Anda di halaman 1dari 294

BAB I

SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN


SERTA KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA

A. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia yang saat ini kita gunakan sebagai bahasa resmi
di negara berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu yang kita
gunakan tersebut merupakan bahasa Melayu tua yang sampai sekarang
masih dapat kita selidiki sebagai peninggalan masa lampau. Penelitian
lebih lanjut yangdilakukan oleh para ahli, bahkan menghasilkan
penemuan bahwa bahasa Austronesia itu juga mempunyai hubungan
kekeluargaan dengan bahasa-baha sayang dipergunakan di daratan Asia
tenggara. Bahkan saat ini bahasa Indonesia atau bahasa Melayu itu
digunakan sebagai bahasa penghubung di beberapa Negara Asia
Tenggara.Sudah sejak dahulu kala, bahasa Indonesia atau bahasa
Melayu itu dikenal oleh penduduk daerah yang bahasa sehari-harinya
bukan bahasa Indonesia atau Melayu. Hal tersebut dibuktikan dengan
adanya beberapa prasasti yangditemukan di daerah-daerah yang bahasa
sehari-hari penduduknya bukan bahasa Indonesia atau Melayu. Tentu
saja ada juga ditemukan di daerah yang bahasa sehari-hari penduduknya
sudah menggunakan bahasa Indonesia atau Melayu. Sejarah
perkembangan bahasa ini dapat dibuktikan dengan adanya prasasti
Kedukan Bukit (683 M), Talang Tuo (684 M), Kota Kapur (686
M),Karah Barahi (686 M).Ketika bangsa Eropa pertama kali datang ke
Indonesia, bahasa Melayu sudah mempunyai kedudukan yang luar biasa
di tengah-tengah bahasa-bahasa daerah di Nusantara ini.

1
Pada tanggal 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia resmi menjadi
bahasa persatuan atau bahasa nasional. Nama bahasa Indonesia tersebut
sifatnya adalah politis, karena setujuan dengan nama negara yang
diidam-idamkan bangsa Indonesia. Sifat politik ditimbulkan karena
keinginan agar bangsa Indonesia mempunyai semangat juang bersama-
sama dalam memperoleh kemerdekaan agar lebih merasa terikat dalam
satu ikatan: Satu Tanah Air, Satu Bangsa, Satu Bahasa. Persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia diikrarkan melalui butir-butir Sumpah
Pemuda sebagai berikut :
Pertama : Kami putra dan putri Indonesia mengaku
bertumpah darah yangsatu, tanah Indonesia.
Kedua : Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa
yang satu,bangsa Indonesia
Ketiga : Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa
persatuan,bahasa Indonesia.
Pada ketiga ikrar tersebut terdapat perbedaan ikrar antara ikrar
pertama kedua dan ketiga yaitu pada kata mengaku dan menjunjung.
Ikrar pertama dan kedua menyatakan ‖mengaku bertumpah darah yang
satudan mengaku berbangsa yang satu‖. Artinya, tanah air dan bangsa
kamihanya satu yaitu Indonesia. Berbeda dengan ‖menjunjung bahasa
persatuan,bahasa Indonesia‖. Ikrar ini menunjukkan bahwa bahasa
Indonesia merupakan bahasa yang digunakan dalam mempersatukan
bangsa Indonesia, tidak berarti bahwa bahasa daerah dihapuskan.
Bahasa daerah tetap harus dijaga dan dilestarikan sebagai kekayaan
budaya bangsa. Jadi, sangatlah keliru jika ada warga daerah yang malu
berbahasa daerah dalam berkomunikasi.Bahasa Indonesia sebagai

2
bahasa persatuan diartikan sebagai bahasayang digunakan di dalam
kegiatan berkomunikasi yang melibatkan banyak tokoh atau masyarakat
yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Itulah sebabnya bahasa
Indonesia memiliki fungsi dan kedudukan sebagai bahasa persatuan.
Apa sebab justru bahasa melayu yang dijadikan bahasa nasional?
Mengapa bukan bahasa Jawa atau bahasa Sunda yang jumlah
pemakaiannyameliputi hampir seluruh penduduk Indonesia. Juga bahasa
yang kesusastraannya sudah maju dibandingkan dengan bahasa Melayu
dan bahasa-bahasa daerah lainnya? Slamet Mulyana (2009)
mengemukakan faktor-faktor yang menjadi penyebabnya, sebagai
berikut :
1. Sejarah telah membantu penyebaran bahasa Melayu. Bahasa
Melayumerupakan lingua franca di Indonesia, bahasa
penghubung atau bahasa perdagangan. Dengan bantuan para
pedagang, bahasa Melayu disebarkan ke seluruh pantai Nusantara
terutama di kota-kota pelabuhan. BahasaMelayu menjadi bahasa
penghubung antara individu.
2. Bahasa Melayu mempunyai sistem yang sederhana, mudah
dipelajari. Tidak dikenal tingkatan bahasa seperti dalam bahasa
Jawa atau bahasa Bali, atau perbedaan pemakaian bahasa kasar
dan halus seperti dalam bahasa Sunda atau bahasa Jawa.
3. Faktor psikologis, yaitu suku bangsa Jawa dan Sunda telah
dengan sukarela menerima bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional, semata-mata didasarkan pada keinsafan akan
manfaatnya, ada keikhlasan mengabaikan semangat dan rasa
kesukuan karena sadar akan perlunya kesatuan dan persatuan.

3
4. Kesanggupan bahasa itu sendiri juga menjadi salah satu faktor
penentu.Jika bahasa itu tidak mempunyai kesanggupan untuk
dapat dipakai menjadi bahasa kebudayaan dalam arti yang luas,
tentulah bahasa itutidak akan dapat berkembang menjadi bahasa
yang sempurna. Pada kenyataannya dapat dibuktikan bahwa
bahasa Indonesia adalah bahasa yang dapat dipakai untuk
merumuskan pendapat secara tepat dan mengutarakan perasaan
secara jelas.
Kita wajib bersyukur atas kerelaan mereka membelakangkan
bahasa ibunya demi cita-cita yang lebih tinggi, yakni cita-cita nasional.
Tiga bulan menjelang Sumpah Pemuda, tepatnya 15 Agustus 1926.
Soekarno dalam pidatonya menyatakan bahwaperbedaan bahasa di
antara suku bangsa Indonesia tidak akan menghalangi persatuan, tetapi
makin luas bahasa Melayu (bahasa Indonesia) itu tersebar,makin cepat
kemerdekaan Indonesia terwujud.
Pada zaman Belanda ketika Dewan Rakyat dibentuk, yakni pada
18 Mei 1918 bahasa Melayu memperoleh pengakuan sebagai bahasa
resmi kedua di samping bahasa Belanda yang berkedudukan sebagai
bahasa resmi pertama di dalam sidang Dewan rakyat. Sayangnya,
anggota bumiputra tidak banyak yang memanfaatkannya. Masalah
bahasa resmi muncul lagi dalam Kongres Bahasa Indonesia pertama di
Solo pada tahun 1938. Pada kongres itu ada dua hal hasilkeputusan
penting, yaitu bahasa Indonesia menjadi (1) bahasa resmi dan(2) bahasa
pengantar dalam badan-badan perwakilan dan perundang-undangan.
Demikianlah ‖lahirnya‖ bahasa Indonesia bukan sebagai sesuatu
yangtiba-tiba jatuh dari langit, tetapi melalui perjuangan panjang

4
disertai keinsafan, kebulatan tekad, dan semangat untuk bersatu. Api
perjuangan itu berkobar terus untuk mencapai Indonesia merdeka yang
sebelum itu harus berjuang melawan penjajah.
Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia dan Jepang tidak
dapat menggunakan bahasa lain selain bahasanya sendiri. Bahasa
Belanda jatuh dari kedudukannya sebagai bahasa resmi, bahkan dilarang
untuk digunakan. Jepang mengajarkan bahasa Jepang kepada orang
Indonesia dan bermaksud menggunakan bahasa Jepang sebagai
pengganti bahasa Belanda untuk digunakan oleh orang Indonesia. Akan
tetapi, usaha itu tidak dapat dilakukan secara cepat seperti waktu dia
menduduki Indonesia. Karena itu, untuk sementara Jepang memilih
jalan yang praktis, yaitu memakai Indonesia yang sudah tersebar di
seluruh kepulauan Indonesia. Satu hal yang perlu dicatat bahwa selama
zaman pendudukan Jepang 1942-1945 bahasa Indonesia dipakai sebagai
bahasa pengantar di semua tingkat pendidikan.
Demikianlah, Jepang terpaksa harus menumbuhkan dan
mengembangkan bahasa Indonesia secepat-cepatnya agar
pemerintahannya dapat berjalandengan lancar. Bagi orang Indonesia hal
itu merupakan keuntungan besar terutama bagi para pemimpin
pergerakan kemerdekaan. Dalam waktu yangpendek dan mendesak
mereka harus beralih dari bahasa Belanda ke bahasa Indonesia. Selain
itu, semua pegawai negeri dan masyarakat luas yang belumpaham akan
bahasa Indonesia, secara cepat dapat memahami bahasaIndonesia.
Waktu Jepang menyerah, tampak bahwa bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan makin kuat kedudukannya. Berkaitan dengan hal di
atas,semua peristiwa tersebut menyadarkan kita tentang arti bahasa

5
nasional. Bahasa nasional identik dengan bahasa nasional yang didasari
oleh nasionalisme, tekad, dan semangat kebangsaan. Bahasa nasional
dapat terjadi meskipun eksistensi negara secara formal belum terwujud.
Sejarah bahasa Indonesia berjalan terus seiring dengan sejarah bangsa
pemiliknya.

B. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia


Kedudukan diartikan sebagai status relatif bahasa sebagai sistem
lambang nilai budaya yang dirumuskan atas dasar nilai sosial bahasa
yang bersangkutan. Sedangkan fungsi adalah nilai pemakaian bahasa
yang dirumuskan sebagai tugas pemakaian bahasa itu dalam kedudukan
yangdiberikan kepadanya. Bahasa Indonesia memiliki kedudukan
sebagai bahasa nasional dansebagai bahasa negara. Kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional dimiliki sejak diikrarkan Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, sedangkan kedudukan sebagai
bahasa negara dimiliki sejak diresmikan Undang-Undang Dasar 1945
(18 Agustus 1945). Dalam UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 tercantum
‖Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia‖.

1. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional


Salah satu kedudukan bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa
nasional. Kedudukan sebagai bahasa nasional tersebut dimiliki oleh
bahasa Indonesia sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28
Oktober 1928. Kedudukan ini dimungkinkan oleh kenyataan bahwa
bahasa Melayu, yang mendasari bahasa Indonesia telah dipakai sebagai
lingua franca selama berabad-abad sebelumnya di seluruh kawasan

6
tanah air kita. Dan ternyata di dalam masyarakat kita tidak terjadi
persaingan bahasa, yaitu persaingan diantara bahasa daerah yang satu
dan bahasa daerah yang lain untuk mencapai kedudukan sebagai bahasa
nasional.
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai: (a) lambang kebanggaan nasional, (b)
lambang identitas nasional, (c) alat pemersatu berbagai suku bangsa
yang berlatarbelakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda, dan (d)
alat perhubungan antardaerahdan antarbudaya.
a. Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia
mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa
kebanggaan kita. Melaluibahasa nasional, bangsa Indonesia
menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya yang dijadikannya
pegangan hidup. Atas dasar itulah, bahasa Indonesia kita
pelihara dan kita kembangkan. Begitu pula rasa bangga dalam
berbahasa bahasa Indonesia wajib kita bina terus. Rasa bangga
merupakan wujud sikap positif terhadap bahasa Indonesia.
Sikap positif itu terungkapjika lebih suka menggunakan bahasa
Indonesia daripada bahasa atau kata-kataasing.
b. Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia dapat
menimbulkan wibawa, harga diri, dan teladan bagi bangsa lain.
Hal ini dapat terjadi jika bangsa Indonesia selalu berusaha
membina dan mengembangkan bahasa Indonesia secara baik
sehingga tidak terkontaminasi oleh unsur-unsur bahasa asing
(terutama bahasa Inggris). Untuk itu, kesadaran akan kaidah
pemakaian bahasa Indonesia harus selalu ditingkatkan.

7
Percampuran bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris dalam
berbahasamasih sering kita temukan, seperti contoh berikut ini.
Papan usaha : Anditya Tailor; Service Televisi.
Ujaran : ‖Aku lebih suka belanja di supermarket
daripada di pasar tradisional‖.
Bahasa campuran seperti di atas tidak baik dipandang dari segi
kebanggaan suatu bangsa dan tidak benar dipandang dari segi
kebahasaan. Agar pemakai dapat dijadikan teladan dan dihormati orang
lain terutama orang asing, pemakaian bahasa seperti contoh di atas harus
diubah dan diperbaiki menjadi seperti berikut ini.
Papan usaha : Penjahit Anditya; memperbaiki Televisi.
Ujaran : ‖Aku lebih suka belanja di swalayan
daripada di pasartradisional‖.
c. Sebagai alat pemersatu, bahasa Indonesia mampu menunjukkan
fungsinya yaitu mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri
atas berbagaisuku, agama, budaya, dan bahasa ibunya. Hal itu
tampak jelas sejak diikrarkannya Sumpah Pemuda. Pada zaman
Jepang yang penuh kekerasan dan penindasan, bahasa Indonesia
digembleng menjadi alat pemersatu yang ampuh bagi bangsa
Indonesia. Dengan bahasa nasional itu kita letakkan
kepentingan nasional diatas kepentingan daerah atau golongan.
d. Sebagai alat perhubungan, bahasa Indonesia mampu
menghubungkan bangsa Indonesia yang berlatarbelakang sosial
budaya dan bahasa ibu yangberbeda-beda. Berkat bahasa
Indonesia, suku-suku bangsa yang berbeda-beda bahasa ibu itu,
dapat berkomunikasi secara akrab dan lancar sehingga

8
kesalahpahaman antarindividu antarkelompok tidak pernah
terjadi. Karena bahasa Indonesia pula kita dapat menjelajah ke
seluruh pelosok tanah air tanpa hambatan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, bahasa Indonesia
memungkinkanberbagai suku bangsa mencapai keserasian hidup sebagai
bangsa yangbersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas
kesukuan dan kesetiaanpada nilai-nilai sosial budaya serta latar
belakang bahasa daerah yangbersangkutan. Dengan bahasa nasional,
kita dapat meletakkan kepentingannasional kita, jauh di atas
kepentingan daerah dan golongan.
Sejalan dengan fungsinya sebagai alat perhubungan
antardaerah dan antarbudaya, bahasa Indonesia telah berhasil pula
melaksanakan fungsinya sebagai alat pengungkapan perasaan. Jika
beberapa tahun yang lalu masihada orang yang merasa bahwa bahasa
Indonesia belum sanggupmengungkapkan nuansa perasaan yang halus,
maka sekarang dapat kita lihatdalam kenyataan bahwa seni sastra, baik
yang tertulis maupun lisan, sertadunia perfilman kita telah berkembang
sedemikian rupa sehingga nuansa perasaan yang betapa halus pun dapat
diungkapkan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Kenyataan
tersebut tentulah menambah tebalnya rasa bangga kita akan kemampuan
bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia.

2. Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara


Selain kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
juga berkedudukan sebagai bahasa negara, sesuai dengan ketentuan
yang tertera didalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36.

9
Di dalam kedudukan sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai: (a) bahasa resminegara; (b) bahasa pengantar di dalam dunia
pendidikan; (c) alat perhubungan dalam tingkat nasional untuk
kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta
kepentingan pemerintah; dan(d) alat pengembangan kebudayaan, ilmu
pengetahuan, dan teknologi.
a. Sebagaibahasa negara adalah pemakaiannya sebagai bahasa
resmi kenegaraan. Di dalam hubungan dengan fungsi ini,
bahasa Indonesia dipakai di dalam segalaupacara, peristiwa, dan
kegiatan kenegaraan baik secara lisan maupun dalam bentuk
tulisan. Dokumen-dokumen dan keputusan-keputusan serta
surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan
kenegaraan lainnya seperti Dewan Perwakilan Rakyat dan
Majelis Permusyawaratan Rakyat ditulis dalam bahasa
Indonesia. Pidato-pidato, terutama pidato kenegaraan, ditulisdan
diucapkan dalam bahasa Indonesia. Hanya dalam keadaan
tertentu,demi kepentingan komunikasi antarbangsa, kadang-
kadang pidato resmi ditulis dan diucapkan dalam bahasa asing,
terutama bahasa Inggris. Demikian pula halnya dengan
pemakaian bahasa Indonesia oleh warga masyarakat kita dalam
hubungannya dengan upacara, peristiwa, dan kegiatan
kenegaraan. Dengan kata lain, komunikasi timbal balik
antarpemerintah dan masyarakat berlangsung dengan
menggunakan bahasa Indonesia.
Untuk melaksanakan fungsinya sebagai bahasa resmi
kenegaraan dengan sebaik-baiknya, pemakai bahasa Indonesia

10
di dalam pelaksanaan administrasi pemerintahan perlu
senantiasa dibina dan dikembangkan, penguasaan bahasa
Indonesia perlu dijadikan salah satu faktor yang menentukan di
dalampengembangan ketenagaan seperti penerimaan karyawan
baru, kenaikan pangkat baik sipil maupun militer, dan
pemberian tugas-tugas khusus baik di dalam maupun di luar
negeri. Di samping itu, mutu kebahasaan siaran radio dan
televisi perlu pula senantiasa dibina dan ditingkatkan.
b. Sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan
mulai dari taman kanak-kanak sampai ke perguruan tinggi di
seluruhIndonesia, kecuali di daerah-daerah seperti Aceh,Batak,
Sunda, Jawa, Madura, Bali, dan Makasar. Di daerah-daerah ini,
bahasa daerah yang bersangkutan dipakai sebagai bahasa
pengantar sampai dengan tahun ketiga pendidikan dasar.
c. Sebagai alat perhubungan tingkat nasional, bahasa Indonesia
dipakai sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah
dan masyarakat luas,alat perhubungan antardaerah dan
antarsuku, dan juga sebagai alat perhubungan dalam masyarakat
yang latar belakang sosial budaya dan bahasayang sama.
Dewasa ini orang sudah banyak menggunakan bahasa Indonesia
apapun masalah yang dibicarakan, apakah itu masalah yang
bersifat nasional maupun kedaerahan.
d. Sebagai alat pengembang kebudayaan nasional, ilmu
pengetahuan, danteknologi, bahasa Indonesia adalah satu-
satunya bahasa yang digunakan untuk membina dan
mengembangkan kebudayaan nasional yang memilikiciri-ciri

11
dan identitas sendiri. Disamping itu, bahasa Indonesia juga
dipakai untuk memperluas ilmu pengetahuan dan teknologi
modern baik melalui penulisan buku-buku teks, penerjemahan,
penyajian pelajaran di lembaga-lembaga pendidikan umum
maupun melalui sarana-sarana lain di luar lembaga pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa
Indonesia merupakan bahasa terpenting di kawasan republik kita ini.
Suatu bahasa disadari penting atau tidak, didaskan pada tiga faktor,
yaitu: (1) jumlah penuturnya, (2) luas penyebarannya, dan (3)
peranannya sebagai sarana ilmu, susastra, dan ungkapan budaya yang
bernilai tinggi.
Penutur suatu bahasa yang berjumlah sedikit menutup
kemungkinan bahasa tersebut memiliki peranan yang penting. Artinya,
jika ada dua bahasa yang satu jumlah penuturnya sedikit dan bahasa
yang satu memiliki jumlah penutur yang banyak, maka bahasa dengan
jumlah penutur sedikit akan kurang mendapat perhatian dari penutur
lainnya.
Luas penyebaran suatu bahasa menunjukkan banyak hal.
Pertama,bahasa tersebut banyak disenangi oleh pengguna. Kedua,
bahasa tersebut mudah dipelajari dan enak digunakan. Ketiga,
masyarakat penggunanya adalah orang-orang yang memiliki wibawa,
prestasi dan prestise yang tinggi sehingga masyarakat dari luar bahasa
itu berasal akan merasa bangga jika menggunakan bahasa tersebut.
Sebuah bahasa menjadi sangat penting jika memiliki fungsi atau
selalu digunakan dalam penyebaran ilmu pengetahuan, sastra, dan
teknologi. Hanya orang-orang terpelajar yang selalu berusaha

12
menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan, baik sastra maupun
teknologi. Tidak dapat dibayangkan jika bahasa yang berfungsi sebagai
pengembang ilmu pengetahuan tersebut tidak ada.

13
BAB II
RAGAM DAN LARAS BAHASA

A. Ragam Bahasa
Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian yang
berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan
pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut
medium pembicara (Bachman, 1990). Ragam bahasa yang oleh
penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise
tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya
ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi,
atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam
bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
Menurut Dendy Sugono (1999:9), bahwa sehubungan dengan
pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah
penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di
sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa
baku. Sebaliknya dalam situasi tidak resmi, seperti di rumah, di taman,
di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.
Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk
menghasilkan bahasa, ragam bahasa terdiri atas: (1) ragam bahasa lisan,
(2) ragam bahasa tulis. Bahasa yang dihasilkan melalui alat ucap (organ
of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar dinamakan ragam bahasa
lisan, sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan
dengan huruf sebagai unsur dasarnya, dinamakan ragam bahasa tulis.
Jadi, dalam ragam bahasa lisan, kita berurusan dengan lafal, dalam
ragam bahasa tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan).
14
Selain itu, aspek tata bahasa dan kosa kata dalam kedua jenis ragam itu
memiliki hubungan yang erat. Ragam bahasa tulis yang unsur dasarnya
huruf, melambangkan ragam bahasa lisan. Oleh karena itu, sering
timbul kesan bahwa ragam bahasa lisan dan tulis itu sama. Padahal,
kedua jenis ragam bahasa itu berkembang menjdi sistem bahasa yang
memiliki seperangkat kaidah yang tidak identik benar, meskipun ada
pula kesamaannya. Meskipun ada keberimpitan aspek tata bahasa dan
kosa kata, masing-masing memiliki seperangkat kaidah yang berbeda
satu dari yang lain.
Bahasa Indonesia, di samping mengenal kosa kata Indonesia
dikenal pula kosa kata bahasa Indonesia ragam baku, yang alih-alih
disebut sebagai kosa kata bahasa Indonesia baku. Kosa kata bahasa
Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa Indonesia baku adalah
kosa kata baku bahasa Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa
Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang ditetapkan
berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas
lembaga atau instansi di dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam
baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam
santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak tertutup
kemungkinan digunakannya kosa kata ragam baku di dalam pemakian
ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa bahasa
ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan
hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk
kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi anutan bagi
masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam hal iniyang perlu

15
diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan
dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku
bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980).
Menurut Felicia (200:8), ragam bahasa dapat dibagi berdasarkan
(a) media pengantar (sarana) dan (b) situasi pemakaiannya.

1. Berdasarkan Media Pengantar (Sarana)


Ragam bahasa berdasarkan media pengantar dikelompokkan
atas dua yakni, (a) ragam lisan, dan (b) ragam tulis.
a. Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai
bahasa. Kita dapat menemukan ragam lisan yang standar,
misalnya pada saat orang berpidato atau memberi sambutan,
dalam situasi perkuliahan, ceramah; dan ragam lisan yang
nonstandar, misalnya dalam percakapan antarteman, di pasar,
atau dalam kesempatan nonformal lainnya.
b. Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak.
Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang standar maupun
nonstandar. Ragam tulis yang standar kita temukan dalam buku-
buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita
juga dapat menemukan ragam tulis nonstandar dalam majalah
remaja, iklan, atau poster.

2. Berdasarkan Situasi Pemakaiannya


Ragam bahasa baku dapat berupa : (a) ragam bahasa baku tulis
dan (b) ragam bahasa baku lisan. Dalam penggunaan ragam bahasa
baku tulis makna kalimat yang diungkapkan tidak ditunjang oleh situasi

16
pemakaian, sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang
diungkapkan ditunjang oleh situasi pemakaian, sehingga kemungkinan
besar terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu, dalam
penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan kecermatan dan
ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur
bentuk kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa
di dalam struktur kalimat.
Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian
sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun, hal itu
tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan
dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di
dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi
ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi
pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan
yang disampaikan secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah
kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau
santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat
disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan,
hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang
dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis,
walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu
tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-
masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang
berbeda. Contoh perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis
(berdasarkan tata bahasa dan kosa kata):

17
No. Aspek yang Ragam Bahasa Lisan Ragam Bahasa
Dibandingkan Tulis
1 Tata Bahasa a. Nia sedang baca a. Nia sedang
surat kabar. membaca surat
b. Ari mau nulis kabar.
surat. b. Ari hendak
menulis surat.
c. Tapi kau tak c. Kamu tidak
boleh nolak surat boleh menolak
lamaran itu. lamaran itu.
d. Untuk mengatasi d. Jalan layang
kemacetan lalu tersebut
lintas jalan layang dibangun
itu dibangun. untuk
mengurai
kemacetan.
lalu lintas
2 Kosa kata a. Ariani bilang a. Ariani
kalau kita harus mengatakan
belajar. bahwa kita
b. Kita harus bikin harus belajar.
karya tulis b. Kita harus
menulis karya
ilmiah

18
Istilah lain yang digunakan selain ragam bahasa baku adalah ragam
bahasa standar, semi standar, dan nonstandar. Bahasa ragam standar
memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi,
kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam standar tetap luwes
sehingga memungkinkan perubahan di bidang kosakata, peristilahan,
serta mengizinkan perkembangan berbagai jenis laras yang diperlukan
dalam kehidupan modem (Alwi, 1998: 14).
Pembedaan antara ragam standar, nonstandar, dan semi standar
dilakukan berdasarkan: (a) Topik yang sedang dibahas, (b) Hubungan
antarpembicara, (c) Medium yang digunakan, (d)
Lingkungan, dan (e) Situasi saat pembicaraan terjadi. Ciri yang
membedakan antara ragam standar, semi standar dan nonstandar
adalah sebagai berikut:
a. Penggunaan kata sapaan dan kata ganti,
b. Penggunaan kata tertentu,
c. Penggunaan imbuhan,
d. Penggunaan kata sambung (konjungsi), dan
e. Penggunaan fungsi yang lengkap.
Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri pembeda
ragam standar dan ragam nonstandar yang sangat menonjol. Kepada
orang yang kita hormati, kita akan cenderung menyapa dengan
menggunakan kata Bapak, Ibu, Saudara, Anda. Jika kita menyebut diri
kita, dalam ragam standar kita akan menggunakan kata saya atau aku.
Dalam ragam nonstandar, kita akan menggunakan kata gue.

19
Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat
menandai perbedaan ragam standar dan ragam nonstandar. Dalam
ragam standar, digunakan kata-kata yang merupakan bentuk baku atau
istilah dan bidang ilmu tertentu. Penggunaan imbuhan adalah ciri lain.
Dalam ragam standar kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan
teliti.
Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan
(preposisi) merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam nonstandar,
sering kali kata sambung dan kata depan dihilangkan. Kadang kala,
kenyataan ini mengganggu kejelasan kalimat.
Contoh : (1) Ibu mengatakan, kita akan pergi besok
(1a) Ibu mengatakan bahwa kita akan pergi besok
Pada contoh (1) merupakan ragam semi standar dan diperbaiki
contoh (1a) yang merupakan ragam standar.
Contoh : (2) Mereka bekerja keras menyelesaikan pekerjaan itu.
(2a) Mereka bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
Kalimat (1) kehilangan kata sambung (bahwa), sedangkan kalimat (2)
kehilangan kata depan (untuk). Dalam laras jurnalistik kedua kata ini
sering dihilangkan. Hal ini menunjukkan bahwa laras jurnalistik
termasuk ragam semi standar.
Kelengkapan fungsi merupakan ciri terakhir yang membedakan
ragam standar dan nonstandar. Artinya, ada bagian dalam kalimat yang
dihilangkan karena situasi sudah dianggap cukup mendukung
pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang nonstandar itu, predikat
kalimat dihilangkan. Seringkali pelesapan fungsi terjadi jika kita
menjawab pertanyaan orang. Misalnya, Hai, Ida, mau ke mana?”

20
“Pulang.” Sering kali juga kita menjawab “Tau.” untuk menyatakan
„tidak tahu‟. Sebenarnya, pëmbedaan lain, yang juga muncul, tetapi
tidak disebutkan di atas adalah intonasi. Masalahnya, pembeda intonasi
ini hanya ditemukan dalam ragam lisan dan tidak terwujud dalam ragam
tulis.

B. Laras Bahasa
Pada saat bahasa digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa
masuk dalam berbagai laras sesuai dengan fungsi pemakaiannya. Jadi,
laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan pemakaiannya. Dalam
hal ini kita mengenal iklan, laras ilmiah, laras ilmiah populer, laras
feature, laras komik, laras sastra, yang masih dapat dibagi atas laras
cerpen, laras puisi, laras novel, dan sebagainya. Setiap laras memiliki
cirinya sendiri dan memiliki gaya tersendiri. Setiap laras dapat
disampaikan secara lisan atau tulis dan dalam bentuk standar, semi
standar, atau nonstandar. Laras bahasa yang akan kita bahas dalam
kesempatan ini adalah laras ilmiah.

1. Laras llmiah
Berdasarkan uraian di atas bahwa setiap laras dapat
disampaikan dalam ragam standar, semi standar, atau nonstandar. Akan
tetapi, tidak demikian halnya dengan laras ilmiah. Laras ilmiah harus
selalu menggunakan ragam standar. Sebuah karya tulis ilmiah
merupakan hasil rangkaian gagasan yang merupakan hasil pemikiran,
fakta, peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya ilmiah
menyusun kembali pelbagai bahan informasi menjadi sebuah karangan

21
yang utuh. Oleh sebab itu, penyusun atau pembuat karya ilmiah tidak
disebut pengarang melainkan disebut penulis (Soeseno, 1981: 1).
Berdasarkan uraian di atas dapat dibedakan antara pengertian
realitas dan fakta. Seorang pengarang akan merangkaikan realita
kehidupan dalam sebuah cerita, sedangkan seorang penulis akan
merangkaikan berbagai fakta dalam sebuah tulisan. Realistis berarti
bahwa peristiwa yang diceritakan merupakan hal yang benar dan dapat
dengan mudah dibuktikan kebenarannya, tetapi tidak secara langsung
dialami oleh penulis. Data realistis dapat berasal dan dokumen, surat
keterangan, press release, surat kabar atau sumber bacaan lain, bahkan
suatu peristiwa faktual. Faktual berarti bahwa rangkaian peristiwa atau
percobaan yang diceritakan benar-benar dilihat, dirasakan, dan dialami
oleh penulis (Marahimin, 1994: 378).
Karya ilmiah memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang jelas.
Meskipun demikian, dalam karya ilmiah, aspek komunikasi tetap
memegang peranan utama. Oleh karenanya, berbagai kemungkinan
untuk penyampaian yang komunikatif tetap harus dipikirkan. Penulisan
karya ilmiah bukan hanya untuk mengekspresikan pikiran tetapi untuk
menyampaikan hasil penelitian. Kita harus dapat meyakinkan pembaca
akan kebenaran hasil yang kita temukan di lapangan. Dapat pula kita
menumbangkan sebuah teori berdasarkan hasil penelitian kita. Jadi,
sebuah karya ilmiah tetap harus dapat secara jelas menyampaikan pesan
kepada pembacanya.
Sebuah tulisan dapat dianggap sebagai karya ilmiah apabila
memiliki persyaratan sebagaimana diungkapkan Brotowidjojo
(1988:15-16) sebagai berikut:

22
a. Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis atau
menyajikan aplikasi hukum alam pada situasi spesifik.
b. Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, dan tidak
bersifat terkaan. Dalam pengertian jujur terkandung sikap etik
penulisan ilmiah, yakni penyebutan rujukan dan kutipan yang
jelas.
c. Karya ilmiah disusun secara sistematis, setiap langkah
direncanakan secara terkendali, konseptual, dan prosedural.
d. Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan
pemahaman dan alasan yang indusif yang mendorong pembaca
untuk menarik kesimpulan.
e. Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai dukungan
dan pembuktian berdasarkan suatu hipotesis.
f. Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa karya
ilmiah hanya mengandung kebenaran faktual sehingga tidak
akan memancing pertanyaan yang bernada keraguan. Penulis
karya ilmiah tidak boleh memanipulasi fakta, tidak bersifat
ambisius dan berprasangka. Penyajiannya tidak boleh bersifat
emotif.
g. Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika pada
akhirnya timbul kesan argumentatif dan persuasif, hal itu
ditimbulkan oleh penyusunan kerangka karangan yang cermat.
Dengan demikian, fakta dan hukum alam yang diterapkan pada
situasi spesifik itu dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca
dibiarkan mengambil kesimpulan sendiri berupa pembenaran
dan keyakinan akan kebenaran karya ilmiah tersebut.

23
Berdasarkan uraian di atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan bahwa
karya ilmiah memiliki tiga ciri, yaitu :
a. Harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua
makna
b. Harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan
pengertian yang digunakan, agar tidak menimbulkan kerancuan
atau keraguan.
c. Harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.
Disamping persyaratan tersebut di atas, untuk dapat
dipublikasikan sebagai karya ilmiah ada ketentuan struktur atau format
karangan yang kurang lebih bersifat baku. Ketentuan itu merupakan
kesepakatan sebagaimana tertuang dalam International Standardization
Organization (ISO). Publikasi yang tidak mengindahkan ketentuan-
ketentuan yang tercantum dalam ISO memberikan kesan bahwa
publikasi itu kurang valid sebagai terbitan ilmiah (Soehardjan, 1997:10).
Struktur karya ilmiah (Soehardjan, 1997:38) terdiri atas judul, nama
penulis, abstrak, pendahuluan, bahan dan metode, hasil dan
pembahasan, kesimpulan, ucapan terima kasih dan daftar pustaka. ISO
5966 (1982) menetapkan agar karya ilmiah terdiri atas judul, nama
penulis, abstrak, kata kunci, pendahuluan, inti tulisan (teori metode,
hasil, dan pembahasan), simpulan, dan usulan, ucapan terima kasih, dan
daftar pustaka (Soehardjan, 1997:38).

24
2. Laras Bahasa Keilmuan
Menurut Sunaryo (1994:1), bahwa dalam berkomunikasi, perlu
diperhatikan kaidah-kaidah berbahasa, baik yang berkaitan kebenaran
kaidah pemakaian bahasa sesuai dengan konteks situasi, kondisi, dan
sosio budayanya. Pada saat kita berbahasa, baik lisan maupun tulis, kita
selalu memperhatikan faktor-faktor yang menentukan bentuk-bentuk
bahasa yang kita gunakan. Pada saat menulis, misalnya kita selalu
memperhatikan siapa pembaca tulisan kita, apa yang kita tulis, apa
tujuan tulisan itu, dan di media apa kita menulis. Hal yang perlu
mendapat perhatian tersebut merupakan faktor penentu dalam
berkomunikasi. Faktor-faktor penentu berkomunikasi meliputi :
partisipan, topik, latar, tujuan, dan saluran (lisan atau tulis).
Partisipan tutur ini berupa P1 yaitu pembicara/penulis dan P2
yaitu pembaca atau pendengar tutur. Agar pesan yang disampaikan
dapat terkomunikasikan dengan baik, maka pembicara atau penulis
perlu (a) mengetahui latar belakang pembaca/pendengar, dan
(b)memperhatikan hubungan antara pembicara/penulis dengan
pendengar/pembaca. Hal itu perlu diketahui agar pilihan bentuk bahasa
yang digunakan tepat, disamping agar pesannya dapat tersampaikan,
agar tidak menyinggung perasaan, menyepelekan, merendahkan dan
sejenisnya.
Topik tutur berkenaan dengan masalah apa yang disampaikan
penutur ke penanggap penutur. Penyampaian topik tutur dapat
dilakukukan secara: (a) naratif (peristiwa, perbuatan, cerita); (b)
deskriptif (hal-hal faktual: keadaan, tempat barang, dsb.), (c)
ekspositoris, (d) argumentatif dan persuasif.

25
Ragam bahasa keilmuan mempunyai ciri:
(a) Cendekia: bahasa Indonesia keilmuan itu mampu digunakan untuk
mengungkapkan hasil berpikir logis secara tepat.
(b) Lugas dan jelas: bahasa Indonesia keilmuan digunakan untuk
menyampaikan gagasan ilmiah secara jelas dan tepat.
(c) Gagasan sebagai pangkal tolak: bahasa Indonesia keilmuan
digunakan dengan orientasi gagasan. Hal itu berarti penonjolan
diarahkan pada gagasan atau hal-hal yang diungkapkan, tidak pada
penulis.
(d) Formal dan objektif : komunikasi Ilmiah melalui teks ilmiah
merupakan komunikasi formal. Hal ini berarti bahwa unsur-unsur
bahasa Indonesia yang digunakan dalam bahasa Indonesia
keilmuan adalah unsur-unsur bahasa yang berlaku dalam situasi
formal atau resmi. Pada lapis kosa kata dapat ditemukan kata-kata
yang berciri formal dan kata-kata yang berciri informal (Syafi‘ie,
1992:8-9). Contoh kata berciri formal: (a) Korps; (b) Berkata; (c)
Karena; (d) Suku cadang. Contoh kata berciri informal: (a) Korp;
(b) Bilang; (c) Lantaran; (d) Onderdil

3. Laras Ilmiah Populer


Laras ilmiah populer merupakan sebuah tulisan yang bersifat
ilmiah, tetapi diungkapkan dengan cara penuturan yang mudah
dimengerti. Karya ilmiah populer tidak selalu merupakan hasil
penelitian ilmiah. Tulisan itu dapat berupa petunjuk teknis, pengalaman
dan pengamatan biasa yang diuraikan dengan metode ilmiah. Jika karya
ilmiah harus selalu disajikan dalam ragam bahasa yang standar, karya

26
ilmiah populer dapat disajikan dalam ragam standar, semi standar dan
nonstandar. Penyusun karya ilmiah populer akan tetap disebut penulis
dan bukan pengarang, karena proses penyusunan karya ilmiah populer
sama dengan proses penyusunan karya ilmiah. Pembedaan terjadi hanya
dalam cara penyajiannya.
Berdasarkan uraian di atas, persyaratan yang berlaku bagi
sebuah karya ilmiah berlaku pula bagi karya ilmiah populer. Akan
tetapi, dalam karya ilmiah populer terdapat pula persoalan lain, seperti
kritik terhadap pemerintah, analisis atas suatu peristiwa yang sedang
populer di tengah masyarakat, jalan keluar bagi persoalan yang sedang
dihadapi masyarakat, atau sekedar informasi baru yang ingin
disampaikan kepada masyarakat.
Jika karya ilmiah memiliki struktur yang baku, tidak demikian
halnya dengan karya ilmiah populer. Oleh karena itu, karya ilmiah
populer biasanya disajikan melalui media surat kabar dan majalah,
biasanya format penyajiannya mengikuti format yang berlaku dalam
laras jurnalistik. Pemilihan topik dan perumusan tema harus
dilakukan dengan cermat. Tema itu kemudian dikerjakan dengan
jenis karangan tertentu, misalnya narasi, eksposisi, argumentasi, atau
deskripsi. Secara lebih rinci lagi, penulis dapat mengembangkan
gagasannya dalam berbagai bentuk pengembangan paragraf seperti
pola pemecahan masalah, pola kronologis, pola perbandingan, atau
pola sudut pandang.

27
BAB III
KETERAMPILAN BERBAHASA

A. Keterampilan Berbahasa
Berdasarkan kurikulim 1994 sampai saat ini kurikulum 2013,
pengajaran bahasa Indonesia di lembaga pendidikan
dilaksanakanmencakup empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu:
menyimak (listening skills), berbicara (speaking skills), membaca
(reading skills), dan menulis (writing skills). Dalam pengajaran bahasa
Indonesia, keempat aspek keterampilan berbahasa ini harus sekaligus
dikuasai oleh siswa, sehingga diharapkan siswa terampil berbahasa.
Demikian halnya di perguruan tinggi, pembelajaran keterampilan
berbahasa juga menyangkut empat aspek keterampilan berbahasa
yangurutan kedudukannyatidak dapat dipertukarkan atau dibalikkan.
Urutan keempat keterampilan ini menandakan bahwa proses inilah yang
dialami semua manusia sejak pemerolehan bahasanya, mulai dalam
keluarga sampai ke situasi formal di sekolah. Oleh sebab itu, pada
tataran sekolah maupun perguruan tinggi harus sekaligus disampaikan
sebab keempat keterampilan berbahasa tersebut berhubungan erat antara
komponen yang satu dengan komponen lainnya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Henry Guntur Tarigan dengan istilah hubungan catur tunggal,
artinya ada empat komponen yang harus dikuasai untuk mencapai satu
tujuan, yaitu keterampilan berbahasa (language skills).

28
1. Keterampilan Menyimak
Kemampuan menyimak adalah kemampuan memahami isi
ujaran. Ada beberapa faktor yang mempunyai pertalian yang sangat erat
dengan kemampuan ini. Pertama, faktor fisik berupa alat penyimak atau
pendengaran dan situasi lingkungan tempat berlangsungnya kegiatan
menyimak. Kedua, faktor kebahasaan berupa kosakata dan struktur.
Ketiga, faktor isis, berupa pesan yang disampaikan melalui wacana
lisan. Ketiga faktor itu selalu muncul secara bersamaan dalam setiap
peristiwa menyimak. Agar dapat menyimak dengan baik, alat penyimak
harus baik, tidak cacat. Situasi lingkungan tempat peristiwa menyimak
berlangsung sangat berpengaruh pada kualitas hasil simakan. Faktor
kebahasaan, juga mempunyai pengaruh yang sangat menentukan dalam
peristiwa menyimak. Faktor isi berperan penting dalam menentukan
kadar hasil simakan, sebab ada kaitannya dengan skemata yang dimiliki
si penyimak. Jika isi pembicaraan masih ada dalam jangkauan
pengetahuan dan pengalaman mahasiswa, mereka akan dengan mudah
memahami isi pembicaraan itu. Sebaliknya, jika isi pembicaraan ada di
luar jangkauan skemata mahasiswa, mereka akan merasa kesulitan
memahaminya sehingga merasa bosan.
Pada kegiatan menyimak, diperlukan pemusatan perhatian yang
terus-menerus agar mahasiswa sebagai penyimak dapat menangkap ide
pokok dari suatu pembicaraan yang disajikan oleh dosen. Mahasiswa
yang sadar akan besarnya manfaat menyimak, akan berusaha menyimak
suatu pembicaraan dengan penuh perhatian. Oleh karenya, minat dan
perhatian mahasiswa pada suatu pembicaraan, harus selalu ada selama

29
berlangsungnya peristiwa menyimak. Mahasiswa akan mengalami
kesulitan untuk menangkap makna suatu pembicaraan jika tidak
mempunyai minat, dan perhatiannya terganggu.Penilaian pembelajaran
menyimak di perkuliahan, lebih ditekankan pada aspek kognitif. Oleh
sebab itu, teknik pengukurannya lebih ditekankan pada penggunaan
bentuk tes. Butir-butir tes dalam penilaian menyimak, diberikan secara
lisan, baik langsung, maupun melalaui media rekaman, sedangkan
jawabannya dapat dibuat secara tertulis.

2. Keterampilan Berbicara
Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1986:136) bahwa
pengertian berbicara adalah (1) berkata; (2) bercakap; berbahasa; (3)
melahirkan pendapat; dan(4) berunding. Senada dengan pendapat ini,
Henry Guntur Tarigan (1985:1)menyatakan bahwa ―berbicara adalah
kegiatan menyampaikan ide, maksud/tujuan, hasrat hati kepada orang
lain melalui bahasa lisan‖. Lebih lanjut dikatakannya: ―Bahasa
seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang
berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Keterampilan
hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktek dan banyak
latihan. Melatih keterampilan berbahasa berarti pula melatih
keterampilan berpikir‖.
Keterampilan berbicara berkaitan pula dengan keterampilan
pragmatik yang mulai mendapat perhatian serius oleh ahli-ahli linguistik
mulai tahun 1970-an. Di Indonesia mulai tahun 1984 saat diperkenalkan
istilah pragmatik. Pada saat itu, istilah pragmatik benar-benar tidak
dikuasai guru, namun istilah pelajaran maupun prosedur pengajarannya,

30
sebagaimana diungkapkan dalam pendahuluan tadi adalah kategori
berbicara. Salah satu pengertian yang dikemukakan di sini diikutip dari
pendapat ahli Lenvison dalam P.W.J. Nababan, yaitu :
1. Pragmatik adalah kajian hubungan dari hubungan antar bahasa
dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Di
sini pengertian/pemahaman bahasa menunjukkan kepada fakta
bahwa untuk mengerti sesuatu ungkapan/ujaran bahasa
diperlukan juga pengetahuan di luar makna kata dan hubungan
tata bahasanya, yakni hubungan dengan konteks pemakaiannya.
2. Pragmatik ialah kajian tentang kemampuan pemakai bahasa
mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang
sesuai dengan kalimat‖.
Dengan demikian dapat dinyatakan, bahwa pragmatik ialah
kajian yang menghubungkan kemampuan menginterpretasi antara
bahasa dengan konteks yang melingkupinya. Oleh karena itu, kajian
tentang konteks menjadi sangat penting dalam kajian pragmatik. Peneliti
akan menguraikan tentang konteks pada bagian berikutnya.
Pengertian lain yang dapat dikemukakan ialah pendapat P.W.J.
Nababan: ―…..kita akan memakai istilah pragmatik secara lebih luas
untuk aturan-aturan pemakaian bahasa yaitu memilih bentuk bahasa dan
menentukan maksudnya dengan maksud pembicara sesuai dengan
konteks dan keadaannya‖.Senada dengan pendapat ini, A. Hamid Hasan
Lubis membedakan pragmatik atas: ―(1) Pragmatik sebagai sesuatu yang
diajarkan, (2) Pragmatik sebagai sesuatu yang mewarnai tindakan
mengajar‖. Pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan disebut sebagai
pokok bahasan pragmatik. Dalam kurikulum menyebut istilah pragmatik

31
sebagai pokok bahasan bersama pokok bahasan lain: membaca, kosa
kata, struktur, menulis dan apresiasi bahasa dan sastra Indonesia.
Sebelum kurikulum pragmatik ditafsirkan sebagi keterampilan
berbahasa yang meliputi keterampilan membaca, menyimak, menulis,
dan berbicara. Oleh karenanya banyak yang berpendapat pragmatik
mewarnai pengajaran lebih tepat dibandingkan sebagai bahan pelajaran.
Sekalipun ada pendapat yang demikian, namun pembahasan pragmatik
sebagai materi pelajaran cukup relevan karena berlandaskan isi
kurikulum yang jelas-jelas menyebut pragmatik sebagi pokok bahasan.
Dalam bahasan ini akan dikaji hal-hal yang menyangkut pengajaran
pragmatik sebagi berikut: (a) Materi pengajaran pragmatik; (b) Metode
pengajaran pragmatik; (c) Hasil belajar pragmatik.

a. Materi Pengajaran Pragmatik


Materi pengajaran pragmatik ditekankan pada pencapaian
tujuan belajar pragmatik, yaitu berupa penguasaan siwa dalam memilih
bentuk bahasa sesuai dengan konteks penggunaannya. Penekanan pada
kemampuan memilih bentuk bahasa sesuai konteks ini berarti materi
pengajaran itu membimbing mahasiswa pada berbagai bentuk bahasa
dan aneka konteks penggunaan bahasa. Materi pelajaran ini umumnya
mengenai penggunaan bahasa dalam lingkup sosial pemakaiannya,
seperti yang lazim dibahas dalam sosiolinguistik.
Bedasarkan uraian di atas, maka salah satu materi pelajaran
dalam pragmatik ialah masalah yang berhubungan dengan penggunaan
bahasa berdasarkan fungsi bahasa. Halliday menyebut ada tujuan fungsi
bahasa, yaitu: (1) Fungsi instrumental; (2) Fungsi regulator; (3) Fungsi

32
interaksi; (4) Fungsi personal; (5) Fungsi heuristic; (6) Fungsi
representasional atau informatif; dan (7) Fungsi imajinatif. Atau fungsi
bahasa yang dikemukakan Wilkins adalah: (1) Modalitas; (2) Situasi;
(3) Argumen; (4) Penemuan rasional dan eksposisi; (5) Emosi personal;
(6) Hubungan emosional; dan (7) Hubungan interpersonal.
Beberapa fungsi bahasa lain yang dikemukakan para ahli,
namun antara satu dan lain pendapat tidak ditemukan perbedaan yang
berarti. Fungsi bahasa ini kemudian diperjelas dalam bentuk materi
pelajaran berupa kegiatan bahasa yang bersesuaian dengan masing-
masing fungsi tersebut. Yang harus diingat dalam menjabarkan materi
ini ialah pragmatik sebagai materi pelajaran berarti yang diajarkan
kepada siswa itu berupa fungsi komunikatif bahasa.Prinsip-prinsip
pengembangan bahan ajar berdasarkan pendekatan komunikatif ini
diuraikan oleh Bujur Surbakti sebagai berikut: ―1. Materi harus terdiri
atas bahasa sebagai alat komunikasi; 2. Desain materi harus lebih
menekankan proses belajar mengajar bukan pokok bahasan; 3. Materi
memberi dorongan kepada siswa untuk berkomunikasi secara wajar‖.
Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia didaftarkan sejumlah
pokok-pokok pembicaraan (sub pokok bahasan) dalam pokok bahasan
pragmatik seperti: informasi faktual, sikap moral, sikap intelektual dan
lainnya. Tampaknya materi ini diuraikan dari fungsi bahasa yang
diuarikan oleh Van Ek, yakni: ―(1) Memberi dan mencari informasi
faktual;(2) Mengungkapkan dan mengetahui sikap intelektual; (3)
Mengungkapkan dan mengetahui sikap emosional; (4) Mengetahui dan
mengungkapkan sikap moral; (5) Menyarankan sesuatu; dan (6)
Sosialisasi‖.

