Anda di halaman 1dari 15

I.

Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia


Kedudukan pertama bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan. Hal ini
tercantum dalam Sumpah pemuda (28-10-1928). Ini berarti bahwa bahasa Indonesia
berkedudukan sebagai Bahasa Nasional dan Kedua adalah sebagai Bahasa Negara.

II. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional


Kehadiran bahasa Indonesia mengikuti perjalanan sejarah yang panjang. Untuk
meyakinkan pernyataan ini, silahkan dipahami sekali lagi Sejarah Perkembangan Bahasa
Indonesia. Perjalanan itu dimulai sebelum kolonial masuk ke bumi Nusantara, dengan bukti-
bukti prasasti yang ada, misalnya yang didapatkan di Bukit Talang Tuwo dan Karang Brahi
serta batu nisan di Aceh, sampai dengan tercetusnya inpirasi persatuan pemuda-pemuda
Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 yang konsepa aslinya berbunyi:

Kami poetera dan poeteri Indonesia


mengakoe bertoempah darah satoe,
Tanah Air Indonesia.

Kami poetera dan poeteri Indonesia


mengakoe berbangsa satoe,
Bangsa Indonesia.

Kami poetera dan poeteri Indonesia


mendjoendjoeng bahasa persatoean,
Bahasa Indonesia.

Dari ketiga butir di atas yang paling menjadi perhatian adalah butir ketiga.Butir
ketiga itulah yang dianggap sesuati yang luar biasa. Dikatakan demikian, sebab negara-
negara lain, khususnya negara tetangga kita, mencoba untuk membuat hal yang sama selalu
mengalami kegagalan yang dibarengi dengan bentrokan sana-sini. Oleh pemuda kita,
kejadian itu dilakukan tanpa hambatan sedikit pun, sebab semuanya telah mempunyai
kebulatan tekad yang sama.
Kita tahu bahwa saat itu, sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda, bahasa Melayu
dipakai sebagai lingua franca di seluruh kawasan tanah air kita.Hal itu terjadi sudah berabad-
abad sebelumnya. Dengan adanya kondisi yang semacam itu, masyarakat kita sama sekali
tidak merasa bahwa bahasa daerahnya disaingi. Di balik itu, mereka telah menyadari bahwa
bahasa daerahnya tidak mungkin dapat dipakai sebagai alat perhubungan antar suku, sebab
yang diajak komunikasi juga mempunyai bahasa daerah tersendiri. Adanya bahasa Melayu
yang dipakai sebagai lingua franca ini pun tidak akan mengurangi fungsi bahasa daerah.
Bahasa daerah tetap dipakai dalam situasi kedaerahan dan tetap berkembang.Kesadaran
masyarakat yang semacam itulah, khusunya pemuda-pemudanya yang mendukung lancarnya
inspirasi sakti di atas.
Apakah ada bedanya bahasa Melayu pada tanggal 27 Oktober 1928 dan bahasa
Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928? Perbedaan ujud, baik struktur, sistem, maupun
kosakata jelas tidak ada. Jadi, kerangkanya sama. Yang berbeda adalah semangat dan jiwa
barunya.
Sebelum Sumpah Pemuda, semangat dan jiwa bahasa Melayu masih bersifat
kedaerahan atau jiwa Melayu. Akan tetapi, setelah Sumpah Pemuda semangat dan jiwa bahsa
Melayu sudah bersifat nasional atau jiwa Indonesia. Pada saat itulah, bahasa Melayu yang
berjiwa semangat baru diganti dengan nama bahasa Indonesia.
Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta
pada tanggal 25-28 Februari 1975 antara lain menegaskan bahwa dalam kedudukannya
sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
1) lambang kebanggaan nasional,
2) lambang identitas nasional,
3) alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang
sosial budaya dan bahasanya, dan
4) alat perhubungan antarbudaya antara daerah.

Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia ‘memancarkan’ nilai-nilai


sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa
Indonesia, kita harus bangga dengannya; kita harus menjunjungnya; dan kita harus
mempertahankannya.Sebagai realisasi kebanggaan kita terhadap bahasa Indonesia, kita
harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh.Kita harus bngga
memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan ‘lambang’ bangsa
Indonesia. Ini beratri, dengan bahasa Indonesia akan dapat diketahui siapa kita, yaitu sifat,
perangai, dan watak kita sebagai bangsa Indonesia. Karena fungsinya yang demikian itu,
maka kita harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita tidak tercermin di dalamnya.
Jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang
sebenarnya.
Dengan fungsi yang ketiga memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar
belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam
kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia
merasa aman dan serasi hidupnya, sebab mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi
‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain. Apalagi dengan adanya kenyataan bahwa dengan
menggunakan bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih
tercermin dalam bahasa daerah masing-masing.Kedudukan dan fungsi bahasa daerah masih
tegar dan tidak bergoyah sedikit pun.Bahkan, bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya
khazanah bahasa Indonesia.
Dengan fungsi keempat, bahasa Indonesia sering kita rasakan manfaatnya dalam
kehidupan sehari-hari. Bayangkan saja apabila kita ingin berkomunikasi dengan seseorang
yang berasal dari suku lain yang berlatar belakang bahasa berbeda, mungkinkah kita dapat
bertukar pikiran dan saling memberikan informasi? Bagaimana cara kita seandainya kita
tersesat jalan di daerah yang masyarakatnya tidak mengenal bahasa Indonesia? Bahasa
Indonesialah yang dapat menanggulangi semuanya itu.Dengan bahasa Indonesia kita dapat
saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan
strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan
kemanan (disingkat: ipoleksosbudhankam) mudah diinformasikan kepada warganya.
Akhirnya, apabila arus informasi antarkita meningkat berarti akan mempercepat peningkatan
pengetahuan kita. Apabila pengetahuan kita meningkat berarti tujuan pembangunan akan
cepat tercapai
III. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi
Sebagaimana kedudukannya sebagai bhasa nasional, bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara/resmi pun mengalami perjalanan sejarah yang panjang. Hal ini terbukti pada
uraian berikut.
Secara resmi adanya bahasa Indonesia dimulai sejak Sumpah Pemuda, 28 Oktober
1928. Ini tidak berarti sebelumnya tidak ada.Ia merupakan sambungan yang tidak langsung
dari bahasa Melayu. Dikatakan demikian, sebab pada waktu itu bahasa Melayu masih juga
digunakan dalam lapangan atau ranah pemakaian yang berbeda. Bahasa Melayu digunakan
sebagai bahasa resmi kedua oleh pemerintah jajahan Hindia Belanda, sedangkan bahasa
Indonesia digunakan di luar situasi pemerintahan tersebut oleh pemerintah yang
mendambakan persatuan Indonesia dan yang menginginkan kemerdekaan Indonesia.
Demikianlah, pada saat itu terjadi dualisme pemakaian bahasa yang sama tubuhnya, tetapi
berbeda jiwanya: jiwa kolonial dan jiwa nasional.
Secara terperinci perbedaan lapangan atau ranah pemakaian antara kedua bahasa itu
terlihat pada perbandingan berikut ini.

Bahasa Melayu: Bahasa Indonesia:

a. Bahasa resmi kedua di samping bahasa a. Bahasa yang digunakan dalam gerakan
Belanda, terutama untuk tingkat yang kebangsaan untuk mencapai
dianggap rendah. kemerdekaan Indonesia.

b. Bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah b. Bahasa yang digunakan dalam


yang didirikan atau menurut sistem penerbitan-penerbitan yang bertuju-an
pemerintah Hindia Belanda. untuk mewujudkan cita-cita perjuangan
kemerdekaan Indonesia baik berupa:
c. Penerbitan-penerbitan yang dikelola oleh
jawatan pemerintah Hindia Belanda. 1) bahasa pers,

2) bahasa dalam hasil sastra.

Kondisi di atas berlangsung sampai tahun 1945.

Bersamaan dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17


Agustus 1945, diangkat pulalah bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Hal itu dinyatakan
dalam Uud 1945, Bab XV, Pasal 36.Pemilihan bahasa sebagai bahasa negara bukanlah
pekerjaan yang mudah dilakukan.Terlalu banyak hal yang harus dipertimbangkan. Salah
timbang akan mengakibatkan tidak stabilnya suatu negara. Sebagai contoh konkret, negara
tetangga kita Malaysia, Singapura, Filipina, dan India, masih tetap menggunakan bahasa
Inggris sebagai bahasa resmi di negaranya, walaupun sudah berusaha dengan sekuat tenaga
untuk menjadikan bahasanya sendiri sebagai bahasa resmi.

