Anda di halaman 1dari 18

BAB I

BANGGA BERBAHASA INDONESIA


Bab pertama ini membicarakan lima subpokok
pembahasan: (1) sejarah singkat perkembangan bahasa
Indonesia, (2) perkembangan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional dan bahasa negara, (3) ragam bahasa
Indonesia, (4) fungsi bahasa baku, dan (5) bahasa Indonesia
yang baik dan benar. Selin itu, di akhir bab ini terdapat soal-
soal latihan sebagai bahan refleksi mahasiswa.
A. Sejarah Singkat Perkembangan Bahasa Indonesia
1. Sejarah Nama “Indonesia”
Pada permulaan abad ke-20, nama Indonesia belum
dikenal oleh orang-orang kita di Nusantara. Nama Indonesia
diciptakan oleh seorang Inggris, George Samuel Windsor
Earl, dalam sebuah karangannya tahun 1850. Dia
mengenalkan dua istilah, yaitu indu-nesians (dari gabungan
kata Yunani, Indos [India] dan nesos [kepulauan] sehingga
menunjukan arti kepulauan India) dan melayunesians. Yang
pada akhirnya kata indu-nesians tidak dipakai oleh Earl
karena dia lebih memilih kata melayunesians untuk
menunjukkan bangsa-bangsa yang tinggal di pulau-pulau di
Indonesia. Kemudian tiga bulan setelah itu, kata Indonesia
digunakan lagi oleh seorang Inggris, James Richardson
Logan, untuk menunjukan pengertian Indonesia. Di kalangan
Belanda, yang terkenal menciptakan kata Indonesia adalah
seorang Jerman, Adolf Bastian, ahli etnologi yang banyak
menulis buku dengan menggunakan kata Indonesia. Namun,
tidak bisa dimungkiri, atas jasa Bastian kata Indonesia
menjadi populer di kalangan dunia. Dalam dunia ilmu
pengetahuan, orang asing yang berjasa memopulerkan nama

Kompeten Berbahasa Indonesia | 1


Indonesia. Di nusantara, para perintis kemerdekaan kita yang
lebih berjasa memperkenalkan kata Indonesia tersebut.
Mereka bekerja keras siang-malam untuk mencapai kongres
28 Oktober 1928.
Kata Indonesia dipilih oleh para pejuang kemerdekaan
dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, bukan nama
Melayu, Jawa, Hindia Belanda, Nederlands Indie, atau Insulinde
dilatarbelakangi oleh dua hal, yaitu (1) kata Indonesia
merupakan suatu tujuan politik dan (2) menghilangkan
kenang-kenangan penjajahan yang pahit. Tujuan politik yang
dimaksud adalah menyesuaikan dengan nama negara. Selain
itu, penggunaan nama bahasa daerah Melayu, Jawa, Sunda,
atau yang lain akan menimbulkan kecemburuan sosial bagi
daerah yang tidak digunakan namanya. Sebaliknya, bila
digunakan nama Hindia Belanda, Nederlands Indie, atau
Insulinde akan mengingatkan kenangan pahit saat penjajahan
yang dilakukan oleh Belanda selama 3,5 abad.
2. Waktu Penggunaan Bahasa Indonesia
Perkembangan penggunaan bahasa terjadi bersama
berkembangnya peradaban manusia. Hal ini disebabkan
manusia termasuk makhluk sosial yang butuh berinteraksi
dengan manusia lainnya. Salah satu alat untuk berinteraksi
adalah bahasa. Proses perkembangan bahasa ini juga terjadi
pada perkembangan bahasa di Indonesia. Hanya saja,
perkembangan bahasa di Indonesia dimulai dari bahasa
daerah, seperti bahasa Jawa dan Melayu.
Bahasa yang ditetapkan sebagai bahasa nasional adalah
bahasa daerah Melayu dengan nama yang sama, bukan
Indonesia. Pada waktu itu, ejaan yang pertama digunakan
adalah Van Ophuijsen (1901-1947). Sebenarnya, bahasa yang
digunakan sebagai bahasa elit politik dan sosial pada waktu

