Bab pertama ini membicarakan lima subpokok pembahasan: (1) sejarah singkat perkembangan bahasa Indonesia, (2) perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, (3) ragam bahasa Indonesia, (4) fungsi bahasa baku, dan (5) bahasa Indonesia yang baik dan benar. Selin itu, di akhir bab ini terdapat soal- soal latihan sebagai bahan refleksi mahasiswa. A. Sejarah Singkat Perkembangan Bahasa Indonesia 1. Sejarah Nama “Indonesia” Pada permulaan abad ke-20, nama Indonesia belum dikenal oleh orang-orang kita di Nusantara. Nama Indonesia diciptakan oleh seorang Inggris, George Samuel Windsor Earl, dalam sebuah karangannya tahun 1850. Dia mengenalkan dua istilah, yaitu indu-nesians (dari gabungan kata Yunani, Indos [India] dan nesos [kepulauan] sehingga menunjukan arti kepulauan India) dan melayunesians. Yang pada akhirnya kata indu-nesians tidak dipakai oleh Earl karena dia lebih memilih kata melayunesians untuk menunjukkan bangsa-bangsa yang tinggal di pulau-pulau di Indonesia. Kemudian tiga bulan setelah itu, kata Indonesia digunakan lagi oleh seorang Inggris, James Richardson Logan, untuk menunjukan pengertian Indonesia. Di kalangan Belanda, yang terkenal menciptakan kata Indonesia adalah seorang Jerman, Adolf Bastian, ahli etnologi yang banyak menulis buku dengan menggunakan kata Indonesia. Namun, tidak bisa dimungkiri, atas jasa Bastian kata Indonesia menjadi populer di kalangan dunia. Dalam dunia ilmu pengetahuan, orang asing yang berjasa memopulerkan nama
Kompeten Berbahasa Indonesia | 1
Indonesia. Di nusantara, para perintis kemerdekaan kita yang lebih berjasa memperkenalkan kata Indonesia tersebut. Mereka bekerja keras siang-malam untuk mencapai kongres 28 Oktober 1928. Kata Indonesia dipilih oleh para pejuang kemerdekaan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, bukan nama Melayu, Jawa, Hindia Belanda, Nederlands Indie, atau Insulinde dilatarbelakangi oleh dua hal, yaitu (1) kata Indonesia merupakan suatu tujuan politik dan (2) menghilangkan kenang-kenangan penjajahan yang pahit. Tujuan politik yang dimaksud adalah menyesuaikan dengan nama negara. Selain itu, penggunaan nama bahasa daerah Melayu, Jawa, Sunda, atau yang lain akan menimbulkan kecemburuan sosial bagi daerah yang tidak digunakan namanya. Sebaliknya, bila digunakan nama Hindia Belanda, Nederlands Indie, atau Insulinde akan mengingatkan kenangan pahit saat penjajahan yang dilakukan oleh Belanda selama 3,5 abad. 2. Waktu Penggunaan Bahasa Indonesia Perkembangan penggunaan bahasa terjadi bersama berkembangnya peradaban manusia. Hal ini disebabkan manusia termasuk makhluk sosial yang butuh berinteraksi dengan manusia lainnya. Salah satu alat untuk berinteraksi adalah bahasa. Proses perkembangan bahasa ini juga terjadi pada perkembangan bahasa di Indonesia. Hanya saja, perkembangan bahasa di Indonesia dimulai dari bahasa daerah, seperti bahasa Jawa dan Melayu. Bahasa yang ditetapkan sebagai bahasa nasional adalah bahasa daerah Melayu dengan nama yang sama, bukan Indonesia. Pada waktu itu, ejaan yang pertama digunakan adalah Van Ophuijsen (1901-1947). Sebenarnya, bahasa yang digunakan sebagai bahasa elit politik dan sosial pada waktu
2 | Syamsul Ghufron, Iib Marzuqi, Abdullah Zawawi
itu adalah bahasa Jawa. Namun, dipilihnya bahasa Melayu sebagai bahasa Nasional, bukan bahasa Jawa, atas berbagai pertimbangan. Pertimbangan yang dimaksud adalah (1) bahasa Melayu digunakan sebagai lingua franca (perantara) oleh para pedagang untuk berdagang, (2) bahasa Melayu dikenal jauh lebih luas daripada bahasa-bahasa pertama atau daerah (vernakular) yang lain, walaupun mula-mula kebanyakan di pusat-pusat perdagangan pada pesisir-pesisir saja, (3) sikap pemerintah kolonial Belanda terhadap bahasa Melayu. Maksudnya, bahasa Melayu memperoleh status yang lebih tinggi