33
Fungsi memberi dan mencari informasi faktual adalah
memperkenalkan, melaporkan, membenarkan dan bertanya. Fungsi
mengungkapkan dan mengetahui sikap intelektual meliputi menyatakan
setuju dan tidak setuju, menerima atau menolak tawaran. Fungsi
mengungkapkan dan mengetahui sikap emosional dapat berupa
menyatakan kesenangan dan ketidaksenangan, kejutan, harapan,
keinginan dan sebagainya. Fungsi mengungkapkan dan mengetahui
sikap moral, yakni kegiatan meminta maaf, menyarankan, menasehati
dan memperingati. Sedangkan fungsi sosialisasi adalah memberi salam,
menarik perhatian, dan menganjurkan.

b. Metode Pengajaran Pragmatik


Metode pengajaran pragmatik haruslah berorientasi pada
kepentingan melahirkan kemampuan mahasiswa dalam memilih bentuk
bhasa sesuai dengan konteks penggunaannya. Metode mengajar ini
lazim disebut dengan prosedur pengajaran. Karena orientasinya itu,
maka mengajarkan pragmatik itu harus berupa pendekatan komunikatif.
Pendekatan pembelajaran komunikatif kemudian dikonkritkan menjadi
metodologi komunikatif. Tentang hal ini dikemukakan Bujur Surbakti
sebagai berikut: ―Pendekatan komunikatif diturunkan menjadi
metodologi komunikatif. Metodologi ini mengharapkan setiap aktivitas
menghasilkan suatu produk yang berbeda dari setiap individu atau
kelompok. Metodologi komunikatif berasumsi (1) produk-produk yang
berlainan sifatnya itulah yang dicari, (2) keberhasilan dan
ketidakberhasilan dari suatu aktifitas merupakan masukan yang berguna,
(3) jawaban dan temuan yang berbeda-beda tentang sesuatu masalah

34
akan menghasilkan suatu jawaban yang lebih sempurna. Demikian
hakikat metodologi komunikatif, misalnya pada diskusi‖.
Konsep yang dikemukakan Surbakti pada alinea di atas jelas
menegaskan bahwa keragaman tidaklah berarti kesalahan, walau
bukan pula berarti tidak perlunya kesamaan pendapat. Secara pasti
dapat dinyatakan bahwa proses lahirnya jawaban (walau berbeda
jawaban) sama pentingnya dengan kebenaran jawaban itu.Untuk
mengkonkritkan metode mengajarkan pragmatik dengan pendekatan
komunikatif ada sebelas langkah yang dikemukakan oleh Finocciaro dan
Brumfit, yakni:―(1) Penyajian dialog, (2) Pelatihan pengucapan kalimat,
(3) Tanya jawab topik/situasi dialog, (4) Tanya jawab pengalaman
pribadi, (5) Pembahasan ungkapan, (6) Penyimpulan
kaidah, (7) Pengenalan lisan, (8) Produksi lisan, (9) Penyalinan dialog,
(10) Penyajian contoh tugas, dan (11) Evaluasi‖.
Selanjutnya, langkah-langkah yang dikemukakan oleh
Finocchiaro dan Brumfit di atas, disederhanakan oleh Syamsul Arif, dkk
menjadi lima langkah yang mereka sebut Prosedur Hasil Modifikasi,
karena modifikasi dari langkah-langkah Finocchiaro dan Brumfit.
Kelima langkah yang dikemukakan Syamsul Arif, dkk adalah sebagai
berikut: ―(1) Penyajian atau presentasi teks, (2) Pembahasan atau diskusi
teks, (3) Perumusan atau formulasi kaidah, (4) Ekspresi atau produksi,
dan (5) Evaluasi. Contoh pelaksanaan kelima langkah itu diuraiakn
sebagai berikut:
1. Langkah pertama dapat disajikan melalui rekaman, misalnya
pidato, dialog antarkeluarga atau guntingan koran, iklan dan
sebagainya. Yang utama dalam langkah ini adalah

35
menghadirkan penggunaan bahasa Indonesia dalam situasi nyata
ke dalam kelas, sehingga mahasiswa memperoleh gambaran
nyata tentang kompetensi dan fungsi komunikatif yang
diajarkan.
2. Langkah kedua ialah diskusi teks. Kegiatannya meliputi analisis
teks/wacana dari segi isi, struktur dan terutama penggunaan
bahasanya. Kegiatan ini terutama untuk menemukan faktor-
faktor komunikatif yang membatasi pilihan bentuk bahasa.
3. Langkah ketiga ialah formulasi kaidah yang bertujuan untuk
merumuskan perolehan pada langkah kedua tadi. Kaidah yang
dirumuskan berupa kaidah gramatikal dan kaidah komunikatif,
kaidah yang sebelumnya masih tercerai-berai dalam langkah
kedua tadi.
4. Langakah keempat ialah merupakan langkah yang
memungkinkan siswa produktif dalam berekspresi berbahasa.
5. Langkah kelima dapat ditempuh dengan tes pemahaman yang
disesuaikan dengan tujuan yang dirumuskan dosen.
Kelima langkah yang dianjurkan di atas, dapat dinyatakan cukup
berorientasi pada kepentingan tujuan belajar pragmatik dan memenuhi
pendekatan komunikatif. Yang perlu diperhatikan setelah langkah
keempat bahwa langkah berikutnya dapat kembali pada langkah ketiga
dan kedua.
Metode lain dalam mengajarkan pragmatik adalah: metode
latihan, diskusi, ceramah, penugasan. Terlihat secara terpisah langkah
dalam prosedur yang dikemukakan Syamsul Arif, dkk terdapat, namun
baru disadari setiap langkah ini mempunyai prosedur sendiri-sendiri dan

36
memungkinkan dosen untuk memilih salah satu metode atau gabungan
beberapa metode bahkan mengganti metode yang ditawarkan. Oleh
karena itu, mungkin saja terjadi metode yang dipilih tidak menggunakan
pendekatan komunikatif. Kesimpulan yang dapat diberikan pada bagian
ini ialah metode mengajar pragmatik harus menggunakan pendekatan
komunikatif karena pragmatik itu lebih ditekankan pada segi
kemampuan bahasa sebagai alat komunikasi.
Konteks berbahasa atau konteks penggunaan bahasa menurut
Syafei ada empat, yaitu: (1) Konteks fisik (phsical contex); (2) Konteks
epistemis (epistemis contex);(3) Konteks Linguistik (linguistic contex);
dan (4) Konteks sosial (social contex). Konteks fisik dapat meliputi
tempat berkomunikasi, objek yang dikomunikasikan dan perilaku
komunikan. Konteks lain berupa epistemis latar belakang pengetahuan
yang sama-sama diketahui antarkomunikator. Konteks linguistik berarti
kalimat-kaliamat yang membentuk suatu pengertian bagi tuturan
tertentu. Konteks sosial berupa relasi sosial antara penutur dan
pendengar.

Bentuk bahasa dalam kegiatan pragmatik disesuaikan dengan


konteks penggunaannya, yakni:

1. Konteks fisik yang berbeda akan mempengaruhi pilihan bahasa


pembicara. Bentuk bahasa yang dipilih penutur dalam situasi
formal berbeda dengan tidak formalnya dan seterusnya.
Pengetahuan pada latar belakang pembicaraan.
2. Memungkinkan pembicaraan menjadi komunikatif. Misalnya,
jika penutur membicarakan ―bulu‖ dalam pengertian biologi,

37
maka konsep yang terbentuk di benak pendengar mestilah
sama.
3. Konteks linguistik memungkinkan kita memahami
pembicaraan sebagai suatu komunikasi yang utuh tidak
terputus-putus.
4. Relasi sosial antar komunikasi juga harus mewarnai
pembicaraan. Kekerabatan dan keakraban akan membentuk
bahasa yang digunakan.
Penggunaan bahasa lebih bermanfaat dari penguasaan
gramatikal. Dell Hymes memberi ciri penanda konteks penggunaan
bahasa sebagai berikut:―1. Advesser (pembicara); 2. Advesse
(pendengar); 3. Topik pembicaraan; 4. Setting (waktu, tempat); 5.
Channel (penghubungnya: bahasa tulisan, lisan dan sebagainya); 6.
Code (dialeknya, stailnya); 7. Massage from (debat, diskusi, seremoni,
agama); dan 8. Even (kejadian)‖. Atau dalam bahasa lain, Hymes
mengemukakan setiap fonem dalam ―speaking‖ sebagai penanda ciri
komunikasi, yaitu :
―S : Setting atau secene, yaitu tempat bicara (ruang diskusi dan
suasana diskusi).
P : Partisipasi (pembicara, lawan bicara dan pendengar. Dalam
diskusi ini adalah seluruh diskusi).
E : End atau tujuan (tujuan akhir diskusi).
A : Act atau suatu peristiwa di mana seseorang pembicara
sedang mempergunakan dalam penyampaian pendapatnya.
K : Key atau nada suaranya dan ragam bahasa yang
dipergunakan dalam menyampaikan pendapatnya.

38
I : Instrumen atau alat untuk menyampaikan pendapat,
misalnya secara tertulis, lewat telepon dan sebagainya.
N : Normal atau aturan permainan yang mesti ditaati setiap
peserta diskusi.
G : Genre atau jenis kegiatan diskusi yang mempunyai
sifat-sifat lain dari jenis kegiatan lain‖.

Keseluruhan pendapat Hymes inilah yang lazim disebut sebagai ciri


konteks. Sekaitan dengan hal ini, ada empat kategori faktor yang
membuat terjadinya variasi bahasa sebagaimana dikemukakan P.W.J.
Nababan, yaitu:

―1. Faktor-faktor geografis, yaitu di daerah mana bahasa itu


dipakai sebagai bahasa daerah (regional variety).
2. Faktor-faktor kemasyarakatan, yaitu golongan sosio-ekonomi
mana yang memakai bahasa itu sebagai bahasa golongan
(socio variety).
3. Faktor-faktor situasi berbahasa. Ini mencakup: pemeran serta
(pembicara, pendengar, orang lain), topik yang dibicarakan,
jalur bahasa (lisan, tulisan, telegram dan sebagainya), ini
disebut bahasa situasi (functional variety).
4. Faktor-faktor waktu, yaitu di mana-mana (kurun waktu dalam
perjalanan sejarah atau bahasa) bahasa itu dipakai sebagai
bahasa zaman (temporal atau chronological variety)‖.

39
c. Keterampilan Berbahasa Pidato
Jauh sebelum manusia mempunyai tradisi baca tulis, manusia
sudah mempergunakan bahasa yang di sebut dengan bahasa lisan
(berkomunikasi) secara langsung. Berdasarkan hal tersebut ada empat
kegiatan berbahasa yang sering dilakukan semua orang yaitu:
keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, membaca dan menulis.

1) Pengertian dan Tujuan Pidato


Pidato adalah penyampaian gagasan, pikiran atau informasi
kepada orang banyak secara lisan dengan cara-cara tertentu. Pidato
dapat diartikan sebagai seni membujuk seperti yang dikatakan oleh
Aristoteles “The art of persuasion”. Jadi orang dikatakan berpidato
yang baik apabila dia mampu membujuk para pendengarnya untuk
memahami, menerima, dan mematuhi pesan-pesan yang
dikemukakannya.
Tujuan pidato dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: (1)
Memberitahukan; (2) Menghibur atau menyenangkan; dan (3)
Membujuk atau mempengaruhi. Apabila hal ini sudah diketahui oleh
objek (mahasiswa) maka dengan mudah mengerjakan atau penulisan
jenis pidato.

3) Metode Pidato
Jenis-jenis metode pidato pada pembicaraan/pertemuan resmi
ataupun dipertemuan tidak resmi adalah: (1) Metode Naskah; (2)
Metode Menghapal; (3) Metode Improptu; dan (4) Metode
Ekstemporan. Namun walaupun begitu model metode, masih ada model

40
dari penggabungan beberapa metode yang secara pasti pembaca
menggunakan secara bersamaan.

4) Persiapan Pidato
Gorys Keraf (1980:317–318) menyatakan bahwa persiapan
pidatofokus pada: (1) Menentukan topik dan tujuan; (2) Menganalisis
pendengar dan situasi; (3) Memilih dan menyempitkan topik;
(4) Mengumpulkan bahan; (5) Membuat kerangka uraian; (6)
Menguraikan secara mendetail; dan (7) Melatih dengan suara nyaring.

2.1.5. Faktor-faktor Penunjang Keefektifan Berbicara

Ada faktor-faktor yang harus diperhatikan oleh pembicara untuk


keefektifan berbicara, yaitu factor kebahasaan dan nonkebahasaan.
Faktor kebahasaan adalah unsur-unsur bahasa yang secara langsung
diungkapkan. Sedangkan unsur-unsur nonbahasa adalah unsur-unsur
penunjang berbahasa, seperti mimik, gerak-gerik, pandangan mata, dan
lain-lain, yang kesemuanya merupakan penunjang keterampilan
berbahasa. Berikut ini diuraikan secara terperinci faktor-faktor
penunjang keefektifan berbicara.

d. Faktor-faktor Kebahasaan sebagai Penunjang Keefektifan


Berbicara
1) Ketepatan Ucapan
Ketepatan ucapan yang dimaksud adalah seorang pembicara
harus membiasakan diri untuk mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara
tepat. Sudah tentu pola ucapan yang digunakan tidak selalu sama. Akan
tetapi, jika perbedaan yang terlalu menyolok, maka keefektifan
41
komunikasi akan terganggu. Seorang pembicara tidak sadar pada saat ia
mengucapkan sesuatu kata dengan tidak benar, juga bila ia membuat
suatu kesalahan dalam berbahasa. Hanya bila diberitahukan maka
pembicara dapat memperbaikinya.
Presiden Amerika yang bernama Eisenhower, pernah salah
mengucapkan suatu kata yang penting, dan terus-terusan. Beliau selalu
mengucapkan kata ―nuclear‖ dengan ―nucular‖. Anehnya, tidak ada
seorangpun yang tampaknya pernah memberitahukan padanya bahwa
ada kata yang selalu dia ucapkan salah. Baru setelah dia meninggal
dunia, ada sebuah artikel dari surat kabar yang memperhatikan hal
tersebut. Jika mau berusaha, maka bunyi-bunyi bahasa yang salah ucap
atau yang tidak dapat diucapkan, akan dapat dihindari.

2) Penempatan Tekanan, Nada, Sendi, dan Durasi yang Sesuai


Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi merupakan daya
tarik tersendiri dalam berbicara. Dalam pemberian tekanan pada kata
atau suku kata tekanan suara biasanya jatuh pada suku kata terakhir,
kedua dari belakang, kemudian ditempatkan pada suku kata pertama.
Dalam hal ini, perhatian pendengar dapat beralih pada cara berpidato
pembicara, sehingga pesan yang disampaikan kurang diperhatikan.

3) Pilihan Kata (Diksi)


Pendengar akan lebih tertarik mendengarkan bila pembicara
berbicara dengan jelas dalam bahasa yang dikuasainya. Pilihan kata
harus sesuai dengan pokok pembicaraan. Sebaiknya, kata-kata yang
belum dikenal dihindari pemakaiannya, karena akan menghambat
kelancaran komunikasi. Selain itu, hendaknya dipilih kata-kata konkret,
42
yang menunjukkan aktivitas. Pemilihan kata yang tepat merupakan
kunci keberhasilan atau kehidupan pidato.

4) Ketepatan Sasaran Pembicaraan

Sebagai sarana komunikasi, setiap kalimat terlibat dalam proses


penyampaian dan penerimaan. Hal yang disampaikan berupa ide,
gagasan, atau informasi, hendaknya dapat mencapai sasaran
pembicaraan. Kalimat pembicaraan hendaknya efektif sehingga proses
penyampaian berupa ide, gagasan atau informasi hendaknya dapat
mencapai sasaran pembicaraan. Kalimat pembicaraan hendaknya
efektif, sehingga proses penyampaian akan mencapai sasaran
pembicaraan. Seseorang pembicara harus dapat menimbulkan suatu
ekspresi pendengarnya. Seorang pembicara harus mampu memukau
perhatian pendengarnya, sehingga apa yang dikemukakannya dapat
dipahami dan dilakukan oleh pendengarnya.

b. Faktor-faktor Non Kebahasaan sebagai Penunjang Keefektifan


Berbicara

1. Sikap yang Wajar, Tenang dan tidak Kaku, artinya sikap


ditentukan oleh situasi, tempat dan penguasaan materi
pembicaraan Penguasaan Materi pembicaraan yang baik,
setidaknya akan menghilangkan kegugupan. Untuk itu, perlu
latihan yang berulang-ulang. Dalam latihan, hendaknya sikap
ini ditanamkan lebih awal.
2. Pandangan Harus Diarahkan Kepada Lawan Bicara, artinya
pandangan pembicara sangat membantu dalam berpidato.
43
Pendengar sebaiknya diusahakan untuk terlibat dalam
pembicaraan. Untuk itu, pembicara harus melihat situasi.
3. Kesediaan Menghargai Pendapat Orang Lain, artinya alam
menyampaiakan isi pidato, seorang pembicara hendaknya
memiliki sikap terbuka, yang berarti dapat menerima pendapat
orang lain.
4. Gerak-gerik dan Mimik yang Tepat, artinya gerak-gerik dan
mimik yang tepat, dapat menunjang keberhasilan sebuah pidato,
hal ini dapat menghidupkan komunikasi.
5. Kenyaringan Suara, artinya kenyaringan suara ditentukan oleh
situasi, tempat, dan jumlah pendengar.
6. Kelancaran, artinya seorang pembicara yang lancara berbicara,
akan memudahkan pendengar menangkap isi pembicara. Bunyi-
bunyi ee, oo, aa, dapat mengganggu penangkapan pendengar.
Untuk itu, hal ini perlu dihindari.
7. Relevansi/Penalaran, artinya proses berpikir untuk sampai pada
suatu kesimpulan harus logis, karena ini berhubungan dengan
pokok pembicaraan.
Penguasaan Topik, artinya penguasan topik harus dipersiapkan sebelum
berpidato, dan merupakan faktor yang utama dalam pidato.

3. Hakikat Membaca
1. Pengertian Membaca
Sebelum sampai pada masalah membaca pemahaman, terlebih
dahulu akan disampaikan beberapa defenisi membaca yang
dikemukakan oleh para ahli, W.J.S.Poerwodarminta (1976: 71)

44
mengatakan bahwa membaca adalah melihat sambil melisankan suatu
tulisan dengan tujuan ingin mengetahui isinya. Selanjutnya Henry
Guntur Tarigan (1983: 2) mengungkapkan bahwa membaca adalah
proses pemerolehan pesan yang disampaikan oleh seorang penulis
melalui tulisan. Pendapat lain dikemukakan oleh A.S.Broto dalam
Henry Guntur Tarigan, (1983: 58), membaca itu adalah mengungkapkan
lambang bunyi.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan,


bahwa yang dimaksud dengan membaca adalah proses pengucapan
tulisan untuk mendapatkan isi yang terkandung di dalamnya.

Dalam kehidupan sehari-hari peranan membaca tidak dapat


dipungkiri lagi. Ada beberapa peranan yang dapat disumbangkan oleh
kegiatan membaca, antara lain: kegiatan membaca dapat membantu
memecahkan masalah, dapat memperkuat suatu keyakinan/kepercayaan
pembaca, sebagai suatu pelatihan, memberi pengalaman estetis
meningkatkan prestasi, memperluas pengetahuan dan sebagainya.

Kegiatan membaca tidak timbul secara alami, ada faktor-faktor


yang dapat mempengaruhinya, yaitu faktor dalam (intern) pembaca dan
faktor luar (ekstern) pembaca. Faktor yang berasal dari dalam diri
pembaca itu antara lain: tuntutan kebutuhan pembaca, adanya rasa
persaingan antar sesamanya, sedangkan faktor yang berasal dari luar
pembaca meliputi: tersedianya waktu, tersedianya sarana yang
diperlukan oleh pembaca, adanya dorongan dari luar, (guru misalnya),
adanya hadiah atau yang sejenis dalam waktu-waktu tertentu dan
sebagainya.
45
Pelajaran membaca merupakan dasar landasan untuk tingkat
pendidikan lebih tinggi. Seandainya dasar tersebut kurang kuat, niscaya
pengaruhnya cukup besar dan sangat terasa, baik bagi para siswa sendiri
atau juga oleh para guru.

Membaca ada beberapa macam, yaitu membaca teknik,


membaca dalam hati, membaca bahasa, membaca pustaka, membaca
cepat, dan membaca indah. Dari bermacam-macam membaca tersebut
ada yang bertujuan untuk kelancaran bacaan, menemukan isi bacaan dan
merasakan keindahan bacaan, dan sebagainya.

Mulai tahun 1994-1995, pengajaran bahasa Indonesia di


lembaga pendidikan SD dilaksanakan berdasarkan kurikulim 1994, yang
mencakup empat aspek keterampilan, yaitu: menyimak listening skills,
berbicara (speaking skills), membaca (reading skills), dan menulis
(writing skills). Dalam pengajaran membaca pemahaman, aspek
kemampuan membaca pemahaman diajarkan secara terpadu dan
merupakan suatu kesatuan yang diajarkan dengan suatu kegiatan
membaca terarah. Kegiatan itu, misalnya persiapan untuk membaca,
membaca dan diskusi, mengembangkan dan mempraktekkan serta
memperluas informasi dan gagasan-gagasan (Tarigan, 1986 : 4).

Membaca adalah melihat dan menyerap dan memahami isi


informasi yang disampaikan dalam bahasa tulis. Keterampilan membaca
termasuk dalam komponen pemahaman. Dengan komponen ini
diharapkan para siswa dapat membaca wacana serta dapat menyerap
informasi yang ada di dalamnya secara tepat dan cepat. Membaca
pemahaman merupakan kemampuan seseorang dalam memahami isi
46
tuturan tertulis yang dibacanya, baik gagasan pokok maupun gagasan
penjelas, termasuk pula isi yang tersurat dan tersirat (Oka, 1983 : 72).

Proses membaca itu sebenarnya tidak ubahnya dengan proses


ketika seseorang berpikir dan bernaluri. Nurhadi (1987 : 13)
mengatakan bahwa dalam proses membaca telah terlihat aspek-aspek
berpikir seperti mengingat, memahami, membeda-bedakan,
membanding-bandingkan, menganalisis, dan pada akhirnya menerapkan
apa – apa yang terkandung di dalam bacaan tersebut.

Membaca melibatkan beberapa keterampilan yang bekerja sama


dalam bentuk aktivitas jasmani dan rohani, agar apa yang dibaca dapat
dipahami, terutama untuk memperluas pengetahuan. Lebih tegas lagi,
Nugroho Oka (1983 : 19) mengatakan bahwa membaca adalah suatu
proses yang sangat rumit dan unik pula sifatnya.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa


membaca pemahaman bertujuan untuk menemukan gagasan pokok dan
gagasan penjelas sebuah bacaan atau wacana.

2. Jenis-jenis Membaca

1) Membaca Teknik

Membaca teknik pada dasarnya sama dengan membaca nyaring.


Dalam hal ini yang perlu mendapat perhatian guru ialah lafal kata,
intonadi frase, intonasi kalimat, serta isi bacaan itu sendiri. Disamping
itu, pungtuasi atau tanda-tanda baca dalam tata tulis bahasa Indonesia
tidak boleh diabaikan. Para siswa harus dapat membedakan segala jenis

47
intonasi kalimat berita, intonasi kalimat tanya, intonasi kalimat seru, dan
sebagainya. Juga lagu kalimat orang yang sedang susah, marah,
bergembira, dan suasana lainnya. Siswa dapat memberi tekanan yang
berbeda pada bagian-bagian yang dianggap penting, dengan bagian-
bagian kalimat atau frase yang bernada biasa.

Pengajaran membaca teknik ini mencakup dua hal, yaitu


pengajaran membaca dan pengajaran membacakan. Pengajaran
membaca yang dimaksud yaitu aktivitas tersebut untuk keperluan siswa
itu sendiri dan untuk pihak lain, misalnya guru atau kawan-kawan
lainnya. Si pembaca bertanggung jawab dalam hal lafal kata, lagu atau
intonasi kalimat serta kandungan isi yang ada di dalamnya. Pengajaran
yang tergolong membacakan yaitu si pembaca melakukan aktivitas
tersbut lebih banyak ditujukan kepada orang lain. Pembaca bertanggung
jawab atas lagu atau intonasi kalimat, lafal kata, kesenyapan, ketetapan
tekanan, suara dan sebagainya. Sebagai penyimak atau pendengarnya,
lebih bertanggung jawab terhadap isi bacaan, karena mereka ini di pihak
yang berkepentingan terhadap aktivitas pembaca.

2) Membaca Dalam Hati

Membaca dalam hati pada hakekatnya merupakan kegiatan


membaca bagi orang yang telah dewasa. Rata-rata, apabila orang sudah
meninggalkan bangku sekolah, kebiasaan yang mereka lakukan bukan
lagi membaca nyaring atau membaca suara tetapi jenis membaca dalam
hati. Jenis membaca ini melibatkan dua sarana kelengkapan hidup setiap
manusia, yaitu mata dan ingatan. Proses membaca melibatkan indera

48
mata yang sehat dan pikiran yang jernih. Proses ini menghasilkan suatu
informasi yang diproses dalam otak dan menjadi sebuah ingatan.

3) Membaca Bahasa

Pelajaran ―membaca bahasa‖ ini mempunyai kesamaan dengan


membaca dalam hati, dalam hal tidak bersuara sewaktu aktivitas
membaca itu dilaksanakan. Tujuan yang akan dicapai dalam pelajaran
membaca bahasa agar para siswa semakin bertambah pengetahuannya
tentang seluk-beluk bahasa Indonesia. Kemudian mereka itu dapat
menerapkannya dalam berbagai bentuk bahasa dan berbagai situasi.
Dalam pelajaran ini, isi bacaan tidak menjadi tujuan pokok.

4) Membaca Pustaka

Tidak semua bahan yang disampaikan oleh guru kepada murid-


muridnya dapat terlaksana dengan mulus, artinya tidak mengalami
hambatan-hambatan atau rintangan. Adakalanya guru berhalangan hadir,
ada pula hari-hari yang semestinya ada kegiatan belajar – mengajar
ternyata libur atau untuk kegiatan lain yang tidak dapat ditinggalkan,
misalnya rapat dewan guru, rapat dinas lainnya, upacara bendera dan
kegiatan lainnya, itu semua, akan menjadi sebab tertinggalnya beberapa
pokok bahasan.

Untuk mengatasi hal itu, maka di sekolah diberi mata pelajaran


membaca pustaka. Mata pelajaran ini berguna untuk menambah
informasi beberapa bidang ilmu pengetahuan yang mereka tidak peroleh
di bangku sekolah, mengembangkan wawasan anak-anak, atau memberi

49
selingan kepada anak-anak dari bacaan-bacaan berat, menikmati
keindahan bacaan (kesusastraan) dan sebagainya.

Tidak semua sekolah memiliki perpustakaan, padahal, membaca


pustaka itu sebenarnya adalah membaca buku-buku yang ada atau
disediakan di perpustakaan. Untuk mengatasi keadaan yang tidak
menguntungkan ini, maka guru dapat menganjurkan para siswa untuk
meminjam buku-buku yang diperlukan tersebut dari Perpustakaan yang
ada di daerah tersebut. Atau dapat pula dengan cara, para guru kreatif
mengkliping bahan ajar dongeng dari sumber-sumber lain yang dapat di
manfaatkan di sekolah.

5) Membaca Indah (Estetika)

Membaca indah sering disebut juga membaca emosional.


Dinamai demikian, sebab selalu menyangkut pada hal-hal yang
berkaitan dengan keindahan atau estetika yang dapat menimbulkan
emosi atau perasaan dari pembaca atau pendengarnya.

Tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran ini siswa dapat


memperoleh suatu keinadahan yang sumber bahasa atau keindahan yang
bersumber bacaan. Unsur irama, intonasi, ketepatan ucapan memegang
peranan yang sangat penting. Ketepatan mengintonasikan kalimat berita,
kalimat tanya, kalimat seru, kalimat langsung, kalimat ajakan dan jenis
– jenis kalimat yang lain secara tepat, akan berpengaruh terhadap
keberhasilan jenis membaca ini.

50
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
membaca adalah proses komunikasi yang dilakukan oleh seseorang
untuk mengetahui isi pesan yang disampaikan penulis kepada pembaca.

3. Kecepatan Membaca

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat : ―Kecepatan


adalah waktu yang ditempuh untuk memenuhi jarak tertentu‖.
Sedangkan Harson dalam Tarigan (1988 : 62) menyatakan, ―Kecepatan
adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis
secara berturut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya‖.

Tampubolon (1990 : 5) menyatakan, ―Membaca adalah satu dari


empat kemampuan bahasa pokok yang merupakan satu bagian atau
komponen dari komunikasi tulis‖. Senada dengan pendapat ini, Tarigan
(1986 : 7) menyatakan ―Membaca adalah suatu proses yang dilakukan
serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak
disampaikan oleh penulis media kata-kata bahasa tulis‖.

Wydiamartaya (1992 : 6) mengemukakan bahwa ―tidak ada


kecepatan membaca yang merupakan kecepatan terbaik untuk tiap jenis
bacaan cerita pendek, dari biografis, misalnya tidak perlu dibaca dengan
kecepatan yang sama, kita yang perlu menyesuaikan kecepatan yang
hendak kita capai‖.

Harjasujana (1988 : 5) menyatakan, ―Kecepatan membaca


seseorang dapat bervariasi bergantung pada beberapa faktor. Dari antara
beberapa faktor yang dituntut melakukan kecepatan membaca adalah
tipe atau jenis bacaan, tujuan membaca, tingkat pemahaman yang
51
diinginkan dalam membaca, keterampilan membaca dan tingkat
kesukaran bahan bacaan‖.

Nurhadi (1987 : 35) menyatakan, ―Kecepatan membaca dengan


150 kata per menit dengan latihan intensif selama jangka waktu satu
sampai dua bulan akan meningkat menjadi 40 kata per menit.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa


kecepatan membaca adalah waktu yang ditempuh untuk membaca
bacaan dan tuntutan untuk memahami bacaan tersebut. Kecepatan dan
pemahaman seseorang tidaklah sama dilihat dari tingkat kesukarannya.
Kecepatan membaca dengan ketepatan menguasai isi bacaan atau
wacana berhubungan dengan tingkat kemampuan seseorang mencerna
isi bacaan atau wacana. Setiap orang akan berbeda dalam hal kecepatan
memaknai bacaan atau wacana, semakin sering seseorang membaca,
akan semakin mudah baginya memaknai isi bacaan atau wacana.

4. Faktor-faktor Penentu Kemampuan Membaca

1) Kompetensi kebahasaan, yaitu penguasaan bahasa Indonesia


secara keseluruhan, terutama tata bahasa dan kata-kata,
termasuk berbagai arti dan masa serta ejaan dan tanda-tanda
baca, dan pengelompokan kata. Aplikasi dalam bahasa
Indonesia memegang peranan yang sangat penting. Oleh karena
itu bagi tata bahasa ini perlu dikuasai benar-benar.
2) Kemampuan mata, yaitu keterampilan mata mengadakan
gerakan-gerakan membaca yang efisien. Gerakan-gerakan yang

52
dimaksud terutama ialah skade, fiksasi, lompatan kembali,
jangkauan penglihatan dan jangkauan pemahaman.
3) Penentuan informasi fokus, yaitu menentukan lebih dahulu
informasi yang diperlukan sebelum mulai membaca pada
umumnya dapat meningkatkan efisien membaca seperti :
informasi fokus pada kalimat, paragraf, artikel, surat kabar,
buku dan lain sebagainya.
4) Teknik-teknik dan metode-metode membaca, yaitu cara-cara
membaca yang paling efisien dan efektif untuk menentukan
informasi fokus yang diperlukan. Teknik-teknik yang umum
ialah baca pilih, baca lompat, baca layap, baca tahap.
Disamping itu, dalam membaca untuk studi, ada dua metode
yang biasanya dipergunakan yaitu: CATU (cari, tulis, kembali,
uji). Dan SURTABAKU (Survey, Tanya, Baca, Katakan, dan
Ulang).
5) Fleksibilitias membaca, yaitu kemampuan menyesuaikan
strategi membaca dengan kondisi membaca. Yang dimaksud
membaca ialah teknik dan metode membaca, kecepatan
membaca, dan gaya membaca (santai, serius, dengan
konsentrasi). Dan kondisi baca ialah tujuan membaca informasi
fokus, dan materi bacaan dalam arti keterbacaan.
6) Kebiasaan membaca, yaitu minat (keinginan, kemauan, dan
motivasi) dan keterampilan membaca yang baik dan efisien,
yang telah berkembang dan membudi daya secara maksimal
dalam diri seseorang (Tampubolon, 1987: 242).

53
5. Masalah Yang Dihadapi Pembaca

Pada umumnya orang tak sadar dengan masalah membacanya.


Kebanyakan orang telah puas dengan kondisi kemampuan membacanya,
baik dalam kecepatan maupun dalam tingkat pemahaman. Padahal,
secara teoretis kecepatan dan pemahaman terhadap bacaan itu dapat
ditingkatkan dua atau tiga kali lipat dari kecepatan dan pemahaman
semula. Ini bila benar-benar seseorang mau meningkatkannya. Nurhadi
91987:17-30) menyatakan, ada beberapa masalah dan hambatan yang
umum terjadi pada setiap orang, masalah tersebut antara lain ada
dibawah ini.

1) Rendahnya tingkat kecepatan membaca

Metode membaca wacana dengan kecepatan yang menurut anda


memadai dengan bantuan ukuran jam atau stop watc, berapa menit dan
berapa detik untuk menyelesaikan wacana tersebut. Mulailah dengan
tanda panah, jangan mengabaikan pemahaman. Setelah selesai
membaca, uji pemahaman anda terhadap wacana yang telah dibaca.
Tingkat pemahaman diukur dalam persentase, sedangkan kecepatan
diukur dalam jumlah kata per menit.

Kecepatan membaca 175-250 kata per menit termasuk


kecepatan yang rendah, sedangkan kecepatan berkisar 250-350 kata per
menit kecepatan membaca ini termasuk sedang atau cukup memadai.
Akan tetapi, bila kecepatan membaca berkisar 400-500 kata atau lebih,
itu dikatakan pembaca yang cepat dan efektif. Kecepatan membaca
memang diukur dengan berapa banyak kata atau jumlah kata yang

54
terbaca setiap menitnya. Jika wacana itu cukup banyak, tinggal
menghitung jumlah kata, kemudian dibagi dengan waktu
menyelesaikan.

Kecepatan membaca menjadi hambatan, karena pada umumnya


orang tidak ambil pusing dengan kebiasaan membaca yang rendah.
Masalahnya, orang tidak menyadari bahwa ada jenjang kemampuan
membaca cepat yang menantang dari tingkat yang rendah hingga tingkat
yang efektif, kecepatan membaca seseorang semakin efektif pula, dan
kebiasaan membacanya semakin baik pula. Kecepatan membaca yang
rendah sangat berpengaruh terhadap tingkat penguasaan seseorang
terhadap wacana yang dibacanya.

2) Minimnya pemahaman yang diperoleh

Tingkat pemahaman terhadap bacaan juga salah satu indikator


keefektifan membaca seseorang. Dengan menjawab pertanyaan
pemahaman yang dianggap memadai pada kondisi normal, berkisar
antara 40-60% atau bila menjawab dengan benar separuh dari jumlah
pertanyaan.

Minimnya tingkat pemahaman, menjadi masalah karena


kecenderungan anggapan bahwa semakin lambat cara membaca
seseorang, semakin tinggi pula pemahamannya. Padahal peningkatan
kecepatan membaca akan diikuti dengan pemahaman terhadap isi
bacaannya pula.

55
3) Gangguan-gangguan fisik

Ada kalanya seseorang pembaca merasa nikmat membaca baris-


baris bacaan disertai dengan mengucapkan secara verbal. Bila
didengarkan, seperti orang sedang bercakap-cakap. Setiap kata yang
dibacanya divokalkan. Persis seperti orang membacakan teks untuk
orang lain. Yang diharapkan dari cara membaca semacam ini adalah
kemampuan berpikir. Ingat membaca adalah ―proses berpikir‖ jauh
melampaui alat-alat ucap untuk berbicara. Ada faktor grafik lain yang
penghambat kecepatan membaca, yaitu :

a. Membantu melihat /menelusuri baris-baris bacaan dengan alat-


alat tertentu.
b. Menggerak-gerakkan kaki menurut irama musik yang
diperdengarkan.
c. Membaca sambil berguman-guman, atau bersenandung.
d. Kebiasaan berhenti lama pada setiap awal baris.
e. Kebiasaan mengulang-ulang unit bahasa yang telah dibaca.
Anda diharapkan menghilangkan kebiasaan-kebiasaan jelek
dalam membaca, diharapkan mengikuti petunjuk-petunjuk yang
diberikan. Kegiatan membaca adalah proses berpikir, karena itu,
membaca merupakan kegiatan bernalar juga. Pada prinsipnya ikuti pola
berikut ini.

56
Kemampuan membaca awal
Kemampuan membaca awal

Menghilangkan gangguan dan


hambatan membaca

Mengetahui teknik mengembangkan


kecepatan membaca

Latihan

Meningkatkan sikap kritis

Membaca cepat dan efektif

6. Pembaca yang baik menguasai kecepatan membaca, yaitu:

a. Membaca sekilas, memetik secara kasar, tiga atau empat


hal dalam satu halaman untuk memperoleh gambaran
umum sebagai suatu keseluruhan.
b. Membaca dengan cepat (bo scan) yaitu membaca segala
sesuatu secara cepat untuk mencari hal tertentu yang
diinginkan. Membaca cepat yang baik rata-rata 800-1000
kata dalam satu menit. Seseorang tidak akan dapat lulus
57
ujian berdasarkan apa yang dibacanya dengan cepat, tetapi
ia akan mendapatkan apa yang dicarinya.
c. Membaca demi kesenangan, suatu cara yang melewati hal-
hal yang kurang menarik, dan membaca lambat-lambat,
hal-hal yang menarik hati atau di mana terdapat apresisasi
yang kuat. Membaca seperti ini rata-rata 500-600 kata
dalam satu menit.
d. Membaca secara serius bahan-bahan yang penting dan
tidak akan kehilangan sesuatu hal. Membaca serius seperti
ini rata-rata dengan kecepatan 300-500 kata dalam satu
menit (Tarigan, 1987:118).
e. Ada beberapa metode mengembangkan kecepatan
membaca, yaitu:
 Metode kosakata adalah metode mengembangkan
kecepatan membaca melalui pengetahuan kosakata.
Artinya, metode ini mengembangkan perhatian pada
aspek perbendaharaan kata seorang pembaca.
 Metode motivasi (minat) adalah memotivasi para
pemula atau pembaca yang mengalami hambatan dalam
kecepatan membaca dengan berbagai macam ransangan
bacaan yang menarik sehingga tumbuh minat
membacanya.
 Metode bantuan alat adalah untuk melatih kecepatan
membaca itu dengan bantuan alat ketika seseorang
membaca melihat baris-baris bacaan, gerak mata,
dipercepat dengan bantuan alat yang berupa ujung

58
pensil. Ujung kayu, ujung alat yang digunakannya.
Pertama dengan kecepatan rendah, kemudian
dipercepat, dan terus dipercepat. Jadi kecepatan
membaca mengikuti kecepatan gerak alat.
 Metode gerak mata adalah metode yang paling banyak
dipakai dan dikembangkan orang saat ini. Baik untuk
pengajaran membaca pemula maupun bagi siapa yang
ingin meningkatkan kecepatan membacanya. Metode
ini utnuk meningkatkan kecepatan membaca, selain cara
dan dalam waktu yang relative singkat, seseorang akan
mampu meningkatkan kecepatan membacanya.
(Nurhadi, 1987:54-55)

7. Mengukur Kecepatan Membaca

Para ahli mengemukakan berbagai macam yang dapat


digunakan untuk mengukur kecepatan membaca, oleh sebab itu
kemampuan seseorang dalam membaca disebut kecepatan dalam
membaca dan pemahaman bacaan apa yang dibacanya. Nurhadi (1987 :
41) menyatakan, bahwa cara mengukur kecepatan membaca adalah
sebagai berikut:

a. Tandailah di mana anda mulai membaca (lebih mudah kalau


dimulai dari judul)
b. Bacalah teks tersebut dengan kecepatan yang menurut anda
memadai

59
c. Tandailah akhir anda membaca (kalimat akhir, bila bacaan itu
pendek). Usahakan mencari bacaan yang berisi sekitar 1000-
1500 kata saja.
d. Catat waktu mulai anda membaca
(jam,….,menit……,detik……)
e. Catat waktu berakhirnya membaca (jam,
….,menit,….detik,……)
f. Hitung berapa waktu yang anda perlukan dalam detik
g. Hitung jumlah kata dalam teks yang dibaca (ingat, tanda-tanda
baca ikut dihitung).
h. Kalikan jumlah kata dengan bilangan 60 (1 menit = 60 detik)
hasil perkalian ini disebut jumlah total.
i. Bagi hasil perkalian tersebut dengan jumlah waktu yang anda
perlukan untuk membaca tadi, maka hasilnya adalah ―jumlah
kata per menit‖.

Proses tersebut, apabila digambarkan adalah sebagai berikut:

I. Saat mulai membaca : jam …., menit….detik…..

Saat akhir membaca : jam …., menit…detik …..

Waktu yang diperlukan : …………………….. detik

II. Jumlah kata x 60 detik = jumlah total kata

III. Jumlah total kata = waktu yang diperlukan

Jumlah kata per menit

60
Contoh :

I. Saat mulai membaca : jam 08 : 15 : 00

Saat akhir membaca : jam 08 : 17 : 30

Waktu yang diperlukan : 150 detik

II. Jumlah kata 400 x 60 detik = 144.000

III. Jumlah total kata 144.000 : 150 detik = 960 kata

Siswa Sekolah Dasar (SD) atau siswa setingkat Sekolah


Lanjutan Pertama (SLTP) kecepatan membaca sekitar 200 kata per
menit. Siswa Sekolah Lanjutan Atas (SLTA), kecepatan membaca
dianggap memadai bila mampu membaca sekitar 250 kata per menit.
Untuk mahasiswa sekitar 325 kata per menit, sedangkan mahasiswa
Pasca Sarjana dan Program Doktor sekitar 400 kata per menit. Bagi
orang dewasa kecepatan itu bisa turun lagi, dan dianggap memadai pada
kecepatan 200 kata per menit. Kecepatan membaca harus diikuti oleh
tingkat pemahaman terhadap bacaan minimal 50% atau (40% - 60%).

Tampubolon (1986 : 11) menyatakan, cara mengukur kecepatan


membaca adalah sebagai berikut:

Jarak kata yang dapat dibaca x persentase pemahaman isi bacaan


1 menit
Misalnya, jika yang dibaca per menit 200 kata, dan jawaban yang benar
atas pertanyaan isi bacaan 60, maka kemampuann membacanya adalah :

61
200
x60%  120kpm
1menit

8. Pemahaman Bacaan

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:74) terdapat


bahwa ―Pemahaman adalah proses, perbuatan, cara memahami atau
memahamkan‖. Sedangkan Tampubolon (1990:241) menyatakan,
―Kemampuan membaca adalah kecepatan membaca dan pemahaman
isi‖.
Harjasujana (1996:68) menyatakan, ―Kecepatan efektif
membaca merupakan perpaduan antara kecepatan membaca dengan
kemampuan memahami isi bacaan‖.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa
pemahaman isi bacaan merupakan cermin dan kemampuan kognisi,
yakni kemampuan berpikir dan bernalar dalam mencerna masukan
grafis yang diterima lewat indera mata.

Harjasujana dan Mulyati (1996/1997 : 72-73 menyatakan :


bahwa disertai prestasi pemahaman minimal 70% rincian rata-rata
kecepatan yang disesuaikan dengan keperluan membaca adalah sebagai
berikut:

1. Kecepatan rata-rata 1000 kpm atau lebih biasa digunakan pada


membaca skimming ataupun scanning (untuk mengenal bacaan,
menjawab pertanyaan tertentu, mengetahui struktur organisasi
bacaan, mencari gagasan pokok).

62
2. Kecepatan rata-rata 500-800 kpm (tinggi) dan (digunakan untuk
membaca bacaan ringan)
3. Kecepatan rata-rata 350-500 kpm (cepat) digunakan untuk
membaca bacaan mudah yang bersifat deskriptif informatif dan
fiksi yang agak sukar menikmati keindahan.
4. Kecepatan rata-rata 250-350 kpm (rata-rata) digunakan untuk
membaca fiksi yang kompleks atau nonfiksi yang agak sulit
untuk mendapatkan detail informasi, mencari hubungan atau
mengevaluasi ide penulis.
5. Kecepatan rata-rata 100-125 kpm (lambat) digunakan untuk
mempelajari bacaan yang sukar, bacaan ilmiah, analisis nilai
sastra klasik, memecahkan persoalan yang diunjuk bacaan yang
bersifat instruksional.

4. Keterampilan Menulis

Menulis sebagai salah satu dari keterampilan berbahasa telah


tumbuh sejak manusia merasa perlu merekam hal-hal penting, baik yang
sudah dibicarakan maupun yang akan dibicarakan. Manusia mulai
merekam dengan menggunakan tulisan berupa lambang-lambang alam
sekitar atau lambang binatang, kemudian berkembang secara sempurna
menjadi huruf-huruf atau fonem-fonem, maka lahirlah tulisan-tulisan
yang semula hanya sederhana, baru berupa sebuah kesatuan makna yang
utuh yang dapat dimengerti oleh kelompok tertentu. Dengan demikian,
menulis mempunyai peranan tertentu yang amat penting bagi manusia.
Salah satunya adalah dengan menulis seseorang dapat mengungkapkan
gagasan dan pikiran untuk mencapai maksud dan tujuannya.
63
a. Pengertian Menulis

Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia menulis adalah


―Membuat goresan pada benda lain dengan bentuk yang dibaca,
membuat huruf dan angka yang disusun menurut aturan tertentu,
sehingga mengandung maksud seperti yang diinginkan penulis‖. Sejalan
dengan pendapat ini, Semi (1996:8) mengemukakan: ―menulis atau
mengarang pada hakekatnya merupakan pemindahan pemikiran atau
perasaan ke dalam lambang-lambang bahasa.‖

Menurut Tarigan bahwa: ―menulis adalah menurunkan,


melukiskan lambang-lambang dalam grafik yang menggambarkan suatu
bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat
membaca lambang-lambang grafik kalau mereka memahami bahasa
grafik.

Kamisa (1997:99) berpendapat bahwa: ―menulis adalah sama


dengan mengarang‖. Sementara itu, Widyamartya (1989:9) mengatakan:
―Mengarang adalah suatu proses kegiatan berpikir manusia yang hendak
mengungkapkan kandungan jiwanya kepada orang lain, atau kepada diri
sendiri dalam tulisan.

Saudi Takala Ahmad (1987:71) mengatakan: ―Mengarang


adalah suatu proses menyusun, mencatat, dan mengkomunikasikan
makna dalam tataran ganda bersifat interaktif dan diarahkan untuk
mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan sistem tanda
konvensional yang dapat diteliti.

64
Menulis tidak saja terbatas pada proses mengkomunikasikan ide
tertentu saja, tetapi lebih dari pada itu, menulis adalah suatu proses
menyusun, mencatat dan melibatkan serta tekniknya untuk
menghasilkan tulisan sehingga ide-ide dapat disalurkan dengan baik.

Suparno mengatakan menulis merupakan


kegiatan penyampaianpesan (ide, gagasan, perasaan, atau informasi)
secara tertulis kepada pihak lain (pembaca). Pesan adalah isi atau
muatan yang terkandung dalam suatu tulisan. Tulisan merupakan simbol
atau lambang bahasa yang dapat dilihat dan disepakati pemakainya.Yus
Rusyana dalam Sabarti mendefinisikan menulis sebagai kegiatan atau
suatu keterampilan menggunakan pola-pola bahasa dalam
menyampaikan suatu gagasan atau pesan dalam bentuk rangkaian
lambang-lambang aksara. Sama halnya dengan apa yang dikemukakan
Tarigan bahwa menulis merupakan suatu proses dalam memerankan
atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu
bahasa yang dapat dipahami orang lain.

The Liang Gie mengatakan bahwa mengarang adalah


keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan
menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk
dipahami. Menulis merupakan proses mengungkapkan ide, pikiran, dan
gagasan dalam bentuk sistem aksara suatu bahasa. Menulis merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk menghasilkan sebuah
tulisan.

Kamus Lengkap Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa kata


menulis berasal dari kata tulis. Tulis adalah ada huruf (angka dan
65
sebagainya) yang dibuat (digurat dan sebagainya) dengan pena (pensil,
cat, dan sebagainya). Menulis adalah membuat huruf, angka , dan
sebagainya dengan pena, pensil, cat, dan sebagainya melahirkan pikiran
atau perasaan seperti mengarang, membuat surat, dan sebagainya
dengan tu-lisan. Selanjutnya menulis adalah menuangkan gagasan,
pendapat, perasaan, keinginan, dan kemauan, serta informasi ke dalam
tulisan dan kemudian ―mengirimkannya‖ kepada orang lain
(Syafi‘ie,1998:45).

Selain itu, menulis juga merupakan suatu aktivitas komunikasi


yang menggunakan bahasa sebagai medianya. Wujudnya berupa tulisan
yang terdiri atas rangkaian huruf yang bermakna dengan semua
kelengkapannya, seperti ejaan dan tanda baca. Menulis juga suatu
proses penyampaian gagasan, pesan, sikap, dan pendapat kepada
pembaca dengan simbol-simbol atau lambang bahasa yang dapat dilihat
dan disepakati bersama oleh penulis dan pembaca.