2 | Syamsul Ghufron, Iib Marzuqi, Abdullah Zawawi


itu adalah bahasa Jawa. Namun, dipilihnya bahasa Melayu
sebagai bahasa Nasional, bukan bahasa Jawa, atas berbagai
pertimbangan. Pertimbangan yang dimaksud adalah (1)
bahasa Melayu digunakan sebagai lingua franca (perantara)
oleh para pedagang untuk berdagang, (2) bahasa Melayu
dikenal jauh lebih luas daripada bahasa-bahasa pertama atau
daerah (vernakular) yang lain, walaupun mula-mula
kebanyakan di pusat-pusat perdagangan pada pesisir-pesisir
saja, (3) sikap pemerintah kolonial Belanda terhadap bahasa
Melayu. Maksudnya, bahasa Melayu memperoleh status yang
lebih tinggi daripada bahasa-bahasa Nusantara yang lain
karena lebih umum dipakai sebagai bahasa perdagangan.
Orang Belanda sebenarnya tidak suka apabila orang-orang
pribumi menguasai bahasa Belanda. Karena itu, bahasa
Melayu dipakai mereka sebagai alat berkomunikasi dengan
orang pribumi, (4) sebab ke-3 tersebut melahirkan inisiatif
pemerintahan Belanda untuk menjadikan bahasa Melayu
sebagai bahasa pertama yang secara resmi diajarkan di
sekolah-sekolah di seluruh nusantara sehingga banyak buku-
buku yang dicetak oleh Balai Pustaka menggunakan bahasa
Melayu, (5) dilihat dari sifat bahasa Melayu sendiri, bahwa
bahasa Melayu itu demokratis, terbuka, sederhana, dan
mudah dipelajari, (6) digunakan para perintis perjuangan
sebagai bahasa komunikasi antarsuku guna mempersatukan
usaha mereka untuk membebaskan tanah air dari penjajah
(Samsuri, 1985:12-15), dan (7) bila ditelaah dari sisi bahasa
Jawa, bahasa Jawa memiliki sistem kesopanan yang kompleks
dan mencolok secara kebahasaan berdasarkan pengukuran
status relatif (Holmes, tt:114). Namun, dalam
perkembangannya, nama bahasa Melayu diubah menjadi
bahasa Indonesia sejak tanggal 28 Oktober 1928, saat
Sumpah Pemuda.

Kompeten Berbahasa Indonesia | 3


3. Perkembangan Bahasa Indonesia hingga Saat Ini
Sejak ditetapkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan sekaligus bahasa resmi negara Indonesia (bahkan
sebelumnya), bahasa Indonesia berkembang perlahan-lahan
tetapi pasti. Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia
bersikap terbuka. Artinya, bahasa Indonesia menerima semua
masukan dari bahasa daerah maupun bahasa asing yang
memang dapat memperbaiki bahasa Indonesia.
Perkembangan bahasa Indonesia akan terus terjadi. Hal
tersebut terjadi karena adanya kontak bahasa dengan budaya
lain. Perkembangan bahasa Indonesia dapat dilihat dari
perkembangan penggunaan ejaan sejak tahun 1901 sampai
sekarang.
B. Perkembangan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa
Nasional dan Bahasa Negara
1. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional
sejak adanya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Sejak
saat itu bahasa Indonesia memiliki empat fungsi, yaitu: (1)
sebagai lambang kebanggaan bangsa, (2) sebagai lambang
identitas bangsa, (3) sebagai alat pemersatu, dan (4) sebagai
alat penghubung antardaerah dan antarbudaya.
a. Sebagai Lambang Kebanggaan Bangsa
Dalam kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional
atau lambang kebangsaan. Bahasa Indonesia mencerminkan
nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan.
Melalui bahasa nasional, bangsa Indonesia menyatakan harga
diri dan nilai-nilai budaya yang dapat dijadikan pegangan
hidup. Atas dasar kebanggaan ini, bahasa Indonesia