daripada bahasa-bahasa Nusantara yang lain karena lebih umum dipakai sebagai bahasa perdagangan. Orang Belanda sebenarnya tidak suka apabila orang-orang pribumi menguasai bahasa Belanda. Karena itu, bahasa Melayu dipakai mereka sebagai alat berkomunikasi dengan orang pribumi, (4) sebab ke-3 tersebut melahirkan inisiatif pemerintahan Belanda untuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa pertama yang secara resmi diajarkan di sekolah-sekolah di seluruh nusantara sehingga banyak buku- buku yang dicetak oleh Balai Pustaka menggunakan bahasa Melayu, (5) dilihat dari sifat bahasa Melayu sendiri, bahwa bahasa Melayu itu demokratis, terbuka, sederhana, dan mudah dipelajari, (6) digunakan para perintis perjuangan sebagai bahasa komunikasi antarsuku guna mempersatukan usaha mereka untuk membebaskan tanah air dari penjajah (Samsuri, 1985:12-15), dan (7) bila ditelaah dari sisi bahasa Jawa, bahasa Jawa memiliki sistem kesopanan yang kompleks dan mencolok secara kebahasaan berdasarkan pengukuran status relatif (Holmes, tt:114). Namun, dalam perkembangannya, nama bahasa Melayu diubah menjadi bahasa Indonesia sejak tanggal 28 Oktober 1928, saat Sumpah Pemuda.
Kompeten Berbahasa Indonesia | 3
3. Perkembangan Bahasa Indonesia hingga Saat Ini Sejak ditetapkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sekaligus bahasa resmi negara Indonesia (bahkan sebelumnya), bahasa Indonesia berkembang perlahan-lahan tetapi pasti. Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia bersikap terbuka. Artinya, bahasa Indonesia menerima semua masukan dari bahasa daerah maupun bahasa asing yang memang dapat memperbaiki bahasa Indonesia. Perkembangan bahasa Indonesia akan terus terjadi. Hal tersebut terjadi karena adanya kontak bahasa dengan budaya lain. Perkembangan bahasa Indonesia dapat dilihat dari perkembangan penggunaan ejaan sejak tahun 1901 sampai sekarang. B. Perkembangan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Negara 1. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional sejak adanya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Sejak saat itu bahasa Indonesia memiliki empat fungsi, yaitu: (1) sebagai lambang kebanggaan bangsa, (2) sebagai lambang identitas bangsa, (3) sebagai alat pemersatu, dan (4) sebagai alat penghubung antardaerah dan antarbudaya. a. Sebagai Lambang Kebanggaan Bangsa Dalam kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional atau lambang kebangsaan. Bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan. Melalui bahasa nasional, bangsa Indonesia menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya yang dapat dijadikan pegangan hidup. Atas dasar kebanggaan ini, bahasa Indonesia
4 | Syamsul Ghufron, Iib Marzuqi, Abdullah Zawawi
dipelihara dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia. Rasa kebanggaan menggunakan bahasa Indonesia ini pun terus dibina dan dijaga oleh bangsa Indonesia. b. Sebagai Lambang Identitas Bangsa Sebagai lambang identitas bangsa, bahasa Indonesia dijunjung tinggi di samping bendera nasional, Merah Putih, dan lagu nasional bangsa Indonesia, Indonesia Raya. Dalam melaksanakan fungsi ini, bahasa Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri sehingga serasi dengan lambang kebangsaan lainnya. Bahasa Indonesia dapat mewakili identitasnya sendiri apabila masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa lain, yang memang benar-benar tidak diperlukan, misalnya istilah/kata dari bahasa Inggris yang sering diadopsi, padahal istilah kata tersebut sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia. c. Sebagai Alat Pemersatu Bahasa Indonesia dikenal secara luas sejak "Soempah Pemoeda", 28 Oktober 1928, yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Pada saat itu para pemuda sepakat untuk mengangkat bahasa Melayu-Riau sebagai bahasa Indonesia. Para pemuda melihat bahwa bahasa Indonesialah yang berpotensi dapat mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri atas ratusan suku bangsa atau etnik. Pengangkatan status ini ternyata bukan hanya isapan jempol. Bahasa Indonesia bisa menjalankan fungsi sebagai pemersatu bangsa Indonesia. Dengan menggunakan bahasa Indonesia rasa kesatuan dan persatuan bangsa dari berbagai etnis terpupuk. Kehadiran bahasa Indonesia di tengah-tengah ratusan bahasa daerah tidak menimbulkan sentimen negatif bagi etnis yang menggunakannya. Sebaliknya, justru