Menurut Akhadiah dkk (1998:1.3) menulis adalah suatu


aktivitas bahasa yang menggunakan tulisan sebagai mediumnya. Tulisan
itu sendiri atas rangkaian huruf yang bermakna dengan segala
kelengkapan lambang tulisan seperti ejaan dan pungtuasi. Sebagai salah
satu bentuk komunikasi verbal (bahasa), menulis juga dapat
didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan dengan
menggunakan tulisan sebagai mediumnya. Pesan adalah isi atau muatan
yang terkandung dalam suatu tulisan. Adapun tulisan merupakan sebuah
sistem komunikasi antarmanusia yang menggunakan simbol atau
lambang bahasa yang dapat dilihat dan disepakati pemakainya. Di dalam

66
komunikasi tertulis terdapat empat unsur yang terlibat. Keempat unsur
itu adalah (1) penulis sebagai penyampai pesan, (2) pesan atu isi tulisan,
(3) saluran atau medium tulisan, dan (4) pembaca sebagai penerima
pesan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, menulis pada


hakikatnya adalah suatu proses berpikir yang teratur, sehingga apa yang
ditulis mudah dipahami pembaca. Sebuah tulisan dikatakan baik apabila
memiliki ciri-ciri, antara lain bermakna, jelas, bulat dan utuh, ekonomis,
dan meme-nuhi kaidah gramatika.Menulis berarti menyampaikan
pikiran, perasaan, atau pertimbangan melalui tulisan. Alatnya adalah
bahasa yang terdiri atas kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan
wacana. Pikiran yang disampaikan kepada orang lain harus dinyatakan
dengan kata yang mendukung makna secara tepat dan sesuai dengan apa
yang ingin dinyatakan. Kata-kata itu harus disusun secara teratur dalam
klausa dan kalimat agar orang dapat menangkap apa yang ingin
disampaikan itu. Makin teratur bahasa yang digunakan, makin mudah
orang menangkap pikiran yang disalurkan melalui bahasa itu. Oleh
karena itu, keterampilan menulis di sekolah sangatlah penting.

b. Pembelajaran Menulis

Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik


memiliki kemampuan sebagai berikut : (1)Berkomunikasi secara efektif
dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun
tulis; (2) Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan dan bahasa Negara; (3) Memahami bahasa
Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai
67
tujuan; (4)Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan
kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan social;
(5) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas
wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan berbahasa; (6) Menghargai dan membanggakan sastra
Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Ada beberapa persyaratan yang sebaiknya dimiliki seorang


siswa untuk meng-hasilkan tulisan yang baik. Syafi‘ie (1988:45)
mengemukakan bahwa syarat-syarat tersebut adalah (1) kemampuan
untuk menemukan masalah yang akan ditulis, (2) kepekaan terhadap
kondisi pembaca, (3) kemampuan menyusun rencana penulisan, (4)
kemampuan menggunakan bahasa, (5) kemampuan memulai tulisan,
dan (6) kemampuan memeriksa tulisan.

Kemampuan menulis adalah kemampuan seseorang untuk


menuangkan buah pikiran, ide, gagasan, dengan mempergunakan
rangkaian bahasa tulis yang baik dan benar. Kemampuan menulis
seseorang akan menjadi baik apabila dia juga memiliki: (a) kemampuan
untuk menemukan masalah yang akan ditulis, (b) kepekaan terhadap
kondisi pembaca, (c) kemampuan menyusun perencanaan penelitian, (d)
kemampuan menggunakan bahasa indonesia, (e) kemampuan memuali
menulis, dan (f) kemampuan memeriksa karangan sendiri. Kemampuan
tersebut akan berkembang apabila ditunjang dengan kegaiatan membaca
dan kekayaan kosakata yang dimilikinya.

Suatu tulisan pada dasarnya terdiri atas dua hal. Pertama, isi
suatu tulisan menyampaikan sesuatu yang inggin diungkapkan
68
penulisnya. Kedua bentuk yang merupakan unsur mekanik karangan
seperti ejaan, pungtuasi, kata, kalimat, dan alinea Akhadiah, (1997:13).
Sementara itu, WJS Poerwodarminto (1987:105) secara leksikal
mengartikan bahwa menulis adalah melahirkan pikiran atau ide. Setiap
tulisan harus mengandung makna sesuai dengan pikiran, perasaan, ide,
dan emosi penulis yang disampaikan kepada pembaca untuk dipahami
tepat seperti yang dimaksud penulis.

Pendapat lainnya menyatakan bahwa menulis adalah


keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang dalam mengungkapkan
gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca
seperti yang dimaksud oleh pengarang. Agar komunikasi lewat lambang
tulis dapat tercapai seperti yang diharapkan, penulis hendaklah
menuangkan ide atau gagasannya kedalam bahasa yang tepat, teratur,
dan lengkap. Dengan demikian, bahasa yang dipergunakan dalam
menulis dapat menggambarkan suasana hati atai pikiran penulis.
Sehingga dengan bahsa tulis seseorang akan dapat menuangkan isi hati
dan pikiran.

c. Menulis sebagai Suatu Proses


Pembelajaran menulis sebagai suatu proses di sekolah dasar
mengisyaratkan kepada guru untuk memberikan bimbingan nyata dan
terarah yang dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa. Hal ini
dilakukan guru melalui tahap-tahap proses menulis, yaitu tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan (pramenulis, menulis, pasca-menulis),
dan evaluasi.

69
Kegiatan menulis merupakan keterampilan mekanis yang dapat
dipahami dan dipelajari. Menulis sebagai suatu proses terdiri atas
beberapa tahapan. Tompkins (1994) dan Ellis dkk. (1989) menguraikan
lima tahapan menulis, yaitu: pramenulis, pengedrafan, perbaikan,
penyuntingan, dan publikasi.
Pada pramenulis, siswa diberi kesempatan menentukan apa
yang akan ditulis, tujuan menulis, dan kerangka tulisan. Setelah siswa
menentukan apa yang akan ditulis dan sistematika tulisan, siswa
mengumpulkan bahan-bahan tulisan dengan menggunakan buku-buku
dan sumber lainnya untuk memudahkan dalam penulisan.
Pada pengedrafan, siswa dibimbing menuangkan gagasan,
pikiran, dan perasaannya dalam bentuk draf kasar. Pada tahap
perbaikan, siswa merevisi draf yang telah disusun. Siswa dapat
meminta bantuan guru maupun teman sekelas untuk membantu dan
mempertimbangkan gagasan yang dikemukakan. Pada tahap
penyuntingan, siswa dilatih untuk memperbaiki aspek mekanik (ejaan,
tanda baca, pilihan kata, dan struktur kalimat) yang tidak sesuai dengan
kaidah penulisan. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki karangan
sendiri maupun teman sekelas. Pada tahap publikasi, siswa
menyampaikan tulisan kepada teman sekelas untuk meminta masukan
dari guru dan teman sekelas agar mereka dapat berbagi informasi
sehingga tulisan menjadi sempurna.
Siswa menjadi partisipan aktif dalam seluruh tahapan menulis
proses: pramenulis, pengedrafan, perbaikan, dan penyuntingan sehingga
siswa memahami betul apa yang ditulisnya. Ketika menentukan topik
yang akan ditulis, di benak siswa tergambar sejumlah informasi yang

70
akan ditulis. Informasi yang tersimpan di benak siswa dituangkan dalam
sebuah tulisan dengan bantuan guru dan teman sekelas. Ketika menulis,
siswa bebas mengungkapkan gagasan dengan cara menghubungkan
kalimat secara utuh dan padu membentuk sebuah paragraf serta
menuangkannya pada tulisan. Siswa menggunakan bahan-bahan pustaka
untuk mendukung tulisannya dan berdiskusi dengan guru dan teman
sekelas apabila ada bahan tulisan yang kurang jelas.
d. Tujuan dan Manfaat Menulis

Kegiatan menulis dilakukan dengan berbagai tujuan. Menulis


mempunyai empat tujuan, yaitu untuk mengekpresikan diri,
memberikan informasi kepada pembaca, mempersuasi pembaca, dan
untuk menghasilkan karya tulis.

Jenis tulisan menurut tujuan menulis adalah sebagai berikut :

1) Narasi yakni karangan/tulisan ekspositoris maupun imajinatif yang


secara spesifik menyampaikan informasi tertentu berupa
perbuatan/tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu.

2) Deskripsi yakni karangan/tulisan yang secara spesifik menyampaikan


informasi tentang situasi dan kondisi suatu lingkungan (kebendaan
ataupun kemanusiaan).

Penyampaiannya dilakukan secara objektif, apa adanya, dan


terperinci.

3) Ekposisi yakni karangan/tulisan yang secara spesifik menyampaikan


informasi tentang sesuatu hal (faktual maupun konseptual).

71
Penyampaiannya dilakukan de-ngan tujuan menjelaskan,
menerangkan, dan menguraikan sesuatu hal sehingga pengetahuan
pendengar/pembaca menjadi bertambah.

4) Argumentatif, yakni karangan/tulisan yang secara spesifik


menyampaikan informasi tentang sesuatu hal (faktual maupun
konseptual). Penyampaiannya dilakukan dengan tujuan
mempengaruhi, memperjelas, dan meyakinkan.

5) Persuasif, karangan/tulisan yang secara spesifik menyampaikan


informasi tentang sesuatu hal (faktual maupun konseptual).
Penyampaiannya dilakukan dengan tujuan mempengaruhi,
meyakinkan, dan mengajak.

Graves dalam Akhadiah dkk. (1998:14) mengemukakan


manfaat menulis sebagai : (1) menulis mengasah kecerdasan, (2)
menulis mengembangkan daya inisiatif dan kreativitas, (3) menulis
menumbuhkan keberanian, dan (4) menulis mendorong kemauan dan
kemampuan mengumpulkan informasi.
1) Menulis Mengasah Kecerdasan
Menulis adalah suatu aktivitas yang kompleks. Kompleksitas
menulis terletak pada tuntutan kemampuan mengharmonikan berbagai
aspek. Aspek-aspek itu meli-puti (1) pengetahuan tentang topik yang
akan dituliskan, (2) penuangan pengetahuan itu ke dalam racikan bahasa
yang jernih, yang disesuaikan dengan corak wacana dan kemampuan
pembacanya, dan (3) penyajiannya selaras dengan konvensi atau aturan
penulisan. Untuk sampai pada kesanggupan seperti itu, seseorang perlu
memiliki kekayaan dan keluwesan pengungkapan, kemampuan
72
mengendalikan emosi, serat menata dan mengembangkan daya nalarnya
dalam berbagai level berfikir, dari tingkat mengingat sampai evaluasi.
2) Menulis Mengembangkan Daya Inisiatif dan Kreativitas
Dalam menulis, seseorang mesti menyiapkan dan mensuplai
sendiri segala sesuatunya. Segala sesuatu itu adalah (1) unsur mekanik
tulisan yang benar seperti pungtuasi, ejaan, diksi, pengalimatan, dan
pewacanaan, (2) bahasa topik,dan (3) pertanyaan dan jawaban yang
harus diajukan dan dipuaskannya sendiri. Agar hasilnya enak dibaca,
maka apa yang dituliskan harus ditata dengan runtut, jelas dan menarik.
3) Menulis Menumbuhkan Keberanian
Ketika menulis, seorang penulis harus berani menampilkan
kediriannya, termasuk pemikiran, perasaan, dan gayanya, serta
menawarkannya kepada publik. Konsekuensinya, dia harus siap dan
mau melihat dengan jernih penilaian dan tanggapan apa pun dari
pembacanya, baik yang bersifat positif ataupun negatif.
4) Menulis Mendorong Kemauan dan Kemampuan Mengumpulkan
Informasi
Seseorang menulis karena mempunyai ide, gagasan, pendapat,
atau sesuatu hal yang menurutnya perlu disampaikan dan diketahui
orang lain. Tetapi, apa yang disampaikannya itu tidak selalu dimilikinya
saat itu. Padahal, tak akan dapat menyampaikan banyak hal dengan
memuaskan tanpa memiliki wawasan atau pengetahuan yang memadai
tentang apa yang akan dituliskannya. Kecuali, kalau memang apa yang
disampaikannya hanya sekedarnya.
Kondisi ini akan memacu seseorang untuk mencari,
mengumpulkan, dan menyerap informasi yang diperlukannya. Untuk

73
keperluan itu, ia mungkin akan membaca, menyimak, mengamati,
berdiskusi, berwawancara. Bagi penulis, pemerolehan informasi itu
dimaksudkan agar dapat memahami dan mengingatnya dengan baik,
serta menggunakannya kembali untuk keperluannya dalam menulis.
Implikasinya, dia akan berusaha untuk menjaga sumber informasi itu
serta memelihara dan mengorganisasikannya sebaik mungkin. Upaya ini
dilakukan agar ketika diperlukan, informasi itu dapat dengan mudah
ditemukan dan dimanfaatkan. Motif dan perilaku seperti ini akan
mempengaruhi minat dan kesungguhan dalam mengumpulkan informasi
serta strategi yang ditempuhnya.
Menulis banyak memberikan manfaat, di antaranya (1)
wawasan tentang topik akan bertambah, karena dalam menulis berusaha
mencari sumber tentang topik yang akan ditulis, (2) berusaha belajar,
berpikir, dan bernalar tentang sesuatu misalnya menjaring informasi,
menghubung-hubungkan, dan menarik simpulan, (3) dapat menyusun
gagasan secara tertib dan sistematis, (4) akan berusaha menuangkan
gagasan ke atas kertas walaupun gagasan yang tertulis me-mungkinkan
untuk direvisi, (5) menulis memaksa untuk belajar secara aktif, dan (6)
menulis yang terencana akan membisakan berfikir secara tertib dan
sistematis.

Menulis tidak saja terbatas pada proses


mengkomunikasikan ide tertentu saja, tetapi lebih dari pada itu,
menulis adalah suatu proses menyusun, mencatat dan
melibatkan serta tekniknya untuk menghasilkan tulisan sehingga
ide-ide dapat disalurkan dengan baik.

74
BAB IV
PILIHAN KATA DAN DEFINISI

A. Pilihan Kata
Setiap bahasa untuk semua konsep dinyatakan dengan kata. Kita
dapat menguasai bahasa hanya jika menguasai sejumlah kata. Meskipun
demikian menguasai kata-kata saja belum berarti menguasai bahasa.
Dalam pemakaiannya kata-kata itu dirangkaikan menjadi kelompok
kata, klausa, dan kalimat. Dalam hal ini ada beberapa kaidah
sehubungan dengan pembentukan kalimat bahasa Indonesia.
Pilihan kata atau diksi pada dasarnya adalah hasil dari upaya
memilih kata tertentu untuk dipakai dalam kalimat, alinea, atau wacana.
Pemilihan kata akan dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang
artinya hampir sama atau bermiripan. Ketersediaan kata akan ada
apabila seseorang mempunyai perbendaharaan kata yang memadai,
seakan-akan ia memiliki senarai (daftar kata). Dari senarai kata itu
dipilih satu kata yang paling tepat untuk mengungkapkan suatu
pengertian. Tanpa menguasai kata yang cukup banyak, seseorang tidak
mungkin dapat melakukan pemilihan kata.
Kata merupakan salah satu unsur dasar bahasa yang sangat penting.
Dengan kata-kata kita berpikir, menyatakan perasaan, serta gagasan.
Dengan kata-kata orang menjalin persahabatan, dua bangsa melakukan
perjanjian perdamaian dan kerja sama. Tetapi sebaliknya, dengan kata-
kata pula mungkin suatu pertengkaran bahkan peperangan dimulai.
Memilih kata yang tepat untuk menyampaikan gagasan, terutama
melalui tulisan merupakan suatu pekerjaan yang cukup sulit. Pemilihan

75
kata bukanlah sekadar kegiatan memilih kata yang tepat, melainkan juga
memilih kata yang cocok. Cocok dalam hal ini berarti sesuai dengan
konteks di mana kata itu berada, dan maknanya tidak bertentangan
dengan nilai rasa masyarakat pemakainya. Untuk itu, dalam memilih
kata diperlukan analisis dan pertimbangan tertentu. Sebagai contoh
Suatu karangan merupakan media komunikasi antara penulis dan
pembaca. Akan tetapi, komunikasi tersebut hanya akan berlangsung
dengan baik selama pembaca mengartikan kata dan rangkaian kata-kata
sesuai dengan maksud penulis. Jika pembaca mempunyai perbedaan
dengan tafsiran penulis tentang kata atau rangkaian kata-kata yang
dipakai maka komunikasi itu akan terputus. Terjadilah salah faham,
kesenjangan komunikasi, dan sebagainya yang mungkin juga pernah
kita alami. Oleh sebab itu kita perlu berhati-hati dalam memilih kata-
kata yang akan digunakan di dalam tulisan.
Dalam memilih kata ada dua persyaratan pokok yang harus
diperhatikan, yaitu ketepatan dan kesesuaian. Persyaratan ketepatan
menyangkut makna, aspek logika kata-kata; kata-kata yang dipilih harus
secara tepat mengungkapkan apa yang ingin diungkapkan. Dengan
demikian, maka pendengar atau pembaca juga menafsirkan kata-kata
tersebut tepat seperti maksud kita. Selanjutnya persyaratan kesesuaian
menyangkut kecocokan antara kata-kata yang dipakai dengan
kesempatan/situasi dan keadaan pembaca. Jadi, menyangkut aspek
sosial kata-kata.

76
1. Kata sebagai Lambang
Kata merupakan lambang objek, makna, atau konsep.
Sebuah kata mengandung makna yang bersifat umum. Oleh
sebab untuk memahami hubungan antara kata sebagai
lambang dengan makna yang menandai lambang tersebut
harus memahami istilah (1) yang diartikan, (2) yang
mengartikan. Contoh, kata kursi yang dieja <kursi>. Tanda
ini terdiri dari unsur makna atau yang diartikan ‗kursi‘ dan
unsur bunyi atau yang mengartikan dalam wujud runtunan
fonem [ k, u, r, s, i]. Lalu tanda atau lambang <kursi> ini
yang dalam hal ini terdiri dari unsur makna dan unsur
bunyinya mengacu pada suatu referen yang berada di luar
bahasa, yaitu kursi sebagai salah satu perabotrumah tangga.
Makna kursi dan bangku adalah berbeda karena benda atau
pun lambangnya sudah berbeda. Oleh sebab itu dalam
memilih kata sebagai lambang perlu ketepatan dan
pemahaman.
Perlu diingatkan bahwa referensi pada setiap individu
mungkin berbeda dengan pengetahuan dan pengalaman yang
dimiliki. Sehubungan dengan hal itu maka kita harus
menggunakan kata-kata secara tepat sehingga tidak
ditafsirkan dengan makna individual pembaca atau
pendengar. Dalam hal ini berlaku kaidah maknayang
mengacu kepada ketepatan pemakaian kata sebagai lambang
objek atau konsep.

77
2. Sinonim, Homofonim, Homograf
Jika di dalam bahasa setiap kata hanya
melambangkantepat satu objek atau konsep, akan
berkuranglah kesulitan komunikasi antara anggota suatu
masyarakat. Kenyataannya tidak demikian. Hubungan antara
kata dengan maknanya sering menjadi rumit.
Ada beberapa kata yang mempunyai makna yang sama
atau mirip, seperti kata-kata:
1. Muka, paras, wajah, tampang;
2. Hasil, produksi, prestasi, keluaran;
3. Rancangan, rencana, desain;
4. Urutan, peringkat;
5. Musykil, sulit, rumit, sukar;
Ada pula kata-kata yang mempunyai beberapa
makna yang berdekatan atau erat hubungannya,
misalnya kata-kata seperti:
1) Coklat
2) Canggih
3) Susah
4) Laju
5) Asam
Di samping itu masih ada lagi kelompok kata-kata yang
sama bunyi atau tulisannya (homofoni=sama bunyi;
homograf = sama tulisan) yang mempunyai arti yang sama
sekali tidak berhubungan.

78
Contoh: Homograf
1) teras = inti (e diucapkan seperti dalam kata
―beras‖) dan teras = bagian bangunan (e
diucapkan seperti dalam kata ―elok‖)
2) sedan = tangis dan
sedan = mobil

Homofoni
1) buku (kitab) dan buku (bagian di antara 2
ruas)
2) tampang (muka)dantampang (bibit)
3) salam (nama pohon, daunnya untuk bumbu)
dan salam (damai, kependekan dari
assalamu‘alaikum pernyataan hormat, tabik
dan sebagainya)
4) rapat (pertemuan) dan rapat (tidak ada/pendek
jaraknya)

Dalam menginterpretasikan makna yang bersinonim lebih


sulit karena kata-kata yang bersinonim itu kerap kali tidak
dapat saling menggantikan. Kata indah bersinonim dengan
cantik, bagus, dan elok. Namun demikian, kita tidak dapat
menggantikan kata gadis cantik dengan gadis indah, atau jaksa
agung dengan jaksa raya atau jaksa tinggi. Jadi, kata-kata yang
bersinonim tidak dapat dipertukarkan begitu saja karena
penggunaannya dalam kalimat tetap harus dibedakan.

79
- terminal, halte, perhentian, stasiun, pengkalan;
- strategi, teknik, taktik;
- kecil, mikro, minor
Berbeda dengan kata biasa ialah istilah. Jika makna biasa
masih penuh dengan segala kemungkinan maka makna istilah
sudah pasti. Istilah lazim digunakan secara khusus dalam
bidang ilmu atau bidang kegiatan tertentu. Maknanya dapat
dipahami dengan tepat. Untuk mengetahui makna kata, kita
dapat menggunakan kamus. Kata istilah dalam bidang-bidang
ilmu tertentudapat dilihat dalam kamus istilah, misalnya
kamus istilah pertanian, kamus istilah statistika, dan kamus
istilah linguistik. Di samping kamus istilah masih banyak lagi
jenis kamus lain, di antaranya kamus sinonimdan kamus
dwibahasa, misalnya kamus Inggris-Indonesia.
Selain dalam kamus, makna kata dapat pula dicari dalam
ensiklopedia, yaitu himpunan pengetahuan yang disusun
secara sistematis/alfabetis. Di dalam bahasa Indonesia ada
Ensiklopedia Indonesia dan di dalam bahasa Inggris di
antaranya ada ensyclopaedia Britama, Encycloaedia of Social
Sciences, Encylopaedia Americana dan World Book
Encylpaedia.

3. Denotasi dan Konotasi


Suatu kata kerap kali tidak hanya mendukung satu konsep
atau objek (referen) saja, melainkan juga menimbulkan

80
asosiasi dengan sesuatu. Kita perhatikan kalimat-kalimat
berikut:
dia bekerja sebagai pelayan toko
dia bekerjasebagai pramuniaga.
Baik kata pelayan toko atau pramuniaga menunjuk
kepada seseorang yang bekerja untuk suatu toko (termasuk
―toko keliling‖). Tetapi di dalam pemakaian tokonya kata
pramuniaga mengandung nilai lebih terhormat daripada
pelayan toko. Demikian pula kata wafat dan mati. Kedua kata
itu mengandung makna hilangnya kehidupan dari suatu
organisme. Tetapi dalam kenyataannya kita tidak dapat
mengganti gajah mati menjadi gajah wafat atau gajah gugur.
Konsep dasar yang didukung oleh suatu kata (makna
konseptual, referen) disebut denotasi; sedangkan nilai rasa,
atau gambaran tambahan yang ada di samping denotasi
tersebut disebut konotasi atau nilai kata. Nilai kata yang
diberikan oleh masyarakat bermacam-macam: tinggi, baik,
sopaan, lucu, biasa, rendah, kotor, porno, sakral. Nilai suatu
kata ditentukan oleh masyarakat pemakai bahasa yang
bersangkutan. Nilai itu mungkin bersifat positif (tinggi
menyenangkan, baik, sopan, sakral) atau negatif (rendah,
menjengkelkan, kotor, porno). kata-kata seperti karyawan,
karya, dan wisma dinilai tinggi sedangkan kata-kata seperti
buruh, mampus, tampang, dan gubuk dihubungkan dengan
sesuatu yang tidak menyenangkan, tidak baik, atau sederhana.

81
Nilai kata dapat juga bersifat perseorangan. Kata surat
yang bagi kebanyakan orang tidak bernilai apa-apa (denotatif)
bagi seseorang mungkin mengandung nilai negatif. Hal ini
terjadi sesuai dengan pengalaman pribadinya.
Dalam penulisan, yang perlu diperhatikan adalah konotasi
sosial. Agar dapat menyatakan gagasannya dengan tepat,
seorang penulis harus dapat memilih kata dengan konotasi
tepat.
Perlu ditekankan di sini bahwa istilah ilmu tidak terikat
nilai (bebas nilai). Tak ada emosi atau perasaan yang timbul
bila kita membaca kata-kata seperti fonem, moneter,
fotosintesis, fisik, nuklir, saprofit, H2O, sinar-X, hipotesis, dan
sebagainya dalam makalah ilmiah.
Makna mana yang dipilih dalam tulisan? ini tergantung
kepada tujuan dan sifat tulisan itu. Jika yang mau dipaparkan
ialah suatu bahasan ilmiah mengenai suatu masalah, maka di
dalam karangan terutama akan digunakan kata-kata dengan
makna denotatif. Tetapi, di dalam senjak atau iklan misalnya
akan lebih banya digunakan kata dengan makna konotatif.
4. Kata Abstrak dan Kata Konkret
Kata abstrak adalah kata yang mempunyai referen berupa
konsep, sedangkan kata konkret adalah kata yang mempunyai
referen berupa obyek yang dapat diamati. Kata abstrak lebih
sulit dipahami daripada kata konkret.
Kata-kata mana yang dipakai dalam tulisan? Hal ini
bergantung kepada jenis dan tujuan penulisan. Jika yang akan

82
dideskripsikan ialah suatu fakta, tentu saja harus lebih banyak
digunakan kata-kata konkret. Tetapi jika yang dikemukakan
ialah klasifikasi atau generalisasi, maka yang banyak
digunakan ialah kata-kata abstrak. Kerap kali suatu uraian
dimulai dengan kata yang abstrak (konsep tertentu) kemudian
dilanjutkan dengan penjelasan yang menggunakan kata-kata
konkret.
Contoh: Keadaan kesehatan anak-anak di desa sangat buruk.
Banyak yang menderita malaria, radang paru-paru. cacingan,
dan kekurangan gizi.

5. Kata Umum dan Kata Khusus


Kata umum dibedakan dari kata khusus berdasarkan
ruang lingkupnya. makin luas ruang lingkup suatu kata, makin
umum sifatnya. Sebaliknya, makin sempit ruang lingkupnya
makin khusus sifatnya.
Kata-kata abstrak biasanya merupakan kata umum; tetapi
kata umum tidak selalu abstrak. Kata konkret lebih khusus
daripada kata abstrak. Tingkat keumuman kata itu dapat
digambarkan sebagai suatu piramida terbalik.

83
Makin umum suatu kata makin banyak kemungkinan salah
paham atau perbedaan tafsiran. Sebaliknya, makin khusus, makin
sempit ruang lingkupnya, makin sedikit kemungkinan terjadi
salah paham. Dengan kata lain, makin khusus kata yang di pakai,
makin dekat penulis kepada ketepatan pilihan katanya. Namun
demikian, suatu kata khusus/konkret masih juga menimbulkan
gambaran yang berbeda-beda pada beberapa individu, yaitu sesuai
dengan pengalaman atau pengetahuan masing-masing mengenai
kata tersebut. Keumuman/kekhususan kata dapat pula ditinjau
dari kemungkinan hubungannya dengan kata-kata lain. Ada kata-
kata yang mempunyai hubungan luas, ada pula kata-kata yang
mempunyai hubungan sempit, terbatas, bahkan khusus (unik).

84
Perhatikan pasangan kata-kata berikut:
Hubungan Luas Hubungan Khusus/unik
1) besar - mayor, makro
2) kecil - mikro, sipit
3) runcing - mancung
4) bergelombang - keriting, ikal
5) memasak - menanak
6) campuran - ramuan
7) memotong - menebang
8) aturan - hukum
9) membawa - menjinjing
10) jatuh - terungkur

Yang termasuk ke dalam kata khusus ialah :


1) Nama diri : Dadi, Nero, Pusi, Mas Karto, Obet
2) Nama geografi : Aceh, Krakatau, Kali Ciliwung,
Pontianak
3) Kata-kata indera :
Untuk mengecap : manis, asam, asin, pahit, pedas
Untuk peraba : halus, kasar, lembut
Untuk pendengaran : detak, debur, debar, dengung, desir,
derap, detik, desas, desus, desah, derak
Untuk penglihatan : silau, kelam, kemilau, remang, kabut,
kilat, kelap-kelip

Untuk penciuman : harum, apak, basi, wangi.

85
Kata-kata indera sering dipergunakan secara menyilang.
Kata manis untuk pengecap digunakan juga untuk penglihatan.
Demikian juga kata asam sering digunakan untuk penciuman.
Kata jelas untuk penglihatan digunakan juga untuk pendengaran.

6. Kata Populer dan Kata Kajian


Kata-kata seperti besar, pindah, kecil, batu, waktu, isi, harga,
dan lain-lain lebih dikenal oleh masyarakat luas daripada kata-
kata seperti andal, acak, transfer, minor, batuan, momentum,
faktor, volume, sangkil, canggih.
Kelompok kata-kata yang pertama termasuk kata-kata
populer. Kata-kata ini dipergunakan pada berbagai kesempatan
dalam komunikasi sehari-hari di kalangan semua lapisan
masyarakat. Sebagian besar kosa kata dalam semua bahasa berupa
kata-kata populer.
Kelompok kata yang lain hanya dikenal dan dipergunakan
secara terbatas dalam kesempatan-kesempatan tertentu. Kata-kata
ini adalah kata-kata yang dipergunakan oleh para ilmuwan atau
kelompok profesi tertentu dalam makalah atau perbincangan
khusus. Banyak diantara kata-kata jenis ini merupakan kata
serapan atau kata asing (Latin, Yunani, Inggris ).
Pembentukan kata-kata kajian dalam bahasa indonesia
dewasa ini dilakukan secara sadar oleh suatu badan/komisi.
Dalam hal ini ada beberapa ketentuan yang harus diikuti sebagai
pedoman.

86
Kita bandingkan pasangan kata-kata berikut :
Populer Kajian
1) Batu - batuan
2) Penduduk - populasi
3) Besar - makro
4) Banyak tuntutan/persyaratan - canggih
5) Isi - volume
6) Bisul - abses
7) Bunyi - fonem
8) Hasil - Produk
- Prestasi
- Keluaran
9) Perbedaan - kelainan
10) Cara - metode
11) Sejajar - kesejajaran
12) Bagian - unsure
- Komponen,
suku cadang
13) Tahap - stadium
14) Arang - karbon
15) Berarti - bermakna,
signifikan
16) Sah - sahih
17) Dapat dipercaya - terandalkan

87
7. Jargon, Kata Percakapan, dan Slang
Dalam tulisan yang formal untuk khalayak yang lebih
luas lebih baik dihindari kata-kata yang termasuk ― jargon ―
mempunyai beberapa pengertian, diantaranya kata-kata teknis
yang dipergunakan secara terbatas dalam bidang ilmu, profesi,
atau kelompok tertentu. Kata-kata ini kerap kali merupakan
kata sandi/kode rahasia untuk kalangan tertentu (dokter,
militer, perkumpulan rahasia).
Dalam percakapan informal,kaum terpelajar biasa
menggunakan kata-kata percakapan. Kelompok kata-kata
percakapan. Kelompok kata-kata ini mencangkup kata-kata
populer, kata-kata kajian, dan slang yang hanya dipakai oleh
kaum pelajar.
Contoh :
Sikon (situasi dan kondisi), pro dan kon (pro dan kontra), kep
(kapten), dok (dokter), prik (suntik), dan sebagainya.
Pada waktu tertentu banyak terdengar slang yaitu kata-
kata tak baku yang dibentuk secara khas sebagai cetusan
keinginan akan sesuatu yang baru. Kata-kata ini bersifat
sementara : kalau sudah terasa usang, hilang atau menjadi
kata-kata biasa (asoy, mana tahan, bahenol, selangit dan
sebagainya), yang mungkin hanya dikenal di daerah tertentu.

88
8. Perubahan Makna
Dalam memilih kata-kata, kita harus waspada karena
makna kata itu kerap kali berubah atau bergeser. Perubahan
ini dapat meluas atau menyempit, kadang-kadang berubah
sama sekali. Kata ibu dulu hanya mengandung arti ―wanita
yang melahirkan‖, sekarang menjadi kata umum untuk
wanita yang sudah dewasa. Juga kata bapak, kakak,
belayar, merantau, saudara, kaisar duit dan sebagainya.
Sebaliknya, ada kata-kata yang mengalami penyimpitan arti
kata pala (dari bahasa sansekerta phala)dahulu beraarti
buah dalam arti umum atau hasil. Sekarang kata itu berarti
semacam buah saja. Contoh lain pendeta (dulu = orang
berilmu) dan sarjana (dulu cendekiawan).

9. Kata Asing dan Kata Serapan


Dalam proses perkembangan bahasa mana pun selalu
terjadi ―peminjaman‖ dan penyerapan unsur-unsur bahasa
asing. Hal ini terjadi akibat adanya hubungan antarbangsa
dan kemajuan teknologi,terutama dibidang transportasi dan
komunikasi.
Yang dimaksud dengan kata asing di sini ialah unsur-unsur
yang berasal dari bahasa asing yang masih dipertahankan bentuk
aslinya karena belum menyatu dengan bahasa Indonesia. Contoh,
seperti option dan system. Sedangkan kata-kata atau unsur-unsur
serapan adalah unsur-unsur bahasa asing yang telah disesuaikan
dengan wujud/struktur bahasa Indonesia. Kata-kata semacam ini

89
dalam proses morfologi diperlakukan sebagai kata asli. Banyak
diantara kata-kata serapan ini yang sudah tidak terasa lagi
keasingannya kata-kata seperti pelapor, dongkrak, sakelar, dan
sebagainya adalah contoh-contoh kata semacam itu.
Bacalah kutipan berikut :
Tetapi moral dari dongeng ini belumlah diceritakan. Moral disini
ialah bahwa pertapa pertama yang pengamat,penemu yang
tajam,pertapa kedua yang penuh pikir. Dan penonton yang
menjadi bakim tidaklah mewakili individu yang berbeda
melainkan empat kaidah mental yang terdapat dalam suatu
individu yang terlatih dalam ilmu (W.M.Davis dalam Junjun
S.Suriasumantri, 1981:63).

Kata-kata yang ditulis miring pada kutipan diatas merupakan


contoh unsur serapan. Sebagian sudah tidak terasa keasingannya
dan sudah menjadi perbendaharaan kata populer.Unsur-unsur
serapan itu lebih-lebih kata asing harus digunakan secara berhati-
hati. Makna dan cara penulisannya harus dipahami benar. Kita
sering mendengar atau membaca kata-kata semacam itu yang
sering digunakan secara tidak tepat.

Contoh :
Favorit, hobi, praktis, logis, asosiasi, ekonomis.
Tidak tepat : saya hobi membaca novel
Seharusnya : Hobi saya membaca novel.

90
10. Kata-kata Baru
Bahasa berkembang sesuai dengan kemajuan ilmu dan
bidang kehidupan lainnya. Demian pula bahasa indonesia.
Akhir-akhir ini banyak sekali kata-kata yang dikemukakan
berbagai pihak. Sebagian diantaranya telah diterima oleh
masyarakat.
Contoh :
1) Canggih 6) pemerian 11) bahang
2) rambang, acak 7) atak 12) terandalkan
3) kendala 8) telaah 13) laik,kelaikan
4) lahan 9) pemantauan 14) prakiraan
5) sangkil 10) pendekatan 15) pascabedah

Kita dapat menggunakan kata-kata seperti itu asal kita tau


dengan tepat makna dan pemakaiannya. Jika kata itu sudah
dibakukan kita dapat menggunakannya tanpa tanda khusus :
tetai,jika kata itu belum dibakikan atau belum dikenal secara luas
kita perlu menggarisbawahi dan memberikan padanannya dalam
bahasa asing atau dalam bahasa Indonesia.

Contoh :
Berhari-hari ia memikirkan rancang bangun „out
line‟karangannya.

91
11. Makna Kata dalam Kalimat

Setiap kata mempunyai konteks. Artinya kata-kata itu


dipergunakan dalam hubungan yang lebih luas, misalnya dalam
kalimat, paragraf, atau karangan. Dalam bahasa struktur
memang kita kerap kali menjumpai pemakaian kata yang
seakan-akan tidak mempunyai konteks. Misalnya seseorang
tiba-tiba menyatakan, ―Hujan‖! kata hujan sebenarnya
diucapkan dalam suatu konteks yang tidak dinyatakan karena
sudah dipahami. Disini konteksnya adalah situasi.
Makna kata pada dasarnya bergantung kepada konteks
yang mencangkup baik situasi fisik maupun verbal pada waktu
dan tempat suatu kata digunakan. Karena segala sesuatu selalu
berubah dalam kaitan waktu dan tempat, maka tak ada kata yang
diucapkan atau digunakan dengan makna yang tepat sama.
Konteks fisik suatu kata adalah latar „setting‟geografis dan
sejarah pada waktu suatu kata dituliskan atau diucapkan (dalam
proses encoding) dan dibaca atau didengar (dalam proses
decoding). Kata gerombolan pada tahun lima puluhan dan enam
puluhan selalu dihubungkan dengan kejahatan (gerombolan
bersenjata,pengacau). Nama D.N. Adit bagi bangsa
indonesiaakan mengingatkan kita pada peristiwa G 30 S PKI,
sedangkan nama westerling akan mengingatan kita pada
pembunuhan besar-besaran disulawesi dan sekaligus kepada
nama pahlawan Wolter Monginsidi.
Makna kata baru jelas bila dipergunakan dalam kalimat,
dalam konteks verbalnya. Yang dimaksud dengan konteks
92
verbal ialah hubungan suatu kata dengan kata-kata yang
mendahului dan mengikutinya. Konteks verbal ini kerap kali
menolong kita menerka makna kata yang belum kita kenal
dalam suatu kalimat.
Contoh :
Dalam merencanakan suatu pengajaran perlu
didentifikasi juga kendala-kendala yang mungkin dihadapi serta
dipikirkan beberapa cara untuk mengatasinya.
Arti kata-kata yang digarisbawahi itu dengan mudah
dapat diterka. Didalam menulis, kita harus hati-hati memilih
kata-kata yang bersinonim, sebab ada kalanya kata-kata itu
mempunyai perbedaan arti yang besar jika dipergunakan dalam
konteks tertentu. Kata-kata itu harus dipergunakan sesuai
dengan kelompoknya dalam kalimat. Hal ini berhubungan
dengan kelaziman yang berlaku didalam pemakaian suatu
bahasa. Kata-kata cepat, laju, lekas, segera dipergunakan dalam
kelompok yang berbeda. Juga kata-kata makro, besar, raya,
agung.
Contoh :
1) Mereka pergi ke Surabaya dengan kereta cepat.
2) Dengan laju pertambahan penduduk sebesar 2,3%
penduduk Indonesia pada tahun 2000 akan berjumlah 250
juta.
3) Rencana itu perlu segera dilaksanakan.
4) Jangan lekas-lekas mengambil keputusan ;pikirkan baik-
baik.

93
5) Agar efektif, mula-mula mereka menyusun rencana makro.
6) Gedung-gedung besar telah menggantikan hamparan sawah
yang dahulu menghijau disepanjang jalan itu.
7) Hari Raya idul fitri tahun ini jatuh pada hari sabtu.
8) Jaksa agung memerikan penjelasan tentang hasil konvensi
Hukum Laut Internasional.
Selanjutnya suatu kata akan memiliki makna yang berbeda
biladigunakan dalam konteks yang berbeda.
Contoh :
1) Mereka mengikuti perlombaan jalan cepat (menunjukkan
gerak).
2) Kursus cepat lebih disukai orang di daerah itu daripada
kursus jangka panjang (menunjukkan waktu).
3) Ambillah seberapa kamu suka asal jangan merusak
pohonnya (menyuruh,mengizinkan).
4) Ambillah, kalau kamu berani! (tidak mengizinkan ,
mengancam).
5) Ia sudah kembali tadi malam (pulang).
6) Ia terpaksa mengetik naskahnya kembali (mengulang).
7) Di akademi itu mereka mempelajari bahasa asing (alat
komunikasi).
8) Budi bahasanya yang halus menarik hati teman-temannya
(tegur sapa, tingkah laku).
9) Ia berusaha membahasakan maksudnya dengan jelas
(mengungkapkan dalam kalimat)

94
12. Kelangsungan Kata
Dalam menulis harus diusahakan untuk mempergunakan kata-
kata yang langsung dan sehemat mungkin. Misalnya, kita
gunakan kata mujarab untuk pengertian yang cepat
menyembuhkan (obat) canggih untuk menuntut banyak
persyaratan, dan sebagainya.

13. Kesesuaian dalam Pemilihan Kata


Kata-kata yang digunakan harus sesuai kesempatan atau
situasi yang akan kita masuki dengan tulisan itu. Maksudnya,
dalam kesempatan apa kita menyampaikan tulisan itu. Apakah
kita menulis untuk kesempatan formal, seperti ceramah ilmiah,
atau untuk mengabarkan keadaan kepada orang tua yang
tinggal dikota lain. Di samping itu, kita juga harus
memperhatikan keadaan masyarakat sasaran tulisan: golongan
lapisannya pendidikannya, umurnya, dan sebagainya.kata-kata
dalam tulisan yang ditujukan kepada kelompok tertentu: guru,
ilmuan, petani yang sebagian besar buta huruf, mahasiswa,
siswa SD, dan sebagainya. Agar cepat memenuhi persyaratan
kesesuaian dalam memilih kata-kata, perlu diperhatikan juga
hal-hal berikut.

14. Nilai-nilai Sosial


Dalam memilih kata-kata yang akan dipergunakan harus
diperhatikan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat
pembaca. Hal ini terutama berhubungan erat dengan nilai

95
sosial kita. Harus diperhatikan apakah di kalangan masyarakat
sasaran tulisan itu ada kata tabu, atau kata-kata yang
mempunyai konotasi lain yang mungkin akan menyinggung
rasa sopan santun atau kepercayaan mereka.
Kita perhatikan pasangan kata-kata berikut :
(1) Isteri – bini
(2) Wanita - perempuan
(3) Pria - laki-laki
(4) Wafat - mati
(5) Putera - anak
(6) Kehadapan - kepada
(7) Saudara - kamu

Kata-kata itu akan digunakan pada konteks yang


berbeda. Meskipun isteri dan bini memiliki makna
denotatif yang sama, dalam pemakaian kedua kata itu
sering kali tidak dapat saling menggantikan.
Isteri menteri tidak lazim diganti dengan bini menteri.
Tetapi kita sering menemukan bini Bang Amat diganti
isteri Bang Amat.Putera Pak Gubernur di kalangan tertentu
tidak biasa diucapkan anak Pak Gubernur.
Sehubungan dengan nilai sosial kata perlu
diperhatikan kata-kata yang secara umum bernilai
biasa/positif, sedangkan di daerah lain bernilai negatif
bahkan merupakan kata baru.

96
15. Kata-kata Baku dan Non Baku
Ragam bahasa buku (standar) ialah ragam bahasa
yang digunakan kelas terpelajar didalam masyarakat.
Kelas ini meliputi pejabat-pejabat pemerintah guru,
dokter, penulis, dan sebagainya.
Ragam bahasa baku dapat dikenali dari kata-kata
maupun struktur kalimat yang digunakan. Kata-kata baku
dan nonbaku dapat dikenal dari pilihan, ejaan atau
bentuknya.
Perhatikan pasangan-pasangan berikut:
Baku Nonbaku
(1) Kaidah - Kaidah (ejaan)
(2) Kemana - Kemana (ejaan)
(3) Tidak - Enggak (pilihan)
(4) Berkata - Ngomong (pilihan)
(5) Membuat - Bikin (pilihan)
(6) Mengapa - Kenapa, ngapain
(pilihan)
(7) Beri - kasi (pilihan)
(8) Boleh - Bole (ejaan)
(9) Memikirkan - Mikirin (bentuk)

Ragam buku dipergunakan di dalam tulisan-tulisan


formal. Peraturan pemerintah, undang-undang, surat
dinas, buku teks, majalah berkala resmi berbagai makalah
ilmiah, dan sebagainya. Ragam inilah yang harus lebih

97
kita perhatikan, karena ragam tulisan yang kita pelajari
adalah ragam tulisan formal.

16. Sasaran Tulisan


Setiap tulisan ada sasaranya, yaitu kelompok
masyarakat kepada siapa tulisan itu ditujukan. Cerita
anak-anak mempunyai sasaran anak-anak. Karangan
ilmiah ditujukan kepada masyarakat ilmiah.
Sasaran tulisan akan menentukan ragam bahasa,
kalimat, serta kata-kata yang digunakan. Tulisan yang
sasarannya adalah masayarakat umum, terutama
menggunakan kata-kata popular dan gaya penyampaian
popular pula. Tulisan yang khusus ditujukan kepada
banyak mengandung kata-kata yang banyak digunakan
oleh wanita.
Contoh:
1. Masalah adalah pertanyaan yang timbul karena
adanya kesenjangan Antara dan sollen dan das sein
2. Kalau kamu membagikan 30 kelereng kepada 5
orang temanmu, berapa kelereng didapat oleh
setiaap orang?
3. Hari ini kita akan membicarakan cara merawat
wajah dengan obat-obatan tradisional.
4. Kita harus tahu bagaimana menggunakan pupuk
buatan ini. Jangan kebanyakan dan jangan terlalu
sering memakainya

98
5. Reaksi tubuh terhadap rangsangan pengaruh luar
bagi jenis dan bangsa ternak berbeda-beda. Hal ini
dipengaruhi oleh faktor-faktor morfologi, anatomi.
Dari topik yang dikemukan serta kata-kata yang
digunakan dalam kalimat tersebut, kita dapat dengan
mudah menerka siapa sasaranya. Sehubungan dengan
sasaran tulisan, harus dipergunakan kata-kata serta gaya
bahasa dan bentuk kalimat yang sesuai. Karena itu, kita
harus tahu bagaimana sifat sasaran tulisan kita: latar
belakang pendidikan, umum, profesi, dan sebagainya.

B. Definisi
Dari bab terdahulu dapat disimpulkan bahwa bahasa seringkali
bersifat majemuk dalam bentuk dan maknanya. Kekaburan dan
kemajemukan itu terwujud baik dalam kalimat maupun dalam kata-
kata sebagai unsur dasarnya. Hal ini merupakan salah satu
kelemahan bahasa sebagai sarana komunikasi ilmiah, karena ilmu
menuntut persyaratan ketepatan sehingga bahasa ilmu pun harus
tepat, reproduktif.
Untuk mengatasi kemajemukan itu, makna kata-kata sebagai
unsur dasar bahasa dalam pemakainya perlu dibatasi. Pembatasan
pemakaian kata dapat dilakukan dengan berbagai cara. Kata-kata
konkret dengan mudah dihubungkan dengan objek sebenarnya atau
tiruan (miniatur) dan gambarnya. Tetapi kata-kata abstrak tidak
melambangkan objek yang nyata sehingga tidak dapat ditiru atau

99
digambarkan. Dalam hal ini pembatasan hanya mungkin dilakukan
dalam bentuk contoh atau batasan verbal yang lazim disebut definisi.
Uraian berikut akan menjelaskan beberapa jenis definisi dan
bagaimana membuatnya.

1. Pengertian dan jenis definisi


Salah satu persyaratan dalam penulisan karangan ilmiah ialah
pemakaian kata-kata secara ejeg (konsisten), baik mengenai bentuk
maupun maknanya. Persyaratan itu timbul karena‖sifat bawaan‖
bahasa yang rumit dan tidak tepat. Lebih-lebih mengenai hubungan
kata dan maknanya.
Untuk menjaga keajekan itu, perlu kita menetapkan arti kata
atau istilah yang kita gunakan. Menetapkan arti kata berarti
membatasi pemakaian kata itu. Arti yang sudah ditetapkan itu
disebut batasan kata yang lazim disebut definisi.
Definisi merupakan persyaratan yang tepat mengenai arti suatu
kata atau konsep. Definisi yang baik akan menunjukkan batasan-
batasan pengertian suatu kata secara tepat dan jelas.
Sehubungan dengan definisi, karena yang didefinisikan ialah
kata/konsep – perlu dipahami terlebih dahulu pengertian konsep dan
kata. Konsep adalah pengertian yang disimpulkan secara umum atau
(abstraksi) dengan mengamati persamaan yang terdapat diantara
sejumlah gejala. Misalnya konsep ―bujur sangkar‖ adalah hasil
abstraksi dari pengamatan terhadap sejumlah bujur sangkar. Konsep
itu mencakup ciri- ciri yang sama, yaitu suatu bidang datar tertutup,
bersisi empat, keempat sisinya sama panjang.

100
Kata adalah unsur bahasa yang melambangkkan suatu objek
atau konsep. Kata konkret melambangkan objek (referenya berupa
objek) dan kata abstrak melambangkan konsep (referennya konsep).
Jadi, mendefinisikan suatu kata berarti membatasi objek atau
konsep yang dilambangkan oleh kata tersebut. Caranya bermacam-
macam. Dalam bagian ini akan dijelaskan beberapa diantaranya
Berdasarkan sumbernya, definisi dapat dikelompokan sebagai
definisi umum, ilmiah, dan persona. Definisi umum mencakup
definisi nominal dan definisi formal; sedangkan definisi personal
yaitu definisi yang disusun sesuai dengan pendapat pribadi penulis.
Dari pengertian definisi operasional dapat dikelompokan sebagai
definisi personal. Menurut unsur pembentuknya, definisi ada yang
berbentuk satu kata, satu kalimat, dan suatu paragraf atau lebih.
Selanjutnya, menurut isinya satu defenisi dapat berupa defenisi
sinonim/ antonim, definisi negatif, definisi dengan contoh, definisi
dengan proses, definisi dengan kontras/ perbandingan, defenisi
dengan klasifikasi dan diferensiasi. Agar lebih jelas maka
pembahasan dalam bagian ini akan diuraikan pengelompokan defini
menurut isinya.

a) Definisi Nominal
Definisi ini terutama digunakan dalam kamus, baik
kamus satu bahasa (seperti Kamus Umum Bahasa Indonesia)
*, maupun dalam kamus dwibahasa (seperti kamus bahasa
Ingris – Indonesia), dan kamus etimologi. Dalam defenisi ini
suatu kata dibatasi dengan kata lain yang merupakan sinonim

101
(padananya), dengan terjemahanya atau menunjukan asal
katanya (etimologinya). Misalnya, kata ―Agung‖ dalam
KUBI dibatasi sebagai berikut:
Agung I: besar; mulia; luhu (KUBI = 19) kata ―kelapa‖ dapat
dibatasi sebagai cocos mucifera, dan kata ―bhineka‖ sebagai
bentuk selesai bhin (S) + ika. Jadi dengan ringkas definisi
nominal adalah definisi yang difiniesnnya merupakan:
1. Sinonim atau padanan difiniendum
2. Terjemahan dari bahasa lain
3. Asal usulnya
Contoh:
Ikan ialah dalam bahasa inggris disebut fisb.
Kata demokrasi diturunkan dari kata demos atau kratein
Yang dimaksut dengan tenaga ialah kekuatan.

b) Definisi Normal
Definisi formal atau definisi logis merupakan
definisi klasifikasi dan diferensiasi. Di dalam definisi ini
difiniendum dikeluarkan dari genus (kelas) dan spesiesnya.
Definisi formal merupakan satu kalimat pernyataan
yang terdiri dari dua ruas, yaitu ruas difiniendum dan ruas
difiniens. merupakan peraturan kedua ruas itu harus dapat
dipertukarkan tempatnya tanpa mengubah arti. Jika X= Y
adalah sebuah definisi formal, maka pernyataan itu harus
dapat diubah menjadi Y=X tanpa mengubah arti: sama
halnya dengan 9= 4 + 5 dapat diubah menjadi 4 + 5 = 9.