4 | Syamsul Ghufron, Iib Marzuqi, Abdullah Zawawi


dipelihara dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia. Rasa
kebanggaan menggunakan bahasa Indonesia ini pun terus
dibina dan dijaga oleh bangsa Indonesia.
b. Sebagai Lambang Identitas Bangsa
Sebagai lambang identitas bangsa, bahasa Indonesia
dijunjung tinggi di samping bendera nasional, Merah Putih,
dan lagu nasional bangsa Indonesia, Indonesia Raya. Dalam
melaksanakan fungsi ini, bahasa Indonesia tentulah harus
memiliki identitasnya sendiri sehingga serasi dengan
lambang kebangsaan lainnya. Bahasa Indonesia dapat
mewakili identitasnya sendiri apabila masyarakat
pemakainya membina dan mengembangkannya sedemikian
rupa sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa lain, yang
memang benar-benar tidak diperlukan, misalnya istilah/kata
dari bahasa Inggris yang sering diadopsi, padahal istilah kata
tersebut sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia.
c. Sebagai Alat Pemersatu
Bahasa Indonesia dikenal secara luas sejak "Soempah
Pemoeda", 28 Oktober 1928, yang menjadikan bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan. Pada saat itu para
pemuda sepakat untuk mengangkat bahasa Melayu-Riau
sebagai bahasa Indonesia. Para pemuda melihat bahwa
bahasa Indonesialah yang berpotensi dapat mempersatukan
bangsa Indonesia yang terdiri atas ratusan suku bangsa atau
etnik. Pengangkatan status ini ternyata bukan hanya isapan
jempol. Bahasa Indonesia bisa menjalankan fungsi sebagai
pemersatu bangsa Indonesia. Dengan menggunakan bahasa
Indonesia rasa kesatuan dan persatuan bangsa dari berbagai
etnis terpupuk. Kehadiran bahasa Indonesia di tengah-tengah
ratusan bahasa daerah tidak menimbulkan sentimen negatif
bagi etnis yang menggunakannya. Sebaliknya, justru

Kompeten Berbahasa Indonesia | 5


kehadiran bahasa Indonesia dianggap sebagai pelindung
sentimen kedaerahan dan sebagai penengah ego kesukuan.
Dalam hubungannya sebagai alat untuk menyatukan
berbagai suku yang mempunyai latar belakang budaya dan
bahasa masing-masing, bahasa Indonesia justru dapat
menyerasikan hidup sebagai bangsa yang bersatu tanpa
meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-
nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa etnik yang
bersangkutan. Bahkan lebih dari itu, dengan bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan ini, kepentingan nasional
diletakkan jauh di atas kepentingan daerah dan golongan.

d. Sebagai Alat Penghubung Antardaerah dan


Antarbudaya
Latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda-beda
berpotensi untuk menghambat perhubungan antardaerah
dan antarbudaya. Akan tetapi, berkat bahasa Indonesia, etnis
yang satu bisa berhubungan dengan etnis yang lain
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan
kesalahpahaman. Setiap orang Indonesia apa pun latar
belakang etnisnya dapat bepergian ke pelosok-pelosok tanah
air dengan memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai alat
komunikasi. Jadi, berbanggalah memiliki bahasa Indonesia
yang sudah berabad-abad menjadi lingua franca di wilayah
Indonesia.
Sejalan dengan fungsinya sebagai alat perhubungan
antardaerah dan antarbudaya, bahasa Indonesia telah
berhasil pula menjalankan fungsinya sebagai alat
pengungkapan perasaan. Kalau beberapa tahun yang lalu
masih ada orang yang berpandangan bahwa bahasa Indonesia
belum sanggup mengungkapkan nuansa perasaan yang halus,
sekarang dapat dilihat kenyataan bahwa seni sastra dan seni

6 | Syamsul Ghufron, Iib Marzuqi, Abdullah Zawawi


drama, baik yang dituliskan maupun yang dilisankan, telah
berkembang demikian pesatnya. Hal ini menunjukkan bahwa
nuansa perasaan betapa pun halusnya dapat diungkapkan
secara jelas dan sempurna dengan menggunakan bahasa
Indonesia. Kenyataan ini tentulah dapat menambah tebalnya
rasa kesetiaan kepada bahasa Indonesia dan rasa kebanggaan
akan kemampuan bahasa Indonesia.
2. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara
Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa negara
sejak disahkannya Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal
36, pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak saat itu bahasa
Indonesia memiliki empat fungsi, yaitu (1) sebagai bahasa
resmi kenegaraan, (2) sebagai bahasa pengantar dalam dunia
pendidikan, (3) sebagai alat penghubung di tingkat nasional,
dan (4) sebagai alat pengembang ilmu pengetahuan dan
teknologi.
a. Sebagai Bahasa Resmi Kenegaraan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan
dibuktikan dengan dipakainya untuk kegiatan kenegaraan baik
secara lisan maupun tulis, seperti pidato-pidato resmi
kenegaraan, upacara di setiap lembaga kenegaraan dan
pendidikan, dan pada penulisan dokumen dan surat-surat
resmi. Tidak dipakainya bahasa Indonesia dalam hal ini dapat
mengurangi kewibawaan negara karena merupakan
pelanggaran terhadap UUD 1945.
b. Sebagai Bahasa Pengantar dalam Dunia Pendidikan
Bahasa Indonesia berfungsi pula sebagai bahasa
pengantar di lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari lembaga
pendidikan terendah (taman kanak-kanak) sampai dengan
lembaga pendidikan tertinggi (perguruan tinggi) di seluruh