Hal-hal yang merupakan penentu keberhasilan pemilihan suatu bahasa sebagai


bahasa negara apabila:
a. Bahasa tersebut dikenal dan dikuasai oleh sebagian besar penduduk negara itu
b. Secara geografis, bahasa tersebut lebih menyeluruh penyebarannya
c. Bahasa tersebut diterima oleh seluruh penduduk negara itu

Bahasa-bahasa yang terdapat di Malaysia, Singapura, Filipina, dan India tidak


mempunyai ketiga faktor di atas, terutama faktor yang nomor (3). Masyarakat multilingual
yang terdapat di negara itu saling ingin mencalonkan bahasa daerahnya sebagai bahasa
negara. Mereka saling menolak untuk menerima bahasa daerah lain sebagai bahasa resmi
kenegaraan. Tidak demikian halnya dengan negara Indonesia. Ketig faktor di atas sudah
dimiliki bahasa Indonesia sejak tahun 1928. Bahkan, tidak hanya itu.Sebelumnya bahasa
Indonesia sudah menjalankan tugasnya sebagai bahasa nasional, bahasa pemersatu bangsa
Indonesia.Dengan demikian, hal yang dianggap berat bagi negara-negara lain, bagi kita tidak
merupakan persoalan.

IV. Tata Ejaan


A. Kaidah Penyesuaian Ejaan Kata Serapan
Penyesuaian ejaan unsur serapan dilakukan dengan kaidah sebagai berikut:
1) aa menjadi a
- Paal menjadi pal
- Octaaf menjadi oktaf
2) ae tetap ae, jika tidak bervariasi dengan e
- aerobe menjadi aerob
- aerodynamics menjadi aerodinamika
3) ae menjadi e jika bervariasi dengan e
- haemoglobin menjadi hemoglobin
- haematite menjadi hematif
4) ai tetap ai
- trailer menjadi trailer
- caisson menjadi kaison
5) au tetap au
- audiogram menjadi audiogram
- hydraulic menjadi hidralik
B. Kaidah Penyesuaian Akhiran Asing
Akhiran-akhiran dari bahasa asing diserap sebagai bagian kata yang utuh. Jadi,.
Kata seperti standardisasi, implementasi, dan objektif diserap secara utuh di samping
diserap juga kata standar, implement, dan objek.
Kaidah Penyesuaian akhiran asing adalah sebagi berikut:
1) aat menjadi at
- Advokaat menjadi advokat
2) age menjadi ase
- Percentage menjadi persentase
3) air, ary menjadi er
- Primair, primary menjadi primer
4) ant menjadi an
- Informant menjadi informan
5) archie, archy menjadi arki
- Monarchie menjadi monarki
C. Aturan Penggunaan Tanda Baca itu adalah:
1. Tanda Titik
a) Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Misalnya:
- W.S. Rendra
- Abdul Hadi W.M
b) Tanda titik dipakai pada singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
Misalnya:
- Dr. (doctor)
- Kol. (colonel)
- Ny. (nyonya)
c) Tanda titik dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah umum, yang
ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
- s.d. (sampai dengan)
- a.n. (atas nama)
d) Tanda titik digunakan pada angka yang menyatakan jumlah untuk memisahkan
ribuan, jutaan, dan seterusnya.
Misalnya:
- Tebal buku itu 1.150 halaman.
- Dono membeli minyak sebanyak 1.000 liter
e) Tanda titik tidak digunakan pada singkatan yang terdiri atas huruf-huruf awal
kata atau suku kata dan pada singkatan yang dieja seperti kata (akronim).
Misalnya:
- DPR
- ABRI
f) Tanda titik tidak digunakan di belakang judul yang merupakan kepala karangan,
kepala ilustarasi tabel, dan sebagainy.
Misalnya:
- Azab dan Sengsara
- Wanita Indonesia di Pentas Sejarah
g) Tanda titik tidak digunakan di belakang alamt pengirim dan tanggal surat serta di
belakang nama dan alamat penerima surat.
Misalnya:
- Jalan Harapan III/AB 19
- Jakarta, 10 Agustus 1998
2. Tanda koma
Tanda koma digunakan:
a) Di antara unsur-unsur dalam suatu pembilangan.
Contoh:
- Adik membawa piring, gelas, dan teko.
- Satu, dua, tiga,…empat!
b) Untuk memisahkan bagian-bagian kalimat majemuk setara yang dihubungkan
dengan kata penghubung yang menyatakan pertentangan seperti tetapi dan
sedangkan.
Contoh:
- Saya ingin pergi, tetapi tidak punya uang.
c) Untuk memisahkan anak kalimat dan induk kalimat apabila anak kalimat itu
mendahului induk kalimatnya.
Contoh:
- Kalau dia datang, saya akan dating