Kompeten Berbahasa Indonesia | 5
kehadiran bahasa Indonesia dianggap sebagai pelindung sentimen kedaerahan dan sebagai penengah ego kesukuan. Dalam hubungannya sebagai alat untuk menyatukan berbagai suku yang mempunyai latar belakang budaya dan bahasa masing-masing, bahasa Indonesia justru dapat menyerasikan hidup sebagai bangsa yang bersatu tanpa meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai- nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa etnik yang bersangkutan. Bahkan lebih dari itu, dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan ini, kepentingan nasional diletakkan jauh di atas kepentingan daerah dan golongan.
d. Sebagai Alat Penghubung Antardaerah dan
Antarbudaya Latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda-beda berpotensi untuk menghambat perhubungan antardaerah dan antarbudaya. Akan tetapi, berkat bahasa Indonesia, etnis yang satu bisa berhubungan dengan etnis yang lain sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. Setiap orang Indonesia apa pun latar belakang etnisnya dapat bepergian ke pelosok-pelosok tanah air dengan memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Jadi, berbanggalah memiliki bahasa Indonesia yang sudah berabad-abad menjadi lingua franca di wilayah Indonesia. Sejalan dengan fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya, bahasa Indonesia telah berhasil pula menjalankan fungsinya sebagai alat pengungkapan perasaan. Kalau beberapa tahun yang lalu masih ada orang yang berpandangan bahwa bahasa Indonesia belum sanggup mengungkapkan nuansa perasaan yang halus, sekarang dapat dilihat kenyataan bahwa seni sastra dan seni
6 | Syamsul Ghufron, Iib Marzuqi, Abdullah Zawawi
drama, baik yang dituliskan maupun yang dilisankan, telah berkembang demikian pesatnya. Hal ini menunjukkan bahwa nuansa perasaan betapa pun halusnya dapat diungkapkan secara jelas dan sempurna dengan menggunakan bahasa Indonesia. Kenyataan ini tentulah dapat menambah tebalnya rasa kesetiaan kepada bahasa Indonesia dan rasa kebanggaan akan kemampuan bahasa Indonesia. 2. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa negara sejak disahkannya Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36, pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak saat itu bahasa Indonesia memiliki empat fungsi, yaitu (1) sebagai bahasa resmi kenegaraan, (2) sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, (3) sebagai alat penghubung di tingkat nasional, dan (4) sebagai alat pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi. a. Sebagai Bahasa Resmi Kenegaraan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan dibuktikan dengan dipakainya untuk kegiatan kenegaraan baik secara lisan maupun tulis, seperti pidato-pidato resmi kenegaraan, upacara di setiap lembaga kenegaraan dan pendidikan, dan pada penulisan dokumen dan surat-surat resmi. Tidak dipakainya bahasa Indonesia dalam hal ini dapat mengurangi kewibawaan negara karena merupakan pelanggaran terhadap UUD 1945. b. Sebagai Bahasa Pengantar dalam Dunia Pendidikan Bahasa Indonesia berfungsi pula sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari lembaga pendidikan terendah (taman kanak-kanak) sampai dengan lembaga pendidikan tertinggi (perguruan tinggi) di seluruh