Kompeten Berbahasa Indonesia | 7


Indonesia. Pemakaian bahasa Indonesia dalam dunia
pendidikan bukan terbatas hanya sebagai bahasa pengantar,
melainkan pada bahan-bahan ajar, buku-buku panduan, LKS,
serta karya-karya ilmiah juga menggunakan bahasa Indonesia.
c. Sebagai Alat Penghubung di Tingkat Nasional
Untuk kepentingan pembangunan dan pemerintahan di
tingkat nasional diperlukan sebuah bahasa sebagai alat
perhubungan sehingga komunikasi tidak terhambat. Apabila
komunikasi menggunakan lebih dari satu bahasa, tentu saja
akan ada hambatan dalam pembangunan dan pemerintahan
negara Indonesia. Jadi, sebagai alat penghubung di tingkat
nasional, bahasa Indonesia mengatasi hambatan-hambatan
tersebut.
d. Sebagai Alat Pengembang Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi
Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dibuktikan
dengan penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi baik
melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-
majalah ilmiah maupun media cetak lainnya. Sangatlah tidak
mungkin bila suatu buku yang menjelaskan tentang suatu
kebudayaan daerah ditulis dengan menggunakan bahasa
daerah itu sendiri. Hal ini menyebabkan pembaca belum
tentu akan mengerti bahasa daerah tersebut.
C. Ragam Bahasa Indonesia
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut
pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang
dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara,
orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara
(Bachman, 1990). Ragam bahasa dapat timbul karena adanya
kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau

8 | Syamsul Ghufron, Iib Marzuqi, Abdullah Zawawi


kelompok yang sangat beragam dan para penuturnya yang
tidak homogen. Bahasa Indonesia memiliki berbagai macam
ragam bahasa. Ragam bahasa tersebut dapat ditinjau dari
berbagai sudut, yaitu berdasarkan waktu penggunaan,
berdasarkan situasi, berdasarkan penutur, berdasarkan
media, dan berdasarkan tema yang dikomunikasikan.
1. Berdasarkan Waktu Penggunaan
Ragam bahasa Indonesia ditinjau berdasarkan waktu
penggunaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ragam
bahasa Indonesia lama dan ragam bahasa Indonesia baru.
a. Ragam Bahasa Indonesia Lama
Ragam bahasa Indonesia lama dipakai sejak zaman
Kerajaan Sriwijaya sampai dengan saat dicetuskannya
Sumpah Pemuda. Ciri ragam bahasa Indonesia lama masih
dipengaruhi oleh bahasa Melayu. Bahasa Melayu inilah yang
akhirnya menjadi bahasa Indonesia. Bahasa Melayu dijadikan
bahasa Indonesia berdasarkan alasan-alasan berikut: (1)
bahasa Melayu berfungsi sebagai lingua franca, (2) sistem
bahasa Melayu sederhana karena tidak mengenal tingkatan
bahasa, (3) keikhlasan suku daerah lain, dan (4) bahasa
Melayu berfungsi sebagai bahasa kebudayaan.
b. Ragam Bahasa Indonesia Baru
Penggunaan ragam bahasa Indonesia baru dimulai
sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda pada 28 oktober 1928
sampai dengan saat ini melalui pertumbuhan dan
perkembangan bahasa yang beriringan dengan pertumbuhan
dan perkembangan bangsa Indonesia.
2. Berdasarkan Situasi
Ragam bahasa berdasarkan situasi dapat dibedakan
atas empat ragam, yaitu (1) ragam bahasa resmi, (2) ragam