102
Contoh:
Mahasiswa = pelajar diperguruan tinggi, dapat diubah
menjadi: pelajar diperguruan tinggi = mahasiswa.
Jelas, bahwa satu definisi formal mmpunyai:
bentuk persamaan, yang berarti ruas kiri sama dengan
ruas kanan. Ruas itu berisi difiniedum dan difiniens .
perhatikan defenisi berikut:
Mahasiswa ialah pelajar diperguruan tinggi
Definiendum definiens

Di dalam defenisi formal definiens terdiri dari dua


bagian pula. Definiens ‖pelajar diperguruan tinggi‖ terdiri
atas ―pelajar‖ dan ―diperguruan tinggi‖ pelajar merupakan
kelas atasan mahasiswa sedang diperguruan tinggi
merupakan ciri yang membedakan mahasiswa dan siswa
SLA.
Agar lebih jelas berikut ini kita bicarakan pengertian
genus dan species terlebih dahulu.
Benda-benda dan gagasan dapat dikelompokan secara
sistematik. Kalau pengelompokan ini didasarkan atas
hubungan ke atas ke bawah, maka kitaa kan memperoleh
kelas- kelas atasan dan kelas-kelas bawahan. Kelas atasan
disebut genus dan kelas bawahan adalah spesies. Kalau ini
mempunyai kelas bawahan lagi, dilihat dari bawahan genus
tadi, kelas bawahan tersebut merupakan subspesies.
Kedudukan genus dan spesies itu relatif sifatnya. Dengan

103
demikian, ditinjau dari kelas bawahannya suatu spesies
merupakan genus, dan ditinjau dari kelas atasannya genus
merupakan spesies.
Kelas yang luas sekali denotasinya sehingga tidak
mungkin merupakan species,disebut genus tertinggi (sumun
genus),sedangkan kelas yang sangat kecil denotasinya
sehingga tidak mungkin menjadi genus, disebut species
terendah (infima species). Jadi,d efinisi‘‘ ikan ialah sejenis
vertebrata yang hidup di air, bersisik, berdarah dingin,
bernapas dengan insang, badannya seperti terpedo, dan
berkembang biak dengan bertelur‘‘.

c) Definisi Operasional
Definisi operasioanal menunjukan kepada kita apa
yang harus kita lakukan dan bagaiman melakukanya.Apa
yang diukur dan bagaimana mengukurnya. Definisi ini kita
perlukan terutama jika kita mengadakan penelitian
sehubungan dengan hal-hal yang tidak diamati dan diukur
secara langsung seperti hasil belajar,kemampuan
menalar,dan intelegensi.
Misalnya seorang petaniingin meningkatkan produksi
produksi ikannya. Ia meneliti pengaruh sejenis makanan
terhadap pertumbuhan ikan piaraannya.Apa yang dijadikan
tolok ukurnya? Yang akan diukur dalam hal ini ialah
pertumbuhan ikan.Tetapi, ini belum jelas karena

104
pertumbuhan ikan dapat ditafsirkan dengan berbagai
cara.Supaya dapat mengukur dengan tepat, maka
konsep‖pertumbuhan ikan‖ harus didefinisikan secara
operasional.
Konsep itu dapat didefinisikan sebagai‖pertambahan
berat rata-rata ikan setelah diberi makanan dan waktu
tertentu.‖ dari definisi itu jelas bahwa yang akan diukur
berbentuk pertambahan berat rata-rata.Alat yang diperlukan
ialah timbangan.Pertambahan berat rata-rata dihitung dari
selisih antara berat setelah diberi makanan dan waktu belum
diberi makanan itu.
Contoh lain, Kita ingin mengetahui apakah ada
hubungan antara taraf pendidikan orang tua dengan
kemampuan berbahasa anak dibawah lima tahun.Kita dapat
saja membatasi kemampuan berbahasa itu sebagai jenis dan
jumlah pola kalimat yang sudah dikuasai atau jenis dan
jumlah kosa kata yang sudah dimiliki atau juga kedua-
duanya.Hal ini bergantung pada teori, pengetahuan, sera
pengalaman kita, dan akhirnya sendiri yang menentukan apa
definisi yang sesuai menurut pendapat dan kondisi sendiri.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa definisi operasioal
lebih bersifat personal, bukan definisi formal dan bukan pula
menurut kamus.Dalam penelitian definisi ini sangat penting,
karena definisi ini akan turut pula menentukan instrumen apa
yang dipakai serta bagaimana menganalisis datanya.
Beberapa contoh:

105
1. Kecepatan bicara ialah jumlah kata yang dapat
diucapkan dalam satu satuan waktu.
2. Kekuatan gempa yaitu angka yang ditujukan skala
ricbter pada waktu gempa terjadi.
3. Kecepatan mobil ialah rata-rata jumlah kilometer
yang dapat ditempuh dalam waktu satu jam.
4. Prestasi atlet ialah jumlah medali yang dicapainya
dalam jangka waktu tertentu.
5. Pertumbuhan jasmani anak ialah pertambahan tinggi
badaannya dalam jangka waktu tertentu.

d) Definisi Luas
Definisi ini merupakan uraianpanjang lebar,
mungkin satu paragraf, satu bab, atau mungkin meliputi
seluruh karangan. Definisi ini kita perlukan jika kita
berhadapana dengan suatu konsep yang rumit, yang tidak
mungkin dijelaskan dengan kalimat pendek. Konsep
―ketahanan nasional‖ misalnya, tidak akan jelas jika hanya
didefinisikan sebagai ―kemampuan dinamik suatu bangsa
yang dapat dihimpun menjadi kekuatan nasional untuk
mengatasi tantangan, hambatan, dan gangguan baik yang
datang dari dalam maupun dari luar‖. Karena itu, konsep
tersebut diberi defenisi luas. Dari defenisi itu kita dapat
mengetahui perkembangan konsep itu unsur-unsurnya,
pengembangan di dalam semua aspek kehidupan bangsa
dan seterusnya.

106
Contoh :
Apakah kolesterol? Kolesterol adalah suatu zat esensial
yang digunakan untuk membentuk hormone, asam empedu,
membran sel, dan lapisan pelindung di sekeliling saraf.
Selain itu juga masih banyak manfaat lainnya.
Substansi yang larut dalam lemak ini tidak hanya
terdapat dalam darah tetapi juga di otak, sumsum tulang
belakan, dan hati. Di dalam makanan kolesterol terdapat
dalam lemak hewani, minyak, dan kuning telur.
Pada garis besarnya terdapat 3 golongan kolesterol.
Semua tergolong pada lipoprotein, suatu senyawa organik
di dalam darah yang tersusun dari protein dalam
bermacam-macam substansi lemak yang tergolong dalam
lipid, termasuk asam lemak dan kolesterol.
Tiga golongan besar dari kolesterol adalah :
- High Density Lipoprotein HDL-C
- Low Density Lipoprotein (LDL-C); dan
- Very Low Density Lipoprotein (VLDL-C)
Kolesterol yang baik adalah HDL-C, terdiri dari lebih
banyak proteindengan sedikit kolesterol dan trigliserid, suatu
substansi lemak yang lain.
HDL-C membantu membersihkan pembuluh-pembuluh
darah. Semakin tinggi kadar HDL-C, maka semakin sedikit
kemungkinan untuk mendapat serangan jantung.Adapun
LDL-C terdiri dari sedikit protein dan sejumlah besar besar
kolesterol dan trigliserid. Begitu pula, VLDL-C mengandung

107
sedikit sekali protein, tetapi dengan jumlah kolesterol yang
sedikit saja dan sebagian besar terdiri dari triglisterid.
Kolesterol biasanya dinyatakan sebagai perbandingan antara
HDL-C/LDL-C atau HDL-C/total kolesterol.
(Dikutip dari Klinik Dokter Sadoso Bola, 14 Februari
1986)

Perhatikan bahwa definisi mengenai kolesterol di atas


merupakan uraian tentang pengertiannya, manfaatnya,
sifatnya, pengelompokannya, serta unsur-unsurnya. Dengan
demikian pembaca dapat membedakannya dengan zat lain.
Dari contoh di atas jelas bahwa definisi luas lebih
bersifat luwes dan informal daripada definisi-definisi yang
telah diuraikan terlebih dahulu. Namun demikian, kerangka
dasar definisi formal, yaitu bahwa definisi mencakup
klasifikasi dan diferensiasi, tetap dipertahankan dan
dipergunakan sebagai dasar untuk mengembangkan defenisi
luas itu.
Kadang-kadang dalam suatu definisi luas seorang
penulis menjelaskan etimologi definiendum secara
berlebihan. Yang perlu diingat ialah bahwa hal itu dilakukan
dengan sadar untuk memperjelas defenisi. Jika hal itu hanya
mengaburkan atau kita tidak yakin mengenai asal usul
definiendum tersebut lebih baik tidak usah dikemukakan.
Definisi luas biasanya dibuat untul memperluas
diferensianya. Hal itu terlihat pada contoh di muka:paragrap

108
kedua dan selanjutnya semuanya memaparkan diferensia
kolesterol.

e) Beberapa Jenis Definisi Lain

Dalam usaha membatasi penegertian kata atau


konsep penulis kerap kali menggunakan cara pemberian
definisi yang tidak/ formal. Pada bagian terdahulu telah
dibahas definisi sinonim dan definisi luas. Berikut ini akan
disajikan contoh-contoh definisi informal lainnya yaitu
definisi dengan pengingkaran, definisi dengan contoh, dan
definisi dengan pertentangan yang semuanya bersifat
personal.

a. Definisi dengan Pengingkaran (Nagasi)


Definisi dengan pengingkaran mungkin disajikan
dalam bentuk paragrap (sepertidefinisi luas, atau
mungkin juga hanya terdiri atas satu kalimat).
Contoh :
Yang dimaksud dengan guru di sini bukanlah guru
yang hanya memberikan informasi dengan berceramah
lalu memberikan ulangan, melainkan guru sebagai
organisator, fasilitator, agen pembaharuan dan
pengganti orang tua ……
Pembatasan di atas dimulai dengan pengingkaran
yang diikuti dengan identifikasi yang dimaksud.
Definisi dengan pengingkaran yang tidak diikuti

109
dengan penjelasan lebih lanjut tidak jelas. Perhatikan
bagaimana jika defenisi di atas tadi hanya
mengemukakan pengingkaran, seperti berikut :
Yang dimaksud dengan guru di sini ialah bukan guru
yang hanya memberikan informasi dengan ceramah
kemudian memberikan ulangan.Bentuk pengingkaran
saja tidak dapat membatasi pengertian dengan baik.
Yang dimaksud dengan X adalah bukan N .
―Bukan N‖ tidak jelas menunjuk kepada apa. Itulah
sebabnya definisi dengan pengingkaran perlu
dijelaskan lebih lanjut.

b. Definisi dengan Pertentangan/Kontras

Kadang-kadang untuk memperjelas suatu istilah yang


sulit kita dapat mempertentangkannya dengan yang lain
Contoh : Untuk memahami desain ex-post facto
sebaiknya anda mengetahui dulu apa bedanya dengan
desain eksperimental. Di dalam desain eksperimental
hubungan kausal antara variable yang diteliti dipelajari
melalui suatu perlakuan; ada variabel yang
dimanipulasikan. Di dalam desain ex-post facto
hubungan kausal dipelajari-dilacak kembali-tanpa
melakukan manipulasi variabel…..

110
c. Definisi dengan Contoh

Dalam hal ini suatu istilah atau konsep dijelaskan dan


dibatasi maknanya dengan sejumlah contoh.
Contoh :
Yang dimaksud dengan variabel assigned ialah
variabel yang serupa dengan ras, golongan darah, jenis
kelamin, warna kulit, umur, dan sebagainya. Variabel
semacam itu tidak dapat dimanipulasikan.

f) Penyusunan Definisi
Dalam bagian terdahulu telah dibahas pengertian serta
ciri-ciri bermacam-macam definisi. Agar dapat membuatnya
dengan betul, perlu kita perhatikan beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi. Akan tetapi, karena definisi-definisi
yang bersifat informal lebih bersifat informal lebih bersifat
personal dan tidak terlalu terikat, maka pada bagian berikut
kita hanya akan membicarakan persyaratan defenisi nominal,
formal, operasional, dan luas.
a. Definisi Nominal
Pada bagian terdahulu telah dibahas bahwa
definiens pada definisi nominal meruapakan kata lain
(padanan atau terjemahan ) definiendum. Jelasnya,
definisi nominal dibentuk dengan cara sebagai berikut
:
1) Dengan memberikan asal kata (etimologi)
definiendum, Misalnya, ―antropologi‖ berasal

111
dari kata Latin anthropos yang berarti ‗manusia‘
dan logos yang berarti ‗ilmu‘.
2) Dengan memberikan pandanan atau sinonim
definiendum, Misalnya, ―Motivasi intrinsik
ialah dorongan yang datang dari dalam‖
3) Dengan memberikan kata popular yang dikenal
oleh khalayak ramai untuk definiendum yang
berupa kata kajian.
Contoh: ―Cocos nucifera LINN ialah yang lazim
dikenal sebagai pohon kelapa‖.
Dengan memberikan terjemahan dalam bahasa lain,
Misalnya, ―Kesenjangan ialah gap‖, ―Kendala ialah
constraint‖, ―Canggih ialah sopbisticated‖.

b. Definisi Formal
Definisi formal disusun per genus et differentia.
Kata atau konsep yang akan didefinisikan
(definiendum) diklasifikasikan ke dalam genusnya
(proses klasifikasi), kemudian ditunjukkan ciri-ciri
pembela (diferensia) yang ada pada definiendum
(proses diferensiasi).
Agar kita dapat membuat defenisi formal dengan
baik, perlu kita perhatikan hal-hal berikut :
1) Definiendum dan definiens harus bersifat
koterminus, artinya harus saling menutup
(tumpang tindih). Dengan demikian, definiens

112
harus sama luas dengan definiendum; tidak boleh
terlalu luas atau terlalu sempit untuk
definiendum.
Definisi ―gergaji ialah alat pemotong yang terbuat
dari lempengan baja‖ merupakan definisi yang
terlalu luas, karena ciri ―terbuat dari lempengan
baja‖ juga memasukkan pisau, parang, pedang,
dan sebagainya. Sebaliknya, definisi ―lemari
ialah tempat menyimpan pakaian‖ merupakan
definisi yang sempit karena definiens hanya
memasukkan lemari pakaian saja.
2) Definiens tidak boleh merupakan sinonim/padanan
kata, terjemahan, bentuk popular, asal-usul
(etimologi) kata, atau mengulangi definiendum.
3) Definiens harus dinyatakan dengan kata-kata
yang jelas, tidak boleh berbentuk kiasan seperti
pada ―Penderitaan ialah neraka dunia‖.
4) Definiendum dan definiens harus konvertibel
(convertible), artinya dapat dipertukarkan
tempatnya. Dengan demikian definiendum dan
definiens harus sama/identik nilainya. Perhatikan
definisi: ―Guru ialah manusia‖, tidak dapat
dipertukarkan menjadi ―Manusia ialah guru‖.
Manusia tidak sama nilainya dengan guru.

113
BAB V
EJAAN DAN TANDA BACA

A. Penulisan Ejaan
Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana
melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana antarhubungan antara
lambang-lambang itu (pemisahan dan penggambungannya dalam
suatu bahasa). Secara teknis, yang dimaksud dengan ejaan ialah
penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca
(Arifin, 2008:164). Ejaan adalah sebuah ilmu yang mempelajari
bagaimana ucapan atau apa yang dilisankan oleh seseorang ditulis
dengan perantara lambang-lambang atau gambar-gambar bunyi.
Ejaan yang Disempurnakan adalah ejaan bahasa Indonesia
yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan
sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Ejaan bahasa
Indonesia yang berlaku sejak 1972 sampai saat ini ialah Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan atau dikenal dengan
singkatan EYD. EYD diresmikan pemakaiannya sejak Agustus
tahun 1972 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia
No. 57 Tahun 1972. Dilihat dari usianya, implementasi EYD
dalam penulisan sudah cukup lama karena lebih dari tiga
dasawarsa. Namun, kenyataanya menunjukkan bahwa sampai saat
ini masih sering dijumpai tulisan yang tidak taat asas atau
menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan.

114
1. Pemakaian Huruf Kapital
Terdapat 15 cara pemakaian huruf kapital. Dalam
penulisan karya tulis ilmiah, sering terjadi penyimpangan
pemakaian huruf kapital terutama yang berkaitan dengan
penulisan nama orang serta galar dan pangkat, hal-hal
geografis, hari-hari besar atau peristiwa bersejarah, nama
badan atau lembaga, judul dan singkatan. Dalam buku
pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
(EYD), huruf kapital dipakai dalam hal berikut ini:
a. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf
pertama kata awal kalimat.
Contoh:
Kenaikan bahan pokok disebabkan oleh kelangkaan BBM.
Bencana tanah longsor (landslide) merupakan bencana yang
cukup sering terjadi di Indonesia.
Pada contoh di atas, huruf K dan B adalah huruf pertama
pada awal kalimat, sehingga huruf K dan B harus
menggunakan huruf kapital.
b. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf
pertama petikan langsung.
Contoh:
Naira menasihatkan, ―Jangan lewat di tempat itu, Nak?‖
―Kemarin engkau terlambat,‖ katanya.

115
Pada contoh di atas, kalimat dalam tanda petik
merupakan petikan langsung atau pernyataan langsung
dari seseorang, biasanya petikan langsung ditulis dalam
cerita rekaan atau berita di media cetak, sehingga huruf
pertamanya harus menggunakan hufuf kapital.
c. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam
ungkapan yang ber-hubungan dengan nama Tuhan dan
kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Contoh:
- Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada
hamba-nya.
- Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang
Engkau beri rahmat.
Pada contoh pertama di atas, kata –Nya, -Mu, Engkau
merupakan kata ganti untuk Tuhan, sehingga huruf
pertamanya harus menggunakan huruf kapital. Setiap
mengaji anak TPA selalu membawa Al-Quran.
Pada contoh dua di atas, Al-Quran merupakan
nama kitab suci dari agama Islam, sehingga setiap awal
unsur katanya harus menggunakan huruf kapital.
d. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf
pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan yang diikuti nama orang.
Contoh:
Mahaputra Yamin

116
Pada contoh di atas, mahaputra merupakan nama
gelar kehormatan, dan kata mahaputra diikuti nama
orang yaitu Yamin, sehingga huruf pertama harus
menggunakan huruf kapital.

Pangeran Charles
Pada contoh di atas, pangeran merupakan nama
gelar keturunan dan kata pangeran diikuti nama orang
yaitu Charles, sehingga huruf pertama nama gelar harus
menggunakan huruf kapital.

Ustad Solmed
Contoh di atas, ustad merupakan nama gelar
keagamaan dan kata ustad diikuti nama orang yaitu
Solmed, sehingga huruf pertama nama gelar harus
menggunakan huruf kapital.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama
gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak
diikuti nama orang.
Contoh:
Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Tahun ini dia pergi naik haji.

Pada contoh di atas, nama gelar sultan tidak diikuti


nama orang, sehingga huruf pertama nama gelar tidak
menggunakan huruf kapital.

117
e. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf
pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama
orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
Contoh:
Menteri Pendidikan RI M. Muhajir mengunjungi
sekolah darurat di Jakarta.
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.
Pada contoh di atas, presiden merupakan nama
jabatan sesorang dan diikuti nama orang yaitu Susilo
Bambang Yudhoyono, sehingga huruf pertama nama
jabatan harus menggunakan huruf kapital.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama
nama jabatan dan pang-kat yang tidak diikuti nama
orang, atau nama tempat.
Contoh:
Kakaknya baru saja diangkat menjadi gubernur di
daerahnya.
Siapa gubernur yang baru dilantik itu?

Pada contoh di atas, nama jabatan gubernur tidak


diikuti nama orang, sehingga huruf pertama nama
jabatan tidak digunakan huruf kapital.

118
f. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf
pertama unsur-unsur nama orang.
Contoh:
Aliffya Khalifa Sakhi
Mayyuka Reforika
Pada contoh di atas, nama Mayyuka Reforika
terdiri dari 2 unsur, yaitu Mayyuka dan Reforika. Kedua
unsur ini harus diawali dengan huruf kapital. Demikian
juga nama yang panjang, yang terdiri dari banyak unsur,
seperti Endang Usmawati Panca Putri Otnawsu, setiap
kata harus diawali dengan huruf kapital atau huruf
besar.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama
nama orang yang di-gunakan sebagai nama jenis atau
satuan ukuran.
Contoh:
mesin diesel
10 volt
5 ampere
Pada contoh di atas, diesel adalah nama penemu,
yang dijadikan nama mesin yang ditemukannya, tetapi
tidak diawali dengan huruf kapital karena sudah
menjadi nama jenis barang yang lazim digunakan.

g. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama


bangsa, suku bangsa, dan bahasa.

119
Contoh:
bangsa Indonesia
Pada contoh di atas, kata Indonesia merupakan
nama bangsa, sehingga huruf pertamanya harus
menggunakan huruf kapital.
Ecih lahir di Jawa Barat.
Pada contoh di atas, kata Jawa Barat merupakan
nama propinsi, sehingga huruf pertamanya harus
menggunakan huruf kapital.
Yuka pintar berbahasa Mandarin.
Pada contoh di atas, kata Mandarin merupakan
nama bahasa dari negara Cina, sehingga huruf
pertamnya harus menggunakan huruf kapital.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama
nama bangsa, suku, dan bahasa yang dipakai sebagai
bentuk dasar kata turunan.
Contoh:
mengindonesiakan kata asing.
keinggris-inggrisan.
Pada contoh di atas, kata Indonesia sebagai nama
bangsa, mendapatkan imbuhan dan akhiran sehingga
membentuk kata kerja. Jadi, huruf i pada kata Indonesia
tidak menggunakan huruf kapital.
h. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf
pertama pada tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa
bersejarah.

120
Contoh:
Sepupu saya menikah pada bulan November.
Kata November merupakan nama bulan, sehingga
huruf pertamanya harus menggunakan huruf kapital.
Hari Rabu kami akan pergi ke Lampung Barat.
Kata Rabu merupakan nama hari, sehingga huruf
pertamanya harus menggunakan huruf kapital.
Bulan depan hari raya Idul Adha.
Kata Idul Adha merupakan hari raya, sehingga
huruf pertamanya harus menggunakan huruf kapital.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama
peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama.
Contoh:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan
kemerdekaan bangsanya.
Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya
perang dunia.
i. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf
pertama nama geografis.
Contoh:
Indonesia memiliki tempat wisata yang tak kalah
dengan luar negeri, salah satunya Raja Empat di
Papua.
Saya akan mengunjungi Pulau Komodo.

121
Pada contoh di atas, kata Pulau Komodo
merupakan nama geografis atau daerah yang terletak di
Nusa Tenggara Timur, sehingga huruf pertamanya harus
menggunakan huruf kapital.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama
istilah geografis yang tidak menjadi unsur nama diri.
Contoh:
Kapal itu akan melewati teluk.
Pada contoh di atas, kata teluk tidak menjadi unsur
nama diri, sehingga hu-ruf t pada kata teluk
menggunakan huruf kecil.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama
nama geografis yang digunakan sebagai nama
jenis.
Contoh:
kacang bogor
gula jawa
garam inggris
Pada contoh di atas, kata bogor merupakan nama
jenis dari kacang, yang berasal dari Bogor, sehingga
huruf pertama pada kata bogor harus menggunakan
huruf kecil.
j. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur
nama negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan,
serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
Contoh:

122
Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak
Pada contoh di atas, merupakan nama lembaga
pemerintahan dan pada awal katanya harus
menggunakan huruf kapital, kecuali untuk kata dan
tidak diawali dengan huruf kapital, karena kata dan
merupakan kata hubung.
k. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf
pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang
terdapat pada nama badan, lembaga pe-merintahan dan
ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Contoh:
Garis-Garis Besar Haluan Negara
Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
Pada contoh di atas, merupakan kata ulang
sempurna berupa nama lembaga, sehingga setiap
unsurnya diawali dengan huruf kapital.
l. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf
pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang
sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar,
dan judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan,
yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Contoh:
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
Gunakan referensi sebanyak-banyaknya, salah
satunya adalah Penggunaan Ejaan yang
Disempurnakan edisi terbaru.

123
Pada contoh di atas, kalimat bercetak miring
merupakan judul dari sebuah majalah, sehingga setiap
awal kata ditulis dengan huruf kapital, karena kata dan
merupakan kata hubung.
m. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf
pertama kata pe-nunjuk hubungan kekerabatan seperti
bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang
dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Contoh:
―Kekurangannya besok saja ya Om‖ Kata Ami.
―Kapan Bapak berangkat?‖ Tanya Harto.
Pada contoh di atas, kata bapak digunakan dalam
kalimat sapa, sehingga huruf pertamanya harus
menggunakan huruf kapital.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama
kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai
dalam pengacuan atau penyapaan.
Contoh:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya belum berkeluarga.
n. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf
pertama unsur sing-katan nama gelar, pangkat, dan
sapaan.

124
Contoh:
Dr. doktor
M.A. master of art
S.H. sarjana hukum
Prof. profesor
Tn. tuan
Ny. nyonya
Sdr. Saudara
Dr. Prabowo akan mencalonkan diri kembali dalam
Pilpres 2014.
o. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf
pertama kata ganti Anda.
Contoh:
Surat Anda telah kami terima.
Sudahkah Anda tahu berita yang sedang beredar
mengenai BBM?

2. Pemakaian Huruf Miring

a. Huruf miring digunakan untuk menuliskan nama buku


atau sebuah kalimat.
Contoh :
Cerita kasih tak sampai, Siti Nurbaya, novel karya Marah
Rusli yang melegenda
b. Huruf miring digunakan untuk menuliskan judul buku di
daftar pustaka dalam sebuah karya ilmiah.

125
Contoh :
Tampubolon, D.P. 1087. Kemampuan Membaca, Teknik
Membaca Efektif dan Efisien. Bandung
c. Huruf miring digunakan untuk menuliskan nama ilmiah
dan nama latin dalam kalimat
Contoh :
Oriza Sativa adalah nama ilmiah tumbuhan padi.
d. Huruf miring ditulis untuk nama majalah, surat kabar, dan
film
Contoh :
Majalah Katini dan Femina sangat populer di kalangan
wanita.
Film kartun si unyil, dengan tokoh pak Raden sangat
populer di tahun 1980-an.
e. Huruf miring digunakan menuliskan alamat website atau
sebuah link di dalam kalimat
Contoh :
Untuk mencari berbagai informasi yang mudah dan cepat,
anda dapat mencarinya di kamus listrik pintar yang
bernama www.google.com

3. Pemakaian Huruf Tebal


Penggunaan huruf tebal dalam laporan atau karya ilmiah
digunakan untuk menuliskan judul buku, bab, bagian bab, daftar
isi, daftar tabel, daftar lambang/ simbol, daftar pustaka, indeks,
dan lampiran.

126
 Judul : Pengaruh Minat Baca Terhadap Prestasi
Mahasiswa
 BAB :
BAB I PENDAHULUAN
BAB II DASAR TEORI
BAB III METODE PENELITIAN
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
 Daftar dan lampiran:
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR SIMBOL
DAFTAR PUSTAKA
INDEKS
LAMPIRAN

4. Penulisan Kata
Kesalahan penulisan kata yang diatur di dalam EyD dan
sering dijumpai dalam penulisan ilmiah, antara lain, penulisan
kata berimbuhan, penulisan kata depan, dan penulisan kata
gabung. Demikian juga hal nya, kesalahan penulisan partikel per
dan pun sering dijumpai dalam tulisan ilmiah.

127
1. Penulisan Gabungan kata
a. Kata majemuk ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar
mata kuliah
kambing hitam
b. Gabungan kata yang dapat menimbulkan kesalahan
pengertian dapat ditulis dengan menambahkan tanda
hubung di antara unsur-unsurnya untuk menegaskan
pertalian unsur yang bersangkutan.
Misalnya:
anak-istri Ali
anak istri-Ali
ibu-bapak kami
ibu bapak-kami
c. Gabungan kata yang dirasakan sudah padu benar
ditulis serangkai.
Misalnya:
apalagi daripada
bagaimana darmabakti
barangkali purnawirawan
beasiswa antarkota
belasungkawa pancasila
bilamana sukacita
hulubalang kacamata

128
d. Bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat
awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata
itu ditulis serangkai.
Misalnya:
dilipatgandakan
menggarisbawahi
menyebarluaskan
penghancurleburan

5. Penulisan Kata Depan


Kata depan di dan ke di tulis terpisah dari kata yang
mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim
dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
Misalnya:
a. Baju itu berada di dalam lemari.
b. Mereka mengajar di kota
c. Ia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.
d. Seluruh mahasiswa berangkat ke lokasi
penelitian.

B. Pemakaian Tanda Baca


Tanda baca merupakan salah satu hal yang penting dalam
bahasa tulis.Oleh karena itu, penggunaannya harus tepat. Tanda baca
juga dapat disebut sebagai lambang-lambang tulisan yang
dipergunakan oleh penulis untuk melambangkan berbagai aspek
bahasa lisan, yang bukan bunyi-bunyi bahasa (fonem)

129
1. Tanda Titik
(1) Tanda Titik
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat berita.
Contoh:
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
(2) Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam
satu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Contoh:
1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
(3) Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit,
dan detik yang menu jukkan jangka waktu.
Contoh:
Pukul 14.30.05 (pukul 2 lewat 30 menit 05 detik)
(4) Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam,
menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
Contoh:
5.32.22 (5 jam, 32 menit, 22 detik)
(5) Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan
yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru,
dan tempat terbit dalam daftar pustaka.

130
Contoh:
Badudu, J.J. 1985. Membina Bahasa Indonesia.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Alwi, Hasan. dkk. 2000. Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
(6.a) Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan
atau kelipatannya.
Contoh:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Korban bencana banjir dan longsor mencapai
1.523 jiwa.
(6. b) Tanda titik tidak dipakai pada akhir untuk
memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang
tidak menunjukkan jumlah.
Contoh:
Ia lahir pada tahun 1999 di Sumatera Utara.
(7) Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang
merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi,
tabel, dan sebagainya.
Contoh:
Data Pegawai Negeri Sipil Lampung
Acara Kunjungan Adam Malik
(8) Tanda titik tidak dipakai dibelakang alamat pengirim
dan tanggal surat atau nama dan alamat penerima
surat.

131
Contoh:
Jalan Prof. Soemantri Brojonegoro 1
Bandar Lampung
8 Juli 1989

2. Tanda Koma (,)


(1) Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu
perincian atau pembilangan.
Contoh:
Peralatan yang harus dibawa ketika ujian tes
berlangsung adalah membawa papan ujian, pensil,
penghapus, dan pena.
(2)Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara
yang satu dari kalimat serta berikutnya yang didahului
oleh kata seperti tetapi, sedangkan atau melainkan.
Contoh:
Saya ingin datang, tetapi tidak ada motor.
Wanita yang datang kemarin ternyata bukan
Cylla melainkan kembarannya.
(3.a) Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat
dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului
induk kalimatnya.
Contoh:
Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.

132
(b) Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anaak
kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu
mengiringi innduk kalimat.
Misalnya: Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
Dia tahu bahwa soal itu penting.
(4) Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan
penghubung antar-kalimat yang terdapat pada awal
kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi,
lagi pula, meskipun, begitu, dan akan tetapi.
Contoh:
....oleh karena itu, kita harus berjaga-jaga.
....jadi, soalnya tidak semudah itu.
(5) Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti, o,
ya, wah, aduh, kasihan, dari kata lain yang terdapat di
dalam kalimat.
Contoh:
Wah, indah sekli pantai ini.
Hati-hati, ya, nanti jatuh.
(6) Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan
langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Contoh:
Kata Ayah, ―Kapan kita ke Medan lagi?‖
―Saya gembira sekali,‖ kata ibu, ―karena kamu lulus.‖
(7) Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii)
bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, (iv)

133
nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis
berurutan.

Contoh:
Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas HKBP Nommensen, Jalan
Sangnaualuh No.4, Sumatera Utara.
(8) Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama
yang dibalik susunan-nya dalam daftar pustaka.
Contoh: Keraf, Gorys. 1993. Argumentasi dan Narasi.
Jakarta: Gramedia.
(9) Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam
catatan kaki.
Contoh: W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia
untuk Karang-mengarang (Yogyakarta: UP Indonesia.
1967), hlm.4
(10) Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar
akademik
(11) Contoh: B. Simatupang, S.T.
Ny. Zainem, M.A.
(11) Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau
di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan
angka.
Contoh: 18,8 m
Rp 12,50

134
(12) Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan
tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Contoh:
Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang
perempuan, mengikuti latihan paduan suara.

3. Tanda titik dua (:)


(a) Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan
lengkap yang diikuti rangkaian atau pemerian.
Contoh:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga:
kursi, meja, dan lemari.
Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang
kemerdekaan: hidup atau mati.
(b) Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang
memerlukan pemerian.
Contoh:
1. Ketua : Ahmad Wijaya
Tempat : Ruang Sidang Nusantara
Pembawa Acara : Bambang S.
Hari, tanggal : Selasa, 28 Oktober 2008
Waktu : 09.00-10.30

135
(c) Tanda titik dua dapat dipakai dalam naskah drama sesudah
kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Contoh:
Ibu : "Bawa kopor ini, Nak!"
Amir : "Baik, Bu."
Ibu : "Jangan lupa. Letakkan baik-baik!"
(d) Tanda titik dua dipakai di antara (1) jilid atau nomor dan
halaman, (2) bab dan ayat dalam kitab suci, (3) judul dan
anak judul suatu karangan, serta (4) nama kota dan penerbit
buku acuan dalam karangan.
Contoh:
Horison, XLIII, No. 8/2008: 8
Yesaya 1:5
Dari Pemburu ke Terapeutik: Antologi Cerpen
Nusantara
Pedoman Umum Pembentukan Istilah Edisi
Ketiga. Jakarta: Pusat Bahasa

136
BAB V
KALIMAT EFEKTIF

A. Pendahuluan
Tujuan tulis-menulis atau karang-mengarang adalah untuk
mengungkapkan fakta-fakta, perasaan, sikap dan isi pikiran secara
jelas dan efektif, kepada para pembaca. Sebab itu ada beberapa
persoalan yang harus diperhatikan untuk mencapai penulisan yang
efektif, misalnya pertama-tama pengarang harus mempunyai suatu
obyek yang ingin dibicarakan; bila ia sudah menemukan obyek itu,
maka ia harus memikirkan dan merenungkan gagasan atau idenyaa
secara jelas, kemudian mengembangkan gagasan-gagasan utamanya
secara segar, jelas dan terperinci.
Semuanya ini merupakan bentuk-bentuk pertama dalam
gagasan pengarang. Langkah kedua adalah ia harus menuangkannya
dalam bantuk-bentuk kalimat, yaitu dalam bantuk kalimat yang baik
sehingga mereka membacanya sanggup mengadakan penghayatan
kembali sejelas dan sesegar sebagai pada waktu gagasan-gagasan itu
pertama kali muncul dalam pikiran pengarang. Bila kalimat-kalimat
itu sanggup menciptakan daya khayal dalam diri pembaca atau
pendengar seperti atau sekurang-kurangnya mendekati apa yang
dibayangkan oleh pengarang, maka dapatlah dikatakan bahwa
kalimat-kalimat yang mendukung gagasan itu sudah cukup efektif,
cukup baik menjalankan tugasnya.
Kalimat merupakan suatu bentuk bahasa yang mencoba
menyusun dan menuangkan gagasan seseorang secara terbuka untuk

137
dikomunikasikan kepada oranglain. Tetapi apakah dengan menguasai
pola-pola kalimat suatu bahasa seseorang sudah merasa yakin bahwa
ia telah menguasai bahasa itu dengan baik?
Dalam komunikasi sehari-hari, kita memerlukan bahasa
sebagai medium, karena ia memberikan kemugkinan yang sangat
luas bila dibandingkan dengan cara-cara lain, misalnya gerak-gerik,
isyarat-isyarat dengan bendera atau panji, asap, dan sebagainya.
Bahasa seebagai medium kominikasi hanya akan bermanfaat sebaik-
baiknya bila ia dikuasai oleh mereka yang masuk dalam lingkaran
komunikasi tersebut. Penguasaan bahasa dengan demikian tidak saja
mencakup persoalan penguasaan kaidah-kaidah atau pola-pola
sintaksis bahasa itu, tetapi juga mencakup beberapa aspek lainya.
Aspek-aspek penguasaan bahasa meliputi:
1. Penguasaan secara aktif sejumlah besar perbendaharaan kata
(kosa kata) bahasa tersebut.
2. Penguasaan kaidah-kaidah sintaksis bahasa itu secara aktif.
3. Kemampuan menemukan gaya yang paling cocok untuk
menyampaikan gagasan-gagasan.
4. Tingkat penalaran (logika) yang dimiliki seseorang.
Dalam bab ini sama sekali tidak dibicarakan pembentukan
kalimat berdasarkan kaidah-kaidah bahasa. Untuk sementara
dianggap kita semua sudah tahu tentang segi-segi sintaksis bahasa.
Dalam bab ini khusus akan diberikan uraian mengenai kalimat
kalimat ditinjau dari segi komposisi dan retorika yang mengenai
kalimat yang efektif.

138
Dengan mempergunakan kedua syarat pertama diatas, sudah
dapat di harapkan bahwa kita sudah bisa berkomunikasi dengan
mempergunakan bahasa itu. Namun penguasaan kaidah sintaksis
kosa kata saja, belum memungkinkan kita mempergunakan bahasa
kita dengan hidup dan segar. Sebab itu diperlukan syarat-syarat lain
agar bahasa kita (dalam bentuk kecilnya berupa kalimat) dpat
dirasakan hidup, segar, mudah ditangkap dan dipahami. Bila kalimat-
kalimat kita sudah memiliki kemampuan ini, maka kalimat-kalimat
itu dapat disebut sebagai kalimat yang efektif.
Sebuah kalimat yang efektif mempersoalkan bagaimana ia
dapat mewakili secara tepat isi pikiran atau perasaan pengarang,
bagaimana ia dapat mewakilinya secara segar, dan sanggup menarik
perhatian pembaca dan pendengar terhadap apa yang dibicarakan.
Kalimat yang efektif memilki kemampuan atau tenaga untuk
menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau
pembaca identik dengan apa yang dipikirkan pembicara atau penulis.
Disamping itu kalimat yang efektif selalu tetap berusaha agar
gagasan pokok selalu mendapat tekanan atau penonjolan dalam
pikiran pembaca atau pendengar.
Jadi yang dimaksud dengan kalimat yang efektif adalah
kalimat yang memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Secara tepat dapat mewakili gagasan atau perasaan pembicara
atau penulis
2. Sangup menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam
pikiran pendengar atau pembaca sepertii yang dipikirkan
pembicara atau penulis.

139
Bila kedua syarat ini dipenuhi maka tidak mungkin akan
terjadi salah paham antara mereka yang terlibat dalam komunikasi.
Seperti yang sudah dikemukakan diatas, di samping kerangka-
kerangka sintaksis dan kosa kata, kita memerlukan syarat-syarat lain
untuk dapat menciptakan kalimat yang efektif. Syarat-syarat lain
tersebut akan mencakup pula masalah kegaya-bahasaan dan
penalaran. Syarat-syarat tersebut dapat diperinci lagi atas; kesatuan
gagasan, koherensi yang kompak, penekanan, variasi, paralelisme,
dan penalaran. Berikut akan disajikan satu per satu.
1. Kesatuan Gagasan
Setiap kalimat yang baik harus jelas memperhatikan
kesatuan gagasan, mengandung satu ide pokok. Yang
dimaksud dengan kesatuan adalah terdapatnya satu ide pokok
dalam sebuah kalimat. Dengan satu ide kalimat dapat panjang
atau pendek, menggabungkan lebih dari satu unsur pilihan,
bahkan dapat mempertentangkan unsur pilihan yang satu
dengan yang lain asalkan ide atau gagasan kalimatnya satu.
Dalam laju kalimat tidak boleh diadakan perubahan dari satu
kesatuan gagasan kepada kesatuan gagasan lain yang tidak ada
hubungan, atau menggabungkan dua kesatuan yang tidak
mempunyai hubuungan sama sekali. Bila dua kesatuan yang
tidak mempunyai hubungan disatukan, maka akan rusak
kesatuan pikiran itu.
Kesatuan gagasan janganlah pula diartikan bahwa hanya
terdapat suatu ide tunggal. Bisa terjadi bahwa kesatuan
gagasan itu terbentuk dari dua gagasan pokok atau lebih.

140
Secara praktis sebuah kesatuan gagasan diwakili oleh sebuah
subyek, predikat, obyek. Kesatuan yang diwakili oleh subyek,
predikat, obyek itu dapat berbentuk kesatuan tunggal,
kesatuan gabungan, kesatuan pilihan, dan kesatuan yang
mengandung pertentangan.
Contoh-contoh berikut dapat menjelaskan kesatuan
gagasan tersebut, baik kesatuan yang terpadu dan kesatuan
yang tidak terpadu.

a. Yang Jelas Kesatuan Gagasannya


Kita bisa merasakan dalam kehidupan sehari-hari,
betapa emosi itu seringkali merupakan tenaga pendorong
yang amat kuat dalam tindak kehidupan kita. (Kesatuan
tunggal)
Semua penduduk desa itu mendapat penjelasan
mengenai Rencana Pembangunan Lima Tahun (Kesatuan
Tunggal)
Pada saat seorang sarjana harus merumuskan
konsep-konsep menjadi istilah, dengan perkataan lain pada
saat ia harus membentuk istilah, kadang-kadang terasa
adanya kesulitan . (kesatuan tunggal)
Pimpinan Perguruan Tinggi sadar bahwa pelayanan
kurikuler ini akan berhasil baik nila penyempurnaan sistim
perkuliahan dan tenaga pengajar disertai dengan
penyempurnaan perpustakaan, laboratorium, peralatan,
gedung, dan administrasi (Kesatuan Tunggal)

141
Dia telah meninggalkan rumahnya jam enam pagi,
dan telah berangkat dengan pesawat satu jam yang lalu.
(kesatuan gabungan)
Ayah bekerja diperusahaan pengankutan itu, tetapi
ia tidak senang dengan pekerjaan itu (Kesatuan yang
mengandung pertentangan)
Kamu boleh menyusul saya ke tempat itu, atau tinggal
saja disini. (kesatuan pilihan)

b. Yang Tidak Jelas Kesatuan Gagasannya


Kesatuan gagasan biasanya menjadi kabur karena
kedudukan subyek atau predikat tidak jelas, terutama karena
salah menggunakan kata-kata depan. Kesalahan lain terjadi
karena kalimatnya terlalu panjang sehingga penulis atau
pembicara sendiri tidak tahu apa sebenarnya yang mau
dikatakan. Coba perhatikan kalimat-kalimat berikut, dan
katakana mengapa kesatuan gagasannya tidak jelas atau
kabur.
Di daerah-daerah sudah mempunyai lembaga bahasa
Di dalam pendidikan memerlukan bahasa sebagai alat
komunikasi antara anak didik dan pendidik.
Dalam pendidikan juga sangat berhubungan erat kepada
bahasa.
Di rumah-rumah sakit penuh sesak penderita-penderita atom
yang belum mati.

142
Dengan adanya kenakalan anak-anak yang kadang-kadang
sudah merupakan perbuatan kriminil memerlukan perhatian
yang cukup serius dari alat-alat Negara.
Di Bali sekarang ini terkenal dengan patung-patung yang
bercorak sangat primitive
Kebutuhan akan makan oleh manusia tidak dapat menunggu
sampai hari esok
Menangggapi tulisan saudara pada harian Kompas hari
Kamis 27 Maret 1975 pada halaman IV kolom redaksi Yth.
Mengenai TVRI Palembang yang isinya mengungkapkan
perasaan tidak puas, mual dan jengkel terhadap acara-acara
produksi TVRI Palembang, dengan tulisannya antara lain
dalam menampilkan acara TVRI Palembang tidak terlebih
dahulu menganalisa acara-acara yang diproduksinya sendiri
itu, asal jadi saja.
Karena bahasa kesatuan Indonesia yang berasall dari
bahasa nasionalnya.
Terhadap orang yang lebih tinggi umurnya dan aatau
kedudukannya berbeda caranya
Penetapan bahasa kesatuan kita, sangat mudah; pada mana,
masa-masa perjuangan, dimana rakyat Indonesia, yang
etrsebar dari Sabang hingga Merauke, yang senasib,
seperjuangan serta satu cits-cita, maka karena kesadaran
tadi, disertai pemikiran, maka rakyat Indonesia menetapkan
bahasa Nasional tersebut sebagai bahasa kesatuan

143
2. Koherensi Yang Baik dan Kompak
Yang dimaksud dengan Kohenreni atau Kepaduan yang Baik
dan Kompak adalah terjadinya hubungan yang padu antara unsur-
unsur pembentuk kalimat. Artinya ada hubungan timbal-balik yang
baik dan jelas antara unsur-unsur (kata atau kelompok kata) yang
membentuk kalimat itu. Bagaimana hubungan antara subyek dan
predikat, antara predikat dan obyek, serta keterangan-keterangan
lain yang menjelaskan tiap-tiap unsur pokok tadi.
Setiap bahasa memiliki kaidah-kaodah tersendiri bagaimana
mengurutkan gagasan-gagasan tersebut. Ada bagian-bagian kalimat
yang memiliki hubungan yang lebih erat sehingga tidak boleh
dipisahkan, ada yang lebih renggang kedudukannya sehingga boleh
ditempatkan dimana saja, asal jangan disisipkan antara kata-kata
atau kelompok kata yang rapat hubungannya. Kesalahan yang
seringkali juga merusakkan koherensi adalah menempatkan kata
depan, kata penghubung yang tidak sesuai atau tidak pada
tempatnya, penempatan keterangan aspek yang tidak sesuai dan
sebagainya.
Sebagai sudah dikatakan di atas, bilamana gagasan yang
tidak berhubungan satu sama lain disatukan, maka selain merusak
kesatuan pikiran, juga akan merusak koherensi kalimat yang
bersangkutan. Dalam kesatuan pikiran lebih ditekankan adanya isi
pikiran, sedangkan dalam koherensilebih ditekankansegi struktur,
atau interrelasi antara kata-kata yang menduduki sebuah tugas
dalam kalimat. Sebab itu bisa terjadi bahwa sebuah kalimat dapat

144
mengandung sebuah kesatuan pikiran, namun koherensinya tidak
baik.
a. Koherensi rusak karena tempat kata dalam kalimat tidak sesuai
dengan pola kalimat.
BAIK : adik saya yang paling kecil memukul
anjing di kebun kemarin pagi, dengan
sekuat tenaganya.
TIDAK BAIK : adik saya yang palinng kecil memukul
dengan sekuat tenaganya kemarin pagi di
kebun anjingAnjing kemarin pagi dikebun
adik saya memukul dengan sekuat
tenaga.Demikian pula pemisahan saya yang
paling kecil dari kata adik juga akan
merusak koherensi kelompok kata dalam
kalimat.
b. Kapaduan sebuah kalimat akan rusak pula karena salah
mempergunakan kata-kata depan, kata penghubung, dan
sebagainya.

Interasksi antara perkembangan kepribadian dan


perkembangan penguasaan bahasa menentukan bagi pola
kepribadian yang sedang berkembang (tanpa bagi). Sejak lahir
manusia memiliki jiwa untuk melawan kekejaman alam, atau
kepada pihak lain karena merasa dirinya lebih kuat (tanpa
kepada).