Kompeten Berbahasa Indonesia | 7
Indonesia. Pemakaian bahasa Indonesia dalam dunia pendidikan bukan terbatas hanya sebagai bahasa pengantar, melainkan pada bahan-bahan ajar, buku-buku panduan, LKS, serta karya-karya ilmiah juga menggunakan bahasa Indonesia. c. Sebagai Alat Penghubung di Tingkat Nasional Untuk kepentingan pembangunan dan pemerintahan di tingkat nasional diperlukan sebuah bahasa sebagai alat perhubungan sehingga komunikasi tidak terhambat. Apabila komunikasi menggunakan lebih dari satu bahasa, tentu saja akan ada hambatan dalam pembangunan dan pemerintahan negara Indonesia. Jadi, sebagai alat penghubung di tingkat nasional, bahasa Indonesia mengatasi hambatan-hambatan tersebut. d. Sebagai Alat Pengembang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dibuktikan dengan penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah- majalah ilmiah maupun media cetak lainnya. Sangatlah tidak mungkin bila suatu buku yang menjelaskan tentang suatu kebudayaan daerah ditulis dengan menggunakan bahasa daerah itu sendiri. Hal ini menyebabkan pembaca belum tentu akan mengerti bahasa daerah tersebut. C. Ragam Bahasa Indonesia Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990). Ragam bahasa dapat timbul karena adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau
8 | Syamsul Ghufron, Iib Marzuqi, Abdullah Zawawi
kelompok yang sangat beragam dan para penuturnya yang tidak homogen. Bahasa Indonesia memiliki berbagai macam ragam bahasa. Ragam bahasa tersebut dapat ditinjau dari berbagai sudut, yaitu berdasarkan waktu penggunaan, berdasarkan situasi, berdasarkan penutur, berdasarkan media, dan berdasarkan tema yang dikomunikasikan. 1. Berdasarkan Waktu Penggunaan Ragam bahasa Indonesia ditinjau berdasarkan waktu penggunaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ragam bahasa Indonesia lama dan ragam bahasa Indonesia baru. a. Ragam Bahasa Indonesia Lama Ragam bahasa Indonesia lama dipakai sejak zaman Kerajaan Sriwijaya sampai dengan saat dicetuskannya Sumpah Pemuda. Ciri ragam bahasa Indonesia lama masih dipengaruhi oleh bahasa Melayu. Bahasa Melayu inilah yang akhirnya menjadi bahasa Indonesia. Bahasa Melayu dijadikan bahasa Indonesia berdasarkan alasan-alasan berikut: (1) bahasa Melayu berfungsi sebagai lingua franca, (2) sistem bahasa Melayu sederhana karena tidak mengenal tingkatan bahasa, (3) keikhlasan suku daerah lain, dan (4) bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa kebudayaan. b. Ragam Bahasa Indonesia Baru Penggunaan ragam bahasa Indonesia baru dimulai sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda pada 28 oktober 1928 sampai dengan saat ini melalui pertumbuhan dan perkembangan bahasa yang beriringan dengan pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia. 2. Berdasarkan Situasi Ragam bahasa berdasarkan situasi dapat dibedakan atas empat ragam, yaitu (1) ragam bahasa resmi, (2) ragam
Kompeten Berbahasa Indonesia | 9
bahasa tidak resmi, (3) ragam bahasa akrab, dan (4) ragam bahasa konsultasi. a. Ragam Bahasa Resmi Ragam bahasa resmi memiliki enam ciri, yaitu (1) menggunakan unsur gramatikal secara eksplisit dan konsisten, (2) menggunakan imbuhan secara lengkap, (3) menggunakan kata ganti resmi, (4) menggunakan kata baku, (5) menggunakan EYD, dan (6) menghindari unsur kedaerahan. b. Ragam Bahasa Tidak Resmi Ciri-ciri ragam bahasa tidak resmi adalah kebalikan dari ciri-ciri ragam bahasa resmi. Ragam bahasa tidak resmi ini digunakan ketika kita berada dalam situasi yang tidak formal. c. Ragam Bahasa Akrab Penggunaan kalimat-kalimat pendek merupakan ciri ragam bahasa akrab. Kalimat-kalimat pendek ini menjadi bermakna karena didukung oleh bahasa nonverbal seperti anggukan kepala, gerakan kaki dan tangan, atau ekspresi wajah. d. Ragam Bahasa Konsultasi Ketika kita mengunjungi seorang dokter, ragam bahasa yang kita gunakan adalah ragam bahasa resmi. Namun, dengan berjalannya waktu terjadi alih kode. Bukan bahasa resmi yang digunakan, melainkan bahasa santai. Itulah ragam bahasa konsultasi. 3. Berdasarkan Penutur Ragam bahasa Indonesia bila ditinjau berdasarkan penutur dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu (1) berdasarkan daerah atau tempat tinggal penutur, (2)