Kompeten Berbahasa Indonesia | 9


bahasa tidak resmi, (3) ragam bahasa akrab, dan (4) ragam
bahasa konsultasi.
a. Ragam Bahasa Resmi
Ragam bahasa resmi memiliki enam ciri, yaitu (1)
menggunakan unsur gramatikal secara eksplisit dan
konsisten, (2) menggunakan imbuhan secara lengkap, (3)
menggunakan kata ganti resmi, (4) menggunakan kata baku,
(5) menggunakan EYD, dan (6) menghindari unsur
kedaerahan.
b. Ragam Bahasa Tidak Resmi
Ciri-ciri ragam bahasa tidak resmi adalah kebalikan dari
ciri-ciri ragam bahasa resmi. Ragam bahasa tidak resmi ini
digunakan ketika kita berada dalam situasi yang tidak formal.
c. Ragam Bahasa Akrab
Penggunaan kalimat-kalimat pendek merupakan ciri
ragam bahasa akrab. Kalimat-kalimat pendek ini menjadi
bermakna karena didukung oleh bahasa nonverbal seperti
anggukan kepala, gerakan kaki dan tangan, atau ekspresi
wajah.
d. Ragam Bahasa Konsultasi
Ketika kita mengunjungi seorang dokter, ragam bahasa
yang kita gunakan adalah ragam bahasa resmi. Namun,
dengan berjalannya waktu terjadi alih kode. Bukan bahasa
resmi yang digunakan, melainkan bahasa santai. Itulah ragam
bahasa konsultasi.
3. Berdasarkan Penutur
Ragam bahasa Indonesia bila ditinjau berdasarkan
penutur dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu (1)
berdasarkan daerah atau tempat tinggal penutur, (2)

10 | Syamsul Ghufron, Iib Marzuqi, Abdullah Zawawi


berdasarkan pendidikan penutur, dan (3) berdasarkan sikap
penutur.
a. Berdasarkan Daerah atau Tempat Tinggal Penutur
Luasnya daerah di Indonesia dapat menimbulkan
perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang
digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan
bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa, Bali, Jayapura, dan
Ambon. Masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda-beda.
Ragam yang terdapat di setiap daerah itu disebut dialek.
b. Berdasarkan Pendidikan Penutur
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok
penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak
berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal
dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks, vitamin, video,
film, atau fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan
mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo,
pilm, atau pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang
tata bahasa. Sebagai contoh, bentuk kata dalam kalimat sering
menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai, misalnya
mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari,
merubah seharusnya mengubah.
c. Berdasarkan Sikap Penutur
Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh sikap penutur
terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis
terhadap pembaca (jika dituliskan). Sikap itu antara lain
resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau
pembaca terhadap penutur atau penulis juga memengaruhi
sikap tersebut. Kita dapat mengamati bahasa seorang
bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika
terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis

Kompeten Berbahasa Indonesia | 11


dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau
bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara
akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa
yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat
keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa
yang digunakan.
4. Berdasarkan Media
Ragam bahasa Indonesia bila ditinjau berdasarkan
media dapat dibedakan atas ragam bahasa lisan dan ragam
bahasa tulis.
a. Ragam Bahasa Lisan
Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang diucapkan oleh
pemakai bahasa. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan
tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini,
pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau
tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk
mengungkapkan ide. Ragam bahasa lisan memiliki ciri-ciri
sebagai berikut: (1) memerlukan kehadiran orang lain, (2)
unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap, (3) terikat
ruang dan waktu, dan (4) dipengaruhi oleh tinggi rendahnya
suara.
b. Ragam Bahasa Tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan
dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur
dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara
penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosakata.
Dengan kata lain, dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut
adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata
ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran
penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam

12 | Syamsul Ghufron, Iib Marzuqi, Abdullah Zawawi


mengungkapkan ide. Ciri-ciri ragam bahasa tulis adalah
sebagai berikut: (1) tidak memerlukan kehadiran orang lain,
(2) unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap, (3) tidak
terikat ruang dan waktu, dan (4) dipengaruhi oleh tanda baca
atau ejaan.
5. Berdasarkan Tema yang Dikomunikasikan
Ragam bahasa Indonesia berdasarkan tema yang
dikomunikasikan dapat dibedakan menjadi ragam bahasa
ilmiah, ragam bahasa sastra, ragam bahasa iklan, dan ragam
bahasa bidang-bidang tertentu.
a. Ragam Bahasa Ilmiah
Ragam bahasa ilmiah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
(1) bahasa Indonesia ragam baku, (2) penggunaan kalimat
efektif, (3) menghindari bentuk bahasa yang bermakna ganda,
dan (4) penggunaan kata dan istilah yang bermakna lugas dan
menghindari pemakaian kata dan istilah yang bermakna kias,
(5) menghindari penonjolan personal dengan tujuan menjaga
objektivitas isi tulisan, dan (6) adanya keselarasan dan
keruntutan antarproposisi dan antaralinea.
b. Ragam Bahasa Sastra
Ragam bahasa sastra banyak mengunakan kalimat yang
tidak efektif. Penggambaran yang sejelas-jelasnya melalui
rangkaian kata bermakna  konotasi sering dipakai dalam
ragam bahasa sastra. Hal ini dilakukan agar tercipta
pencitraan di dalam imajinasi pembaca.
c. Ragam Bahasa Iklan
Ragam bahasa iklan memiliki ciri bergaya bahasa
hiperbola, persuasif, dan berkalimat menarik.