145
Walaupun segi kepariwisataan telah memberi lapangan kerja
kepada penduduk Balidan telah mendorong pada sektor seni lukis,
seni pahat dan kerajinan lainnya, namun mita mulai merasakan
aspek-aspek negative daripada perkembangan ini (tanpa pada,
sedangkan daripada sebaiknya dari)
Pola kesalahan semacam ini sering sekali terjadi, terutama bila
kita menghadapi bentuk-bentuk yang mirip:
Benar Salah
- Membahayakan Negara - membahayakan bagi Negara
- Berbahaya bagi Negara
- Membicarakan suatu masalah - Membicarakan tentang
suatu….
- Berbicara tentang suatu masalah
- Mengharapkan belas kasihan - Mengharapkan akan belas
kasihan
- Berharap belas kasihan
- Menceritakan peristiwa itu - Menceritakan tentang
peristiwa itu
- Bercerita tentang peristiwa itu
- Saling membantu - Saling bantu membantu
- Bantu membantu.
c. Kesalahan lain yang dapat merusak koherensi adalah pemakaian
kata, baik karena merangkaikan dua kata yang maknanya tidak
tumpang tindih, atau hakekatnya mengandung kontradiksi.
Banyak para peninjau yang menyatakan bahwa perang yang
sedang berlangsung itu merupakan Perang dunia di Timur

146
Tengah (atau banyak peninjau ; makna banyak dan para tidak
tumpang tindih)
Sampai tahun 1952 banyak penjahat-penjahat perang Jerman
yang dilepaskan dan diampuni dosanya (banyak penjahat)
Demi untuk kpentingan sauudara sendiri, saudara dilarang
merokok (demi kepentingan atau untuk kepentingan)
Sering kita membuat suatu kesalahan-kesalahan yang tidak
kita sadari (suatu kesalahan atau kesalahan-kesalahan)
Merangkaikan dua kata yang sinonim masih mungkin; agar
supaya saudara lulus, belajarlah dengan rajin.
d. Suatu corak kesalahan yang lain yang sering dilakukan
sehubungan dengan persoalan koherensi atau kepaduan
kalimat adalah salah menempatkan keterangan aspek (sudah,
telah, akan, belum, dsb) pada kata kerja tanggap
Saya sudah membaca buku itu hingga tamat (baik)
Saya sudah baca buku itu hingga tamat (baik)
Saya sudah baca buku itu hingga tamat (kurang baik,
bahasa cakapan)
Jadi: saya baca, kau pukul, kami lihat, dsb. Sebagai bentuk
tanggap yang tidak boleh diselingi keterangan apapun, karena
hubungan keduanya sangat mesra.

3. Penekanan
Inti pikiran yang terkandung dalam tiap kalimat (gagasan
utama) haruslah dibedakan dari sebuah kata yang dipentingkan.
Gagasan utama kalimat tetap didukung oleh subyek, dan predikat

147
sedangkan unsure yang dipentingkan dapat bergeser dari suatu kata
ke kata yang lain. Kata yang dipentingkan harus mendapat tekanan
atau harus lebih ditonjolkan dari unsur-unsur yang lain. Dalam
bahasa lisan kita dapat mempergunakan tekanan, gerak-gerik dan
sebagainya untuk memberi tekanan pada sebuah kata. Dalam bahasa
tulisan hal ini tidak mungkin dilakukan. Namun masih terdapat
bebrapa cara yang dapat dipergunakan untuk memberi penekanan itu,
baik dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulisan.
Cara-cara tersebut adalah:

a. Mengubah posisi dalam kalimat


Sebagai prinsip yang dapat dikatakan bahwa semua kata
yang ditempatka pada awal kalimat adalah kata yang
dipentingkan. Berdasarkan prinsip tersebut, untuk mencapai efek
yang diinginkan sebuah kalimat dapat dirubah-rubah strukturnya
dengan menempatkan sebuah kata yang dipentingkan pada awal
kalimat.
Kami berharap pada kesempatan lain kiita dapat
membicarakan lagi soal ini.
Kalimat di atas menunjukkan bahwa kata yang dipentingkan
adalah kami( berharap), bukan yang lain-lain. Di samping kami,
kita dapat memberi penekanan pada kata-kata lainnya; harap,
pada kesempatan lain kita, soal ini. Kata-kata tersebut dapat
ditempatkan pada awal kalimat, dengan konsekuensi bahwa
kalimat di atas bisa mengalami perubahan strukturnya, asal isinya
tidak berubah.

148
Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita biacarakan lagi
pada kesempatan lain
Pada kesempatan lain kami berharap kita dapat
membicarakan lagi soal ini
Kita dapat membicarakan lagi soal ini pada kesempatan lain
demikian harapan kami
Soal ini dapat kita bicarakan pada kesempatan lain, demikian
harapan kami.
b. Mempergunakan repetisi
Repetisi adalah pengulangan sebuah kata yang dianggap
penting dalam sebuah kalimat.
Harapan kita demikianlah dan demikian pula harapan
setiap pejuang.
Kemajuannya menyangkut kemajuan di segala bidang,
kemajuan kesadaran politik, kesadaran bermasyarakat,
kesadaran berekonomi, kesadaran berkebudayaan, dan
kesadaran beragama.
Memang, dalam penglihtan saya, bahasa Indonesia
merupakan suatu alat yaitu alat untuk komunikasi. Dalam
hubungan antara suami dan istri, antara orangtua dan anak,
antara komandan dan anak buah, antara guru dan murid,
antara pemerintah dan rakyat, antara sesama warga
masyarakat pastilah diperlukan bahasa sebagai alat
komunikasi.

149
c. Pertentangan
Pertentangan dapat pula dipergunakan untuk menekan
suatu gagasan. Kita bisa saja mengatakan secara langsung
hal-hal berikut dengan konsekuensi bahwa tidak terdapat
penekanan:
Anak itu rajin dan jujur.
Ia menghendaki perbaikan yang menyeluruh di
perusahaan itu
Agar kata rajin dan jujur serta menghendaki perbaikan
yang menyeluruh dapat lebih ditonjolkan, maka kedua
gagasan itu ditempatkan dalam suatu posisi pertentangan,
misalnya:
Anak itu tidak malas dan curang, tetapi rajin dan jujur
Ia tidak menghendaki perbaikan yang bersifat tambal
sulam, tetapi perbaikan yang menyeluruh di perusahaan
itu.
Perhatikan juga contoh-contoh lain dibawah ini:
Kita tidak menghendaki sastra yang merupakan pidato-
kecap berisi propaganda politik tertentu. Tetapi kita tidak
pula menghendaki adalah sastra yang tanpa konsepsi. Yang
kita kehendaki adalah sastra yang dikehendaki oleh rakyat,
yakni sastra yang benra-benar bertumpu pada problematic
rakyat sendiri, yang berjiwa pancasila dan melaksanakan
amanat Penderitaan Rakyat

150
Sebenarnya yang ingin disampaikan adalah amanat dalam
kalimat terakhir. Namun supaya amanat itu lebih ditonjolkan
maka diperlukan dua kalimat yang mengandung pertentangan.

d. Partikel Penekanan
Dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa partikel yang
berfungsi untuk menonjolkan sebuah kata atau ide dalam sebuah
kalimat. Partikel-partikel yang dimaksud adalah : lah, pun, kah,
yang oleh kebanyakan tatabahasa disebut imbuhan.
Saudaralah yang harus bertanggungjawab dalam soal itu
Bapaklah yang harus lebih dahulu memberi contoh
Ia pun mencoba mendekatkan kedua belah pihak daam suatu
perbandingan
Kami pun turut dalam kegiatan itu
Rakyatlah yang harus menanggung akibat kekotoran dalam
permainan manipulasi uang rakyat itu?
Benarkah seperti apa yang dikatakannya itu?
Tolonglah dia, pasti sia segera selesai

4. Variasi
Variasi merupakan suatu upaya yang bertolak belakang
dengan repetisi. Repetisi atau pengulangan sebuah kata untuk
memperoleh efek penekanan, lebih banyak menekankan kesamaan
bentuk. Pemakaian bentuk yang sama secara berlebihan akan
menghambarkan selera pendengar atau pembaca. Sebab itu ada
upaya lain yang bekerja berlawanan dengan repetisi yaitu variasi.

151
Variasi tidak lain daripada menganeka-ragamkan bentuk-bentuk
bahasa agar tetap terpelihara minat dan perhatian orang.
Variasi dalam kalimat dapat diperoleh dengan beberapa macam
cara, yaitu:
a. Variasi Sinonim Kata
Variasi berupa sinonim kata, atau penjelasan-penjelasan
yang berbentuk kelompok kata-kata pada hakekatnya tidak
merubah isi dari yang akan disampaikan.
Dari renungan itulah penyair menemukan suatu makna,
suatu realitas yang baru, suatu kebenaran yang menjadi
ide sentral yang menjiwai seluruh puisi (BKI).
Seribu puspa di taman bunga seribu wangi menyegar cita
(BKI)
Pengertian makna, realitas yang baru dan kebenaran
merupakan hal yang sama diperoleh penyair dalam
renungannya itu.
Demikian pula puspa dan wangi sebenarnya menyatakan
hal yang sama.
b. Variasi Panjang Pendeknya Kalimat
Variasi dalam panjang pendeknya struktur kalimat yang
akan mencerminkan dengan jelas pikiran pengarang, serta
pilihan yang tepat dari struktur panjangnya sebuah kalimat
dapat member tekanan pada bagian-bagian yang
diinginkan. Bila kita menghadapi kalimat atau rangkaian
kalimat panjang yang identik strukturnya, maka itu

152
merupakan pertanda bahwa kalimat tersebut kurang baik
diagrap, serta pikiran pengarang sendiri tidak jelas.
Perhatikan variasi pengarang pendek kalimat dalam contoh
berikut:
Saudara J.U.Nasution memberikan alas an untuk menolak
sajak tersebut dengan mengutarakan bahwa ouisi itu tidak
mengikuti logika puisi, pada malam lebaran tidak ada
bulan. Sebenarnya tak perlu kita bawa logika puisi untuk
menolak puisi tersebut. Penciptaan puisi memang bukanlah
hanya dapat melambangkan banyak hal. Tetapi pernyataan
itu juga harus intensif, yang dengan sendirinya dapat
menimbulkan kesan kepada pembaca, dan kesan yang
timbul bukan karena peneliti pernah mengalami hal yang
sama atau mengetahui jiwa penyair atau situasi penyair
waktu menciptakan sajak itu bukanlah suatu puisi yang
baik. Dia juga harus memberi sesuatu kepada manusia dan
yang diberikan sesuatu yang berharga (BKI)
Bila kita perinci fragmen di atas maka kalimat pertama
mengandung 23 kata (nama orang dihitung 1 kata).
Sedangkan kalimat-kalimat selanjutnya berturut-turut terdiri
dari : 11 kata, 9 kata, 37 kata, 15 kata, dan 16 kata. Ternyata
fragmen ini tidak membosankan, karena cukup mengandung
variasi.
c. Variasi Penggunaan Bentuk me- dan di-
Pemakaian bentuk gramatikal yang samadalam beberapa
kalimat berturut-turut juga dapat menimbulkan kelesuan.

153
Sebab itu haruslah dicari variasi pemakaian bentuk
gramatikal, terutama dalam mempergunakan bentuk-bentuk
kata kerja yang mengandung prefiks me- dan di-.
Perhatikan kutipan berikut:
Seorang ahli Inggris yang duduk dalam Team Penelitian
dan Pengembangan Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia
pernah mengemukakan bahwa di daerah-daerah yang
luas tetapi tipis penduduknya serta kurang aktivitas
ekonominya, seyogianya pemerintah tidak membangun
pelabuhan samudra. Namun pemerintah tidak
membangun memutuskan demikian.
Memang, cukup mengendorkan semangat kalau kita
melihat keadaan di Nusa Tenggara (Tidak termasuk Bali
dan Lombok) yang tetap „tidur nyenyak‟ meskipun
pemerintah sudah membangun banyak fasilitas
pengangkutan laut serta udara.
Kutipan diatas akan dirasakan lain kalau dibuat variasi
seperti dibawah ini:
Seorang ahli Inggris yang duduk dalam Team Penelitian dan
Pengembangan Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia pernah
mengemukakan bahwa di daerah-daerah yang luas tetapi tipis
penduduknya serta kurang aktivitas ekonominya, seyogianya
tidak dibangun pelabuhan samudra. Namun pemerintah tidak
memutuskan demikian. Memang, cukup mengendorkan
semangat kalau kita melihat keadaan di Nusa Tenggara

154
(Tidak termasuk Bali dan Lombok) yang tetap „tidur nyenyak‟
meskipun pemerintah sudah dibangun.
d. Variasi Dengan Merubah Posisi Dalam Kalimat
Variasi dengan merubah posisi dalam kalimat sebenarnya
mempunyai sangkut paut juga dengan penekanan dalam
kalimat. (lihat 4a)
Bagaimana saudara membuat variasi kalimat berikut
dengan memberi tekanan pada kata-kata yang terdapat
dalam kurung:
Di bidang angkutan udara MNA mempergunakan pesawat
Twin Otter yang harganya tiga kali lebih mahal dari harga
Dakota, karena beberapa keunggulannya. (pergunakan;
MNA; pesawat Twin Otter; harganya tiga kali lebih mahal;
karena beberapa keunggulannya)
Pelaksaan bantuan hokum di Negara kita, yang
dilaksanakan atas dasar peraturan peninggalan zaman
penjajahan dahulu sifatnya sangat terbatas. (di Negara
kita; peraturan peninggalan zaman penjajahan; sifatnya
sangat terbatas)
5. Paralelisme
Bila variasi struktur kalimat merupakan suatu alat yang baik
untuk menonjolkan gagasan sentral, maka paralelisme juga
menempatkan gagasan-gagasan yang sama penting dan fungsinya ke
dalam suatu struktur/kontruksi gramatikal yang sama. Bila salah satu
dari gagasan itu di tempatkan dalam suatu struktur kata benda, maka
kata-kata atau kelompok-kelompok kata yang lain yang menduduki

155
fungsi yang sama harus juga ditempatkan dalam struktur kata benda;
bila yang satunya ditempatkan dalam kata kerja, maka yang lain-
lainnya juga harus ditempatkan dalam struktur kata kerja.
Paralelisme atau kesejajaran bentuk membantu memberi
kejelasan dalam unsur gramatikal dengan mempertahankan bagian-
bagian yang sederajat dalam konstruksi yang sama.
Contoh kesejajaran yang salah:
- Kegiatan di perpustakaan meliputi pembeliaan buku,
membuat katalog, dan buku-buku diberi label.
- Kakakmu menjadi dosen atau sebagai pengusaha?
Contoh kesejajaran yang benar:
- Kegiatan di perpustakaan meliputi pembeliaan buku,
pembuatan katalog, dan pelabelan buku.
- Kakakmu menjadi dosen atau menjadi pengusaha?
Untuk memperjelas pemahaman perhatikanlah kutipan berikut:
Apabila pelaksanaan pembangunan lima tahun kita jadikan titik-
tolak, maka menonjollah pokok yang minta perhatian dan
pemecahan. Reorganisasi administrasi departemen-departemen.
Ini yang pertama. Masalah pokok yang lain yang menonjol ialah
pemborosan dan penyelewengan. Ketiga karena masalah
pembangunan ekonomi yang kita jadikan titik-tolak, maka kita
ingin juga mengemukakan factor lain. Yaitu bagaimana
memobilisir potensi nasional secara maksimal dalam partisipasi
pembangunan ini (Kompas)
Bila kita perhatikan kutipan di atas tampak bahwa reorganisasi
administrasi , pemborosan dan penyelewengan serta mobilitas potensi

156
nasional merupakan masalah pokok yang mempunyai hubungan satu
sama lain. Dengan mempergunakan konstruksi yang paralel ketiganya
dapat di hubungkan secara mesra, serta akan memberi tekanan yang
lebih jelas pada ketiga-tiganya.
BAIK : Reorganisasi administrasi departemen-departemen;
penghentian pemborosan dan penyelewengan-
penyelewangan, serta mobilisasi potensi-potensi
nasional, merupakan masalah-masalah pokok yang
meminta perhatian kita. (semuanya kata benda)
BAIK : Mereorganisir administrasi departemen-departemen
menghentikan pemborosan dan penyelewengan-
penyelewengan, serta memobilisir potensi-potensi
nasional, merupakan masalah-masalah pokok yang
meminta perhatian pemerintah kita. (semuanya kata
kerja).
SALAH : Reorganisasia dministrasi departemen-departemen
menghentikan pemborosan dan penyelewengan-
penyelewengan, serta mobilisasi potensi-potensi
nasional, merupakan masalah-masalah pokok yang
meminta perhatian pemerintah kita
BAIK : Tahap terakhir dari penyelesaian gedung itu adalah:
pengecatan seluruh temboknya, pemasangan
penerangan, pengujian sistim pembagian air, dan
pengaturan tata ruangnya. ( atau: mengecat….,
memasang…., menguji…., mengatur….).

157
SALAH : Tahap terakhir dari penyelesaian gedung itu adalah:
pengecatan seluruh temboknya, memasang
penerangan, pengujian sistim pembagian air, dan
pengaturan tata ruangnya.
6. Penalaran atau Logika
Struktur gramatikal yang baik bukan merupakan tujuan dalam
komunikasi, tetapi sekadar merupakan suatu alat untuk
merangkaikan sebuah pikiran atau maksud dengan sejelas-jelasnya.
Di samping itu dalam sebuah kehidupan sehari-hari kita mengalami
kenyataan-kenyataan yang menunjukkan bahwa ada anggota
masyrakat yang dapat mengungkapkan pendapat dan isi pikirannya
dengan teratur, tanpa mempelajari secara khusus struktur gramatikal
suatu bahasa. Berarti ada unsur lain yang harus diperhitungkan dalam
pemakaian suatu bahsa. Unsur lain ini adalah segi penalaran atau
logika. Jalan pikiran pembicara turut menentukan baik tidaknya
kalimat seseorang, mudah tidaknya dapat dipahami.
Yang dimaksud dengan kelogisan adalah terdapatnya arti
kalimat yang logis/masuk akal. Logis dalam hal ini juga menuntut
adanya pola pikir yang sistematis. Sebuah kalimat yang sudah benar
strukturnya, sudah benar pula pemakaian tanda baca kata, atau
frasanya, dapat menjadi salah jika maknanya lemah dari segi logika
berbahasanya.
Perhatikan contoh kalimat yang lemah dari segi logika
berbahasa berikut ini:
- Kambing sangat senang bermain hujan (jika
diperhatikan dari strujtur dan tanda baca kalimat

158
tersebut sudah benar, namun tidak dapat logis karena
kambing merupakan binatang yang takut air)
- Karena lama tinggal di asrama putra, anaknya semua
laki-laki (tidak ada hubungan tinggal di asrama putra
dengan mempunyai anak laki-laki)
Tulisan-tulisan yang jelas dan terarah merupakan perwujudan
dari berpikir logis. Perhatikan kalimat-kalimat berikut. Tiap bagian
kalimat (klausa) dapat dimengerti, namun penyatuannya
menimbulkan hal yang tidak bisa atau sulit diterima akal:
Orang itu mengerjakan sawah-ladangnya dengan sekuat tenaga
Karena mahasiswa-mahasiswa Indonesia harus menggarap suatu
karya ilmiah sebelum dinyatakan lulus dari suatu Perguruan
Tinggi
Dia mengatakan pada saya bahwa ia telah lulus, tetapi anjng itu
tidak mau mengikuti pemerintah pemburu itu.

159
BAB VI
PENGEMBANGAN ALINEA

A. Pengembangan Alinea
Perkembangan dan pengembangan alinea mencakup dua
persoalan utama yaitu pertama, kemampuan memperinci secara
maksimal gagasan utama alinea ke dalam gagasan-gagasan bawahan,
dan kedua, kemampuan mengurutkan gagasan-gagasan bawahan ke
dalam suatu urutan yang teratur.
Gagasan utama alinea hanya akan menjadi jelas bila diadakan
perincian yang cermat. Gagasan utama biasanya didukung oleh
kalimat topik. Gagasan-gagasan bawahan dapat dapat didukung
masing-masing oleh sebuah kalimat atau lebih. Ada juga kemungkinan
bahwa semua gagasan bawahan sudah tercakup dalam: kalimat topik.
Malahan ada dua gagasan yang didukung oleh sebuah kalimat saja.
Untuk mengembangkan sebuah alinea, baik untuk memperinci
gagasan utama, maupun unuk mengurutkan perincian-perincian itu
dengan terratur, dikembangkanlah bermacam-macam metode
pengembangan. Metode pengembangan mana yang dipakai tergantung
dari sifat alinea itu. Dasar pengembangan alinea dapat terjadi karena
adanya hubungan alamiah, hubungan logis serta ilustrasi-ilustrasi.
Hubungan alamiah didasarkan pada keadaan yang nyata di alam
(urutan kejadian, urutan tempat atau sudut pandangan) sedangkan
hubungan logis didasarkan pada tanggapan penulis atas relasi dari
perincian-perincian itu.

160
Dibawah ini akan diuraikan beberapa metode pengembangan itu
sesuai dengan dasar pembentukan alinea tersebut.
1. Klimaks dan Anti-Klimaks
Perkembangan gagasan dalam sebuah alinea dapat disusun
dengan mempergunakan dasar klimaks, yaitu sauatu gagasan utama
mula-mula diperinci dengan sebuah ggagasan bawwahan yang
dianggap paling rendah kedudukannya, berangsur-angsur dengan
gagasan-gagasan lain hingga ke gagasan yang paling tinggi
kedudukannya atau kepentingannya. Dengan kata lain gagasan-
gagasan disusun sekian macam sehingga tiap gagasan yang berikut
lebih tinggi kepentingannya dari gagasan sebelumnya, atau
perhatian penulis terhadap gagasan beikutnya selalu menjadi lebih
besar bila dibandingkan dengan perhatiannya terhadap gagasan-
gagasan sebelumnya.
‖Bentuk traktor mengalami perkembangan dari jaman ke
jaman sejalan dengan kemajuan teknologi yang dicapai umat
manusia. Pada waktu mesin uap sedang jaya-jayanyya, ada
traktor yang dijalankan dengan uap. Modelnya kira-kira
seperti mesin gilingyang digerakkan oleh uap. Pada wwaktu
tank sedang menjadi pusat perhatian orang, trakor pun ikut-
ikutan diberi model seperti tank. “Keturunan” traktor model
tank ini sampai sekarang masih dipergunakan orang, yaitu
traktor yang pakai roda rantai. Traktor semacam ini adalah
hasil perusahaan Caterpillar. Di samping Caterpillar,
Fordpun tidak ketinggalan dalam pembuatan traktor dan alat-
alat pertanian lainnya. Jepang tidak mau kalah saing dalam

161
bidang ini. Produksi Jepang yang khas di Indonesia terkenal
dengan nama padi ttraktor yang bentuknya sudah mengalami
perubahan dari model-model sebelumnya.”
Gagasan utama alinea di atas adalah ―bentuk traktor
mengalami perkembangan dari jaman ke jaman‖ yang terdapat
dalam kalimat topik pada awal alinea. Gagasan utama ini kemudian
diperinci dalam empat gagasan bawahan, yaitu: trraktor yang
dijalankan dengan uap, traktor yang pakai roda rantai, traktor
buatan Ford, dan traktor buatan Jepang atau padi traktor. Gagagsan
bawahan pertama didukung oleh dua kalimat, gagagsan bawahan
kedua didukung oleh tiga kalimat. Sebaliknya gagasan bawahan
ketiga hanya didukung hanya didukung oleh satu kalimat. Sebab itu
terasa bahwa gagasan ini juga kurang jelas. Gagasan bawahan
keempat ditunjang oleh dua kalimat.
Demikian pula cara menganalisis alinea-alinea lainnya dengan
macam-macam metode pengembangan lain. Yang penting adalah
menetapkan gagasan utamanya, baru kemudian dipersoalkan
bagaimana perincciannya. Alinea yang bersifat deduktif atau
induktf lebih mudah dianalisa karena gagasan utamanya didukung
oleh sebuah kalimat topik. Sebaliknya alinea yang gagasam
utamanya didukung oleh sebuah kalimat (deskriptif dan naratif)
agak lebih sukar karena harus dirumuskan secara tersendiri dengan
memperhatikan isi semua kalimatnya.
Variasi dan klimaks adalah antiklimaks, yaitu penulis mulai
dari suatu gagasan atau tema yang dianggap paling tinggi

162
kedudukannya kemudian perlahan-lahan menurun melalui gagasan-
gagasan yang lebih rendah hingga paling rendah.

2. Sudut Pandangan
Yang dimaksud dengan sudut pandangan adalah tempat dari
mana seorang pengarang melihat sesuatu. Sudut pandangan tidak
diartikan sebagai penglihatan atas sesuatu barang dari atas atau dari
bawah, tetapi bagaimana kita melihat barang itu dengan mengambil
sesuatu posisi tertentu. Bagaimana seorang menggambarkan isi
sebuah ruang? Pertama-tama ia harus mengambil sebuah posisi
tertentu, kemudian secara perlahan-lahan dan berurutan
menggambarkan barang demi barang yang terdapat dalam ruangan
itu, dimulai dari yang paling dekat berangsur-angsur ke belakang.
Sebab itu urutan semacam ini disebut juga urutan-ruang.
Perhatikanlah lukisan keadaan di bawah ini:
―Sekarang hanya beberapa langkah lagi jaraknya mereka dari
tebing di atas jalan.Medasing menegakkan dirinya sambil
mengawasi ke muka dan iapun berdiri tiada berggerak sebagai
pohon di antara pohon-pohon yang lain. Oleh isyarat yang lebih
terang dari perkataan itu maju sekalian temannya sejajar dengan
dia.
Di antara daun kayu tampak kepada mereka tebing itu turun
ke bawah; di kakinya tegak pondok, sunyi-mati, tak sedikit juapun
kentara, bahwa dia melindungi manusia yang hidup, pandai
bergerak dan bersuara. Di bawahnya kedengaran sebentar-
sebentar sapi mendengus dan binatang-binatang itupun kelihatan

163
kekabur-kaburan dalam sinar bara yang kusam. Dari celah-celah
dinding pondok keluar cahaya yang kuning merah, tetapi tiada
berapa jauh sinar yang halus itu lenyap dibalut oleh kelam yang
maha kuasa. Di keliling pondok itu tertegak pedai, ketiganya sunyi
dan sepi pula‖. (AP)
Detail-detail dapat diarahkan kepada segi lain, misalnya
pelukisan secara cermat attas seseorang yang berjalan dari suatu
bagian ke bagian yang lain dari suatu obyek yang diselidiki. Atau
untuk melukiskan perbedaan antara dua hal, maka mula-mula hal
yang pertama dilukiskan secermat-cermatnya, kemudian
pembicaraan dialihkan kepada hal yang kedua dengan
menggambarkan segi-segi yang menunjukkan perbedaan dengan
hal yang pertama. Seperti halnya dengan menggambarkan suatu hal
dengan mepergunakan sudut pandang yang biasa, maka dalam
membuat pertentangan ini, penulis tidak boleh memasukkan detail-
detail yang tidak dilihatnya dari tempat itu, walaupun mungkin
pengetahuannya tentang hal itu lebih banyak daripada yang dapat
dilihatnya dari tempat itu.
Di samping menggambarkan hal atau barang secara mendetail
dari suatu segi pandangan tertentu, pengarang dapat mencurahkan
perhatiannya tterhadap suatu suasana tertentu. Suasana merupakan
suatu bagian yang esensil dari sudut pandangan. Suatu suasana
yang tengah berlangsung hanya boleh diganggu apabila ada sebab
yang sungguh-sungguh dapat dipertanggung-jawabkan, dan harus
sudah diadakan persiapan-persiapan ke arah itu.

164
Walaupun agak menyimpang dari bagian ini, namun agar kita
jangan mempunyai gambaran yang terlalu sempit tentang sudut
pandangan atau point of view ini, maka perlu kiranya ditegaskan
bahwa sudut pandangan juga mempunyai beberapa pengertian yang
lain.
Pertama sudut pandangan juga mencakup apakah persoalan
yang sedang dibahas dilihat dari sudut pandangan orang pertama
(saya, kami, kita), atau sudu pandangan kedua (engkau, kamu,
saudara), atau dengan mempergunakan bentuk tak berorang atau
bentuk di-. Sudut pandangan ini sama sekali tidak ada hubungan
dengan dasar pengembangan sebuah alinea, tetapi mencakup
konsistensi sudut pandangan dalam seluruh uraian. Bila sekali
penulis mempergunkan sudutt pandangan pertama, jangan
berpaling mempergunakan orang kedua atau benttuk tak berorang.
Kedua, sudut pandangan juga mencakup pengertian
bagaimanan pandangan atau anggapan penulis terhadap subyek
yang tengah digarapnya itu. Seorang penulis terhadap subyek yang
tengah digarapnya itu. Seorang penulis misalnya membuat suatu
artikel tentang pemuda-pemudi yang sudah ketagihan ganja,
dengan bertolak dari sudut pandangan yang penuh simpati dan
kesedihan, dan mengemukakan bahwa terseretnya mereka dalam
kebiasaan yang terkutuk itu karena kesalahan orang tuanya. Atau
mengenai pokok yang sama ia bertolak dari suatu sudut pandangan
yang penuh permusuhan, kemarahan bahwa perbuatan semacam ini
hanya merusak moral dan berbahaya bagi bangsa dan negara. Jadi
sudut pandangan yang terakhir ini membuat pengarangnya memilih

165
nada tertentu, kata-kata dan frasa tertentu. Sudut pandangan inilah
yang boleh dikatakan membentuk bahan mentah menjadi suatu
karangan, ia membantu merumuskan maksud penulis dan
membatasi pokok yang akan digarapnya.

3. Perbandingan dan Pertentangan


Yang dimaksud dengan perbandingan dan pertentangan adalah
suatu cara dimana penagarang menunjukkan kesamaan atau
perbedaan antara dua orang, obyek atau gagasan dengan bertolak
dari segi-segi tertentu.
Kita dapat membandingkan misalnya dua tokoh pendidikan,
bagaimana politik pendidikan yang dijalankan dengan
memperhatikan pula segi-segi lain untuk menerangkan gagasan
sentral itu. Maksud daripada perbandinan itu adalah untuk sampai
kepada suatu penilaian relatif mengena kedua tokoh tersebut. Segi-
segi perbandingan harus disusun sekian macam sehingga kita dapat
sampai kepada gagasan sentralnya. Misalnya mula-mula kita
mebandingkan rasa humor mereka, cara mereka menghadapi
lawan-lawannya, cara mereka menghargai pendukung-
pendukungnya, serta tingkah laku pribadi mereka; rangkaian
perbandingan-perbandingan itu diarahkan kepada gagasan sentral,
yaitu bagaimana rasa huumor mereka menjadi senjata politis, serta
bagaimana mereka menghadapi lawan-lawan mereka sekian macam
sehingga tidak merugikan sahabat-sahabat dan sekutu-sekutu
mereka.

166
Perhatikanlah kutipan di bawah ini, serta katakan apakah
terdapat perbandingan dan pertentangan dalam kutipan itu atau
tidak:
―Demokrasi sering yang menandai sepak terjang angkatan ‟66
yang juga sangat terkenal dengan istilah Orde Baru pada
hakekatnya adalah bangkitnya kesadaran dan keinsafan akan
pentingnya kritik. Sebab „Demokrasi tanpa kritik merupakan
isapan jempol belaka‟, demikian tulis Prof.Dr.R.C. Kwant.
„Kritik menyodorkan kenyataan secara penuh tanggung-jawab
dengan tujuan agar orang yang bersangkutan mengadakan
pemikiran kembali dan selanjutnya mengadakan perbaikan
diri atau sel koreksi‟.
Mengapa demokratisering dan dinamiserin dengan cita-cita
yang begitu luhur itu dapat kurang lancar jalannya, pada
hemat kami memang bisa dimaklumi dengan mengingat
namanya sendiri yakni Orde Baru. Ini berarti bahwa kritik
masih merupakan halyang baru.hal itu jelas kalau kita
taruhkan pada latar belakang Orde Lama sebagai
kebalikannya. Dalam kehidupan orde lama kata „kritik‟ tidak
termuat dalam kamus sehari-hari. Yang ialah kata-kata
macam menjilat, mendukung tanpa reserve dan sebagai
kelanjutannya adalah merongrong, ganyang dan mendongkel.
Kata-kata tertarik itu diperuntukkan lawan-lawannya yang
tidak sefaham, sebab setiap gejala yang menunjukkan akan
adanya suatu pengertian ke arah perbaikan tetapi yang tidak
begitu mendatangkan kenan lingkungan istana karena

167
dipandang bertentangan dengan apa yang sedang berlaku
maka disebutnya merongrong kewibawaan, melawan
kebijaksanaan yang telah digariskan oleh pemerintah. Kuliah
filsafat yang menjadikan manusia bisa berfikir lurus dan kritis
dan karenanya telah dijadikan studium generalekemudian
harus dicabut dari loembaga ilmiah tertinggi ini dengan
dalil‟karena menghidupkan alam pikiran liberal‟. Karenanya
harus diganyang oleh setiap tindakan yang mau
merealisasikan gagasan „ilmu untuk rakyat‟. Filsafat adalah
ajaran kaum liberal, borjuis, dengan sendirinya rakyat yang
menciptakan masyarakat sosialis emotif filsafat”. ( Basis, Peb.
67).
Alinea pertama hanya berfungsi sebagai dasar untuk
memahami alinea yang kedua. Dasar yang dinyatakan dalam alinea
pertama itu adalah pentingnya kritik. Tetapi supaya persoalan kritik
ini bisa lebih jelas ungsinya maka diuraikan dalam sebuah
perbandingan, yaitu antara orde lama dan orde baru. Dalam orde
lama kritik tidak ada. Karena tidak ada kritik, maka timbullah
akibat selanjutnya; menjilat, mendukung tanpa reserve sedangkan
untuk lawan-lawan politik dilontarkan kata-kata: merongrong,
ganyang dan mendongkel; begitu puliah kuliah filsafat yang
membuat manusia bisa berpikir kritis dilarang. Kalau kita sudah
melihat ciri-ciri orde lama ini, maka orde baru haruslah merupakan
kebalikan dari itu, yakni adanya kritik dengan segala
konsekuensinya.

168
4. Analogi
Bila perbandingan dan pertentangan memberi sejumlah
ketidaksamaan dan perbedaan antara dua hal, maka analogi
merupakan perbandingan yang sistematisdari dua hal yang berbeda,
tetapi dengan memperhatikan kesamaan segi atau fungsi dari kedua
hal tadi, sekedar sebagai ilustrasi. Atau dapat dikatakan secara lebih
sederhana, perbandingan menunjukkan kesamaan antara barang-
barang dalam kelas yang sama, sebaliknya anologi menunjukkan
kesaman-kesamaan antara dua barang atau hal yang berlainan
kelasnya. Bila seorang mengatakan: ―Awan dari ledakan bom atau
itu, membentuk sebuah cendawan raksasa‖, maka perbandingan
antara awan ledakan atom dan cendawan merupakan sebuah anologi,
sebab kedua hal itu sangat berbeda kelasnya, kecuali kesamaan
bentuknya.
Analogi biasanya digunakan untuk membandingkan sesuatu
yang tidak atau kurang dikenal dengan sesuatu yang dikenal baik
oleh umum, untuk menjelaskan hal yang kurang dikenal umum.
Perhatikan contoh berikut:
“Pencabangan suatu bahasa proto menjadi dua bahasa baru
atau lebih, setia tiap-tiap bahasa baru itu dapat bercabang pula dan
seterusnya, dapat disamakan dengan pencabangan sebatang pohon.
Pada suatu waktu batang pohon tadi mengeluarkan cabang-cabang
baru; tiap cabang kemudian bertunas dan bertumbuh menjadi
cabang-cabang baru. Cabang-cabang yang baru ini kemudian
mengeluarkan ranting-ranting yang baru. Demikian seterusnya.
Begitu pula pencabangan pada bahasa.

169
Tetapi harus diingat bahwa antara pencabangan bahasa dan
pencabangan sebatang pohon terdapat suatu perbedaan. Setelah
sebuah bahasa bercabang, maka antara bahasa-bahasa yang baru
itu masih terdapat kontak timbal-balik, masih terjalin pengaruh
mempengaruhi antara kedua bahasa itu. Lain halnya dengan
cabang-cabang pohon, sekali tumbuh menjadi sebuah cabang atau
ranting yang terpisah, ia tidak menghiraukan lagi nasib cabang atau
ranting-ranting lainnya”.
5. Contoh
Sebuah gagasan yang terlalu umum sifatnya, atau generalisasi-
generalisasi memerlukan ilustrasi-ilustrasi yang konkrit sehingga
dapat dipahami oleh pembaca. Untuk ilustrasi terhadap gagasan-
gagasan atau pendapat yang umum itu maka sering dipergunakan
contoh-contoh yang konkrit, yang mengambil tempat dalam sebuah
alinea. Tetapi harus diingat bahwa sebuah contoh sama sekali tidak
berfungsi untuk membuktikan pendapat seseorang, tetapi dipakai
sekedar untuk menjelaskan maksud penulis. Dalam hal ini
pengalaman-pengalaman pribadi merupakan behan yang paling
efektif untuk setiap pengarang.
―Dalam bukunya „The world and the Wwest‟ Arnold Toynbee
mengemukakan pendapatnya, bahwa hasil teknologi Barat tidak
dengan serta merta dapat ditanamkan ke dalam bumi Timur,
berhubung teknik itu merupakan hasil daripada suatu perkembangan
yang telah berlangsung berabad-abad lamanya. Tehnik Barat
modern merupakan suatu bagian integral yang tak dapat dipisahkan
dari alam kebudayaan sekitarnya. Sehingga, barangsiapa ingin

170
mempergunakan hasil tehnik Barat, mau tidak mau harus
menyesuaikan alam kebudayaannya sendiri dengan alam pikiran dan
kebudayaan Barat modern.
Dengan sebuah contoh yang konkrit dan sederhana pendapat
ini dapat kita terangkan sebagai berikut: Sebelas tahun yang lalu
Indonesia mengimporkan gerbong-gerbong kereta api dari Perancis.
Rupanya cukup mentereng, dan sebagian dilengkapi dengan alat-
alat airconditioning. Manakah tak terpelihara, patut dipakai pada
trayek-trayek tingkat 3 saja guna mengangkut anak-anak sekolah
dan kaum petani dari pedusunan ke kota. Siapa yang salah? Para
pemakaikah? para pegawai PNKA-kah? Mempergunakan hasil
tehnik modern menuntut perhatian dan pengawasan yang cukup
cermat, menuntut pula dari fihak para penumpang rasa
tanggungjawab terhadap milik negara dan bangsa, supaya
dipelihara dan dipakai dengan rapi dan bersih. Ternayta publik
umum di Indonesia kadang-kadang belum cukup dewasa dan masak
untuk mempergunakan gerbong-gerbong itu dengan
semestinya”.(Basis, August 1970).

6. Proses
Sebuah dasar lain yang dapat juga dipergunakan untuk menjaga
agar perkembangan sebuah alinea dapat disusun secara teratur adalah
proses. Proses merupakan suatu urutan dari tindakan-tindakan atau
perbuatan-perbuatan untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu
atau urutan dari sesuatu kejadian atau peristiwa.

171
Untuk menyusun sebuah proses, pertama-tama penulis harus
mengetahui perincian-perincian secara menyeluruh. Kedua, ia harus
membagi proses tersebut atas tahap-tahap kejadiannya. Bila tahap-
tahap kejadian ini berlangsung dalam waktu-waktu yang berlainan,
maka penulis harus memisahkan dan mengurutkan secara kronologis.
Ketiga, sesudah mengadakan pembagian sebagai diuraikan tadi, ia
harus menjelaskan tiap tahap dalam detail yang cukup tegas sehingga
pembaca dapat melihat seluruh proses itu dengan jelas.
Laporan tentang jalannya suatu peristiwa sejarah akan berbeda
dengan laporan-laporan tentang proses mekanis, lebih-lebih tahap-
tahap dalam dalam peristiwa itu tidak bisa dibedakan dengan tegas
karena prosesberlangsung serempak. Sering pula terjadi, bahwa di
samping melukiskan proses itu, pengarang menyampaikan juga
komentarnya mengenai sebab-sebab dan akibat-akibat yang
ditimbulkannya. Mereka yang biasa menghadapi seluk-beluk
pesawat, sering menghadapi problem semacam ini, Bayangkan bila
seorang ahli mesin harus memasang sebuah mesin baru.
Ia hanya menghadapi sebuah buku pedoman atau buku petunjuk
tentang pemasangan mesin-mesin, serta di pihak lain. Di sini ia
maenyadari sepenuhnya betapa pentingnya untuk menerangkan cara
pemasangan itu secara sederhana dengan bahasa yang konkrit.
Penulisan proses semacam ini, juga merupakan bagian yang
penting pada perguruan tinggi, yaitu pada waktu menuliskan laporan-
laporan laboratoria. Proses laboratoria itu dapat bersifat mekanis
(memasang sebuah mesin, atau percobaan-percobaan fisika), dapat
bersifat alamiah atau organis (pernapasan, reaksi-reaksi kimia).

172
Dalam tulisan-tulisan yang bersifat historis penulis juga
mempergunakan urutan-urutan berdasarkan proses: misalnya
mengapa dan bagaiman Belanda menduduki Jogyakarta.
Singkatnya proses itu menyangkut jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan: Bagaimana mengerjakan hal itu? Bagaimana
bekerjanya? Bagaimana barang itu disusun? Bagaimana hal itu
terjadi?
“Sebagai contoh kita ambil ‟pertemuan angkasa‟ Gemini-7
tanggal 1 Desember 1965. Gemini-7 sudah berhari-hari berada
dalam peredarannya yang berbentuk lingkaran dengan tinggi
294 km. Sebetul-betulnya telah diperhitungkan kapan bidang
lintasan Gemini-7 akan sama dengan bidang peluncuran
Gemini-6. Ini bisa terjadi tiap hari karena rotasi bumi.
Kemudian ditunggu sampai Gemini-7 berada pada tempat yang
tepat, baru Gemini-6 diluncurkan. Hasil peluncuran Gemini-6:
Lintasannya berapigeum 261 km, dan berpergeium 161 km.
Jadi berada di bawah dan ke belakang Gemini-7. Tetapi
Gemini-6 lebih rendah, jadi lebih cepat jalannya. Demikian
Gemini-7 disusul sedikit demi sedikit. Sekarang soalnya tinggal
meninggikan lintasannya supaya bisa bertemu. Setelah satu kali
putaran, tepat pada perigeumnya Gemini-6 menghidupkan
roketnya untuk menghapuskan pengaruh hambatan udara
sehingga apogeumnya tetap 261 km. Setelah kembali mencapai
apogeumnya Gemini-6 dipercepat sehingga perigeumnya 214
km. Sementara diadakan koreksi mengenai arahnya supaya
bidang yang dilintasi keduanya lebih tepat sama. Waktu sampai

173
perigeumnya yang baru, dipercepat lagi sehingga apogeumnya
makin tinggi lagi: 274 km. Jarak dari Gemini-7 tinggal 309 km.
Akhirnya percepatan yang paling penting dilakukan sehingga
lintasannya menjadi lingkaran. Jarak dengan Gemini-7 hanya
25 km. Beberapa km ini diselesaikan pada fase terakhir selama
30 menit. Dengan cara berkali-kali mengadakan pembentukan
arah, pengukuran jarak dan percepatan. Akhirnya bertemulah
dengan Gemini-7”. (Basis, Nopember 1967)
Bagaimana pendapat saudara mengenai kutipan di atas? Apakah
juga terdapat sebuah deskripsi mengenai proses? Proses macam apa
itu? Dapatkah saudara sependapat bahwa dengan cara itu telah
dicapai sebuah alinea yang bulat?

7. Sebab-Akibat
Perkembangan sebuah alinea dapat pula dinyatakan dengan
mempergunakan sebab-akibat sebagai dasar. Dalam hal ini sebab
bisa bertindak sebagai gagasan utama sedangkan untuk memahami
sepenuhnya akibat itu perlu dikemukakan sejumlah sebab sebagai
perinciannya. Persoalan sebab-akibat sebenarnya sangat dekat
hubungannya dengan proses. Bila proses itu dipecah-pecahkan untuk
untuk mencari hubungan antara baian-bagiannya, maka proses itu
dapat dinamakan prosees kausal, atau sebab-akibat.
Dalam mengemukakan hubungan sebab-akibat tersebut
pengarang harus menggarap persoalannya berdasarkan suatu rangka
tertentu, misalnya berdasarkan kepentingan relatifnya, berdasarkan

174
kesederhanaan atau kekompleksannya, kelangsungan atau ketidak-
langsungan sebab atau akibat itu terhadap pokok utamanya.
Dalam uraian-uraian yang bersifat logis, misalnya tulisan-
tulisan ilmiah, tesis, skripsi dan sebagainya, sebab dan akibat
memegang peranan yang sangat penting. Dalam eksposisi biasa,
sebab dan akibat dikemukakakn berdasarkan observasi dan refleksi
yang ada. Seseorang yang menderita penyakit flu akan dihadapkan
kepada serangkaian sebab yang diduga mungkin telah
mengakibatkan penyakit flu tadi. Ia harus memilih diantara sebab-
sebab yang paling mungkin: karena mengendarai motor malam-
malam, tidak menyelimuti badan dengan baik waktu tidur, terlalu
lama berjemur di panas, teralalu kedinginan, atau atau karena
kejangkitan oleh orang lain yang juga menderita penyakit tersebut.
Beberapa dari sebab-sebab itu mungkin merupakan sebab yang
langsung, bila dibandingkan dengan sebab-sebab lainnya.
Dengan memisahkan mana merupakan sebab langsung dan
mana yang tidak, maka dapatlah diambil tindakan pencegahan pada
waktu-waktu mendatang.
―Melihat sepintas lalu masyarakat kota bandar kita terkesan
oleh kesibukan-kesibukan kerja dan lalu-lintas sehari-hari.
Hubungan dagang dengan relasi-relasi dari luar daerah pulau
atau pun asing yang pemberesannya harus selekas mungkin
diadakan berhubung terikatnya perahu layar pada angin
musim, pemuatan barang-barang ekspor dan pembongkaran
barang-barang impor, semuanya itu tak memungkinkan orang
bekerja pelan-pelan sperti menanti menguningnya padi di

175
musim panen. Kiranya inilah yang mebentuk tipe manusia
pesisiran, yang lain dari tipe manusia pendalaman. Keluasan
muka-laut membentuk jiwa lepas dan bebas. Silih-bergantinya
pergaulan dengan orang-orang dari pelbagai suku dan
kebangsaan, memberi sifat kelonggaran dan suka menerima
unsur-unsur baru. Tetapi sekali kita berjumpa dengan
rombongan bangsawan dengan pengiringnya yang sedang
mengadakan inspeksi di daerah bandar, kita lalu memperoleh
kesan kesimpulan lain yaitu: kebebasan masyarakat pesisir
yang terikat! Kesan demikian reasonable‖, (Basis, Mei 1968)
Contoh di atas lebih jelas membicarakan mengapa jiwa orang
pesisir lebih dinamis dan lebih bebas, bila dibandingkan dengan
orang-orang di pedalaman. Mengapa demikian? Bila kita dapat
mengajukan pertanyaan itu, berarti kita harus mencari sebab-
sebabnya. Akibat yang disimpulkan dalam alinea di atas adalah
"kebebasan masyarakat pesisir yang terikat". Sebaliknya coba
perhatikan kutipan di bawah ini:
"Dalam tekanan mental yang demikian hebat, tiba-tiba terjadi
ledakan fitnah Gerakan Tigapuluh September. Ternyata akibat
peristiwa ini terjadilah kegoncangan hebat dalam sendi-sendi
kehidupan. Suara hati yang selama ini tertindis tipis-tipis,
membersit ke luar dan menjadi banjir besar yang menantang
sendi-sendi hidup lama. Lahirlah angkatan baru yang berjuang
atas dorongan hati nurani. Muncullah sanjak-sanjak yang
membawakan suara orde baru seperti kumpulan-kumpulan

176
sanjak Taufiq Ismail Tirani,IBenteng, kumpulanIsanjak-
sanjakIW. Situmeang Kebangkitan, dan lain-lain". (BKI).
Bila dibandingkan dengan kutipan pertama di atas, kutipan
kedua ini lebih memperinci secara mendetail akibat-akibat.
Sebab dinyatakan secara ringkas atau umum yaitu ledakan fitnah
Gerakan Tigapuluh September, sedangkan perincian-perincian
ditekankan kepada akibat-akibat. Kutipan pertama di atas sebaliknya
lebih memperinci sebab-sebabnya. Namun kedua kutipan
mempunyai dasar yang sama yaitu membicarakan sebab dan akibat.
Sebuah variasi dari sebab-akibat ini adalah pemecahan
masalah. Pemecahan masalah juga bertolak dari hubungan kausal,
tetapi tidak berhenti di situ saja; ia masih berjalan lebih lanjut
menunjukkan jalan-jalan ke luar untuk menjauhkan sebab-sebab
tersebut, atau menjauhkan akibat-akibat yang dihasilkan oleh sebab-
sebab tadi.

8. Umum-khusus
Kedua cara ini, yaitu umum-khusus dan khusus-umum,
merupakan cara yang paling menegembangkan gagasan-gagasan
dalam sebuah alinea secara teraatur. Dalam hal yang pertama
gagasan utama ditempatkan pada awal alinea, serta pengkhususan
atau perincian-perinciannya terdapat pada kalimat-kalimat berikut.
Sebaliknya dalam hal kedua mula-mula perician-perinciannya,
kemudian pada akhir alinea generalisasinya. Jadi, yang variasi dalam
kedua jenis alinea itu adalah semacam penggabungan, yaitu awala
linea terdapat gagasan utamanya (jadi bersifat umum-khusus), tetapi

177
pada akhir alinea gagasan utama tadi diulang sekali lagi (jadi bersifat
khusus-umum).
“Sebuah teori tentang fungsi bahasa yang sangat terkenal,
ialah teori Karl Buhler, seorang ahli jiwa dan seorang ahli
bahasa bangsa Austria. Sejak tahun 1918 diperkenalkan teori
tentang bahasa dan berbagai tulisan. Pada tahun 1934 terbitlah
bukunya “ Spracheteorie” yang membela teori fungsi
bahasanya. Mula-mula teoro Buhler itu tidak mendapat
perhatian dan akhirnya mempengaruhi pengajaran bahasa
disekolah-sekolah. Karl Buhler membantah pendapat Wilhelm
Wundt 1832-1920, bahwa bahasa itu hanyalah ekspresi saja
daripada peristiwa-peristiwa batin dan dapat dinyatakan
dengan berbagai cara. Dengan gerak-gerik, dengan mimik, dan
dengan bunyi. Teori Wundt itu akan jelas kiranya, jika kita
memperhatikan tingkah laku orang lebih-lebih tingkah laku
orang primitive”. (SB)

9. Klasifikasi
Yang dimaksud dengan klasifikasi adalah sebuah proses untuk
mengelompokkan barang-barang yang dianggap yang mempunyai
kesamaan-kesamaan tertentu. Sebab itu klasifikasi bekerja ke dua
arah yang berlawanan, yaitu pertama, mempersatukan satuan-satuan
ke dalam kelompok, kedua, memisahkan kesatuan tadi dari
kelompok lainnya. Dengan demikian klasifikasi mempunyai
persamaan-persamaan tertentu baik dengan pertentangan dan
perbandingan maupum umum-khusus dan khusus-umum.