10 | Syamsul Ghufron, Iib Marzuqi, Abdullah Zawawi
berdasarkan pendidikan penutur, dan (3) berdasarkan sikap penutur. a. Berdasarkan Daerah atau Tempat Tinggal Penutur Luasnya daerah di Indonesia dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa, Bali, Jayapura, dan Ambon. Masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Ragam yang terdapat di setiap daerah itu disebut dialek. b. Berdasarkan Pendidikan Penutur Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks, vitamin, video, film, atau fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, atau pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa. Sebagai contoh, bentuk kata dalam kalimat sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari, merubah seharusnya mengubah. c. Berdasarkan Sikap Penutur Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh sikap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembaca (jika dituliskan). Sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga memengaruhi sikap tersebut. Kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis
Kompeten Berbahasa Indonesia | 11
dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. 4. Berdasarkan Media Ragam bahasa Indonesia bila ditinjau berdasarkan media dapat dibedakan atas ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. a. Ragam Bahasa Lisan Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang diucapkan oleh pemakai bahasa. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide. Ragam bahasa lisan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) memerlukan kehadiran orang lain, (2) unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap, (3) terikat ruang dan waktu, dan (4) dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara. b. Ragam Bahasa Tulis Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosakata. Dengan kata lain, dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam
12 | Syamsul Ghufron, Iib Marzuqi, Abdullah Zawawi
mengungkapkan ide. Ciri-ciri ragam bahasa tulis adalah sebagai berikut: (1) tidak memerlukan kehadiran orang lain, (2) unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap, (3) tidak terikat ruang dan waktu, dan (4) dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan. 5. Berdasarkan Tema yang Dikomunikasikan Ragam bahasa Indonesia berdasarkan tema yang dikomunikasikan dapat dibedakan menjadi ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa sastra, ragam bahasa iklan, dan ragam bahasa bidang-bidang tertentu. a. Ragam Bahasa Ilmiah Ragam bahasa ilmiah memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) bahasa Indonesia ragam baku, (2) penggunaan kalimat efektif, (3) menghindari bentuk bahasa yang bermakna ganda, dan (4) penggunaan kata dan istilah yang bermakna lugas dan menghindari pemakaian kata dan istilah yang bermakna kias, (5) menghindari penonjolan personal dengan tujuan menjaga objektivitas isi tulisan, dan (6) adanya keselarasan dan keruntutan antarproposisi dan antaralinea. b. Ragam Bahasa Sastra Ragam bahasa sastra banyak mengunakan kalimat yang tidak efektif. Penggambaran yang sejelas-jelasnya melalui rangkaian kata bermakna konotasi sering dipakai dalam ragam bahasa sastra. Hal ini dilakukan agar tercipta pencitraan di dalam imajinasi pembaca. c. Ragam Bahasa Iklan Ragam bahasa iklan memiliki ciri bergaya bahasa hiperbola, persuasif, dan berkalimat menarik.