Kompeten Berbahasa Indonesia | 13


d. Ragam Bahasa Bidang-Bidang Tertentu
Ragam bahasa bidang-bidang tertentu digunakan pada
bidang-bidang tertentu seperti transportasi, komputer,
ekonomi, hukum, psikologi, kesehatan, dan sebagainya.
Kadang kala, kosa kata yang sama tetapi dalam bidang yang
berbeda memiliki makna yang berbeda, misalnya kata operasi
dalam bidang kedokteran akan berbeda maknanya dalam
bidang hukum.
D. Fungsi Bahasa Baku
Bahasa Indonesia baku adalah bahasa Indonesia yang
sesuai dengan kaidah bahasa. Sebaliknya, bahasa tidak baku
adalah bahasa yang tidak mengikuti kaidah bahasa Indonesia,
akan tetapi mengikuti dialek bahasa daerah setempat. Proses
pembakuan bahasa terjadi karena keperluan komunikasi
dalam situasi-situasi resmi. Pembakuan bahasa di sini tidak
bermaksud untuk mematikan variasi-variasi bahasa tidak
baku. Kelangsungan bahasa tidak baku akan terjamin dalam
bahasa akrab dan santai.
Bahasa Indonesia baku dapat difungsikan pada tempat-
tempat berikut.
(1) Komunikasi resmi, yakni dalam surat-menyurat resmi,
pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh
instansi resmi, penamaan dan peristilahan resmi,
perundang-undangan, dan sebagainya.
(2) Wacana teknis, yakni dalam laporan resmi dan karangan
ilmiah.
(3) Pembicaraan di depan umum yakni dalam ceramah, kuliah,
khotbah, dan lain-lain.
(4) Pembicaraan dengan orang yang dihormati, yakni orang
yang lebih tua, lebih tinggi status sosialnya, dan orang yang
baru dikenal.

14 | Syamsul Ghufron, Iib Marzuqi, Abdullah Zawawi


Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam
empat macam situasi komunikasi di atas, kita harus
menggunakan ragam bahasa Indonesia baku. Di luar situasi itu
kita dapat menggunakan bahasa tidak baku.
Berhubungan dengan hal tersebut, bahasa Indonesia
baku dapat diketahui melalui ciri-ciri berikut.
(1) Pemakaian prefiks me- dan ber-, bila ada, secara eksplisit
dan konsisten.
Tidak Baku Baku
- Banjir serang kampung - Banjir menyerang
yang banyak kampung yang banyak
penduduknya itu. penduduknya itu.
- Kuliah sudah jalan - Kuliah sudah berjalan
dengan lancar. dengan lancar.

(2) Pemakaian pola frasa verbal pasif persona aspek + agen +


verba, bila ada, secara eksplisit dan konsisten.
Tidak Baku Baku
- Surat Anda saya sudah - Surat Anda sudah saya
baca. baca.
- Kiriman itu kami telah - Kiriman itu telah kami
terima. terima

(3) Pemakaian konjungsi bahwa dan karena, bila ada, secara


eksplisit dan konsisten.
Tidak Baku Baku
- Ia tahu anaknya lulus. - Ia tahu bahwa anaknya
- Ia tidak percaya kepada lulus.
semua orang, tidak semua - Ia tidak percaya kepada
orang jujur. semua orang karena tidak
semua orang jujur.

Kompeten Berbahasa Indonesia | 15


(4) Pemakaian konstruksi sistematis berikut menandai bahasa
Indonesia tidak baku.
Tidak Baku Baku
- Ia kasih tahu adiknya - Ia memberitahukan bahwa
sakit. adiknya sakit.
- Berapa dia punya - Berapa harganya?
harga?