178
Persamaanya dengan pertentangannya dan perbandingan adalah
bahwa keduanya bertolak dan penetapan ciri-ciri yang sama
penetapan perbedaan-perbedaantertentu. Tetapi dalam klasifikasi
prosenya masih berjalan terus menentukan pengelompokkan. Di
pihak lain klasifikasi mempunyai persamaan dengam umum-khusus
dan khusus-umum, karena proses klasifikasi itu tidak lain daripada
membuat perincian-perincian sesuatu umum, tetapi itu untuk
memperoleh kelas-kelasnya atau kelompok-kelompoknya.
Dalam klasifikasi, tiap kelompok yang memperoleh dalam
langkah sebelumnya mungkin masih diperinci lebih lanjut ke dalam
kelompok-kelompok yang kecil lagi. Walaupun demikian penulis
harus memegang prinsip yang jelas tentang dasar klasifikasinya, baik
untuk tingkat lebih tinggi maupun tingkat-tingkat yang lebih rendah.
“Jika seorang hendak membagi bahasa Melayu ataupun bahasa
Indonesia itu juga, maka pastilah tidak cukup, apabila ia hanya
dibagi atas bahasa Melayu rendah dan bahasa melayu tinggi,
pun tidak cukup disisi-sisikan empat macam bahasa : Bahasa
dalam, bangsa bangsawan, bahasa dagang dan bahasa
kacukanpun perbedaan bahsa melayu yang ditulis atas
percakapan tiada dapat diterima olehn karena banyaknya jenis
bahasa Melayu yang ditulis dan banyak pulau jenis yang
dipercakapkan. Bahasa yang dipercakapkan oleh tukang
penangkap ikan, lain daripada bahasa yang dipercakapkan oleh
orang tani, lain pula daripadaa bahasa yang dipercakapkan
oleh guru sekolah atau kuil dipelabuhan. Bahasa yang di pakai
di Riau lain daripada bahasa yang dipakai si Jakarta lain dari

179
pada yang di Ambon, yang di Banjarmasin lain daripada yang
dipadang. Tetapi sekaliannya itu masuk lingkungan bahasa
Melayu yang satu. Dan bahasa Indonesia sebagai sambungan
bahasa Melayu, pastilah pula mempunyai corak dan warna
yang terdapat pada bahasa Melayu itu dahulu.” ( PBI)
Klasifikasi atas obyek-obyek yang konkrit mungkin tidak
banyak mendatangkan kesulitan, karena prinsip-prinsipn yang
dipergunakan juga bersifat konkrit: besarnya, bahannya, bentuknya,
tujuannya, dan lain sebagainya. Tetapi bila kita melangkah kepada
gagasan-gagasan yang abstrak, maka selalu timbul kesulitan untuk
mempertahankan dasar itu. Klasifikai dibuat oleh manusia, bukan
inheren dalam obyek yang diklasifikasikan itu. Sebab itu klasifikasi
pertama-tama tidak menyangkut soal ―benar‖ dalam arti yang
mutlak, tetapi ―benar‖ dalam arti yang pragmatis, yaitu cocok atau
tidak mutlak maksud-maksud tertentu. Sebab itu penolakkan kita
terhadap sebuah klasifikasi pertama-tama diarahkan kepada dasar
yang dipakai untuk mengadakan klasifikasi itu. Bila dasar yang
dipergunakan itu kita terima, baru langkah selanjutnya adalah apakah
hasil klasifikasi itu benar-benar sesuai dengan dasar itu.
10. Definisi Luas
Yang dimaksud dengan definisi luas dalam pembentukkan
sebuah alinea adalah usaha pengarang untuk memberikan keterangan
atau arti terhadap sebuah istilah atau hal. Di sini kita tidak
menghadaapi hanya sama hadap sebuah istilah dalam bagian tentang
kalimat (Lihat definisi dalam bagian tentang kalimat), tetapi suatu
rangkaian kalimat yang membentuk sebuah alinea. Terkadang-

180
kadang untuk memberi pengertian yang bulat tentang pengertian itu,
satu alineaa belum dianggap cukup, sehingga diperlukan rangkaian
dan pada alinea-alinea, malahan dapat pula dalam bentuk sebuah
buku. Namun prinsip-prinsip definisi tetap sama. Di sini kita lebih
sering menghadapi sebuah definisi luas daripada definisi formal
biasa, atau definisi dengan menerangkan etimologi kata atau istilah
tersebut.
Perhatikanlah bagaimana Moh. Said mencoba memberi batasan
tentang Demokrasi Pancasila. ia memerlukan suatu rangkaian dapat
sampai dengan kepada pengertian demokrasi Pancasila itu.
―Istilah asing demokrasi biasanya diterjemahkan dengan kata
kedaulatan rakyat yang diartikan sebagai pemerintahan oleh rakyat,
dari rakyat dan untuk rakyat.
Demokrasi dalam arti ini hanya menggambarkan suatu segi dari
pada demokrasi, sedangkan demokrasi dalam arti yang sebenarnya
mempunyai makna yang lebih luas.
Demokrasi pada hakekatnya berupa suatu mentalitas untuk
membina suatu kehidupan dalam masyarakat; mentalitas dalam arti
cara berpikir, besikap, dan berbuat.
Mentalitas demokrasi mempunyai ciri pokokyang mencita-citakan
kelarasan antara kebebasan (=liberal) serta kesamaan hak
(=egalite) untuk menentukan nasib pribadi (=the right of
selfdetermination) dan rasa tangung-jawab atas kebaikan nasib
bersama atau nasib kolekti sebagai masyarakat (=raternité =
persaadraan).

181
Ketidaklarasan antara kebebasan serta kesamaan pribadi dan
tanggung-jawab kolektif ini menyebabkan demokrasi di suatu pihak
menjurus ke liberalisme, dan pihak lain menjurus ke kolektifisme
dipaksakan melalui pelbagai bentuk kediktatoran.
Baik liberalisme yang menjadi sumber saling-lomba, saling rebut
dan rampas secara bebas (=free-flight liberalisme) dalam bidang
semat (harta benda, ekonomi), drajat (kedudukan, sosial) dan
kramat (kekuasaan politik), maupun kolektipisme melalui
kediktatoran yang melenyapkan kebebasan, hak dan tanggung-jawab
pribadai demi kepentingan kolektif, bersifat penyelewengan yang
memberi hak asasi kepada tiap manusia untuk membina pribadi
(persona) dan nasibnya menurut aris kodrat pribadinya dan
keyakinannya masing-masing dengan kolektifisme (tanpa
kediktatoran) yang menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan
bersama.
Cita-cita demokrasi yakni keselarasan antara personalisme dan
kolektifisme itu tak lain daripada suatu keadilan sosial yang berupa
sosialisme. Jadi cita-cita demokrasi pada hakekatnya tidak lain
daripada masyarakat sosialis atau masyarakat gotong-royong.
Dengan demikian Pancasila berupa demokrasi yang mencita-
citakan terwujudnya masyarakat Sosialis Pancasila, yakni suatu
masyarakat sosialis yang norma-norma keadilan sosialnya
bersumber pada keselarasan kebebasan atau hak tiap orang dan
bangsa untuk membina pribadi dan nasibnya menurut garis kodrat
pribadinya dan keyakinannya masing-masing (the right of
seldetermination atau azas kemerdekaan) dengan rasa tanggung-

182
jawab tiap warga bangsa atas kebaikan nasib bangsanya (sila
kebangsaan); dengan rasa tanggung-jawab tiap orang sebagai umat
manusia atas kebaikan nasib sesama umat manusia (sila
kemanusiaan); dan dengan rasa tanggung-jawab tiap orang sebagai
titah atau makluk Tuhan yang berbudi, terhadap Tuhannya (=Sila
ke-Tuhanan), demi „memayuhayu salira, memayuhayu bangsa,
memayuhayu manungsa‟ (kebaikan pribadi, bangsa dan umat
manusia) dan demi penunaian tanggung-jawab manusia sebagai
titah atau makluk terhadap Tuhannya‖. (Basis, Juni 1967).
Untuk sampai kepada batasan atau pengertian tentang
demokrasi Pancasila penulis mula-mula memberikan dasar-dasar
pengertian tentang demokrasi pada umunya, baru kemudian
membatasi pengertian demokrasi Pancasila itu. Semua rangkaian
alinea itu menuju kepada kebulatan pengertian tentang demokrasi
Pancasila.
Cara apapun yang dipergunakan untuk memperoleh kebulatan
alinea, prinsip kesatuan ide, perpaduan (koherensi) dan
perkembangan yang baik tidak boleh dilanggar begitu saja.
Pelanggaran atas prinsip-prinsip tersebut mengakibatkan
terganggunya konsentrasi atas ide sentralnya.

11. Perkembangan dan Kepaduan antar Alinea


Semua yang telah diuraikan di atas bertolak dari alinea sebagai
sebuah unit. Kesatuan-kesatuan yang kita sebut alinea ini tidak
berdiri sendiri tetapi merupakan suatu unsur yang kecil dalam sebuah
unit yang lebih besar, entah berupa bab maupun unit yang berupa

183
sebuah karangan yang lengkap. Karena alinea merupakan unit yang
lebih kecil, maka harus dijaga agar hubungan antara alinea yang satu
dengan alinea yang lain, yang bersama-sama membentuk unit yang
lebih besar itu, terjalin dengan baik. Atau dengan kata lain harus
terdapat perkembangan dan perpaduan yang baik antar alinea yang
satu dengan alinea yang lain.
Tiap tulisan yang baik selalu akan bertolak dari sebuah tesis.
Tesis itulah yang dikembangkan dalam alinea-alinea yang
mempunyai pertalian yang jelas, baik pertalian dalam perkembangan
gagasannya maupun perpaduan alinea-alineanya. Karena hubungan
yang jelas itulah, pembaca dapat mengikuti uraian itu dengan jelas
dan mudah. Kesulitan biasanya ditimbulkan oleh alinea-alinea yang
menempatkan gagasan pokoknya pada awal alinea, sedangkan alinea
itu sendiri terlalu panjang. Karena kalimat-kalimat yang memuat
perincian itu terlalu banyak pembaca akan kehilangan hubungan bila
harus mulai dengan alinea yang berikut. Di sinilah letak kemampuan
pengarang, bagaimana ia harus memulai alinea yang baru, tetapi
perpaduan dengan alinea sebelumnya, terutama dengan gagasan
utama dalam alinea sebelumnya itu, harus jelas.
Hubungan kalimat utama dengan tesis, dapat diutamakan
dengan patokan-patokan dari tiap alinea, yang menunjukkan kepada
pembaca apa yang harus dibuat, bagian yang mana dari tesis itu akan
dikembangkan. Patokan itu sekaligus mempunyai tujuan ganda yaitu
menempatkan tiap alinea sebagai suatu kesatuan yang struktural dari
seluruh karangan, dan menjamin transisi antar alinea.

184
Seperti halnya dengan alinea, maka perpaduan antara alinea
dapat juga dijamin dengan cara-cara seperti yang telah digunakan
dalam sebuah alinea yaitu: repetisi kata-kata kunci, terutama repetisi
yang dinamakan anafora. Anafora adalah perulangan kata yang sama
pada kalimat yang berturutan atau dalam hal ini juga pada awal
alinea yang berurutan. Di samping kata-kata kunci bisa dipergunakan
kata ganti. Baik kata-kata kunci maupun kata-kata ganti dipakai
untuk menghubungkan hal-hal yang sudah disebut dalam alinea
sebelumnya.
Kadang-kadang terjadi bahwa sebuah alinea dapat pula
bertindak sebagai sebuah transisi, seperti halnya sebuah kata transisi
dalam sebuah alinea. Alinea-alinea semacam ini biasanya menyusul
sesudah pengarang menyelesaikan satu unit dari karangannya, dan
ingin meneruskan unit lainnya. Alinea-alinea transisi dapat
digunakan untuk beberapa tujuan:
a. Merupakan ringkasan dari apa yang telah diuraikan,
sebelum mulai dengan unit berikutnya.
b. Menyampaikan sebuah ilustrasi atau contoh dari pokok
yang telah diuraikan dalam alinea atau alinea-alinea
sebelumnya.
c. Menjelaskan apa yang akan diuraikan oleh pengarang
dalam bagian atau unit selanjutnya.

185
BAB VII
PERENCANAAN KARANGAN

A. Pendahuluan
Penulisan karangan formal, seperti makalah penelitian, tesis, atau
karangan ilmiah lainnya, menuntut beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi. Persyaratan ini menyangkut isi, bahasa, dan teknik penyajian.
Karena itu, karangan formal, terutama yang cukup panjang, perlu
direncanakan dengan baik terlebih dahulu.
Tentu saja kita tidak perlu bersusah payah membuat perencanaan
atau kerangka karangan, jika hanya akan menulis surat pribadi kepada
teman atau menulis karangan pendek yang bahannya sudah siapa
dikepala. Dalam hal seperti ini, kegiatan menulis merupakan kegiatan
tunggal, dan kerangka karangan cukup dalam pikiran saja. Tetapi, jika
kita akan menyusun tesis atau makalah ilmiah sebaiknya kita
rencanakan lebih dahulu.
Secara teoretis, proses penulisan meliputi 3 tahap utama, yaitu
tahap pra penulisan, tahap penulisan, dan tahap revisi. Ini tidak berarti
bahwa kegiatan- kegiatan kita lakukan secara terpisah-pisah. Pada tahap
prapenulisan kita membuat persiapan- persiapan yang akan
dipergunakan pada tahap penulisan. Dengan kata lain, kita
merencanakan karangan.
Berikut ini akan kita bahas cara merencanakan karangan langkah demi
langkah.

186
B. Langkah-langkah Perencanaan Karangan
1. Pemilihan topik
Kegiatan yang mula-mula dilakukan jika kita akan
menulis suatu karangan ialah menentukan topik. Hal ini berarti
bahwa harus ditentukan apa yang harus dibahas dalam tullisan.
Kadang-kadang topik karangan ditentukan oleh dosen atau
panitia yang meminta kita menulis, misalnya panitia seminar.
Dalam hal seperti ini kita tidak perlu bersusah payah
memikirkan topik yang akan digarap. Akan tetapi, dalam
memilih topik perlu dipertimbangkan beberapa hal, yaitu:
a. Topik itu ada manfaat nya dan layak dibahas. Ada
manfaatnya, mengandung pengertian bahwah bahasan
tentang topik itu akan memberikan sumbangan kepada
ilmu atau prosesi yang ditekuni, atau sekurang-kurang nya
berguna bagi pengembangan ilmu yang dimiliki, layak
dibahas berarti topik itu memang memerlukan
pembahasan dan sesuai dengan bidang yang ditekuni topik
mengenai jumlah provinsi di Indonesia merupakan
contoh topik yang tidak layak dan tidak memerlukan
pembahasan apa-apa demikian juga topik seperti ―hari
lahir para pengarang Indonesia‖ ―perayaan hari pahlawan
di desa saya‖, atau ―kerja bakti untuk membersihkan
lingkungan‖, bukankah topik-topik yang layak dibahas
oleh mahasiswa. Bandingkan topik-topik diatas dengan
topik-topik berikut; ―perkembangan perbendaharaan kata
anak-anak di bawah umur lima tahun‖ ―usaha untuk

187
menolong anak-anak yang mengalami kesulitan
membaca‖, ―pelestarian sumber daya perairan‖, dan
sebagainya.
Topik-topik yang terakhir merupkan topik yang cukup
sulit untuk dibahas. Tentu saja hal ini idak berarti bahwa
topik yang layak adalah topik yang sulit. Banyak opik
sederhana mengenai hal-hal di lingkungan kita yang
layakdan ada gunanya untuk dibahas. Misalnya topik-
topik sehubungan dengan ―kebiasaan membaca‖,
―pemakaian puuk buatan‖, merupakan topik yang tidak
terlalu sulit tetapi layak dibahas.
b. Topik itu cukup menarik terutama bagi penulis .Hal ini
perlu diperhatikan. Topik bagi penulis akan meningkatkan
kegairahan dalam mengembangkan, dan bagi pembaca
akan mengundang minat untuk membacanya.
c. Topik itu dikenal baik. Pada bagian pendahuluan telah
dikemukakan bahwa agar dapat menulis dengan baik
tentang suatu topik, kita harus mempunyai pengetahuan
yang menandai tentang topik itu. Apabila kita ingin
menulis tentang kenakalan remaja maka pengetahuan
tentang kenakalan remaja harus kita kuasai. Kita harus
dapat menjelaskan apa yang dimaksudkan dengan
kenakalan remaja, contoh-contoh kenakalan remaja, teori-
teori yang berhubungan, penyebab-penyebabnya, cara
mengatasinya, dan sebagainya, sesuai dengan ruang
lingkup pembahasan. Pengetahuan tentang hal diatas harus

188
dicari dan dikumpulkan. Pengetahuan yang berupa fakta
dan dapat diperoleh dari pengamatan dilapangan atau
sumber informasi lain, sedangkan yang berupa teori dapat
diperoleh dari buku-buku.
d. Bahan yang diperlukan dapat diperoleh dan cukup
memadai. Hal ini erat hubungan nya dengan butir 3).
Bagaimana mungkin kita menulis karangan tentang suatu
topik yang bahannya tidak ada atau sangat sulit diperoleh?
Apalagi yang akan ditulis adalah karangan ilmiah.
Mungkinkah ditulis dengan karangan ilmiah tentang
perubahan cuaca di planet Yupiter atau tentang peristiwa
yang terjadi tadi malam disalah satu negara di Afrika
Selatan?
Topik ini tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit. Topik
yang terlalu luas seperti bank, pendidikan di Indonesia, lalu lintas,
dan seni rupa, tidak memberi kesempata kepada kita untuk
membahasnya secara mendalam. Topik yang seperti ini hanya
dapat dibahas secara garis besar atau sepintas lalu. Apalagi jika
panjang karangan dibatasi. Sebaiknya, didalam karangan ilmiah,
bila topik terlalu sempit, maka sifatnya akan terlalu khusus tidak
dapat digeneralisasikan, sehingga tidak banyak gunanya bagi
perkembangan bidang ilmu. Kecuali, jika yang ditulis itu berupa
studi kasus. Contoh topik yang terlalu sempit misalnya, ―Kesulitan
membaca yang dialami Tuna siswa Kelas 11 SD Cibadak‖.
Persyaratan terakhir ini akan diuraikan lebih lanjut pada langkah
berikut.

189
2. Pembatasan Topik
Setelah kita berhasil memilih topik yang memenuhi
persyaratan 1, 2, 3, dan 4, maka langkah kedua yang harus
dilakukan ialah membatasi topik tersebut.Dalam hal ini tentu saja
dapat dipikirkan secara langsung suatu topik yang cukup terbatas
untuk dibahas misalnya, ―Cara belajar mahasiswa Universitas
Terbuka‖, ―Penghijauan untuk mengurangi polusi di kota-kota
besar‖, ―Pemakaian bahasa Indonesia dalam cerita pendek
penulis remaja‖, dan sebagainya. Sebenarnya, proses pembatasan
topik itu dapat dipermudah dengan cara membuat diagram jam
atau diagram pohon.
Untuk membuat diagram jam, topik diletakakan dalam
sebuah lingkaran dari topik itu diturunkan berapa topik yang lebih
Sempit. Gambar 1 akan menjelaskan keterangan di atas.

190
membicarakan layar dalam arti yang sebenarnya.
Demikian juga novel Kabut Sutra Ungu, sama sekali tidak
membahas kabut ataupun sutera dalam arti yang sebenarnya.
Dalam karangan formal atau karangan ilmiah judul krangan
harus tepat menunjukkan topiknya. Penentuan judul tersebut harus
dipikirkan secara bersungguh sungguh dengan mengingat beberapa
persyaratan, antara lain:

1. Harus sesuai dengan topik atau isi karangan beserta


jangkauannya
2. Judul sebaiknya dinyatakan dalam bentuk frase.
Judul sebaiknya dinyatakan dalam bentuk frase benda dan
bukan dalam bentuk kalimat. Judul ―Pembudidayaan Kerang
Mutiara di Maluku Selatan‖ berbentuk frase. Judul itu akan
menjadi kalimat bila kita ubah menjadi, ―Kerang Mutiara di
Maluku Selatan Perlu Dibudidayakan‖.
3. Selanjutnya, judul karangan diusahakan sesingkat mungkin.
Misalnya ―Cara Untuk Membudidayakan Kekayaan Lautan
yang Berupa Kerang Mutiara di Maluku Selatan‖ dapat
disingkat dalm bentuk frase seperti pada butir 2).
4. Judul baru dinyatakan secara jelas; artinya judul itu tidak
dinyatakan dalam kata kiasan atau tidak mengandung kata
yang mengandung arti ganda. Misalnya judul ―Menjalani
Neraka Dunia‖, tidak dapat digunakan dalam karangan ilmiah
yang memaparkan hasil pengamatan terhadap keadaan
ekonomi negara-negara yang sedang berperang.

191
Dalam karangan fiksi biasanya judul karangan dapat
ditentukan kemudian. Adakalanya judul itu diubah dengan maksud
untuk lebih menarik perhatian pembaca. Untuk karangan ilmiah
seperti sikripsi, tesis atau karya ilmiah lainya di perguruan tinggi
biasanya lebih dulu dibacakan dengan pembingbing.
Berikut ini tercantum beberapa contoh topik yang cukup
terbatas.
1. Tanah kritis di Indonesia: cara mengatasinya
2. Pengaruh pembukaan jalan raya terhadap cara hidup rakyat
di desa Meja
3. Kemungkinan mekanisme pertanian di Sumatera Barat
4. Kemungkinan pengurangan arus urbanisasi ke Jakarta
5. Pemakaian bahasa Inggris didalam surat kabar di Indonesia

3. Tujuan Penulisan
Setiap penulis harus mengungkapkan dengan jelas tujuan
penulis yang akan di garanya. Perumusan tujuan penulisan
sangat penting dan harus ditentukan lebih dahulu karena hal ini
akan merupakan titik tolak dalam seluruh kegiatan menulis
tersebut. Rumusan tujuan penulis adalah suatu gambaran penulis
dalam kegiatan menulis kegiatan selanjutnya. Dengan
menentukan tujuan penulisa, akan diketahui apa yang harus
dilakukan pada tahap penulisan. Kita akan tau bahan-bahan
yang diperlukan, macam organisasi karangan yang akan
diterapkan atau mungkin juga sudut pandangan yang akan
dipilih. Tujuan merupakan penentu yang pokok dan akan

192
mengarahkan serta membatasi karangn. Kesadaran mengenai
tujuan selama proses penulisan akan menjaga keutuhan tulisan.
Tujuan penulisan dapat dinyatakan dengan dua cara. Jika
sebuah tulisan akan mengembangkan gagasan yang
merupakantema seluruh tulisan, tujuan dapat dinyatakan dalam
bentuk tesis. Tetapi, untuk suatu tulisan yang tidak
mengembangkan gagasan seperti itu, tujuan penulisan dapat
dituliskan dalam bentuk pernyataan maksud.
a. Tesis
Seorang penulis sebelum memulai tulisannya terlebih
dahulu menutarakan gagasan atau (ide) pokok
tulisannya.Gagasan pokok harus dengan jelas dinyatakan
dalam kalimat yang lengkap.Kalimat yang dimuat gagasan
pokok atau pokok pikiran tulisan disebut tesis.Jadi, sebuah
tesis adalah sebuah kalimat yang merupakan kunci untuk
seluruh tulisan, seperti halnya kalimat utama di dalam
sebuah parangraf pertama dalam karangan. Perhatikan
contoh berikut:
Tesis: Kemampuan berbahasa Indonesia mahasiswa
dalam hal menulis pada umumnya masih jauh dari
memuaskan; oleh sebab itu, perlu dicari penyebabnya
sehingga pengajaran bahasa Indonesia dapat diperbaiki.
Tesis di atas memberitakan kepada pembaca bahwa
uraian selanjutnya akan mengarah kepada ketidak mampuan
mahasiswa berbahasa Indonesia dalam hal menulis dan
mencari penyebab-penyebabnya agar pengajaran bahasa

193
Indonesia dapat di perbaiki. Jadi dari kalimat tesis di atas
pembaca akan dapat memperkirakan bahwa uraian
selanjutnya akan mencakup:
1. Uraian tentang ketidakmampuan mahasiswa dalam
hal menulis.
2. Analisis penyebabnya.
3. Saran perbaikan.
Selanjutnya suatu tesis juga turut menentukan urutan
pembahasan dan bahan atau informasi yang diperlukan. Hal
ini tidak berarti bahwa fakta-fakta dan informasi-informasi
baru dipelajari sesudah tesis ditetapkan. Sebaliknya,
pengamatan serta pengetahuan tentang fakta tertentu akan
mengarahkan kita dalam memikirkan tesis. Selanjutnya,
berdasarkan tesis itu ditentukan fakta dan informasi mana
yang diperlukan.
Agar efektif, suatu tesis hendaknya terbatas, utuh, dan
tepat. Tesis yang terbatas akan mengarahkan pendekatan
mana yang akan diambil dalam pembahasan selanjutnya.
Dengan demikian tesis itu akan membatasi sampai dimana
pembahasan yang akan dilakukan. Tesis ―Banyak kekayaan
tersimpan di Lautan Indonesia‖ merupakan contoh tesis yang
umum, yang tidak cukup terbatas. Tesis ini masih dapat
dipecahkan kedalam beberapa tujuan.
Contoh:
Tesis (umum) : Banyak kekayaan tersimpan di Lautan
Indonesia.

194
Terbatas:
1) Di perairan Indonesia sebelah timur banyak hidup tiram
mutiara yangdapat dibudidayakan.
2) Lautan Indonesia merupakan sumber energi potensial di masa
datang.
3) Jika dibandingkan dengan kekayaan di daratan, kekayaan di
Lautan Indonesia belum banyak dimanfaatkan oleh rakyat
Indonesia.
4) dan seterusnya.
Tesis yang terbatas tidak memberikan petunjuk bagaimana
cara menangani topik. Peryataan itu hanya memungkinkan kita
menulis tentang sesuatu tanpa memberikan petunjuk tentang apa
yang akan dibahas dan bagaimana membahasnya.
(1) Menemukan Tesis Karangan
Bagaimana menemukan tesis karangan untuk tulisan kita?
Dalam uraian berikut kita membahas hal itu. Mula-mula kita
menetukan topik karangan, kemudian membatasinya. Kedua
langkah itu telah dibicarakan pada bagian terdahulu. Kalau kita
telah menemukan topik yang terbatas, kita pikirkan dan catat
beberapa gagasan sehubungan dengan topik tadi. Mana diantara
gagasan-gagasan itu yang paling menarik perhatian? Kita tulis
satu di antaranya. Kemudian kita kemukakan lagi satu
pertanyaan yang berhubungan dengan gagasan itu. Pertanyaan
itu akan menuntun kita kepada langkah ketiga, yaitu langkah
yang terakhir dalam mencari tesis untuk karangan. Kemudian
kita kemukakan beberapa kalimat sebagai jawaban untuk

195
pertanyaan itu. Dari kalimat-kalimat itu kita pilih satu yang
menarik minat kita. Kalimat itulah yang akan menjadi tesis
karangan kita.
Contoh:
1) Topik: Kekayaan Alam Di lautan Indonesia.
2) Topik terbatas: Penangkapan Ikan Di lautan Indonesia.
a) Beberapa gagasan/pernyataan sehubungan dengan topik
terbatas:
b) Sebagian besar penangkapan dilakukan dengan alat
tradisional.
c) Dibandingkan dengan luas lautan, sangat sedikit
penduduk Indonesia Yang hidup dari penangkapan
ikan.
d) Penangkapan ikan kerap kali dilakukan tanpa mengingat
kelestariannya.
e) Hasil penangkapan kerap kali terpaksa terbuang karena
busuk.
Misalkan kita tertarik akan gagasan terakhir. Kita
mengemukakan pertanyaan: Mengapa ikan itu menjadi
busuk?
3) Beberapa gagasan sehubungan dengan pertanyaan di atas:
a) Pengolahan hasil penangkapan ikan kebanyakan
dilakukan secara tradisional.
b) Perahu nelayan kita tidak dilengkapi dengan sarana
pengawet dan pengolah ikan.

196
c) Bangsa Indonesia sangat memerlukan tenaga ahli di bidang
pengolahan hasil laut.
d) Dan seterusnya.
4) Langkah terakhir: dari pernyataan-pernyataan itu kita memilih
satu yang menarik perhatian dan menurut pendapat kita paling
memenuhi persyaratan sebagai tesis karangan kita.

(2) Menyusun Tesis


Setiap tesis mengandung gagasan pokok yang akan
dikembangkan. Kata yang mengandung gagasan itu merupakan
kata kunci. Sesuai dengan banyaknya gagasan yang akan
dikembangkan, suatu tesis mungkin mengandung satu atau
beberapa kata kunci.
Contoh:
(a) Lari pagi adalah olah raga yang murah. \
(b) Indonesia memerlukan tenaga ahli pengolahan hasil
laut.
(c) Mengarang itu gampang.
(d) Kebakaran hutan merusak keseimbangan alam dan
memperkecil populasi satwa liar.
(e) Lari pagi adalah olah raga yang murah, mudah, dan
menyenangkan.
Kata-kata atau kelompok kata yang dicetak miring di atas
merupakan kata-kata kunci yang mengandung gagasan yang
akan dikembangkan. Poin a, b, dan c masing-masing

197
mengandung satu gagasan, sedangkan nomor d dan e
mengandung beberapa gagasan.
Yang menjadi pertanyaan sekarang, bagaimana menyusun
tesis yang memenuhi persyaratan? Dalam hal ini ada beberapa
keharusan dan larangan yang harus diperhatikan.
a) Tesis yang baik harus bisa meramalkan, mengendalikan,
dan mengarahkan penulis dalam mengembangkan
karangan.
Agar dapat meramalkan, sesuatu tesis harus dinyatakan
dalam bentuk pernyataan (proposisi) yang mungkin dibahas dan
memerlukan pembahasan. Perhatikan pernyataan-pernyataan
berikut:
(1) Orang kaya mempunyai harta yang banyak.
(2) Ikan hidup di air.
(3) Indonesia meliputi 28 provinsi.
Gagasan-gagasan di dalam pernyataan di atas tidak
memerlukan pembahasan lebih lanjut sebab sudah sangat jelas.
Bandingkan dengan:
(1) Kekayaan bukan ukuran kebahagiaan.
(2) Peternakan terpadu merupakan alternatif lain bagi petani.
Suatu tesis yang direncanakan dengan baik akan
memungkinkan pembaca meramalkan kemana arah
pembicaraan selanjutnya. Dari tesis juga dapat diperkirakan
bahan penulisan yang diperlukan.

198
Contoh:
Letak Indonesia pada posisi silang mengundang berbagai
masalah.
Dari tesis di atas pembaca dapat meramalkan bahwa
tulisan selanjutnya akan membahas berbagai masalah yang
dihadapi bangsa Indonesia sebagai akibat letak negara pada
posisi silang.
Bagi penulis tesis berfungsi mengendalikan arah
pengembangan karangan. Tesis itu akan membimbing kita
dalam menentukan subtopik-subtopik yang akan dibahas. Tesis
―Lari pagi adalah olah raga yang murah dan mudah‖
memerlukan pembahasan/argumentasi bahwa:
(1) Lari pagi tidak memerlukan biaya banyak, dan
(2) Lari pagi tidak sulit dilakukan.

Dari tesis itu kita tahu bahwa ada dua gagasan yang akan
di bahas. Tesis seperti di atas lebih mengendalikan penulis
dalam mengembangkan karangan. Selanjutnya, perhatikan
contoh-contoh berikut.
Mengendalikan : Lautan Indonesia merupakan sumber
energi potensial di masa depan.
Tidak mengendalikan : Banyak kekayaan tersimpan di lautan
Indonesia.
Mengendalikan : Pertambahan penduduk yang tidak disertai
dengan perluasan lapangan kerja akan memperbesar jumlah
pengangguran dan kejahatan.

199
Tidak mengendalikan : Kita menghadapi masalah
kependudukan.
Kalau tesis kita ―Kelapa adalah tanaman serba guna‖,
maka karangan kita akan membahas manfaat bagian-bagian
pohon kelapa. Kita tidak akan membicarakan cara mengelola
perkebunan kelapa supaya lebih mendatangkan keuntungan.
Ini berarti tesis yang baik juga membatasi pembahasan.
b) Tesis yang baik juga harus memenuhi persyaratan berikut.
(1) Tesis harus dinyatakan dalam kalimat lengkap; tidak
boleh dinyatakan dalam bentuk frase.
Benar : Fungsi teori ialah menjelaskan, meramalkan, dan
mengendalikan.
Salah : Teori sebagai penjelas, peramal, dan pengendali.
(2) Tesis harus dinyatakan dalam bentuk kalimat
(3) pernyataan tidak boleh dalam bentuk kalimat
pertanyaan.
Benar : Jika dibandingkan dengan luas perairan
Indonesia, masih sangat sedikit orang Indonesia
yang mencari nafkah di laut.
Salah : Berapa jumlah nelayan Indonesia?
(4) Bagian-bagian tesis harus saling berhubungan: tesis
tidak boleh mengandung unsur-unsur yang tidak
berkaitan.
Benar : Salah satu fungsi teori ialah mengendalikan,
yaitu mencegah atau mengusahakan terjadinya
sesuatu.

200
Salah : Salah satu fungsi teori ialah mengendalikan;
beberapa teori berasal dari zaman dahulu.
(4) Tesis harus terbatas, tidak boleh terlalu luas.
Benar : Di dasar lautan Indonesia banyak terdapat
barang tambang yang belum dimanfaatkan.
Salah : Indonesia negara yang kaya.
(5) Tesis tidak boleh mengandung ungkapan seperti
―menurut pendapat saya‖, ―saya duga‖, dan ―saya
kira‖. Ungkapan semacam itu akan melemahkan
argumentasi.
Benar : Bahasa adalah alat sosialisasi yang mengubah
manusia biologis menjadi manusia sosial
Salah : Menurut pendapat saya bahasa adalah alat
sosialisasi yang mengubah manusia biologis
menjadi manusia biologis.
(6) Tesis tidak boleh dinyatakan dengan bahasa yang tidak
jelas
Benar : Anak yang terlalu pintar, kerap kali tidak
memperhatikan pelajaran karena apa yang
dijelaskan guru sudah dikuasainya.
Salah : Anak yang sangat pandai kerap kali
menimbulkan kesulitan.

201
(7) Tesis tidak boleh dinyatakan dengan kata kiasan.
Benar : Kebakaran hutan memperkecil populasi satwa
liar.
Salah : Jago merah yang mengamuk di hutan melahap
satwa liar.

b. Pernyataan Maksud
Pada bagian pertama pada bab ini sudah dikatakan bahwa
tujuan penulisan selain dapat dinyatakan dengan tesis dapat juga
dinyatakan dengan pernyataan maksud. Untuk suatu tulisan yang
tidak mengembangkan gagasan yang merupakan tema seluruh
tulisan tujuan dapat dinyatakan dalam bentuk pernyataan maksud.
Di atas sudah dijelaskan bahwa tesis hanya terdapat di dalam
tulisan yang mengembangkan gagasan secara dominan. Jika kita
ingin memaparkan kekalutan yang dialami penduduk ketika
terjadi kebakaran, maka kita tidak akan mengembangkan suatu
gagasan secara dominan. Dalam hal yang seperti ini tujuan
penulisan dapat dinyatakan dalam bentuk pernyataan bentuk.
Contoh:
1) Dalam makalah ini akan dibahas perbedaan sistem
perekonomian pada pemerintah orde lama dengan sistem
perekonomian pada pemerintahan orde baru.
2) Penulis ingin mengemukakan peristiwa-peristiwa sejarah
yang membuktikan bahwa Pancasila dapat menyelamatkan
bangsa dari ancaman-ancaman pengkhianatan.

202
3) Apa yang menyebabkan keterlibatan remaja dengan
narkotika? Penulis akan mengemukakan beberapa hal yang
erat hubungannya dengan pendidikan keluarga serta
perhatian orang tua.
4) Dalam tulisan ini akan diuraikan beberapa proses belajar
mengajar yang dapat merangsang daya kreatif siswa.

Pernyataan maksud di atas tidak hanya mengungkapkan tujuan


penulisan, melainkan juga menunjukkan arah pengembangan
tulisan selanjutnya. Pernyataan-pernyataan maksud itu sekaligus
mencakup struktur tulisan serta pemilihan bahan yang diperlukan.

4. Bahan Penulisan
Pada memilih dan membatasi topik kita hendaknya sudah
memperkirakan kemungkinan mendapatkan bahan. Dengan
membatasi topik, maka kita pun sebetulnya telah memusatkan
perhatian pada topik yang terbatas itu, serta mengumpulkan bahan
yang khusus pula. Dengan bahan-bahan yang khusus ini kita akan
berusaha membahas topik tersebut secara terinci dan mendalam.
Bahan penulisan ini dapat dikumpulkan pada tahap
prapenulisan seperti yang sudah dijelaskan dalam bab sebelumnya
dan dapat pula pada waktu penulisan berlangsung. Untuk masalah
kecil yang tujuannya sudah jelas dalam pikiran kita penetapan dan
pengumpulan bahan dapat dilakukan pada waktu penulisan. Tetapi,
untuk sebuah karangan yang besarseperti skripsi, tesis atau, disertasi,
bahan-bahan seharusnya dikumpulkan dulu sebelum proses penulisan
dimulai.
203
1. Sumber Bahan Penulisan
Jika tujuan penulisan sudah dirumuskan dengan tepat, maka
kita pun sudah dapat menentukan bahan atau materi penulisan,
serta macam dan luasnya. Yang dimaksud dengan bahan
penulisan ialah semua informasi atau data yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan penulisan. Data tersebut mungkin
merupakan teori, contoh-contoh, rincian atau detail,
perbandingan, sejarah kasus, fakta, hubungan sebab akibat,
pengujian dan pembuktian, angka-angka, kutipan, gagasan,
dan sebagainya, yang dapat membantu penulis dalam
mengembangkan topik yang dipilih. Bahan itu dapat kita
peroleh dari berbagai sumber.
2. Perpustakaan sebagai Sumber Bahan Penulisan
Perpustakaan menyimpan berbagai pengetahuan hasil
pemikiran manusia dari abad ke abad. Manusia telah meneliti
dan mengumpulkan berbagai macam pengetahuan yang telah
diturunkan dari generasi ke generasi. Melalui studi
kepustakaan kita memperoleh kesimpulan-kesimpulan atau
pendapat-pendapat. Kesimpulan-kesimpulan yang kita peroleh
kita beri penilaian kembali sehingga kita dapat merumuskan
suatu pendapat yang baru.
Studi kepustakaan menuntut kita membaca secara kritis semua
beban yang kita perlukan. Kecekatan menyeleksi bermacam-macam
sumber yang mengandung sudut pandangan yang berbeda-beda dan
bertentangan satu sama lain perlu kita miliki. Kita dituntut dapat
memilih, menimbang, menolak dan menyusun kembali bahan-bahan

204
yang ada ke dalam suatu tulisan yang dapat meyakinkan pembaca.
Pembaca yang kritis akan dapat menyeleksi tulisan yang baik, yang
dapat dipercaya dan yang tidak.
Dalam pemakaian perpustakaan dapat dibedakan tiga jenis
bahan bacaan. Pertama, bahan bacaan yang memberikan gambaran
umum tentang topik yang kita pilih. Untuk ini biasanya tidak
diperlukan catatan-catatan mendetail. Kedua, bahan bacaan yang
harus dibaca secara kritis dan mendalam, karena bahan penulisan
terdapat dalam bacaan ini. Dari bahan seperti inilah penulis membuat
catatan-catatan yang biasanya berbentuk kutipan-kutipan. Ketiga,
bahan bacaan tambahan sebagai pelengkap bahan-bahan yang sudah
ada.
Perpustakaan sebagai sumber bahan penulisan menampilkan
wujud berbeda-beda sesuai dengan daerah atau tempat terdapatnya
perpustakaan tersebut. Menurut tujuannya, IFLA (International
Federation Library Association) mengelompokkan perpustakaan
sebagai berikut:
1) Perpustakaan Sekolah
2) Perpustakaan Perguruan Tinggi
3) Perpustakaan Umum
4) Perpustakaan Khusus
5) Perpustakaan Nasional
Perpustakaan sekolah berisi bahan-bahan untuk menunjang
pelaksanaan kurikulum dan memperluas cakrawala pengetahuan siswa.
Perpustakaan umum berisi bahan-bahan yang dapat dimanfaatkan oleh
segala lapisan masyarakat dari segala tingkatan umur dan pendidikan,

205
misalnya perpustakaan di rukun warga, kelurahan, dan seterusnya.
Perpustakaan khusus, contohnya perpustakaan di Bogor yang digunakan
oleh peneliti biologi. Perpustakaan nasional berisi terbitan nasional yang
dapat dipergunakan bangsa Indonesia untuk memperluas
pengetahuannya. Perpustakaan Nasional Indonesia baru diresmikan
pada bulan Mei 1980 dan merupakan gabungan Perpustakaan Museum
Jakarta, Perpustakaan Sejarah Politik, serta Bibliografi Pusat Pembinaan
Perpustakaan. Namun, setiap jenis perpustakaan pada dasarnya
mempunyai tujuan yang sama yaitu mencerdaskan bangsa sesuai dengan
tingkatnya masing-masing.
Perpustakaan perguruan tinggi bertujuan menunjang kurikulum
perguruan tinggi. Dalam hal ini perpustakaan berfungsi sebagai sarana
pendidikan dan pengajaran, pusat kegiatan ilmiah dan budaya, dan pusat
sarana penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Oleh karena itu,
sebuah perpustakaan hendaknya juga menyimpan karya-karya yang
memadai yang dapat memenuhi keperluan di atas.
Untuk memperoleh bahan yang diperlukan, seorang penulis tidak
perlu membaca semua buku, majalah, atau surat kabar yang tersedia
pada sebuah perpustakaan. Setiap perpustakaan memiliki koleksi yang
khas, namun sarana yang dipakai oleh setiap perpustakaan biasanya
bersifat standar. Sarana yang dipakai pada semua perpustakaan untuk
membantu setiap orang guna melengkapi bahan yang diperlukan adalah
katalog, buku-buku referensi standar, indeks, dan lain-lain.

206
3. Kartu - Kartu Katalog
Pada setiap perpustakaan disediakan kartu-kartu katalog yang
merupakan petunjuk untuk mengetahui koleksi bahan pustaka yang
terdapat dalam perpustakaan itu. Dengan bantuan katalog pemakai
perpustakaan dapat mencari buku yang diinginkan. Kartu katalog ini
biasanya berukuran 7,5 x 12,5 cm, disusun berdasarkan urutan nama-
nama pengarang menurut abjad. Kemudian dicantumkan juga judul
buku dan pokok uraian. Mungkin terdapat variasi penyimanan, namun
prinsip kartu pengarang merupakan dasar pada umumnya.
Setiap perpustakaan memiliki sistem penyusunan kartu katalog
tersendiri. Setiap buku harus memiliki tiga kartu katalog yaitu kartu
katalog pengarang, kartu katalog judul dan kartu katalog subjek.
Semuanya disusun menurut abjad. Bila yang kita ingat secara pasti
nama pengarang, maka nama pengarang itulah yang dicari dalam urutan
kartu katalog pengarang. Kalau judul buku yang diingat, maka yang kita
cari kartu katalog judul. Kartu katalog subjek sebenarnya sama dengan
kartu katalog pengarang dan kartu ini dikumpulkan bersama-sama
dalam suatu judul utama yang menyangkut subjek yang bersangkutan.

Di dalam kartu katalog tertera deskripsi bibliografi bahan pustaka


seperti berikut :
1) Nama pengarang (nama keluarga mendahului nama kecil),
atau yang dianggap sebagai pengarang apabila nama
pengarang tidak diketahui. Nama pengarang seluruhnya
menggunakan huruf kapital.
2) Judul buku (huruf pertama ditulis dengan huruf capital)
termasuk anak judul, bila ada.

207
3) Edisi
4) Data penerbitan yang terdiri dari : tempat terbit, penerbit, dan
tahun terbit. Data di atas perlu dicatat dengan teliti karena
dalam sebuah karya tulis semua data ini harus dicantumkan.
5) Besar dan tebalnya buku, banyaknya halaman, bab, jumlah
jilid, serta data ulang cetak.
6) Deskripsi isi;hal ini tidak selalu ada dalam kartu katalog.
Tetapi deskripsi isi akan lebih memudahkan penulis
menyeleksi bahan-bahan yang diperlukan.
7) Nomor buku (Call Number) yaitu :
(a) nomor klasifikasi
(b) tanda pengarang, 3 huruf pertama dari nama pengarang
dengan maksud untuk membedakan dengan buku yang
mempunyai nomor klasifikasi yang sama.
Selanjutnya cobalah perhatikan contoh-contoh di bawah ini.
Contoh 1: Unsur-Unsur Katalog (secara umum)
1) Kutipan, jika kita menyalin informasi tersebut tepat
seperti aslinya.
2) Parafrase, jika kita mengungkapkan kembali maksud
penulis dengan kata – kata sendiri.
3) Rangkuman (ringkasan), jika kita menyarikan apa yang
kit baca.
4) Evaluasi atau ulasan, jika kita mengemukakan reaksi
terhadap gagasan yang dikemukakan penulis.

208
Bentuk mana yang akan dipilih sangat bergantung kepada
pertimbangan kita. Ada penulis yang menganggap cukup
membuat sarinya saja, ada juga yang mengutip seluruhnya.
Namun sebaiknya dipertimbangkan penting tidaknya mengutip
dan panjang pendek serta macam kutipan yang dibuat
1) Contoh Kutipan

angkatan

―. . . angkatan, yakni seperangkat angka yang saling berhubungan satu


sama lain.‖

B.H. Erickson dan T.A Nosanchuk terjemahan


R.K. Sembiring, Memahami Data : Statistik untuk Ilmu
Sosial,
(Jakarta: LP3ES, 1982), halaman 21.
Catatan pada kartu di atas merupakan kutipan langsung, artinya
sesuai dengan aslinya. Sumber kutipan tersebut harus dicatat selengkap
mungkin. Perhatikan contoh di atas.

2) Parafrase
anak berbakat

Ditinjau dari umur serta tingkat kemampuan mentalnya dan


dibandingkan dengan pelayanan pendidikan yang diterimanya, anak
berbakat adalah anak yang sangat berkelainan.

S.C.U. Munandar , ed., Anak-Anak Berbakat: Pembinaan


dan Pendidikannya (Jakarta: Rajawali, 1982), halaman 15.
209
3) Ringkasan

Administrasi Negara

Administrasi Negara dilaksanakan berdasarkan UUD


1945. Tugasnya mencakup semua aspek kehidupan nasional
bangsa.
Sahono Soebroto, ed., Wawasan Nusantara
Jakarta: Surya Indah,1982), halaman 7.

4) Ulasan

Ringkasan (Precis )
Gorys keraf mengemukakan bahwa ringkasan adalah
cara yang efektif untuk menyajikan suatu karangan yang
panjang dalam bentuk singkat. Dalam membuat ringkasan
dituntut keterampilan mereproduksi dari karya asli secara
singkat, dan tetap mempertahankan pikiran pengarang dengan
pendekatan yang asli.

Namun dalam kenyataannya, sering orang tidak dapat


membedakannya dengan ikhtisar yang juga merupakan penyajian
singkat dari karangan asli. Padahal, kedua bentuk itu berbeda
penekanannya.
*Gorys Keraf, Komposisi, Ende-Flores: Nusa Indah, 1980,
halaman 261.

210
Pada setiap kartu selalu dicantumkan sumbernya secara lengkap.
Hal ini akan memudahkan kita dalam membuat catatan kaki dan daftar
kepustakaan.
Selanjutnya bahan- bahan yang sudah terkumpul, diklasifikasikan
berdasarkan kriteria sesuai dengan keperluan. Klasifikasi, seperti juga
analogi, pada dasarnya merupakan jenis analisis dan sintesis. Dalam
klasifikasi kita mengambil sesuatu dari konteksnya semula (bacaan,
pengalaman, dan lain–lain) dan mengelompokkannya ke dalam kelas–
kelas yang baru berdasarkan kriteria tertentu. Kelas- kelas yang
terbentuk dengan cara itu merupakan konsep baru hasil sintesis penulis
berdasarkan konsep yang sudah ada.
5. Kerangka Karangan
Langkah terakhir pada tahap prapenulisan adalah
mengorganisasikan karangan. Dalam hal ini tujuan penulisan serta
bahan penulisan turut menentukan bentuk organisasi karangan itu.
Bentuk atau pola organisasi karangan akan dibicarakan pada bagian lain
dari uraian ini.
Agar organisasi karangan dapat ditentukan, sebelumnya kita
harus menyusun kerangka (outline) karangan. Menyusun kerangka
karangan merupakan satu cara untuk menyusun suatu rangkaian yang
jelas dan struktur yang teratur dari karangan yang akan digarap.
Sebuah kerangka karangan merupakan suatu rencana kerja yang
mengandung ketentuan-ketentuan tentang bagaimana kita menyusun
karangan itu. Kerangka karangan juga akan menjamin penulis
menyusun gagasan secara logis dan teratur.

211
Penyusunan kerangka karangan sangat dianjurkan karena akan
menghindarkan penulis dari kesalahan-kesalahan yang tidak perlu
terjadi. Kegunaan kerangka karangan bagi penulis ialah:
1) Kerangka karangan dapat membantu penulis menyusun
karangan secara teratur, dan tidak membahas satu gagasan dua
kali, serta dapat mencegah penulis keluar dari sasaran yang
sudah dirumuskan dalam topic atau judul.
2) Sebuah kerangka karangan memperlihatkan bagian-bagian
pokok karangan serta memberi kemungkinan bagi perluasan
bagian-bagian tersebut. Hal ini akan membantu penulis
menciptakan suasana yang berbeda-beda, sesuai dengan
variasi yang diinginkan.
3) Sebuah kerangka karangan akan memperlihatkan kepada
penulis bahan-bahan atau materi apa yang diperlukan dalam
pembahasan yang akan ditulisnya nanti.

