan atau respon dari petugas

instalansi gawat darurat yang waktu pelayanan yaitu waktu yang

diperlukan pasien sampai selesai. Peneliti berpendapat bahwa perawat

sangat tanggap kepada pasien. Terlihat respon time (waktu tanggap)

kepada pasien 0 menit, saat pasien tiba di instalansi gawat darurat. Perawat

di intalansi gawat darurat harus bersikap tenang tapi cekatan dan berfikir

sebelum bertindak, melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap

masalah yang mengancam jiwa.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008

tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit (SPM-RS), waktu

tanggap pelayanan dokter di gawat darurat memiliki dimensi mutu

keselamatan dan efektifitas. Kecepatan pelayanan dokter di gawat darurat

20
Hubungan Respon Time..., Shafira Hanita Putri, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
adalah kecepatan pasien dilayani sejak pasien datang sampai mendapat

pelayanan dokter (menit). Waktu tanggap tersebut memiliki standar

maksimal 5 menit di tiap kasus. Waktu tanggap pelayanan perlu

diperhitungkan agar terselenggaranya pelayanan yang cepat, responsif dan

mampu menyelamatkan pasien gawat darurat (Kemenkes, 2008). Respon

time juga di kategorikan dengan prioritas P1 pasien gawat darurat dengan

penanganan 0 menit, P2 pasien gawat dengan penanganan <30 menit, P3

pasien darurat dengan penanganan <60 menit. Hal ini dapat dicapai

dengan meningkatkan sarana dan prasarana sumber daya manusia dan

manajemen IGD rumah sakit sesuai standar (Kepmenkes, 2009)

Faktor-faktor yang mempengaruhi respon time menurut Widodo

(2015), yaitu

a. Sarana dan prasarana yang memadai untuk menciptakan suasana yang

nyaman dan membuat pasien atau keluarga yang berada di IGD merasa

puas karena terpenuhi segala sarana dan prasarananya.

b. Sumber daya manusia yang cukup agar dalam memberikan penangann

dalam ruang IGD dapat terpenuhi dengan cepat sehingga penanganana

cepat dan membuat pasien dan keluarga merasa puas dengan sumber

daya yang cukup.

c. Managemen ruangan yang sesuai agar tercipta suasana yang aman dan

nyaman sehingga pelanggan atau pasien yang masuk ke ruang IGD

merasa nyaman dengan ruangan yang sudah di rancang dengan sesuai.

21
Hubungan Respon Time..., Shafira Hanita Putri, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
B. Kerangka Teori

Faktor-faktor tingkat
kecemasan pasien:
1. Tipe kepribadian
Tingkat kecemasan
2. Keadaan fisik
pasien IGD
3. Umur
4. Jenis kelamin
5. Lingkungan
(komunikasi terapeutik)
6. Status sosial ekonomi Tingkat kecemasan:
7. Dukungan keluarga 1. Ringan
8. Mekanisme koping 2. Sedang
9. Ancaman integritas diri 3. Berat
10. Ancaman sistem diri
(respon time)
11. Potensial stresor
12. Maturasi
13. Respon koping

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Modifikasi dari Asmadi (2008), Hawari (2008), Stuart dan


Sundeen (2008).

C. Kerangka Konsep

Respon time, Tingkat Kecemasan


Komunikasi terapeutik Pasien

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

22
Hubungan Respon Time..., Shafira Hanita Putri, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
D. Hipoetesis

Hipotesis dalam penelitian ini, yaitu:

Ha : ada hubungan respon time dengan tingkat kecemasan pasien gawat di

IGD RS Islam Purwokerto.

Ho : Tidak ada hubungan respon time dengan tingkat kecemasan pasien

gawat di IGD RS Islam Purwokerto.

Ha : ada hubungan komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pasien

di IGD RS Islam Purwokerto.

Ho : Tidak ada hubungan komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan

pasien di IGD RS Islam Purwokerto

23
Hubungan Respon Time..., Shafira Hanita Putri, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

Anda mungkin juga menyukai