Kompeten Berbahasa Indonesia | 13
d. Ragam Bahasa Bidang-Bidang Tertentu Ragam bahasa bidang-bidang tertentu digunakan pada bidang-bidang tertentu seperti transportasi, komputer, ekonomi, hukum, psikologi, kesehatan, dan sebagainya. Kadang kala, kosa kata yang sama tetapi dalam bidang yang berbeda memiliki makna yang berbeda, misalnya kata operasi dalam bidang kedokteran akan berbeda maknanya dalam bidang hukum. D. Fungsi Bahasa Baku Bahasa Indonesia baku adalah bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah bahasa. Sebaliknya, bahasa tidak baku adalah bahasa yang tidak mengikuti kaidah bahasa Indonesia, akan tetapi mengikuti dialek bahasa daerah setempat. Proses pembakuan bahasa terjadi karena keperluan komunikasi dalam situasi-situasi resmi. Pembakuan bahasa di sini tidak bermaksud untuk mematikan variasi-variasi bahasa tidak baku. Kelangsungan bahasa tidak baku akan terjamin dalam bahasa akrab dan santai. Bahasa Indonesia baku dapat difungsikan pada tempat- tempat berikut. (1) Komunikasi resmi, yakni dalam surat-menyurat resmi, pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi resmi, penamaan dan peristilahan resmi, perundang-undangan, dan sebagainya. (2) Wacana teknis, yakni dalam laporan resmi dan karangan ilmiah. (3) Pembicaraan di depan umum yakni dalam ceramah, kuliah, khotbah, dan lain-lain. (4) Pembicaraan dengan orang yang dihormati, yakni orang yang lebih tua, lebih tinggi status sosialnya, dan orang yang baru dikenal.
14 | Syamsul Ghufron, Iib Marzuqi, Abdullah Zawawi
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam empat macam situasi komunikasi di atas, kita harus menggunakan ragam bahasa Indonesia baku. Di luar situasi itu kita dapat menggunakan bahasa tidak baku. Berhubungan dengan hal tersebut, bahasa Indonesia baku dapat diketahui melalui ciri-ciri berikut. (1) Pemakaian prefiks me- dan ber-, bila ada, secara eksplisit dan konsisten. Tidak Baku Baku - Banjir serang kampung - Banjir menyerang yang banyak kampung yang banyak penduduknya itu. penduduknya itu. - Kuliah sudah jalan - Kuliah sudah berjalan dengan lancar. dengan lancar.
(2) Pemakaian pola frasa verbal pasif persona aspek + agen +
verba, bila ada, secara eksplisit dan konsisten. Tidak Baku Baku - Surat Anda saya sudah - Surat Anda sudah saya baca. baca. - Kiriman itu kami telah - Kiriman itu telah kami terima. terima
(3) Pemakaian konjungsi bahwa dan karena, bila ada, secara
eksplisit dan konsisten. Tidak Baku Baku - Ia tahu anaknya lulus. - Ia tahu bahwa anaknya - Ia tidak percaya kepada lulus. semua orang, tidak semua - Ia tidak percaya kepada orang jujur. semua orang karena tidak semua orang jujur.
Kompeten Berbahasa Indonesia | 15
(4) Pemakaian konstruksi sistematis berikut menandai bahasa Indonesia tidak baku. Tidak Baku Baku - Ia kasih tahu adiknya - Ia memberitahukan bahwa sakit. adiknya sakit. - Berapa dia punya - Berapa harganya? harga?