1. Bentuk Kerangka
Sebuah kerangka karangan dapat dibedakan atas kerangka
kalimat dan kerangka topik. Kerangka kalimat mempergunakan
kalimat berita yang lengkap untuk merumuskan setiap topik,
subtopik maupun sub-subtopik. Di dalam kerangka topik setiap
butir dalam kerangka terdiri dari topik yang berupa frase bukan
kalimat pelengkap.
Menyusun kerangka berarti memecahkan topik kedalam
subtopik dan mungkin selanjutnya ke dalam sub-subtopik.
Sebelum kerangka kerja yang sebenarnya disusun terlebih dahulu

212
harus dibuat kerangka kasar, atau yang disebut kerangka
sementara. Misalnya, kita akan menulis karangan mengenai
kegiatan sebuah universitas pada periode tertentu. Mula-mula kita
memecahkan topik tersebut ke dalam suatu babakan besar.
Perhatikan contoh berikut!
Topik: Kegiatan Mahasiswa Universitas Komodo Selama
Periode Tahun 1980-1982
I. Kegiatan Akademis
II. Kegiatan Sosial
III. Kegiatan di Bidang Olah Raga dan Seni

Setelah diperoleh kerangka kasar, maka kita mulai


memikirkan rincian untuk setiap babakan kasar diatas. Hasilnya,
diperoleh sebuah kerangka yang lebih terinci.
Contoh :
Kegiatan Mahasiswa Universitas Komodo Selama Periode
Tahun 1980-1983
1. Kegiatan Akademis
1.1 Penelitian
1.2 Seminar
1.3 Ceramah Ilmiah
1.4 Karya Wisata
2. Kegiatan Sosial
2.1 Partisipasi Mahasiswa Universitas Komodo Dalam Usaha
Menanggulangi Akibat Bencana Alam
2.2 Partisipasi Mahasiswa dalam Meningkatkan Kesehatan
Masyarakat di Sekitar Kampus
213
2.3 Partisipasi Mahasiswa dalam Usaha Meningkatkan
Keterampilan Kaum Ibu
2.4 Dan seterusnya.
Kerangka karangan itu masih dapat dirinci lagi, misalnya
dengan cara mengelompokkan kegiatan menurut jenis
penellitian, fakultas, atau tahun anggaran.
Contoh :
1. Kegiatan Akademis
1.1 Penelitian
1.1.1 Kegiatan tahun 1980-1981
1.1.2 Kegiatan tahun 1981-1982
1.1.3 Kegiatan tahun 1982-1983
1.2 dan seterusnya
Contoh–contoh kerangka di atas merupakan contoh kerangka
topik. Ini berarti kita sudah memiliki kerangka kerja yang akan
menuntun kita dalam mengembangkan karangan. Satu hal yang
perlu diingat dan diperhatikan ialah bahwa penyusunan kerangka
karangan itu hendaknya didasarkan pada kriteria atau sistem
tertentu
Perhatikan contoh kerangka berikut!

214
FAUNA PULAU SUMBAWA

I. Binatang buas
II. Mamalia
III. Binatang Pemakan Daging
IV. Binatang yang dapat diternakkan
V. Binatang malam

Contoh di atas merupakan contoh kerangka yang kacau.


Antara butir I – V, dan II –IV terdapat tumpang tindih. Rincian
dari topic ke subtopic tidak berdasarkan kriteria tertentu sehingga
pengelompokkan menjadi kacau. Perhatikan bahwa antara butir-
butir itu terdapat tumpang tindih.
Jika kita ingin membuat kerangka yang baik dan terinci
(memuat sub-sub bagian), kita mulai membuat kerangka secara
garis besarnya terlebih dahulu. Kerangka ini akan
memperlihatkan karangan kita secara menyeluruh. Setelah itu
barulah setiap butir diuraikan ke dalam sub-subbagiannya. Dalam
hal ini kita pergunakan tanda yang berbeda untuk memperlihatkan
tingkatan (hierarki) butir-butir dalam kerangka.

Contoh :

MENYONGSONG KEWAJIBAN BELAJAR

TINGKAT PENDIDIKAN DASAR

215
SUATU PENGANTAR

I. Pendahuluan
II. Beberapa Pengamatan
A. Kedudukan Pendidikan Dasar dalam Rangka Kewajiban
Belajar
B. Apa yang Telah Dirintis dalam Rangka Kewajiban
Belajar
C. Apa yang Telah Kita Laksanakan dalam Menyongsong
Kewajiban Belajar
III. Masalah-masalah Pelaksanaan Kewajiban Belajar
A. Periode Perintisan (1950-1960)
B. Periode Pelita I dan II
IV. Strategi Pelaksanaan Kewajiban Belajar
A. Strategi Jangka Panjang
B. Strategi Jangka Pendek1)

Contoh kerangka karangan di atas mempergunakan angka


Romawi untuk nomor bagian dan huruf besar untuk subbagian.
Contoh berikut menggunakan Sistem Desimal.
Contoh 1: Sistem Lekuk

1. …………………………………………………………………
…………………………………………………………………
……………....
1.1 ……………………………………………………………
……………………………………………………………
…………………
216
1.2 ……………………………………………………………
……………………………………………………………
………………...
1.2.1 ……………………………………………………
……………………………………………………
………………………
1.2.2 ……………………………………………………
……………………………………………………
……………………….
2. …………………………………………………………………
…………………………………………………………………
……………….
2.1 ……………………………………………………………
……………………………………………………………
…………………
2.2 ……………………………………………………………
……………………………………………………………
…………………
2.2.1 ……………………………………………………
……………………………………………………
………………………
2.2.2 ……………………………………………………
……………………………………………………
……………………….

Dan seterusnya.

217
Contoh 2 : Sistem Lurus

1.
………………………………………………………………
…………………………………………………................
1.1
……………………………………………………………
……………………………………………………………
………

1.2.1
…………………………………………………………………
……………………………………………………............

1.2.2
…………………………………………………………………
……………………………………………………………….

2.
.……………………………………………………………
………………………………………………………………
…….
2.1
……………………………………………………………
……………………………………………………………
…………

218
2.2
……………………………………………………………
……………………………………………………………
…………

Dan seterusnya.

Selanjutnya jagalah agar hubungan antara bagian antara bagian


dengan sub-bagiannya selalu konsisten

Contoh 1
Variasi bahasa dapat ditinjau dari berbagai segi
A. Variasi berdasarkan tempat (daerah)
B. Variasi berdasarkan profesi
C. Variasi berdasarkan umur
D. Dan seterusnya

Contoh 2

1. Variasi bahasa dapat ditinjau dari berbagai segi


A. Variasi berdasarkan tempat (daerah)
B. Bahasa ilmuwan berbeda dengan bahasa pedagang kecil
C. Bahasa Prokem adalah hasil kreativitas remaja

Di antara kedua contoh di atas yang mana menurut anda


yang lebih konsisten dan jelas?

Perhatikan butir-butir yang terdapat pada kedua contoh itu.


Ternyata contoh 1 lebih konsisten dan lebih jelas dari pada
contoh 2. Butir-butir pada contoh 1 didasarkan atas satu
219
patokan, yaitu variasi dan semua butir dinyatakan dalam bentuk
topik. Pada contoh 2 tidak demikian halnya. Butir–butir pada
contoh 2 dinyatakan dalam bentuk topik (A) dan bentuk kalimat
pada (B) dan (C). Dasar patokan untuk butir (A), (B), dan (C)
juga tidak jelas.

2. Pola Organisasi
Langkah terakhir pada tahap penulisan ialah
pengorganisasian karangan. Dalam hal ini tujuan dan bahan
penulisan turut menentukan bentuknya. Organisasi karangan
pada umumnya mengikuti pola ilustratif, analisis, dan
argumentatif. Pola ini disusun sesuai dengan arah pembicaraan
dan detail pembahasan tertentu.
Jika kita akan menjelaskan suatu gagasan atau prinsip
umum secara konkret dan khusus maka kita harus menggunakan
pola ilustratif. Arah pembicaraan menurut pola ini ialah dari hal
yang umum kepada yang khusus. Pembahasan dimulai dengan
hal-hal yang bersifat umum, kemudian menjadi khusus dan
lebih khusus lagi. Dalam pola ini makna tesis atau kalimat
utama dikemukakan melalui ilustrasi. Ilustrasi itu dapat berupa
contoh, perbandingan, atau sebuah kontras.
Jika kita mempergunakan contoh-contoh sebagai ilustrasi,
ada beberapa hal yang harus kita perhatkan. Pertama, contoh
yang dipakai harus mempunyai hubungan yang langsung
dengan kata yang umum (tesis, kalimat utama) yang dijelaskan.
Untuk menjelaskan suatu genus misalnya, pergunakan spesies

220
yang langsung di bawahnya. Kedua contoh itu benar-benar
dapat menjelaskan tesis atau kalimat topik yang dikemukakan.
Dalam organisasi karangan dengan pola analitis, pokok
pembicaraan diuraikan ke dalam bagian-bagian. Dengan jalan
menguraikan bagian-bagian itu tesis atau kalimat topik dapat
dijelaskan. Arah pembahasan ialah dari pokok pembicaraan
diuraikan kepada bagiannya. Bagian – bagian ini kemudian
diuraikan lagi ke dalam sub-subbagian. Dengan demikian, pola
ini hanya dipergunakan bila tesis atau topik mengenai suatu
kesatuan (benda konkret atau gagasan abstrak) yang terdiri dari
bagian-bagian. Dengan cara menguraikan bagian-bagian itu
tesis dapat dijelaskan. Pola analisis ini ada tiga macam, yaitu
analisis, klasifikasi, analisis proses, dan analisis sebab-akibat.
Pola analilis klasifikasi kita pergunakan bila pembahasan
mengenai pokok pembicaraan didasarkan pada klasifikasi
tertentu.

Contoh :
VARIASI BAHASA INDONESIA

1. Pendahuluan
2. Variasi berdasarkan tempat
3. Variasi berdasarkan umur
4. Variasi berdasarkan situasi
5. Variasi berdasarkan media
6. Variasi berdasarkan profesi

221
Pola analisis proses dapat kita pergunakan jika pembahasan
mengenai topik atau pembicaraan yang mengarah pada
pembagian-pembagian yang menggambarkan suatu proses.

Contoh :
PENGAJARAN KOSA KATA DI SMP
1. Pendahuluan
2. Pengenalan kata-kata baru/sulit
3. Pemahaman secara pasif
4. Pemahaman secara aktif
5. Pengembangan karangan pendek berdasarkan kata-kata baru
6. Dan seterusnya
Pola karangan diatas menggambarkan suatu proses
pengajaran kosa kata bagi anak-anak SMP dari mulai mengenal
kata-kata baru sampai kepada membuat karangan pendek
berdasarkan kata-kata baru tadi.
Pola karangan analisis sebab-akibat dapat dilihat pada contoh
berikut ini.
Contoh :

PENYAKIT AKIBAT KEKURANGAN GIZI

1. Pendahuluan
2. Makanan Bergizi
3. Hubungan Gizi dengan Kesehatan
4. Penyakit yang Timbul Akibat Kekurangan Gizi
5. Dan seterusnya

222
Di dalam praktek pola ilustratif seringkali digabungkan
dengan pola analitis. Hal ini dapat kita lihat pada contoh
berikut!
Contoh :

VARIASI BAHASA INDONESIA

1. Pendahuluan : Situasi Kebahasaan di Indonesia


2. Variasi berdasarkan tempat : Dari Aceh sampai Irian
3. Variasi berdasarkan umur : Bahasa Prokem
4. Variasi berdasarkan situasi dari yang resmi sampai yang
santai
5. Variasi berdasarkan media: bahasa buku dan surat kabar
6. Variasi berdasarkan profesi: dari bahasa ilmuwan sampai
bahasa abang becak
Semua butir, dari butir satu sampai butir enam pada contoh
di atas bersifat analisis karena merupakan bagian-bagian dari
pokok pembicaraan. Akan tetapi keterangan di belakang titik
dua (:) bersifat ilustratif, karena memberikan contoh-contoh
yang mengarahkan pembicaraan pada hal-hal yang khusus.
Selanjutnya, dalam pola argumentatif kita menyusun
evidensi ke dalam urutan yang logis untuk menjelaskan suatu
tesis atau proposisi. Arah pembahasan menurut pola ini ialah
dari evidensi sebagai premis kepada kesimpulan.
Contoh :
Tempe bongkrek adalah makanan berbahaya. Banyak orang
yang sakit dan mati akibat keracunan makanan tersebut.

223
Pada contoh di atas bagian yang dicetak miring merupakan
kesimpulan. Bagian yang lain yang merupakan premis yaitu
dasar untuk penarikan kesimpulan. Suatu argument sekurang-
kurangnya menghubungkan satu premis dengan satu
kesimpulan.
Dengan selesainya kerangka karangan atau kerangka kerja
maka kita sudah dapat melangkah pada tahap kedua yaitu tahap
penulisan. Akan tetapi sebelum kita mulai dengan penulisan
yang sebenarnya perlu kita menilai kembali persiapan penulisan
yang telah kita buat, dengan cara mengajukan pertanyaan-
pernyataan berikut:
1) Apakah tesis (pertanyaan maksud) yang kita rumuskan
sudah cukup jelas?
2) Apakah kerangka karangan sudah lengkap?
3) Apakah kerangka itu disusun berdasarkan atas sistem atau
patokan tertentu?
4) Apakah urutan kerangka sudah logis?
5) Apakah hubungan antara bagian sub-subbagian jelas dan
konsisten?
6) Dapatkah setiap butir dalam kerangka dikembangkan secara
terinci?

224
BAB VII
ASPEK PENALARAN DALAM KARANGAN

A. Pendahuluan
Menulis merupakan proses bernalar. Untuk menulis
mengenai suatu topik itu harus berpikir, menghubung-hubungkan
berbagai fakta, membandingkan dan sebagainya. Dalam bab ini
akan dibahas aspek penalaran dalam karangan.

B. Jenis-jenis Penalaran dalam Karangan


Setiap saat selama hidup kita, terutama dalam keadaan jaga
(tidak tidur), kita selalu berpikir. Berpikir merupakan kegiatan
mental. Pada waktu kita berpikir, dalam benak kita timbul
serangkaian gambar tentang sesuatu yang tidak hadir secara nyata,
kegiatan ini mungkin tidak terkendali, terjadi dengan sendirinya,
tanpa kesadaran, misalnya pada saat-saat kita melamun. Kegiatan
berpikir yang lebih tinggi dilakukakan secara sadar, tersusun dalam
urutan yang paling berhubungan, dan bertujuan untuk sampai
kepada suatu kesimpulan. Jenis kegiatan berpikir yang terakhir
inilah yang disebut kegiatan bernalar.
Berdasarkan uraian di atas, dapatlah dicatat bahwa proses
bernalar atau tingkatnya penalaran merupakan proses berpikir
yang sistematik untuk memperoleh kesimpulan berupa
pengetahuan. Kegiatan penalaran mungkin bersifat ilmiah atau
tidak ilmih. Dari prosesnya, penalaran itu dapat dibedakan

225
sebagai penalaran induktif dan deduktif. Penalaran ilmiah
mencakup kedua proses penalaran itu.

1. Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah proses penalaran untuk
menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku
umum berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus,
prosesnya disebut induksi.
Penalaran induktif mungkin merupakan generalisasi,
analogi, atau hubungan-hubungan sebab-akibat.
Generalisasi adalah proses penalaran berdasarkan
pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu
mengenai semua atau sebagai dari gejala serupa itu. Di
dalam analogi kesimpulan tentang kebenaran suatu gejala
ditarik berdasarkan pengamatan terhadap sejumlah gejala
khusus yang bersamaan. Hubungan sebab-akibat ialah
hubungan ketergantungan antara gejala-gejala yang
mengikuti pola sebab-akibat, akibat-sebab, dan akibat-
akibat. Untuk lebih jelasnya, berikut akan dibahas satu
persatu
a. Generalisasi
Generalisasi ialah proses pennalaran berdasarkan
pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat
tertentu untuk menarik kesimpulan umum mengenai
semua atau sebagaian dari gejala serupa. Proses ini
sering kali kita lakukan di dalam kehidupan sehari-hari.

226
Secara tak sadar sering kita membuat generalisasi
tentang sifat golongan tertentu berdasarkan satu atau
beberapa orang anggota yang kita kenal. ―Orang Jepang
peramah‖, ―Orang Jawa tidak suka berterus terang‖, dan
sebagainya, adalah contoh-contoh generalisasi yang
sering kita dengar.
Sahkan kesimpulan seperti di atas? U ntuk
menjawab pertayaan-pertanyaan itu harus mengetesnya
:
1. Cukup memadaikah gejala-gejala khusus yang
diamati sebagai dasar penarikan kesimpulan?
Kekurangan jumlah gejala yang perlu diamati
akan menimbulkan kekeliruan generalisasi
terlampau luas. Pernyataan seperti ―Orang
Jepang peramah‖ dan ―Orang Jawa tidak suka
berterus terang‖ yang didasarkan atas satu atau
beberapa orang Jepang dan orang Jawa yang
kebetulan dikenal, adalah contoh generalisasi
terlalu luas.
2. Apakah gejala yang diamati cukup mewakili
keseluruhan atau bagian yang dikenai
generalisasi? Dengan kata lain, apakah sampel
yang diamati betul-betul mewakili populasinya?
3. Tidak adakah kekecualian dalam kesimpulan
umum yang ditarik? Jika kekecualian terlalu
banyak, maka tak mungkin diambil generalisasi.

227
Jika satu atau beberapa saja, kita masih dapat
membuat generalisasi. Dalam hal ini hindarilah
kata-kata ―setiap‖ atau ―semua‖. Pergunakan
ungkapan “cenderung”, “pada umumnya”,
“rata-rata”, ―pada mayoritas yang diamati”, atau
yang semacam itu.
Berikut ini tertera contohnya :
Dalam memilih jurusan IPA siswa kelas satu (1)
SMA Negeri Cikampek dipengaruhi faktor social,
ekonomi, budaya, tingkat pendidikan keluarga.
Siswa yang pernah ke kota besar (kota kabupaten
dan ibu kota RI) dan banyak bergaul dengan
orang kota mudah menyerap situasi baru tanpa
―dianalisa‖. Ini menunjukkan kekurangan
pengertian lanjut dari siswa yang dapat
dihubungkan dengan tempat tinggal siswa di
daerah yang berbudaya desa. Ini terlihat ketika
siswa memilih jurusan IPA yang dianggap super.
Dan karena situasi lingkungan dengan tingkat
pendidikan yang rata-rata di bawah SMA, siswa
tidak mengetahui tindak lanjut setelah memilih
jurusa IPA.
Siswa yang berlatar belakang budaya desa dan
berlatar belakang budaya kota berbeda dalam
motivasi dan persiapan memilih jurusan IPA.
Masyarakat berbudaya desa menerima mentah-

228
mentah pengaruh kota yang dianggap baik dalam
rangka perubahan kebudayaan kota, tanpa seleksi.
Ini dibuktikan dengan anak yang ingin duduk di
jurusan IPA atas pengaruh orang kota yang
ternyata tidak diikuti dengan prestasi belajar yang
baik, sehingga anak tidak terjuruskan ke jurusan
IPA, yang artinya dijuruskan ke jurusan IPS dan
bahasa.
(Dikutip dengan perubahan dariAnalisa
pendidikan,1982/1983)
Kutipan di atas merupakan hasil generalisasi
berdasarkan suatu penelitian terhadap sekelompok siswa
kelas I SMA Negeri Cikampek. Generalisasi itu dikenakan
kepada siswa kelas I SMA Negeri Cikampek berdasarkan
atas pengamatan terhadap sejumlah sampel.
b. Analogi
Kita dapat membandingkan sesuatu dengan lainnya
berdasarkan atas persamaan yang terdapat di antara
keduanya, kita mungkin menyebut suatu bau yang sedap
sebagai ―bau bunga melati atau bau 4711‖. Perbandingan
seperti itu dimaksudkan sebagai cara untuk menjelaskan
sesuatu yang baru berdasarkan persamaanya dengan
sesuatu yang telah dikenal. Hasilnya tidak memberikan
kesimpulan atau pengetahuan yang baru. Perbandingan
demikian disebut analogi penjelas (deklaratif).

229
Analogi yang dimaksudkan di sini bukan analogi
penjelas seperti di atas, melainkan analogi induktif.
Artinyaa, suatu proses penalaran untuk menarik
kesimpulan /inferensi tentang kebenaran suatu gejala
khusus berdasarkan kebenaran gejala khusus lain yang
memiliki sifat-sifat esensial penting yang bersamaan.
Dengan demikian, untuk mengemukakan sesuatu analogi
induktif, yang perlu diperhatikan ialah apakah persamaan
yang dipakai sebagai dasar kesimpulan benar-benar
merupakan ciri-ciri esensial penting yang berhubungan
erat dengan kesimpulan yang dikemukakan. Sebagai
contoh, misalnya kesimpulan beberapa ilmuawan yang
mengatakan bahwa anak kera dapat diberi makan seperti
anak manusia berdasarkan persamaan yang terdapat di
antar sistem pencernaan anak kera dan anak manusia.
Kesimpulan itu merupakan analogi induktif yang sah,
karena yang dipakai sebagai dasar kesimpulan (sistem
pencernaan) merupakan ciri esensial yang berhubungan
erat dengan kesimpulan (cara memberi makan).
Contoh:
Bagaikan badai mengamuk, memorakporandakan segala
sesuatu yang ditemui. Rumah-rumah berantakan, phon-
pohon bertumbuhan tiada bersisa. Tinggallah akhirnya
dataran luas dan sunyi dengan puing-puing gedung dan
pohon-pohon yang tumbang. Demikianlah penderitaan
telah membuatnya hancur luluh tanpa ampun. Rasanya tak

230
ada lagi yang tersisa, kecuali badan yang hampa rasa, tanpa
citra, cipta, dan karya.
Tulisan di atas merupaka contoh analogi deklaratif.
Dalam tulisan hebatnya penderitaan digambarkan sebagai
badai nyang menghancurkan ratak suatu daerah.
Maksudnya tentu saja agar pembaca data lebih menghayal
bagaimana beratnya penderitaan yang dialami.
c. Hubungan Kausal (Sebab Akibat)
Menurut prinsip umum hubungan sebab akibat, semua
peristiwa hanya ada penyebabnya. Dalam hal ini orang
kerap kali sampai pada kesimpulan yang salah karena
proses penarikan kesimpulan tidak sah. Contohnya orang
menghubungkan suatu wabah dengan kutukan dewa atau
tempat tertentu yang dianggap keramat.
Hubungan sebab akibat antara peristiwa-peristiwa
mungkin mengu=ikuti pola dari sebab ke akibat, akibat ke
sebab, atau akibat ke akibat.
1. Penalaran dari sebab ke akibat dimulai dengan
pengamatan terhadap suatu sebab yang diketahui.
Berdasarkan pengamatan itu ditarik ke simpulan
mengenai akibat yang mungkin ditimbukan.
2. Penalaran dari akibat ke sebab dimulai dari suatu
akibat yang diketahui. Berdasarkan akibat tersebut
dipikirkan apa yang mungkin menjadi
penyebabnya.

231
Penalaran dari akibat ke sebab dipergunakan dalam
penelitian expost facto, misalnya untuk menentukan
penyebab kematian/kecelakaan, dan lain-lain. Cerita-cerita
detektif dan proses peradilan merupakan contoh lain yang
jelas untuk penalaran dari akibat ke sebab.
Kutipan berikut menggambarkan hubungan sebab
akibat dan dimulai dengan mengemukakan suatu peristiwa
yang merupakan akibat berbagai hal.
Contoh:
MUSIBAH CHALLENGER
Meledaknya pesawat cballenger selama malam kemarin
benar-benar sangat mengejutkan. Seperti jutaan orang lain
dari seluruh dunia, kita pun patut menyatakan ikut
berbelasungkawa atas tewasnya tujuh astronot AS tersebut.
Terlebih lagi karena Indonesia mempunyai kaitan dengan
program itu, dengan penjadwalan seorang wanita
Indonesia, Pratiwi Sudarmono sebagai salah seorang
astronot yang akan ikut penerbangan Columbia tahun ini.
Challenger baru meluncur 75 detik, ketika pesawat
angkasa AS tersebut meledak dan meluncur berkeping-
keping bagain bola api di angkasa, dan hanya ditemukan
serpihan-serpihan reruntuhannya saja, lebih dari 100 km di
lepas pantai timur AS. Peristiwa ini menjadi sangat
dramatis, karena seluruh kejadian, dari awal sampai akhir,
disaksikan oleh wakil Presiden AS, George Bush, dan lebih

232
dari 600 guru dan 4000 murid sekolah, jutaan penoton TV
yang mengikuti peluncuran itu melalui pesawat mereka.
Tidak akan segera diketahui apa yang menjadi pelatuk
musibah itu. Tetapi dengan mudah bias dimengerti, bahwa
ledakan sekian ton oksigen dan hydrogen cair yang menjadi
bahan bakar utama pesawat itu akan membuat apa pun
yang ada di dalam Challenger menjadi berkeping-keping
tak berbekas.
Memang, peluncuran Challenger terakhir ini tidak
mulus. Sampai empat kali peluncuran harus ditunda. Akan
tetapi, itu saja sebenarnya belum cukup untuk membuat
orang berkecil hati. Sebab, salah satu penerbangan
Columbia juga harus dijadwalkan kembali sampai tujuh
kali. Yang membuat orang harus tergugah ialah,
sebenarnya peluncuran seperti itu adalah hamper menjadi
rutin. Peluncuran selasa malam kemarin adalah peluncur
pesawat ulang-alik yag ke-25, dan peluncuran pesawat
angkasa bermanusia yang ke-56. Begitu besar orang
mengandalkan hal yang sudah rutin itu, sehingga
peluncuran-peluncuran pesawat jenis ini yang semula
(tahun 1981) hanya dilakukan dua sampai tiga kali setahun,
tahun ini direncanakan 15 kali.
Mungkin salah satu pelajaran yang bias ditarik dari
musibah ini ialah, pada saat-saat tertentu kita memang
harus tergugah dari yang serba rutin, dan kembali
menggungat apakah yang kita lakukan selama ini memang

233
tidak bias diperbaiki lagi. Sebab, salah satu yang terlewat
dari pengamatan rutin ternyata menjadi fatal.
Dalam persoalan seperti ini, seperti juga dalam segala
persoalan teknologi tinggi yang serba rumit, apalagi penuh
risiko, kerutinan sebenarnya harus selalu dihindarkan.
Tetapi gejala itu pun terjadi.
Menggugat dan ingin tahu, selalu menjadi pendorong
utama bagi manusia untuk selangkah lagi maju ke depan.
Tetapi sesampainya di sana, manusia sering juga menjadi
terlalu ambisius, dan kadang-kadang terlalu
menyombongkan kehebatannya.
Peristiwa seperti meledaknya Challenger itu harus
menggugah kembali kesadaran kita, bahwa betapa pun
hebatnya manusia, betapa besar pun daya hitung,
kecermatan, dan jangkauan akalnya, ternyata masih ada
saja sesuatu yang lepas dari pengamatannya. Apa pun nanti
yang akan ditemukan oleh tim ahli yang bertugas meneliti
musibah itu, yang akan kedapatan pastilah salah satu
bentuk ketidaksempurnaan.
Musibah Challenger menelanjangi ketidaksempurnaan
manusia dihadapan Sang Maha Sempurna. Pada saat seperti
itu, manusia harus sadar, betapa luar biasa pun prestasi
yang sudah dicapainya, tetapi ternyata masih banyak pula
hal yang terlepas dari pengamatannya.
Meskipun demikian, tidak bias juga dikatakan bahwa
usaha manusia untuk menanggapi angkasa dan meraba-raba

234
apa yang belum diketahuinya itu adalah menentang Yang
Maha Kuasa. Selama ini selalu terbukti betapa sangat kuat
berakar dalam kodrat manusia hasrat untuk melakukan
sesuatu demi keinginnya, kalau perlu dengan perngorbanan
jiwanya.
Kadang-kadang memang sulit bagi kebanyakan kita untuk
memahami mengapa manusia harus mempertarukan jiwanya
untuk memahami mengapa manusia harus mempertaruhkan
jiwanya untuk mendaki gunung berbahaya, menyusuri sungai
ganas, mengarungi lautan penuh misteri, dan bertualang di
angkasa yang serba tanda Tanya. Apabila berhasil masih perlu
segera dipertanyakan, lalu apa gunanya itu semua.
Meskipun demikian, sudah sangat banyak orang yang
mengorbankan hidupnya untuk hal-hal seperti itu, dan masih
akan lebih banyak lagi orang yang secara sukarela bersedia
melakukan hal-hal serupa dengan risiko bagi jiwanya, seperti
astronot Challenger. Dengan keberanian-keberanian yang
terkadang sulit dimengerti seperti itulah manusia beringsut-
ingsut meninggalkan makhluk-mahkluk lain, dan mengangkat
derajatnya.
Dengan pandangan seperti itu, musibah Challenger
tidak boleh mengecilkan dorongan manusia untuk selalu ingin
menjelajahi alam lain yang belum diketahuinya, walaupun
saat-saat seperti sekarang ini juga harus digunakan untuk
meneliti dan mengatur kembali ambisi-ambisi nya.

235
3. Penalaran dari akibat ke akibat, berpangkal dari suatu
akibat dan berdasarkan akibat tersebut langsung
dipikirkan akibat lain tanpa memikirkan sebab umum
yang menimbulkan kedua akibat ini.
Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi rangkaian
sebab akibat yang berkepanjangan. Sebagai contoh misalnya,
seorang siswa SMA menjadi frustasi karena gagal dalam ujian
seleksi. Kegagalan ini disebabkan oleh karena tak sempat
menyiapkan diri untuk ujian tersebt. Hal ini terjadi karena ia
terpaksa dirawat di rumah sakit selama dua bulan akibat
kecelakaan lalu lintas. Mobil yang dikemudikannya menabrak
tiang listrik karena ia tertidur ketika mengendarainnya.
Dari contoh itu kita lihat bahwa penyebab pertama
kegagalan siswa itu ialah ―kantuk‖. Penyebab itu diikuti oelh
serangkaian akibat yang masing-masing merupakan penyebab
peristiwa lain. Maka terjadilah rangkaian sebab akibat seperti
yang telah dibahas pada bagian 3.2.2 butir 4).
Selanjutnya, dalam penalaran akibat ke akibat harus
diyakini bahwa ada penyebab umum yang menimbulkan
akibat-akibat itu. Dalam hal ini perhatikan apakah penyebab
itu betul-betul merupakan penyebab satu-satunya yang
menimbulkan kedua akibat tersebut. Apakah tidak ada
penyebab lain yang mungkin juga menimbulkan salah satu
atau kedua akibat tersebut?
Berdasarkan uraian di atas, mungkin diperoleh kesan
bahwa hubungan sebab-akibat merupakan suatu hal yang

236
mudah dan jelas. Tetapi di dalam kenyataan tidak begitu
sederhana. Kerap kali terdapat peristiwa-peristiwa sebab
akibat yang rumit. Karena itu, seperti telah pernah
dikemukakan kita harus berhati-hati dalam menentukannya.
Dengan memperlajari proses berpikir yang sah, kita akan dapat
menilai, apakah putusan kita tentang suatu sebab-akibat betul-
betul merupakan hasil proses penalaran yang logis dan tidak
dipengaruhi oleh sikap pribadi. Kepercayaan/takhayul,
pandangan politik, atau prasangka. Dalam hal ini, ilmu
statistika kadang-kadang dapat membantu kita.
2. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif atau deduksi dimulai dengan suatu
premis yaitu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan.
Kesimpulannya merupakan implikasi pernyataan dasar itu
artinya, apa yang dikemukakan di dalam kesimpulan secara
tersirat telah ada di dalam pernyataan itu.
Penalaran deduktif didasarkan atas prinsip, hukum,
teori, atau putusan lain yang berlaku umum untuk suatu hal
ataupun gejala. Jadi sebenarnya, proses deduksi tidak
menghasilkan suatu pengetahuan yang baru, melainkan
pernyataan/kesimpulan yang konsisten dengan pernyataan
dasarnya. Sebagai contoh, kesimpulan-kesimpulan berikut
sebenarnya adalah implikasi pernyataan ‗Bujur sangkar adalah
segi empat yang sama sisi‘.

237
1) Suatu segi empat yang sisi-sisi horisontalnya tidak sama
panjang dengan sisi tegak lurusnya bukan bujur
sangkar.
2) Semua bujur sangkar harus merupakan segi empat,
tetapi tidak semua segi empat merupakan bujur sangkar.
3) Jumlah sudut dalam bujur sangkar ialah 360 derajat.
4) Jika sebuah bujur sangkar dibagai dua dengan garis
diagonal akan terjadi dua segi tiga sama kaki.
5) Segitiga yang terbentuk itu merupakan segi tiga siku-
siku.
6) Setiap segi tiga itu mempunyai dua sudut lancip yang
besarnya 45 derajat.
7) Jumlah sudut dalam segi tiga itu 180 derajat.

Setiap pernyataan yang tercantum itu merupakan cara lain


untuk mengungkapkan pernyataan di atasnya secara konsisten.
Pernyataan (2) merupakan implikasi pernyataan (1) pernyataan
(3) merupakan implikasi pernyataan (2) dalam penalaran
induktif kesimpulan bukan merupakan implikasi data yang
diamati artinya, kesimpulan mengenai fakta-fakta yang
diamati tidak tersirat di dalam fakta itu sendiri.
Dalam praktik, proses penulisan tidak dapat dipisahkan
dari proses pemikiran/penalaran. Tulisan adalah perwujudan
hasil pemikiran/penalaran. Tulisan yang kacau
mencerminkan pemikiran yang kacau. Karena itu, latihan
keterampilan menulis pada hakikatnya adalah pembiasaan
berpikir/bernalar secara tertib dalam bahasa yang tertib pula.
238
a. Silogisme
Silogisme merupakan suatu cara penalaran yang
formal. Penalaran dalam bentuk ini jarang
ditemukan/dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kita
lebih seringmengikuti polanya saja, meskipun kadang-
kadang secara tidak sadar. Misalnya ucapan ―Ia
dihukum karena melanggar peraturan ―X‖, sebenarnya
dapat kita kembalikan ke dalam bentuk formal berikut :
a. Barang siapa melanggar peraturan ―X‖
b. Ia melanggar peraturan ―X‖
c. Ia harus dihukum
Bentuk seperti itulah yang disebut silogisme.
Kalimat pertama (premis mayor) dan kalimat kedua
(premis mayor) merupakan pernyataan dasar untuk
menarik kesimpulan (kalimat ketiga).
Pada contoh, kita lihat bahwa ungkapan
―melanggar. . . ― pada premis mayor diulangi dalam
premis minor. Demikian pula ungkapan‖ harus dihukum
di dalam kesimpulan. Hal itu terjadi pada bentuk
silogisme yang standar.
Akan tetapi, kerap kali terjadi bahwa silogisme
itu tidak mengikuti bentuk standar seperti itu misalnya:
Semua yang dihukum itu karena melanggar peraturan
Kita selalu mematuhi peraturan
Kita tidak perlu cemas bahwa kita akan di hokum
Pernyataan itu dapat dikembalikan menjadi :

239
a. Semua yang melanggar peraturan harus dihukum
b. Kita tidak pernah melanggar (selalu mematuhi)
perarturan
c. Kita tidak dihukum
Secara singkat silogisme dapat dituliskan
Jika A = B dan B = C maka A = C
1. Premis dan Term
Untuk memahami silogisme perlu kita ketahui
dahulu beberapa istilah yang digunakan.
Proposisi ialah kalimat logika yang merupakan
pernyataan tentang hubungan antara dua atau beberapa
hal yang dapat dinilai benar atau salah.
Premis ialah pernyataan yang digunakan
sebagai dasar penarikan kesimpulan.
Merupakan kesimpulan yang ditarik
berdasarkan premis mayor dan premis minor. Subjek
pada kesimpulan itu merupakan term minor. Term
menegah menghubungkan term mayor dengan term
minor dan tidak boleh terdapat pada kesimpulan. Perlu
diketahui, term ialah suatu kata atau kelompok kata
yang menempati fungsi subjek (S) atau predikat (P).
Contoh :
a. Semua cendekiawan adalah manusia pemikir
b. Semua ahli filsafat adalah cendekiawan
c. Semua ahli filsafat adalah manusia pemikir.

240
Bentuk di atas merupakan bentuk stadar
silogisme. Di dalamnya terdapat 3 term (hanya 3 trem),
yaitu term mayor, minor, dan tengah. Term-term itu
tercantum dalam kalimat yang disebut proposisi.
Proposisi (1), dan (2) merupakan premis yaitu
pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan pada
proposisi nomor (3) Proposisi (1) merupaka premis
mayor yaitu premis yang merupakan pernyataan dasar
umum yang dianggap benar untuk satu kelas tertentu.
Di dalamnya terdapat term mayor (manusia pemikir)
yang muncul dalam kesimpulan sebagai predikat.
Proposisi (2) merupakan premis minor yang
mengemukakan pernyatan tentang peristiwa atau gejala
khusus yang merupakan bagian atau anggota kelas
premis mayor. Di dalamnya terdapat term minor (ahli
filsafat) yang menjadi subjek dalam kesimpulan. Term
mayor itu dihubungkan oleh term tengah (cendekiawan)
yang tidak boleh diulang di dalam kesimpulan. Term
tengah inilah yang memungkinkan kita menarik
kesimpulan.
2. Macam-macam Proposisi
Pada bagian terdahulu telah disinggung pengertian
proposisi berdasarkan pengertian tentang term, maka
proposisi dapat pula dibatasi sebagai pernyataan
tentang hubungn antara term-term. Dari kualitasnya
hubungan itu mungkin berisi pembenaran (positif),

241
yaitu menyatakan adanya hubungan antara term-term;
atau bersifat mengingkari (negatif), artinya menyatakan
tidak adanya hubungan antara term-term.
Proposisi dapat digolongan-golongkan berdasarkan
beberapa kriteria.
a. Menurut bentuknya, proposisi dapat dibedakan
sebagai proposisi tunggal dan majemuk. Proposisi
tunggal ialah proposisi yang hanya berisi satu
pernyataan saja, sedangkan proposisi majemuk
merupakan gabungan antara dua proposisi tunggal
atau lebih.
Contoh :
Tunggal : Semua manusia fana
Setiap calon mahasiswa harus
mengikuti ujian seleksi.
Majemuk : Semua manusia fana dan pernah lupa
Tidak seorngpun siswa SLA menjadi
anggota serat Guru Besar ITB dan IPB
Proposisi ―Semua manusia fana dan pernah lupa‖
sebenarnya merupakan gabungan dua proposisi tunggal,
yaitu ―Semua manusia fana‖ dan ―Semua manusia
pernah lupa‖. Karena kedua proposisi itu positif, maka
gabungannya merupakan proposisi majemuk kopulatif .
Sedangkan ―Tidak seorangpun siswa SLA menjadi
Senat Guru Besar ITB dan IPB‖ merupakan himpunan
duan proposisi tunggal negatif, yaitu ―Tak seorang pu

242
siswa SLA menjadi anggota Senat Guru Besar ITB‖ dan
―Tak seorang pun siswa SLA menjadi anggota Senat
Guru Besar IPB‖. Gabungan seperti itu merupakan
proposisi majemuk rimotif .
b. Menurut sifat pembenaran atau pengikaran
hubungan antara subjek (S) dan predikat (P),
proposisi mungkin merupakan proposisi kategori
atau proposisi kondisional. Jika hubungan itu tanpa
syarat, proposisi digolongkan kedalam proposisi
kategoris, dan sebaliknya jika disertakan syarat,
proposisi termasuk ke dalam proposisi kondisional.
Contoh :
Kategoris : Sebagaian manusia hidup makmur.
Kondisional : Jika mutu makanan ayam diperbaiki
telur yangIdihasilkanIlebih bertumu.

Proposisi kondisional dapat dibagi bagi lagi


menjadi proposisi kondisional hipotesis dan proposisi
kondisional disjungtif .
Proposisi kondisional hipotesis terdiri atas dua
bagian, yaitu antiseden dan konsekuen. Antiseden ialah
bagian yang berisi syarat dan konsekuen berisi akibat.
Menurut logika tradisional anteseden selalu mendahului
konsekuen.

243
Contoh :
Kalau metodenya diubah (anteseden) maka hasilnya
akan berbeda (konsekuen).
Proposisi kondisional disjungtif berisi alternatif
(pilihan)
Contoh : - Pelakunya seorang bekas pelaut atau bekas
anggota gerombolan.
- Kita akan melanjutkan diskusi ini atau bubar
saja.
c. Berdasarkan kuantitasnya, proposisi dibedakan menjadi
proposisi universal dan proposisi khusus (particular,
particular). Pada proposisi universal, predikat
membenarkan atau mengingkari seluruh subjek, sedang
pada proposisi particular hanya membenarkan atau
mengingkari bagian saja.
Ungkapan untuk menyatakan proposisi
universal antara lain : semua, seluruh, tiap-tiap, setiap
kali, masing-masing, selalu, tidak satu pun, tidak
pernah, dan tidak seorangpun. Untuk proposisi
particular biasanya dipergunakan kata-kata seperti:
sebagian, banyak, kebanyakan, sering, kadang-kadang,
dan dalam keadaan tertentu, beberapa.
d. Selanjutnya menurut kualitas dan kuantitasnya
proposisi dapat digolong-golongkan sebagai berikut :
1. Proposisi universal positif (affirmative), di
dalam logika diberi simbol A

244
2. Proposisi universal negatiF : E
3. Proposisi particular positif : I
4. Proposisi particular negative : O
Contoh :
A : Semua pengikut Sipenmaru lulusan
SLTA
E : Tidak satu pun siswa SLTA menjadi
anggota Senat Guru Besar IPB
I : Beberapa penting memiliki traktor.
O : Sebagai mahasiswa tidak pernah
melakukan KKN.
3. Distribusi Term
Menurut kualitas dan kuantitas proposisi, term
mungkin bersifat distributif atau nondistributif. Suatu
term dikatakan distributif, jika meliputi seluruh
denotasinya, dan dikatakan nondistributif, jika hanya
meliputi sebagian saja.
Dengan demikian, maka dalam proposisi
A : S distributif, P nondistributif.
E : S distributif, P distributif.
I : S nondistributif, P nondistributif
O : S nondistributif, P distributif
Proposisi A :
E :
I :
O :

245
Contoh :
Premis Mayor (MY) : Manusia makhluk rasional
Premis minor (MN) : Kucing bukan manusia
Kesimpulan (K) : Kucing tidak rasioanl
My : Setiap manusia pernah lupa
Mn : Mahasiswa adalah manusia
K : Mahasiswa pernah lupa
Dari uraian di atas dapat diringkaskan bahwa :
a. Silogisme merupakan bentuk penalaran deduktif yang
formal.
b. Proses penalaran dimulai dari premis mayor melalui premis
minor sampai pada kesimpulan.
c. Strukturnya tetap : premis mayor, premis minor,
kesimpulan.
d. Premis mayor berisi pernyataan umum.
e. Premis minor berisi pernyataan yang lebih khusus yang
merupakan bagian premis mayor (term mayor).
f. Kesimpulan dalam silogisme selalu lebih khusus daripada
premisnya.
4. Persyaratan
Selain itu ada beberapa pembatasan yang perlu diketahui
sehubungan dengn penalaran dalam bentuk silogisme.
a. Di dalam silogisme hanya mungkin terdapat 3 (tiga)
term.

246
Contoh :
Semua manusia berakal budi
Semua Mahasiswa adalah manusia
Semua mahasiswa berakal budi.
b. Term tengah tidak boleh terdapat di dalam kesimpulan.
c. Dari dua premis ingkar (negatif, menggunakan kata
―tidak‖ atau bukan‖) tidak dapat di tarik kesimpulan.
d. Kalau kedua premisnya positif (tidak ingkar),
kesimpulannya harus positif.
e. Term-term yang mendukung proposisi harus jelas, tidak
mengandung pengertian ganda atau menimbulkan
keraguan.
Misalnya :
My : Semua buku mempunyai halaman
Mn : Ruas mempunyai buku
K : Ruas mempunyai halaman.
f. Dari premis mayor particular dan premis minor negative
tidak dapat di tarik kesimpulan.
g. Premis mayor dalam silogisme mungkin berasal dari
teori atau diperoleh melalui penelitian ilmiah yang
panjang prosesnya. Kebenaran dan kesalahan
kesimpulan yang ditarik dari premis yang demikian
lebih ―mudah‖ diuji. Tetapi dalam kenyataan premis
mayor kerap kali bersumber pada pendapat umum,
kebiasaan, kepercayaan, bahkan takhayul. Kita harus
berhati-hati dalam hal terakhir.

247
b. Entimem
Di atas telah disinggung bahwa silogisme jarang sekali
ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam tulisan pun,
bentuk itu hamper tidak pernah digunakan.
Bentuk yang biasa ditemukan dan dipakai ialah bentuk entimen.
Entimen ini pada dasarnya adalah silogisme. Tetapi, di dalam
entimen salah satu premisnya dibilangkan/tidak diucapkan karena
sudah sama-sama diketahui.
Contoh :
Menipu adalah dosa karena merugikan orang lain.
Kalimat di atas dapat dipanggil menjadi dua :
a. Menipu adalah dosa
b. Karena (menipu) merugikan orang lain.
Kalimat a merupakan kesimpulan sedangkan kalimat b
adalah premis minor (karena bersifat khusus). Maka
silogisme dapat disusun :
My :
Mn : menipu merugikan orang lain
K : menipu adalah dosa
Dalam kalimat di atas, premis yang dihilangkan adalah premis
mayor. Untuk melengkapi kita harus ingat bahwa premis mayor
selalu bersifat lebih umum, jadi tidak mungkin subjeknya ―menipu‖.
Kita dapat menalar kembali dan menemukan premis mayornya:
perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa.
Untuk mengubah entimen menjadi silogisme, mula-mula kita
cari dulu kesimpulannya. Kata-kata yang menandakan kesimpulan

248
ialah kata-kata seperti jadi, maka, karena, itu, dengan demikian, dan
sebagainya. Kalausudah, kita temukan apa premis yang dihilangkan.
Contoh lain :
Pada malam hari tidak ada matahari, jadi tidak
mungkin terjadi proses fotosintesis. Bagaimana
silogismenya?
My : Proses fotosintesis memerlukan sinar matahari
Mn : Pada malam hari tidak ada matahari
K : Pada malam hari tidak mungkin ada
fotosintesis.
Sebagainya, kita juga dapat mengubah silogisme ke dalam
entimem, yaitu dengan menghilangkan salah satu premisnya
Contoh :
My : Anak-anak yang berumur di atas sebelas tahun
telah mampu berpikir formal.
Mn : Siswa kelas VI di Indonesia telah berumur lebih
dari sebelas tahun.
K : Siswa kelas VI di Indonesia telah mampu
berpikir formal.
Kalau dihilangkan premis mayornya entimemnya akan berbunyi
―Siswa kelas VI di Indonesia telah berumur lebih dari sebelas tahun,
jadi mereka mampu berpikir formal. Atau dapat juga ―Anak-anak
kelas VI di Indoneisa telah mampu berpikir formal karena mereka
telah berumur lebih dari sebelas tahun‖. Kalau dihilangkan premis
minornya menjadi ―Anak-anak yang berumur di atas sebelas tahun

249
telah mampu berpikir formal, karena itu, siswa kelas VI telah mampu
berpikir formal.
c. Salah Nalar
Dalam ucapan atau tulisan kerap kali kita dapati pernyataan
yang mengandung kesalahan. Ada kesalahan yang terjadi secara tak
sadar karena kelelahan atau kondisi mental yang kurang
menyenangkan, seperti salah ucap atau salah tulis misalnya. Ada
pula kesalahan yang terjadi karena ketidaktahuan, di samping
kesalahan yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu.
Kesalahan yang kita persoalkan di sini adalah kesalahan yang
berhubungan dengan proses penalaran yang kita sebut salah nalar.
Pembahasan ini akan mencakup dua jenis kesalahan menurut
penyebab utamanya, yaitu kesalahan karena bahasa yang merupakan
kesalahan informal dan kesalahan karena materi dan proses
penalarannya yang merupakan formal.
1. Kesalahan Informal
Sebagai sarana penalaran terutama kerap kali kita
dapati pernyataan yang mengandung kesalahan. Kata-kata
kali kabur, tidak tegas maknanya, sehingga dapat diartikan
bermacam-macam. Demikian juga kalimat sering kali dapat
ditafsirkan dengan berbagai cara. Perhatikanlah kalimat-
kalimat berikut:
1. Kesadaran bela Negara merupakan perwujudan
rasa cinta kepada tanah air,
2. Cinta seorang ibu kepada anaknya tak dapat
diukur dengan materi.