(5) Pemakaian unsur-unsur leksikal berikut berbeda dari


unsur-unsur yang menandai bahasa Indonesia Baku.
Contoh:
Tidak Baku Baku
- dikasih, kasih - diberi, beri
- ngapain - mengapa

(6) Pemakaian ejaan resmi yang sedang berlaku (EYD).


Contoh:
Tidak Baku Baku
- fikir - pikir
- dibawah, di bawa - di bawah, dibawa

(7) Pemakaian kaidah yang baku


Tidak Baku Baku
- Naik sepeda harap - Pengendara sepeda diharap
turun! turun!

E. Bahasa Indonesia Baik dan Benar


Sebagai warga negara Indonesia, kita harus bangga
dalam menggunakan bahasa Indonesia. Kebanggaan tersebut
dibuktikan dengan penggunaan bahasa Indonesia dengan
baik dan benar. Menggunakan bahasa Indonesia dengan baik
berarti dapat memilih ragam bahasa Indonesia sesuai dengan

16 | Syamsul Ghufron, Iib Marzuqi, Abdullah Zawawi


konteks saat berkomunikasi, yaitu dengan memperhatikan
topik yang dibahas, suasana (resmi atau nonresmi), pelaku
komunikasi, serta waktu dan tempat terjadinya komunikasi,
sedangkan menggunakan bahasa Indonesia dengan benar
berarti mampu menggunakan bahasa Indonesia sesuai
dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia (Marzuqi, 2013:8).
Sejalan dengan itu, Kuntarto (2011:7) berpendapat bahwa
bahasa yang baik adalah bahasa yang mempunyai nilai rasa
yang tepat dan sesuai dengan situasi pemakainya, sedangkan
bahasa yang benar adalah bahasa yang menerapkan kaidah
dengan konsisten.
F. Fungsi Bahasa Indonesia dalam Mengembangkan
Kepribadian
Seperti yang telah kita ketahui bahwa kepribadian
Indonesia adalah kepribadian yang Pancasilais, yaitu
kepribadian yang religius, penuh rasa kemanusiaan, rasa
persatuan, rasa demokratis, dan rasa keadilan sosial. Seluruh
kepribadian ini salah satunya akan tecermin melalui cara
berkomunikasi. Mahasiswa yang berkepribadian Pancasilais
adalah mahasiswa yang kehidupannya diwarnai oleh nilai-
nilai Pancasila, yaitu yang diimplementasikan melalui
kegiatan akademik, termasuk keterampilan menulis dan
berkomunikasi secara ilmiah (Kuntarto, 2011:8).
Bahasa Indonesia sebagai perekat bahasa selain
digunakan sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan,
juga mampu memerankan fungsinya sebagai alat
pegembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Begitu juga penulisan makalah, usulan penelitian, laporan
penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi sebagai sarana
pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi
menggunakan bahasa Indonesia. Karena itu, sebagai bangsa

Kompeten Berbahasa Indonesia | 17


Indonesia kita harus bangga memiliki bahasa Indonesia.
G. Bahan Refleksi
Sebagai bahan refleksi, jawablah pertanyan-pertanyaan
berikut!
1. Simpulkan bagaimana sejarah perkembangan bahasa
Indonesia!
2. Jelaskan perbedaan kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional dan bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara!
3. Jelaskan perbedaan hal-hal berikut!
a. Ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis.
b. Ragam bahasa resmi dan ragam bahasa tidak resmi.
c. Ragam bahasa lama dan ragam bahasa baru.
d. Ragam bahasa ilmiah dan ragam bahasa sastra.
4. Jelaskan maksud slogan “Gunakanlah bahasa Indonesia
dengan baik dan benar!”
5. Bagaimana fungsi bahasa Indonesia dalam mengembangkan
kepribadian mahasiswa?
6. Ubahlah bahasa tidak baku berikut sehingga menjadi baku!
a. Surat itu kamu akan simpan di mana?
b. Ia telah bikin bersih ruangan itu.
c. Siswa telah tulis tugas itu.
d. Dia di bawa kerumah sakit.
e. Segala sesuatu akan dimintai pertangungan jawab.

18 | Syamsul Ghufron, Iib Marzuqi, Abdullah Zawawi

Anda mungkin juga menyukai