Dari ketiga butir di atas yang paling menjadi perhatian adalah butir ketiga.Butir
ketiga itulah yang dianggap sesuati yang luar biasa. Dikatakan demikian, sebab negara-
negara lain, khususnya negara tetangga kita, mencoba untuk membuat hal yang sama selalu
mengalami kegagalan yang dibarengi dengan bentrokan sana-sini. Oleh pemuda kita,
kejadian itu dilakukan tanpa hambatan sedikit pun, sebab semuanya telah mempunyai
kebulatan tekad yang sama.
Kita tahu bahwa saat itu, sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda, bahasa Melayu
dipakai sebagai lingua franca di seluruh kawasan tanah air kita.Hal itu terjadi sudah berabad-
abad sebelumnya. Dengan adanya kondisi yang semacam itu, masyarakat kita sama sekali
tidak merasa bahwa bahasa daerahnya disaingi. Di balik itu, mereka telah menyadari bahwa
bahasa daerahnya tidak mungkin dapat dipakai sebagai alat perhubungan antar suku, sebab
yang diajak komunikasi juga mempunyai bahasa daerah tersendiri. Adanya bahasa Melayu
yang dipakai sebagai lingua franca ini pun tidak akan mengurangi fungsi bahasa daerah.
Bahasa daerah tetap dipakai dalam situasi kedaerahan dan tetap berkembang.Kesadaran
masyarakat yang semacam itulah, khusunya pemuda-pemudanya yang mendukung lancarnya
inspirasi sakti di atas.
Apakah ada bedanya bahasa Melayu pada tanggal 27 Oktober 1928 dan bahasa
Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928? Perbedaan ujud, baik struktur, sistem, maupun
kosakata jelas tidak ada. Jadi, kerangkanya sama. Yang berbeda adalah semangat dan jiwa
barunya.
Sebelum Sumpah Pemuda, semangat dan jiwa bahasa Melayu masih bersifat
kedaerahan atau jiwa Melayu. Akan tetapi, setelah Sumpah Pemuda semangat dan jiwa bahsa
Melayu sudah bersifat nasional atau jiwa Indonesia. Pada saat itulah, bahasa Melayu yang
berjiwa semangat baru diganti dengan nama bahasa Indonesia.
Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta
pada tanggal 25-28 Februari 1975 antara lain menegaskan bahwa dalam kedudukannya
sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
1) lambang kebanggaan nasional,
2) lambang identitas nasional,
3) alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang
sosial budaya dan bahasanya, dan
4) alat perhubungan antarbudaya antara daerah.
a. Bahasa resmi kedua di samping bahasa a. Bahasa yang digunakan dalam gerakan
Belanda, terutama untuk tingkat yang kebangsaan untuk mencapai
dianggap rendah. kemerdekaan Indonesia.
Sebenarnya tidak banyak perbedaan antara kedua bahasa tersebut. Berbagai varian
bahasa Melayu digunakan di berbagai wilayah Indonesia dan semua mengakui bahwa
bahasa yang digunakan di Provinsi Riau dan sekitarnya adalah bahasa Melayu Standar atau
bahasa Melayu Tinggi, bahasa Melayu Piawai). Perbedaan latar belakang sejarah, politik,
dan perlakuan yang berbeda menyebabkan munculnya perbedaan tata bahasa, peristilahan
dan kosakata, pengucapan, serta tekanan kata pada dua bentuk standar modern yang
sekarang dipakai.
Bahasa Indonesia berbeda dari bahasa Melayu di Malaysia karena bahasa Indonesia
memiliki lebih banyak perkataan yang berasal dari bahasa Jawa dan bahasa Belanda meski
bahasa Indonesia didasarkan dan didominasi dari bahasa Melayu Riau, contohnya "pejabat
pos" di Malaysia dikenal dengan sebutan "kantor pos" di Indonesia. "Kantor" ini berasal dari
kata Belanda kantoor untuk "pejabat"
B. Sejarah
Sebelum abad kedua puluh, bahasa Melayu ditulis menggunakan aksara yang
dimodifikasi dari aksara Arab yang dikenal sebagai Huruf Jawi.[1] Setelah abad dua puluh,
bahasa Melayu ditulis menggunakan huruf Latin, dikenal sebagai Rumi, dan penggunaan
huruf Latin ini telah hampir menggantikan huruf Jawi secara keseluruhan dalam kehidupan
sehari-hari. Romanisasi pada awalnya digunakan di Malaya (kini bagian dari Malaysia) dan
Hindia Belanda (kini Indonesia). Hal ini menunjukkan kedua negara tersebut merupakan
bekas jajahan britania dan Belanda.
Dalam bahasa Indonesia, huruf vokal u pada awalnya dilambangkan dengan oe,
seperti halnya dalam Bahasa Belanda. Perubahan resmi oe menjadi u dilakukan pada tahun
1947. Hal serupa juga terjadi di Malaysia, sampai tahun 1972, huruf konsonan c di Malaysia
dilambangkan dengan ch, sedangkan Indonesia mengikuti Belanda yang menggunakan tj.
Sehingga kata cucu di Malaysia dulu ditulis chuchu dan di Indonesia ditulis tjoetjoe, sampai
akhirnya sistem Ejaan Yang Disempurnakan diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1972,
yang mengganti tj dengan c.
Akan tetapi, oe masih dapat ditemukan, misalnya pada nama presiden pertama
Indonesia, Sukarno (ditulis Soekarno), dan penggantinya Suharto, (ditulis Soeharto).
Kombinasi huruf ch dan dj masih dapat ditemukan pada nama-nama semacam Achmad dan
Djojo (diucapkan Akhmad dan Joyo), meskipun kini orang-orang lebih suka menggunakan
ejaan pasca-1972.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Perbedaan_antara_bahasa_Melayu_Baku_dan_bahasa_Indonesia.
Diakses pada tanggal 23 Oktober 2016 Jam 19.45
BAHASA INDONESIA
KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA
NASIONAL DAN BAHASA NEGARA
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK V
ABDURRAHMAN NAWI
AGUS ARIANI
AINUN JARIYAH
ALDA ANGGERIYANI
BELLA SYAHILLAH
ESTRI UTAMI