(5) Pemakaian unsur-unsur leksikal berikut berbeda dari
unsur-unsur yang menandai bahasa Indonesia Baku. Contoh: Tidak Baku Baku - dikasih, kasih - diberi, beri - ngapain - mengapa
(6) Pemakaian ejaan resmi yang sedang berlaku (EYD).
Contoh: Tidak Baku Baku - fikir - pikir - dibawah, di bawa - di bawah, dibawa
(7) Pemakaian kaidah yang baku
Tidak Baku Baku - Naik sepeda harap - Pengendara sepeda diharap turun! turun!
E. Bahasa Indonesia Baik dan Benar
Sebagai warga negara Indonesia, kita harus bangga dalam menggunakan bahasa Indonesia. Kebanggaan tersebut dibuktikan dengan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Menggunakan bahasa Indonesia dengan baik berarti dapat memilih ragam bahasa Indonesia sesuai dengan
16 | Syamsul Ghufron, Iib Marzuqi, Abdullah Zawawi
konteks saat berkomunikasi, yaitu dengan memperhatikan topik yang dibahas, suasana (resmi atau nonresmi), pelaku komunikasi, serta waktu dan tempat terjadinya komunikasi, sedangkan menggunakan bahasa Indonesia dengan benar berarti mampu menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia (Marzuqi, 2013:8). Sejalan dengan itu, Kuntarto (2011:7) berpendapat bahwa bahasa yang baik adalah bahasa yang mempunyai nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan situasi pemakainya, sedangkan bahasa yang benar adalah bahasa yang menerapkan kaidah dengan konsisten. F. Fungsi Bahasa Indonesia dalam Mengembangkan Kepribadian Seperti yang telah kita ketahui bahwa kepribadian Indonesia adalah kepribadian yang Pancasilais, yaitu kepribadian yang religius, penuh rasa kemanusiaan, rasa persatuan, rasa demokratis, dan rasa keadilan sosial. Seluruh kepribadian ini salah satunya akan tecermin melalui cara berkomunikasi. Mahasiswa yang berkepribadian Pancasilais adalah mahasiswa yang kehidupannya diwarnai oleh nilai- nilai Pancasila, yaitu yang diimplementasikan melalui kegiatan akademik, termasuk keterampilan menulis dan berkomunikasi secara ilmiah (Kuntarto, 2011:8). Bahasa Indonesia sebagai perekat bahasa selain digunakan sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan, juga mampu memerankan fungsinya sebagai alat pegembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Begitu juga penulisan makalah, usulan penelitian, laporan penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi sebagai sarana pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi menggunakan bahasa Indonesia. Karena itu, sebagai bangsa
Kompeten Berbahasa Indonesia | 17
Indonesia kita harus bangga memiliki bahasa Indonesia. G. Bahan Refleksi Sebagai bahan refleksi, jawablah pertanyan-pertanyaan berikut! 1. Simpulkan bagaimana sejarah perkembangan bahasa Indonesia! 2. Jelaskan perbedaan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara! 3. Jelaskan perbedaan hal-hal berikut! a. Ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. b. Ragam bahasa resmi dan ragam bahasa tidak resmi. c. Ragam bahasa lama dan ragam bahasa baru. d. Ragam bahasa ilmiah dan ragam bahasa sastra. 4. Jelaskan maksud slogan “Gunakanlah bahasa Indonesia dengan baik dan benar!” 5. Bagaimana fungsi bahasa Indonesia dalam mengembangkan kepribadian mahasiswa? 6. Ubahlah bahasa tidak baku berikut sehingga menjadi baku! a. Surat itu kamu akan simpan di mana? b. Ia telah bikin bersih ruangan itu. c. Siswa telah tulis tugas itu. d. Dia di bawa kerumah sakit. e. Segala sesuatu akan dimintai pertangungan jawab.
18 | Syamsul Ghufron, Iib Marzuqi, Abdullah Zawawi