250
3. “Aku memang mencintaimu palupi, tapi engkau
tidak harus mencintaiku . . .‖
4. Anak dosen yang cantik itu adalah mahasiswa UT
5. Mugi berkata kepada teman Sita bahwa ia harus
berangkat sekarang juga.
Kelima kalimat di atas menunjukkan keragaman dan
kekaburan makna kata cinta pada kalimat (1), (2), dan (3)
mempunyai makna yang berbeda-beda. Kalimat nomor (4)
dapat meragukan. Siapa yang cantik: dosennya atau
anaknya? Kalimat (5) dapat ditafsirkan dengan beberapa
cara:
1. Mugi berkata bahwa ia (Mugi) harus berangkat
sekarang juga.
2. Mugi berkata bahwa ia (Sita) harus pergi sekrang
juga.
3. Mugi berkata bahwa ia (teman Sita) harus pergi
sekarang juga.
Kesalahan informal biasanya dikelompokkan sebagai
kesalahan relevansi. Kesalahan ini terjadi apabila premis-
premis tidak mempunyai hubungan logis dengan kesimpulan.
Yang termasuk ke dalam jenis kesalahan ini ialah :
1. Argumentum ad Hominem
Secara harafia kesalahan itu berarti ―argumentasi
ditunjukan kepada diri orang‖. Kesalahan itu
terjadi bila seseorang mengabil keputusan atau
kesimpulan tidak berdasarkan penalaran

251
melainkan untuk kepentingan dirinya, dengan
mengemukakan alasan yang tidak logis
sebenarnya. Misalnya, orang menolak pemerataan
dengan alasan bahwa pemerataan itu merupakan
yang dituntut orang komunis, sedangkan
komunisme adalah aliran yang dilarang di sini
(Alasan yang sebenarnya ialah karena pemerataan
itu merugikan dirinya).
2. Argumentum ad Baculum
Baculum berarti ―tongkat‖ yang dimaksud di sini
ialh suatu kesalahan yang terjadi apabila suatu
keputusan diterima atau ditolak Karena adanya
ancaman hukuman atau tindak kekerasan:
Misalnya jika seorang mengakui kesalahan yang
dituduhkan kepadanya (yang sebenarnya tidak
dilakukan) karena ia diancam dengan kekerasan.
3. Argumentum ad Verucundiam atau Argumentum
Adictoritatis
Kesalahan ini terjadi bila sesorang menerima
pendapat atau keputusan bukan dengan alasan
penalaran melainkan karena yang menyatakan
pendapat atau keputusan itu adalah yang memiliki
kekuasaan.
4. Argumentum ad Populum
Arti harafiahnya ialah ―argumentasi ditunjukan
kepada rakyat‖. Argumentasi yang dikemukakan

252
tidak mementingkan kelogisan; yang penting agar
orang banyak tergugah. Hal ini sering dilakukan
dalam propaganda.
5. Argumentum ad Misericordiam
Argumentasi dikemukakan untuk membangkitkan
belas kasihan. Biasanya argumentasi semacam ini
dikemukakan bila seseorang ingin agar
kesalahannya dimaafkan. Misalnya seorang siswa
yang mendapat nilai buruk mengatakan bahwa Ia
tidak mempunyai cukup waktu lama untuk belajar
karena membantu orang tua mencari nafkah.
6. Kesalahan Non-Causa Pro-Causa
Kesalahan ini terjadi jika seseorang
mengemukakan suatu sebab yang sebenarnya
bukan merupakan sebab atau bukan sebab yang
lengkap: contohnya seorang laki-laki dinyatakan
meninggal akibat jatuh dari tangga. Akaan tetapi,
pemeriksaan dokter menyatakan bahwa orang itu
meninggal bukan karena jatuh. Ia mendapat
serangan jantung ketika sedang menuruni tangga.
7. Kesalahan Aksidensi
Yang dimaksud kesalahan aksidensi ialah kesalah
terjadi akibat penerapan prinsip umum terhadap
keadaan yang bersifat aksidental, yaitu suatu
keadaan atau kondisi kebetulan, yang tidak
seharusnya, atau mutlak yang tidak cocok.

253
Misalnya, susu adalah minuman sehat. Tetapi,
jika seorang ibu yang memberikan susu kepada
anaknya yang alergu terhadap lemak hewani
karena ia menganggap bahwa susu adalah
minuman yang menyehatkan ia telah melakukan
kesalahan aksidensi. Keadaan umum bahwa susu
itu sehat tidak cocok dengan kondisi aksidental
bahwa anak alergi terhadap lemak hewani.
8. Perio Principii
Kesalahan ini terjadi jika arhumen yang diberikan
telah tercantum di dalam premisnya. Misalnya
kalimat ―Ular itu mengandung racun. Karena ia
berbisa; kedua hal itu sama saja, karena tidak
berbeda‖ adalah cotoh-contoh petitio principia.
Tentu saja kesalahan itu akan mudah dikenali jika
pernyataan dan argumennya berdekatan atau
sama pernyataannya. Tetapi kedua hal itu
mungkin dipisahkan oleh puluhan bahkan ratusan
halaman suatu buku. Misalnya saja pada awal
tulisannya seorang pengarang mengemukakan
bahwa pola-pola kalimat bahsa Melayu Riau
sama dengan pola kalimat bahasa Malaysia. Pada
akhirnya ia menyimpulkan bahwa pola kalimat
bahasa Malaysia. Pada akhirnya ia menyimpulkan
bahwa pola kalimat bahasa Malaysia tidak

254
memeperlihatkan hal-hal yang berbeda dengan
pola kalimat pola bahasa Melayu.
Kadang-kadang petition principii ini berwujud
sebagai argumentasi berlingkar : A disebabkan B,
B disebabkan C, C disebabkn D dan D
disebabkan A.
9. Kesalahan Komposisi dan Divisi
Perntanyaan yang kompleks di sini bukan hanya
yang dinyatakan dengan kalimat kompleks saja,
melainkan juga yang dapat menimbulkan banyak
jawaban. Misalnya pertanyaan, ―Apakah benda
itu?‖ akan menghasilkan berbagai jawaban
misalnya sebagai istilah ekonomi, fisika, hokum,
dan sebagainya.
10. Non Secuitur (kesalahan konsekuen)
Kesalahan ini terjadi jika dalam suatu proposisi
kondisional terjadi pertukaran antara anteseden
dan konsekuen. Misalnya , ―Jika anda seorang
pencuri, maka anda bekerja pada malam hari :,
disamakan dengan ―jika anda bekerja pada malam
hari, anda seorang pencuri‖.
11. Ignoratio Elenchi
Kesalahan ini sama/sejenis dengan argumentum
ad Hominen, ad verucundiam, ad Baculum dan
ad Populum yaitu karena tidak ada relevansi atara
premis dan kesimpulannya. Tetapi, ignoration

255
elenchi tidak disebakann oleh bahasa, melainkan
karena isi argumentasinya tidak relevan dengan
pernyataan. Misalnya seorang ketua RT
mengemukakan kepada warganya bahwa RT
perlu memungut iuran untuk tugas kebersihan
untuk mendukung gagasan itu ia menjelaskan
peranan kebersihan dalam menciptakan kesehetan
dan keindahan lingkupan; padahal yang harus
dibuktikan ialah bahwa iuran itu harus
dibayarkan, bukan segala teori tentang
kebersihan.
2. Kesalahan Formal
Keslaahan ini berhubungan erat dengan materi
dan proses penarik kesimpulan baik deduktif maupun
induktif.
1. Kesalahan Indukif
Kesalahan induktif terjadi sehubungan
dengan proses induktif. kesalahan ini mungkin
merupakan kesalahan generalisasi, hubungan
sebab akibat, dan analogi.
2. Generalisasi Terlalu Luas
Contoh :
Wanita kurang mampu dalam matematika
dibandingkan dengan pria. Kesimpulan itu di
tarik dari pengamatan sebagai berikut. Di
dalam kelas yang terdiri dari dua puluh lima

256
wanita dan dua puluh pria, ternyata lima nilai
tertinggi dicapai oleh mahasiswa pria
sedangkan lima nilai terendah diperoleh oleh
mahasiswa wanita.
Apakah kelas yang diteliti cukup
mewakili pria dan wanita secara umum?
Apakah lima nilai tertinggi dan lima nilain
terendah itu saja cukup kuat untuk menarik
kesimpulan bahwa wanita kurang mampu
dibandikan pria? Bahkan untuk itu menarik
kesimpulan tentang kemampuan kelas itu saja,
data itu tidak memadai. Barang kali masih
lebih baik jika kesimpulan diambil
berdasarkan perbandingan nilai rata-rata
mereka.
3. Hubungan Sebab Akibat yang Tidak Memadai
Dalam pemakaian bahsa kerap kali
dijumpai hubungan sebab akibat yang tidak
tepat atau salah. Hal ini mungkin terjadi
karena suatu akibat dihubungkan dengan
penyebab berdasarkan kepercayaan atau
takhayul atau karena penulis atau pembaca
menganggap suatu kontributori sebagai
penyebab utamanya.

257
Contoh :
1. Saya tidak pandai berenang. Hamper
semua anggota keluarga saya tidak dapat
bereng
2. Saya tidak lulus karena dosen saya tidak
suka kepada saya
3. Sebagaian besar siswa mendapat nilai
buruk karena pada waktu ulangan ada
kucing hitam yang melintas di halaman
4. ―bacalah Eksekutif. Anda akan menjadi
manajer yang sukses‖.

4. Kesalahan Analogi
Kesalahan berikutnya ialah kesalahan
analogi. Kesalahan ini terjadi bila dasar
analogi induktif yang dipakai tidak merupakan
cirri esensial kesimpulan yang ditarik.
Pernyataan bahwa anak kera dan anak
manusia dapat dididik menjadi sarjana biologi
berdasarkan persamaan sistem pencernaannya,
merupakan contoh kesalahan analogi. Dasar
analoginya (sistem pencernaan) tidak
merupakan cirri esensial dari kesimpulan
(dapat dididik menjadi sarjana).
Contoh lain :
Toni bersekolah di SMA 1. Ia pasti akan
menjadi tokoh politik.
258
Tokoh politik terkenal berasal dari sekolah itu.
5. Kesalahan Deduktif
a. Dalam cara berpikir deduktif kesalahan
yang biasa terjadi ialah kesalahan premis
mayor yang tidak dibatasi.
Contoh :
(a) Semua pelaku kejahatan adalah korban
rumah tangga yang berantakan.
(b) Kalau hakum masuk desa, di desa tidak
ada lagi ketidakadilan.
Kalau bentuk entimen di atas dikembalikan ke dalam
bentuk silogisme, kita akan melihat bahwa kesalahannya
terletak pada premis mayor yang tidak dibatasi, yaitu :
My : Penyebab kejahatan ialah rumah
tangga berantakan.
Mn : Hakim memberantas ketidakadilan.
b. Kesalahan deduktif lainnya ialah kesalahan
term keempat. Dalam hal ini term tengah
dalam premis minor tidak merupakan
bagian dari term mayor pada premis mayor
atau emmang tidak ada hubungan antara
kedua pernyataan .
My : Semua mahasiswa FKIP akan
menjadi Guru
Mn : Dani siswa SMP

259
Dari kedua premis itu tidak dapat ditarik kesimpulan
apa-apa. Pada silogisme itu terdapat empat term. Dengan
perkataan lain, tidak ada term tengah yang menghubungkan
kedua premis sehingga keduanya tidak berhubungan
c. Kerap kali pula terjadi kesalahan berupa
kesimpulan terlalu luas/kesimpulan lebih
luas daripada premisnya. Premis mayor
particular dan kesimpulan merupak
universal.
Contoh :
My : Sebagian orang Asia hidup
makmur.
Mn : Orang Indonesia adalah orang Asia.
K : Orang Indonesia hidup makmur.
Dari premis mayor partikular positif dan premis minor
universal posif tidak dapat ditarik kesimpulan.
d. Kesalahan deduktif berikut : ialah kesalahan
kesimpulan dari premis-premis negatif.
Contoh :
My : Semua pohon kelapa tidak
bercabang.
Mn : Tiang listrik tidak bercabang.
K : Tiang listrik ialah pohon kelapa.

260
BAB IX
PENULISAN KUTIPAN

A. Pendahuluan

Penulisan karya ilmiah memerlukan perujukan, penegasan,


dan penguatan dari peneliti sebelumnya atau sumber-sumber yang
memperkuat dan memperkaya penelitian. Untuk itu, perlu dilakukan
pengutipan terhadap hasil penelitian sebelumnya dan sumber-sumber
lain untuk mendukung penelitian. Hal ini dilakukan untuk
mengobjektifkan dan memperkaya materi penelitian di samping
mencegah terjadinya plagiarisme. Ketika menetapkan penegutipan
dengan sistem atau gaya tertentu, peneliti harus konsisten dengan
sistem atau gaya tersebut.
Menurut Azahari dalam Alam(2005:38) ―Kutipan merupakan
bagian dari pernyataan, pendapat, buah pikiran, definisi, rumusan
atau penelitian dari penulis lain, atau penulis sendiri, serta dikutip
untuk dibahas dan ditelaah berkaitan dengan materi penulisan”.
Mengutip merupakan pekerjaan yang dapat menunjukkan
kredibilitas penulis. Oleh karena itu, mengutip harus dilakukan
secara teliti, cermat, dan bertanggung jawab.
Hariwijaya dan Triton (2011: 151) mengatakan bahwa ketika
mengutip perlu dipelajari bagaimana teknik pengutipan sesuai
standar ilmiah. Untuk itu, perlu diperhatikan hal berikut: (1)
mengutip sehemat-hematnya, (2) mengutip jika dirasa sangat perlu
semata-mata, dan (3) terlalu banyak mengutip mengganggu
kelancaran bahasa.
261
B. Cara Mengutip
Ada dua cara untuk mengutip, yaitu mengutip langsung dan
mengutip tidak langsung.
1. Kutipan Tidak Langsung.
Merupakan salinan yang persis sama dengan sumbernya tanpa
penambahan (Widjono, 2005: 63). Cara menggunakannya
adalah sebagai berikut:
– Menggunakan redaksi dari penulis sendiri (parafrasa).
- Mencamtumkan sumber (nama penulis, tahun, dan halaman)
Contoh:
Menurut salah satu historiografi tradisional, penyerahan
kekuasaan kerajaan Pajajaran kepada Kerajaan
Sumedanglarang, berlangsung melalui penyerahan mahkota
emas raja Kerajaan Sunda Pajajaran kepada Prabu Geusan
Ulun. Penyerahan mahkota secarasimbolis berarti bahwa
Sumedanglarang menjadi penerus Kerajaan Sunda
(Suryaningrat, 1983: 20—21 dan 30).
2. Kutipan Langsung.
Mengambil ide dari suatu sumber dan menuliskannya sendiri
dengan kalimat atau bahasa sendiri (Widjono, 2005: 64). Cara
menggunakannya adalah sebagai berikut:
- Dikutip apa adanya.
- Diintegrasikan ke dalam teks paparan penulis.
- Jarak baris kutipan dua spasi (sesuai dengan jarak spasi
paparan).
- Dibubuhi tanda kutip (―….‖).

262
- Sertakan sumber kutipan di awal atau di akhir kutipan,
yakni nama penulis, tahunterbit, dan halaman sumber
(Author, Date, Page), misalnya (Penulis, 2012:100).
- Jika berbahasa lain (asing atau daerah), kutipan ditulis
dimiringkan (kursif).
- Jika ada bagian kalimat yang dihilangkan, ganti bagian itu
dengan tanda titik sebanyak tiga buah jika yang
dihilangkan itu ada di awal atau di tengah kutipan, dan
empat titik jika di bagian akhir kalimat.
- Jika ada penambahan komentar, tulis komentar tersebut di
antara tanda kurung, misalnya, (penggarisbawahan oleh
penulis).
Contoh :
Ada beberapa pendapat mengenai hal itu. Suryaningrat
(1983: 20—21 dan 30) mengatakan, ―Menurut salah satu
historiografi tradisional, penyerahan kekuasaan kerajaan
Pajajaran kepada Kerajaan Sumedanglarang berlangsung
melalui penyerahan mahkota emas raja Kerajaan Sunda
Pajajaran kepada Prabu Geusan Ulun. Penyerahan mahkota
secara simbolis berarti bahwa Sumedang larang menjadi
penerus Kerajaan Sunda.‖

C. DIAKUI SECARA INTERNASIONAL


Berikut akan dibahas bagaimana cara menulis kutipan, mengacu
pada APA Style (American Psychological Association) yang sudah
diakui secara internasional.

263
Gaya kutipan APA mengacu pada aturan yang telah disetujui
dalam konvensi American Psychological Association untuk menulis
sumber yang digunakan dalam makalah penelitian. Gaya APA ini
digunakan baik dalam teks kutipan maupun dalam daftar referensi.
Karena untuk setiap kutipan dalam teks, harus ada di dalam daftar
referensi dan begitu juga sebaliknya. Di bawah ini adalah cara – cara
menulis kutipan dan contohnya.
1. Memasukkan nama penulis di dalam tanda kurung.
Contoh :
Fotosintesis adalah proses yang terjadi pada daun untuk
menghasilkan makanan hasil dari proses kimiawi yang terjadi di
dalamnya (Nugraha, 1995, p. 17).
2. Memasukkan nama penulis di dalam pembahasan.
Contoh :
Menurut Nugraha (1995), Fotosintesis adalah proses kimiawi
yang terjadi di dalam daun untuk menghasilkan makanan (p.
17).
3. Kutipan dengan dua penulis berbeda
Contoh :
Fakta membuktikan bahwa pria yang sudah menikah
berpenghasilan lebih tinggi daripada pria yang belum menikah
(Chun & Lee, 2001).
4. Kutipan dengan tiga hingga lima penulis
Contoh :
Al baironi, Munandar, Nyoman, dan Susanto (1889)

264
berpendapat bahwa kesusksesan seseorang ditentukan oleh
kemauan kuat yang ada pada dirinya.
Bisa juga dengan menggunakan : et al yang berarti dan lainnya.
Contoh:
Menurut Al baironi et al. (1889), kesuksesan bergantung pada
kemauan yang ada pada diri pribadi.
5. Kutipan dengan 6 atau lebih penulis
Contoh :
Gracia et al. (2003) berpendapat, ―Pendidikan karakter di masa
kanak – kanak akan mencetak remaja – remaja yang memiliki
karakter.‖
6. Kutipan tanpa adanya nama penulis
Contoh :
Penyakit banyak sekali tumbuh di masa pencaroba ini
(―Dampak Perubahan Musim,‖ 2015).
7. Penulis dengan nama yang sama
Contoh:
Menahan diri untuk tidak makan atau diet bisa mencegah
obesitas (A. Nugraha, 1997). Namun, faktanya diet bisa
menimbulkan penyakit lain seperti mag, dan mal nutrisi (B.
Nugraha, 2000).
8. Karya yang sama dikutip lebih dari sekali
Contoh :
Ekonomi mikro adalah penunjang pertumbuhan ekonomi suatu
Negara (Afriando, 2012, p.3). Namun, Afriando mengatakan

265
―jumlah ekonomi mikro di Indonesia masih sangat jauh dari
cukup‖ (p. 4).
9. Dua atau lebih sumber di dalam kutipan
Contoh :
Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa kekuasaan
dengan pekerjaan yang didapatkan berhubungan dengan
performa di tempat kerja (Faire 2002; Hall, 1996, 1999).
10. Dua atau lebih informasi yang dikutip dari sumber dan tahun
yang sama
Contoh :
Schmidt (1997a, p. 23) menyatakan, ―kesuksesan dapat dicapai
dengan usaha yang tekun.‖
11. Mengutip informasi dari sumber lain
Contoh :
Menurut Pablo (1976), Olahraga dapat menyegarkan pikiran (as
cited in Wayan, 2013).
12. Kutipan yang diambil dari organisasi atau kelompok
Contoh :
Kutipan pertama :
Hewan – hewan yang dilindungi oleh pemerintah masih
terancam keberadaannya. Bahkan sebagian telah punah
(Kelompok Pemerhati Satwa [KPS], 2014).
Kutipan kedua :
Penyebab punahnya hewan – hewan itu tidak lain dan tidak
bukan adalah faktor pemburu dan perdagangan gelap (KPS,
2014).

266
13. Kutipan yang berasal dari wawancara langsung, e-mail, surat,
atau memo
Contoh :
Menurut Sudirman berpuasa bisa melatih diri dari rasa marah
(personal communication, 12 May 2015).

267
BAB X
MENULIS KARYA ILMIAH
(MAKALAH, JURNAL DAN SKRIPSI)

A. Pendahuluan
Karya ilmiah merupakan sebuah tulisan yang berisi suatu
permasalahan yang ditulis dan diungkapkan dengan metode-metode
ilmiah yang sesuai dengan kaidah penulisan karya tulis ilmiah tertentu.
Karya tulis ilmiah berisi data dan fakta maupun hasil penelitian
seseorang yang ditulis secara runut dan sistematis. Karya tulis ilmiah
disusun harus berdasarkan fakta, bersifat objektif, tidak bersifat
emosional dan personal, dan tersusun secara sistematis dan logis.
Bahasa yang digunakan di dalam suatu karya tulis ilmiah ialah bahasa
Indonesia yang baku yang sesuai dengan kaidah Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD).
Untuk mencapai tingkat kelogisan tertentu dalam karya tulis
ilmiah, seorang peneliti haruslah memiliki landasan teori yang
kuat.landasan teori yang kuat akan membantu peneliti dalam menyusun
dan mempertahankan hasil penulisannya, karena dari landasan teori
tersebut, suatu karya tulis ilmiah tidak menyimpang dari disiplin ilmu
tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Karya ilmiah (bahasa Inggris: scientific paper) adalah laporan
tertulis dan diterbitkan yang memaparkan hasil penelitian atau
pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan
memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh
masyarakat keilmuan.
268
Karya ilmiah atau tulisan ilmiah adalah karya seorang
ilmuan (yang merupakan hasil pengembangan) yang ingin
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang
diperolehnya melalui kepustakaan, kumpulan pengalaman, penelitian,
dan pengetahuan orang lain sebelumnya (Dwiloka dan Riana,
2005:2).
Artikel ilmiah adalah karya tulis yang dirancang untuk dimuat
dalam jurnal atau kumpulan artikel yang ditulis dengan tata cara
ilmiah dan mengikuti pedoman atau konvensi ilmiah yang telah
disepakati atau ditetapkan (Tanjung, 2010:7).
Tulisan ilmiah secara luas sebagai suatu tulisan dalam
bentuk artikel atau yang lain, misalnya skripsi yang didasarkan
riset. Tulisan tersebut dipaparkan Sesuai dengan kaidah-kaidah yang
baku dan menggunakan metode ilmiah tertentu. Riset dapat didasarkan
pada data primer (langsung dari narasumber) dan data sekunder
(data yang sudah ada atau data yang sudah terlebih dahulu dikumpulkan
oleh orang lain dan selanjutnya dapat digunakan kapan saja jika
diperlukan) (Sarwono, 2010: 1).
Jadi dari beberapa pengertian yang ada di atas tersebut
dapatlah kita simpulkan bahwa tulisan ilmiah adalah hasil karya
seseorang yang memenuhi kaidah baku penulisan ilmiah dengan
menggunakan metode tertentu yang didukung oleh data hasil temuan
(riset) untuk keperluan tertentu.

269
B. Fungsi Karya Ilmiah
Karya ilmiah berfungsi sebagai sarana untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Hakikat karya ilmiah adalah
mengemukakan kebenaran melalui metodenya yang sistematis,
metodologis, dan konsisten. Menurut Dwiloka dan Riana (2005: 2-3),
jika dihubungkan dengan hakekat ilmu, karya ilmiah mempunyai fungsi
sebagai berikut:
1. Penjelasan (Explanation) : Karya ilmiah dapat menjelaskan
suatu hal yang sebelumnya tidak diketahui, dan tidak pasti,
menjadi sebaliknya.
2. Ramalan (Prediction) : Karya ilmiah dapat membantu
mengantisipasi kemungkinan - kemungkinan yang akan
terjadi pada masa mendatang.
3. Kontrol (Control) : Karya ilmiah dapat berfungsi untuk
mengontrol, mengawasi dan atau mengoreksi benar
tidaknya suatu pernyataan.

C. Karakter Tulisan Ilmiah


Terdapat beberapa karakteristik tulisan ilmiah yang perlu
diketahui, antara lain sebagai berikut (Sarwono, 2010: 1-2):
a. Tulisan menggunakan metode ilmiah, artinya:
1) Tulisan didukung dengan menggunakan data hasil
observasi.
2) Terdapat hipotesis atau setidak-tidaknya pernyataan
penelitian.

270
3) Adanya kemungkinan dapat direproduksi oleh penulis
lain dalam konteks yang berbeda dengan menggunakan
metode yang sama.
4) Tulisan dapat diverifikasi. Artinya, kebenarannya
dapat dicek secara empiris (tersedia data pendukung di
lapangan).
5) Laporan hasil dipaparkan secara tertulis untuk
menjaga konsistensi dan kemudahan pengecekan.
b. Tulisan didukung dengan menggunakan data empiris.
Artinya, ada data yang dapat digunakan sebagai alat
pembuktian atau jawaban pertanyaan-pertanyaan yang
disampaikan dalam tulisan tersebut.
c. Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik observasi.
d. Terdapat pengukuran hasil yang ditemukan, biasanya
menggunakan hasil
perhitungan statistik.
e. Umumnya menggunakan terminologi khusus yang hanya
diketahui oleh sesama kelompok keahlian (per group).
f. Tidak jarang hasil temuan juga dipaparkan dengan
menggunakan grafik, tabel, atau gambar.
g. Tulisan disusun dengan menggunakan gaya penulisan
tertentu, yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Memberikan fakta.
2) Bersifat objektif.
3) Tidak mengandung unsur nilai moral dan emosi.
4) Menggunakan bahasa baku.

271
5) Bersifat akurat.
6) Tidak memberikan opini pribadi.
7) Gagasan dibangun secara sistematis dan logis.
8) Tidak bersifat argumentatif, tetapi menghadirkan
kesimpulan umum.
9) Tidak bersifat persuasif.
10) Tulisan tidak membesar-besarkan masalah (blow up).
11) Tulisan tidak digunakan untuk memberikan penilaian
terhadap sesuatu di luar objek yang dikaji.

D. Sifat Karya Ilmiah


karya ilmiah bersifat formal sehingga harus memenuhi syarat.
Menurut Dwiloka dan Riana (2005: 3-4), beberapa syarat tersebut
adalah:
1. Lugas dan Tidak Emosional.
Maksudnya adalah karya ilmiah hanya mempunyai satu
arti, tidak memakai kata kiasan, sehingga pembaca tidak
membuat tafsiran (interprestasi) sendiri-sendiri. Karena itu,
perlu ada batasan (definisi) operasional pengertian suatu
istilah, konsep, atau variabel.
2. Logis
Maksudnya adalah kalimat, alinea, subbab, sub-subbab,
disusun berdasarkan suatu urutan yang konsisten. Urutan
di sini meliputi urutan pengertian, klasifikasi, waktu
(kronologis), ruang, sebab-akibat, umum-khusus, khusus-
umum, atau proses dan peristiwa.

272
3. Efektif
Maksudnya adalah baik alenia atau subbab harus
menunjukkan adanya satu kebulatan pikiran, ada penekanan,
dan ada pengembangan.
4. Efisien
Maksudnya adalah hanya menggunakan kata atau kalimat yang
penting dan mudah dipahami.
4. Ditulis dengan bahasa Indonesia yang baku.

E. Jenis-Jenis Karya Ilmiah


Secara umum, karya ilmiah diperguruan tinggi menurut Arifin
(2003:1) dibedakan menjadi makalah, skripsi/Jurnal, tesis, dan disertasi.
1) Makalah adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan
suatu masalah yang pembahasannya berdasarkan data di
lapangan yang bersifat empiris-objektif. Makalah
menyajikan masalah dengan melalui proses berpikir
deduktif dan induktif. Makalah disusun biasanya untuk
melengkapi tugas-tugas ujian mata kuliah tertentu atau
memberikan saran pemecahan tentang masalah secara
ilmiah. Jika dilihat bentuknya, makalah adalah bentuk yang
paling sederhana di antara karya tulis ilmiah yang lain
Secara umum, struktur makalah terdiri dari :
a. Cover / Bagian Sampul Makalah.
Dalam bagian ini, terdiri dari judul, logo
kampus/universitas, data lengkap penulis, jurusan,
fakultas, kota, dan tahun kapan makalah di buat.

273
b. Kata Pengantar
Biasanya diawali dengan kalimat puji-pujian kepada
Allah SWT atau kepada Tuhan, gambaran sedikit
mengenai makalah, ucapan terima kasih, dan terakhir
biasanya terdapat harapan penulis ataupun permintaan
sumbangsih saran dan kritik.
c. Daftar Isi
Yaitu berisi poin-poin yang terdapat dalam makalah
beserta nomor halamannya.
d. BAB I Pendahuluan
Dalam makalah yang Anda buat, bagian BAB I, bab
tentang pendahuluan secara umum berisi tentang
gambaran umum tentang makalah, masalah yang akan
dibahas, latar belakang kenapa Anda mengangkat
permasalahan tersebut. Adapun struktur pada BAB I ini
meliputi :
1. Latar Belakang, berisi dasar atau titik tolak untuk
memberikan pemahaman kepada pembaca atau
pendengar mengenai apa yang ingin kita
sampaikan.Latar belakang yang baik harus disusun
dengan sejelas mungkin dan bila perlu disertai
dengan data atau fakta yang mendukung.
2. Rumusan Masalah, berisi rumusan apa yang Anda
bahas dalam makalah Anda.Rumusan masalah berisi
implikasi adanya data untuk mencari sebuah solusi
dalam suatu permasalahan dalam bentuk pertanyaan.

274
3. Maksud dan Tujuan, berisi maksud dan tujuan
pembuatan makalah.
e. BAB II Pembahasan
Pada bagian ini, Anda membahas secara tuntas
permasalahan yang Anda angkat pada BAB I. Pada
bagian ini adalah bagian dari isi sesungguhnya makalah
Anda.Dalam bagian pembahasan, Anda harus
memaparkan fakta-fakta yang memperkuat tulisan
Anda.Harus berisi kajian referensi beberapa/banyak
penulis yang mendukung gagasan yang Anda
sampaikan.
e. BAB III Penutup
Pada bagian ini, Anda membuatkan semacam
kesimpulan dari pembahasan yang Anda bahas pada
BAB II.Anda dapat menambahkansaran.
f. Daftar Pustaka
Berisi daftar referensi rujukan yang Anda ambil
untuk makalah Anda. Referensi rujukan dapat berupa
buku-buku, jurnal, skripsi, data dari internet dan lain
sebagainya.Terdapat kaidah atau aturan penulisan daftar
pustaka yang Anda harus penuhi.
g. Lampiran
Ini tidak mutlak harus ada. Pada bagian ini Anda
melampirkan data-data pendukung makalah Anda.
Dapat berupa foto-foto kegiatan, dll.

275
2) Skripsi/Jurnal adalah karya tulis ilmiah yang
mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat
orang lain. Pendapat yang diajukan harus didukung
oleh data dan fakta empiris-objektif, baik berdasarkan
penelitian langsung (observasi lapangan, atau percobaan di
laboratorium) maupun penelitian tidak langsung (studi
kepustakaan). Disamping tertib dan cermat di dalam
segi metodologinya, juga diperlukan sumbangan material
berupa temuan baru dalam segi tata kerja, dalil-dalil, atau
hukum tertentu tentang salah satu aspek atau lebih di
bidang spesialisasinya. Skripsi biasanya ditulis untuk
melengkapi syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1)
dan penyusunannya dibimbing oleh seorang dosen atau tim
yang ditunjuk oleh lembaga perguruan tinggi.
Skripsi mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Skripsi bidang pendidikan difokuskan pada
eksplorasi permasalahan dan atau pemecahan
masalah pendidikan dan pengajaran pada jenjang
pendidikan Prasekolah, Pendidikan Dasar (SD, SMP,
MTs), Pendidikan Menengah (SMA, SMK,
MadrasahAliyah), Pendidikan Tinggi, serta pada jalur
pendidikan luar sekolah termasuk pendidikan keluarga.
2. Dalam bidang non-kependidikan, skripsi difokuskan
pada permasalahan pada bidang keilmuan yang sesuai
dengan program studi mahasiswa.

276
3. Skripsi ditulis berdasarkan hasil pengamatan dan
observasi lapangan dan/atau penelaahan pustaka.
4. Skripsi ditulis dalam bahasa Indonesia (dan atau dalam
Bahasa Asing atau Bahasa Daerah yang baik dan benar
untuk prodi tertentu yang sesuai dengan program studi
yang diikuti oleh mahasiswa.)
5. Skripsi berbobot 6 sks.
Formatinti skripsi secara umum dengan metode kuantitatif
dapat diperhatikan sebagai berikut:
1. Format
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan Masalah
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian teori dan hasil penelitian yang relevan
B. Kerangka Berpikir
C. Hipotesis (jika ada)
BAB III METODE PENELITIAN
A.Tempatdan Waktu Penelitian
B. Rancangan/DesainPenelitian
C. Populasi dan Sampel
D. Teknik Pengambilan Sampel

277
E.Teknik Pengumpulan Data
F. Validasi Instrumen Penelitian
G.Teknik Analisis Data
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
B. Pengujian Persyaratan Analisis
C. Pengujian Hipotesis
D. Pembahasan Hasil Analisis Data
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A.Simpulan
B. Implikasi
C. Saran
Format inti skripsi secara umum dengan metode kualitatif
dapat diperhatikan sebagai berikut:
2. Format
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. ManfaatPenelitian
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian teori dan hasil penelitian yang relevan
B. Kerangka Berpikir
C. Hipotesis (bila perlu)

278
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian
C.Data dan Sumber Data
D.Teknik Sampling
E.Teknik Pengumpulan Data
F.Uji Validitas Data
G.Teknik Analisis Data
H. Prosedur Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Deskripsi Lokasi/ObjekPenelitian
B. Deskripsi Temuan Penelitian
C. Pembahasan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN


A. Simpulan
B. Implikasi
C. Saran
4) Tesis adalah karya tulis ilmiah yang sifatnya lebih mendalam
dibandingkan dengan skripsi. Tesis mengungkapkan pengetahuan baru
yang diperoleh dari penelitian sendiri. Karya tulis ini akan
memperbincangkan pengujian terhadap satu atau lebih hipotesis dan
ditulis oleh mahasiswa program pascasarjana, untuk melengkapi
syarat guna memperoeh gelas magister (S2).
Adapun format tesis secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:

279
3. Format
3.1 Judul
3.2 Lembar Pengesahan
3.3 Lembar Pernyataan
3.4 Abstrak
3.5 Kata Pengantar
3.6 Daftar Isi
3.7 Daftar Tabel, Daftar Gambar, Daftar Lambang, Daftar
Singkatan dan Daftar Lampiran
3.8 BAB I: Pendahuluan
b. 3.8.1 Latar Belakang Penelitian
c. 3.8.2 Rumusan Masalah atau Identifikasi Masalah
d. 3.8.3 Tujuan Penelitian
e. 3.8.4 Kegunaan Penelitian atau Manfaat Penelitian
3.9 BAB II: Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
3.9.1 Kajian Pustaka
3.9.2 Kerangka Pemikiran
3.9.3 Hipotesis
3.10 BAB III: Metodologi
3.11 BAB IV: Hasil dan Pembahasan
3.12 BAB V: Simpulan dan Saran
3.12.1 Simpulan
3.12.2 Saran
3.13 Daftar Pustaka
3.14 Lampiran

280
5) Disertasi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan
suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasarkan data
dan fakta yang sahih (valid) dengan analisis yang terinci. Dalil
yang dikemukakan biasanya dipertahankan oleh penulisnya dari
sanggahan-sanggahan senat guru besar/penguji suatu lembaga
pendidikan tinggi. Disertasi ini berisi suatu temuan penulis
sendiri, yang berupa temuan orisinal. Jika temuan orisinal ini
dapat dipertahankan oleh penulisnya dari sanggahan penguji,
penulisnya berhak menyandang gelar doktor (S3)

F. Manfaat Penulisan Karya Ilmiah


Manfaat penyusunan karya ilmiah bagi penulis adalah berikut:
1) Melatih untuk mengembangkan keterampilan membaca yang
efektif;
2) Melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai
sumber;
3) Mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan;
4) Meningkatkan pengorganisasian fakta/data secara jelas dan
sistematis;
5) Memperoleh kepuasan intelektual;
6) Memperluas cakrawala ilmu pengetahuan;
7) Sebagai bahan acuan/penelitian pendahuluan untuk
penelitian selanjutnya

281
G. Tipe Tulisan Ilmiah
Tipe tulisan ilmiah dikategorikan atas dua bagian tipe yaitu:
Tulisan ilmiah popular dan tulisan ilmiah murni.
1. Tulisan Ilmiah Popular
Sarwono (2010:11-13) menyatakan bahwa ciri-ciri dan
karakteristik tulisan ilmiah populer, antara lain:
(1) Adanya pesan yang dipergunakan untuk menarik
perhatian pembaca, yang dapat juga dikatakan bersifat
persuasif. Hal ini dikarenakan pada umumnya pembaca
yang ditargetkan ialah umum atau bukan spesialis di
bidang ahli mengenai topik bahasan yang ditulis.
(2) Isi tulisan diusahakan untuk memikat pembaca agar yang
bersangkutan tetap harus membaca tulisan tersebut sampai
selesai.
(3) Penulis melakukan kontekstualisasi data hasil riset ke dalam
tulisan tersebut sehingga data dapat dipahami dengan mudah
oleh pembaca umum.
(4) Bahasa yang dipergunakan bersifat umum dan tidak
mempergunakan terminologi khusus yang hanya dipahami
oleh ilmuan atau kelompok tertentu.
(5) Biasanya struktur kalimat yang dipergunakan ialah kalimat
aktif.
(6) Gaya penulisan tidak baku (diuraikan dalam bentuk populer
sehingga memudahkan pembaca umum untuk memahami isi
bacaan tersebut).
(7) Umumnya, informasi dipaparkan dalam bentuk narasi.

282
(8) Uraian dipaparkan ke dalam bentuk umum yang dapat
menarik, baik aspek intelektual pembaca maupun
menyentuh emosi pembaca yang bersangkutan.
(9) Secara implisit, kadang mengandung pesan tertentu berupa
keinginan penulis agar pembaca melakukan tindakan
tertentu.

2. Tulisan Ilmiah Murni


Ciri-ciri tulisan ilmiah murni, antara lain:
(1) Penulis berusaha memaparkan data apa adanya secara
objektif.
(2) Temuan kajian ditulis dalam bentuk sistematis,
terstruktur, dan baku.
(3) Penulis banyak menggunakan bahasa dan
terminologi khusus atau disebut ―jargon ilmiah‖
yang hanya dapat dipahami oleh ilmuan yang sama
bidang ilmunya dengan pokok bahasan yang ditulis.
(4) Umumnya, menggunakan struktur kalimat pasif.
(5) Gaya penulisan yang dipakai bersifat baku.
(6) Tulisan digunakan untuk memaparkan informasi dalam
bentuk khusus yang hanya digunakan untuk menarik
kemampuan intelektual pembaca.
(7) Tulisan bersifat bebas dari opini penulis.
(8) Terdapat jarak antara penulis dengan hal-hal yang
dikaji.

283
BAB XI
PENULISAN DAFTAR PUSTAKA

A. Pengertian Daftar Pustaka


Daftar Pustaka merupakan daftar yang berisi buku, makalah atau
bahan lainnya yang yang dirujuk dalam naskah skripsi. Daftar
pustaka ditulis sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah dengan
memperhatikan kemutakhiran (setidaknya sepuluh tahun terakhir)
dan mengutamakan pustaka hasil-hasil penelitian atau jurnal ilmiah
yang relevan dengan topik skripsi. Penulisan daftar pustaka secara
umum dapat dilihat pada pedoman sebagai berikut:
1. Lembar daftar pustaka diberi judul : DAFTAR
PUSTAKA (ditulis dengan huruf kapital tegak berukuran
12 pt font time new romans dan ditempatkan pada bagian
tengah atas).
2. Daftar pustaka ditulis dengan aturan sebagai berikut.
a. Nama Penulis, baik penulis Indonesia maupun
bukan Indonesia, dimulai dengannama belakang
(diketik lengkap), diikuti nama depan
(sebaiknya diketik singkatan nama depannya),
diakhiri dengan tanda (.).
b. Tahun terbit, diakhiri dengan tanda (.).
c. Judul buku (termasuk sub judul), diketik dengan
huruf miring (italic). Semua diketik huruf kecil,
kecuali huruf pertama judul dan subjudul,
diakhiri dengan tanda (.).

284
d. Kota tempat penerbit, diakhiri dengan tanda titik
dua (:)., dan
e. Nama penerbit, diakhiri dengan tanda titik (.).

3. Penulisan nama pengarang dimulai dengan tepi kiri,


sedangkan baris selanjutnya dimulai pada karakter
keenam dengan menggunakan spasi tunggal. Penulisan
antarabahan pustaka yang satu dengan yang lain
menggunakan jarak spasi rangkap.

Contoh :

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif,


dan R&D. Bandung:Alfabeta.

Bandura, A. 1977. Social Learning Theory. Prentice-Hall:


Englewood Cliffis. New Jersey.

5. Nama pengarang yang terdiri dari dua bagian atau lebih ditulis
dengan urutan: nama akhir diikuti koma, nama awal (disingkat) dan
nama tengahnya (kalau ada) diakhiri dengan titik. Pengedepanan
nama akhir pengarang bersifat menyeluruh, tidak dipertimbangkan
apakah nama akhir itu nama asli, nama keluarga, nama suami, atau
nama marga.

285
Zulaeha, I. 2008. Dialektologi, Dialek Geografi dan Dialek
Sosial.Yogyakarta: Graha

6. Bahan pustaka yang ditulis dua orang atau lebih, maka penulisan
nama pengarang pertama mengikuti ketentuan nomor 3. Antara
pengarang pertama dan kedua dipisah dengan kata sambung dan.
Jika pengarang terdiri dari 3 (tiga) orang, maka antarapengarang
pertama dan kedua dipisah dengan tanda titik dan koma, serta antara
pengarang kedua dan ketiga dipisahkan dengan tanda koma dan kata
sambung dan. Jika pengarangnya lebih dari 3 (tiga) orang, maka
yang ditulis hanya pengarang pertama yang diakhiri dengan tanda
koma dan disertai

Penulis dua orang


Kemmis, S. dan Taggart, R. 1998. The Action Research Panner. 3rd
ed. Victoria: Daekin University.
Penulis tiga orang
Johns, R. L., Edgar, L. dan Alexander, K. 2003. The Economic
Financing Of Education. New Jersey: Presntice-Hall.

Penulis lebih dari tiga orang


Arikunto, S. dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi
Aksara.

6. Jika beberapa buku dijadikan sumber dan ditulis oleh orang yang
sama nama pengarang hanya ditulis pada urutan pertama dan urutan
lainnya digarisbawahi. Apabila buku-buku tersebut diterbitkan

286
dalam tahun yang sama, maka angka tahun penerbit buku
berikutnya diikuti oleh lambang a, b c, dan seterusnya.
Contoh:

Sukirno, S. 2000a. Makro Ekonomi Modern. Jakarta: Raja Grafindo


Persada.. 2000b. Pengantar Teori Mikro Ekonomi.
Jakarta: jakarta: Raja Grafindo Persada.

7. Buku yang berisi kumpulan artikel yang ada editornya ditulis sama
bahan pustakayang berupa buku, hanya saja ditambah dengan (Ed.)
diantara nama pengarang dantahun penerbitan.

Contoh:

George, P (Ed.). 1997. Economic Education Research and


Studies. New York: Pergamon Press.

Nordholt, H. S., Purwanto, B., dan Saptari, R (Ed.). 2008.


Prespektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia.Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, KITLV-Jakarta,
PustakaLarasan.

8. Buku yang berisi kumpulan artikel (ada editornya) ditulis dengan


urutan nama pengarang artikel dengan tahun penerbit dan judul
artikel ditulis dalam tanda petik. Diikuti kata dalam dan nama
editor dengan keterangan (Ed.), judul buku kumpulan (dicetak
miring), kota penerbit dan penerbit serta halaman artikel. Masing-

287
masing bagian dipisah dengan tanda titik, kecuali antara kota
penerbit dan penerbit dipisahkan dengan tanda (:).

Contoh :

Levin, H. M. 1997. ―School Finance‖. Dalam Psacharopoulus


(Ed.), Economic Education Research and Studies. New
York: Pergamon Press. Hal. 234-250.

9. Artikel Jurnal ditulis seperti bahan pustaka yang berupa buku yang
berisi kumpulan artikel. Bedanya, setelah penulisan judul artikel
secara berturut-turut kemudian ditulis nama jurnal (dicetak miring),
nomor jurnal, dan halaman Artikel. Masing-masing bagian dipisah
dengan tanda titik (.), kecuali antara kota terbit dan penerbit dipisah
dengan tanda titik dua (:).

Contoh :

Wedyawati. N. 2014. ―Pembelajaran IPA Bervisi SETS untuk


Peningkatan SikapTanggap Bencana Siswa SD‖. Jurnal
VOX Education. Volume 5 No. 2 Hal 23-46.

B. Lewis. E. dkk. 2011. ―Elementary Teachers Comprehension Of


Flooding ThroughInquiry-Based Professional
Development and Use Of Self-RegulationStrategies‖.
Internasional Journal of Science Education, Volume 3.
Nomor 11Halaman 1473-1512.

288
10. Artikel dalam koran ditulis sama bahan pustaka yang berupa artikel
dalam jurnal. Akan tetapi, jika artikel itu tanpa nama pengarang,
yang pertama ditulis adalah nama korannya sebagai pengganti
nama pengarang dibelakang angka tahun dan nomor koran
ditambahkan tanggal dan bulan terbitan, dilanjutkan dengan nomor
halaman yang didahului singkatan hal.

Contoh:

Ahmad, Dj. 2003. ―Ujian Penghabisan, Ebtanas, hingga UAN‖.


Kompas.No. 328.Tahun ke 38. 5 Juni. Hal. 4 dan 5.

11. Dokumen resmi pemerintah yang diterbitkan oleh suatu penerbit


tanpa pengarang dan tanpa lembaga ditulis sebagai berikut. Judul
atau nama dokumen ditulis di bagian awal dengan huruf miring,
diikuti tahun terbit, kota terbit, dan nama penerbit.

Contoh:
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen.2006. Jakarta: Diperbanyak oleh PT
Armas Duta Jaya.
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
dan Pedoman UmumPembentukan Istilah. Bandung:
Diperbanyak oleh Yrama Media

12. Bahan pustaka yang ditulis atas nama lembaga ditulis dengan
urutan sebagai berikut. Nama lembaga penanggung jawab
langsung ditulis paling depan, diikuti dengan tahun, judul

289
karangan, nama tempat penerbitan, dan nama lembaga tertinggi
yang bertanggung jawab atas penerbitan karangan tersebut.

Contoh:

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2008. Kamus Besar


Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka.

BSNP. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41


Tahun 2007 TentangStandar Proses Untuk Satuan
Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta: BadanStandar
Nasional Pendidikan.

13. Buku terjemahan ditulis dengan urutan sebagai berikut: Nama


pengarang asli, diikuti tahun penerbitan karya terjemahan, judul
terjemahan, nama penerjemah (yang didahului kata terjemahan,
nama tempat penerbitan, dan nama penerbit terjemahan).

Contoh:
Ary, D., Jacobs, L.C., dan Razavieh, A. 2008. Pengantar
Penelitian Pendidikan.Terjemahan Arief Furchan.
Surabaya: Usaha Nasional.
Robbins, S. S. 1998. Perilaku Organisasi. Konsep, Kontroversi,
Aplikasi. TerjemahanHadyana Pujaatmaka dan Benyamin
Molan. Jakarta: Prenhallindo.

290
14. Skripsi, tesis, disertasi atau laporan penelitian ditulis dengan
menambahkan pernyataan ―skripsi, tesis, disertasi atau laporan
penelitian‖ yang dicetak miring dan diikuti nama Sekolah Tinggi,
Universitas atau lembaga penyelenggara penelitian. Nama kota
dibubuhkan jika nama Universitas itu tidak menggunakan nama
kota.

Contoh:
Ustadi, N. H. 2001. ―Pengaruh Kualitas Audit Laporan Keuangan
Tahunan terhadap Kualitas Informasi Keuangan bagi Para
Investor di Bursa Efek Jakarta‖. Skripsi. Pontianak:
Universitas Tanjung pura.

Handayani, F. 2009. Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT untuk


Meningkatkan HasilBelajar Siswa Kelas VII SMP Negeri
1 Purwodadi Kabupaten Pasuruan pada Materi
Keragaman Bentuk Muka Bumi. Laporan Penelitian:
SMAN 1 Seruai Papua.

14. Rujukan bisa diperoleh dari internet. Nama penulis ditulis


seperti rujukan dari bahan cetak, diikuti secara berturut-turut
oleh tahun, judul karya tersebut (dicetak miring) dengan diberi
keterangan dalam kurung (Online), dan diakhiri dengan alamat
sumberrujukan tersebut disertai dengan keterangan kapan
diakses, di antara tanda kurung.

291
Kumaidi. 2008. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan
Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan. Jilid 5,
No. 4. (http://malang.ac.id, diakses 12 Juni 2014).

E-mail Pribadi

Erick. A (a.erick@uwtsedu.au). 10 Juni 2013. Learning to Use Web


Authoring Tools. E-Mail Kepada Alison Hunter
(huntera@usq.edu.au).

15. Selain dari internet, bahan rujukan bisa diambil dari rekaman
video, rekaman kaset, CD ROM, atau jurnal elektronik. Cara
menulisnya sama dengan cara menulis daftar pustaka tulis.
Bedanya, pada rekaman video, nama yang dicantumkan adalah
nama produser dan sutradara yang diletakkan di depan judul.
Pada rekaman kaset yang dicantumkan adalah nama
pembicaranya, sedangkan CD-ROM dan artikel jurnal
elektronik yang dicantumkan adalah nama penulisnya. Di
belakang judul dicantumkan keterangan rekaman video, kaset,
atau CD-ROM yang ditulis di dalam tanda kurung.
Contoh:
Rekaman Video
Porni, L (Produser) dan Kotton, S. (Sutradara). 2010. Isabel
Allende: The Woman‟s voice in Latin-American
Literature. (Rekaman Video). San Fransisco: KQED

292
Rekaman Kaset
Costa, Jr. (Pembicara). 2009. Personality, Continuty, and Changes
of Adult Life.(Rekaman Kaset Nomor 207-433-88A-B).
Washington, DC AmericanPsychological Association
CD-ROM
Preiss, B., dan Nixon, J. 2004, The Ultimate Frank Lyoyd Wright:
American Architect.
(CD-ROM). New York; Byron Press Multimedia.

293
Catatan :
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………

294

Anda mungkin juga menyukai