- Karena sibuk, dia lupa akan janjinya.
d) Di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat, yang terdapat pada
awal kalimat, seperti jadi, lagipula, oleh karena itu, akan tetapi, meskipun begitu.
Contoh:
- Jadi, soalnya tidaklah semudah itu.
- Oleh karena itu, kita harus hati-hati.
e) Di balakang kata-kata seru, sperti O, ya, wah, aduh, yang terdapat pada awal
kalimat.
Contoh:
- Wah, bukan main.
- Aduh, mengapa jadi begitu?
f) Untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Contoh:
- Kata ibu, “saya senang sekali”
- “saya akan pergi sekarang juga,” kata adik kepada ibu.
h) Di muka angka persepuluh, dan di antara rupiah dengan sen.
Contoh:
- 12,25 cm
- Rp 125,50
i) Di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya, untuk
membedakannya dari singkatan nama keluarga atau marga.
Contoh:
- Moh. Bakri, S.H.
- Ny. Suhartina, S.P.
j) Untuk mengapit keterangan tambahan dan keterangan aposisi.
Contoh:
- Guru saya, Pak Ahmad, rajin sekali.
- Di daerah kami, umpamanya, masih sering terjadi pencurian.
k) Di antara: (a) nama dan alamat, (b) bagian-bagian alamat, (c) tempat dan tanggal,
dan (d) nama dan tempat wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Contoh:
- Sdr. Munadi, Jalan Pemuda 26, Jakarta Timur
- Dekan Fakulatas Kedokteran, Universitas Indonesia
- Jalan Raya Salemba4, Jakarta
- Jakarta, 9 Agustus 1999
- Kuala Lumpur, Malaysia
l) Untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunanya dalam Daftar Pustaka.
Contoh:
- Siregar, Merari, Azab dan Sengsara. Jakarta, Balai Pustaka,1954
m) Di antara nama tempat penerbitan, nama penerbit, dan tahu penerbitan, dalam
suatu Daftar Pustaka.
Contoh:
- Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta, Balai
Pustaka, 1976.
3. Tanda Hubung
Tanda hubung digunakan:
a) Untuk menyambung bagian-bagian bentuk ulang dan kata ulang.
Contoh:
- Sia-sia
- Baik-baik
b) Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan:
1. Se dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf capital.
Contoh:
- Besok akan diadakan lomba menari se-Jawa Tengah
2. Ke dengan angka.
Contoh:
- Ke-15 orang itu berasal dari Indonesia
3. Angka dengan-an.
Contoh:
- Paman mempunyai sepeda tahun 70-an
4. Singkatan huruf capital dengan imbuhan kata.
Contoh:
- Warga Palembang yang sudah dewasa diwajibkan ber-KTP Palembang.
- Pemberontakan itu dikenal dengan G-30-S PKI.
4. Tanda Titik Dua
Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti
rangkaian atau pemerian.
Contoh:
- Fakultas syariah mempunyai tiga jurusan: Perbankan, Muamalah, dan
Ekonomi Islam.
5. Tanda Titik Koma
Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam
suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Contoh:
- Para pemikir mengatur startegi dan langkah yang harus ditempuh;para
pelaksana mengerjakan tugas sebaik-baiknya;para penyandang dana
menyediakan biaya yang diperlukan.
6. Tanda Pisah
Digunakan untuk membatasi penyisipan kata atau ungkapan yang memberi
penjelasan khusus terhadap kalimat yang disisipinya.
Contoh:
- Kemerdekaan bangsa itu-saya yakin akan tercapai diperjuangkan oleh bangsa
itu sendiri.
- Bus Kramatjati jurusan Banjar-Jakarta.
7. Tanda seru
Digunakan sesudah kalimat, ungkapan, atau pernyataan yang berupa seruan atau
perintah.
Contoh:
- Alangkah besarnya mobil itu!
- Berangkatlah sekarang juga!
- Merdeka!
8. Tanda Petik
Digunakan untuk mengapit petikan langsung, judul syair, karangan, istilah yang
mempunyai arti khusus.
Contoh:
- Ia memakai celana “cubrai”
- Sajak “Aku” karangan Chairil Anwar
9. Tanda Petik Tunggal
Digunakan untuk mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan
asing.
Contoh:
- Lailatul Qadar ‘malam seribu bulan’
V. Perbedaan bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu

A. Perbedaan antara bahasa Melayu Baku dan bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu adalah dua bentuk baku dalam bahasa Melayu
modern (pasca-Perang Dunia II). Selain keduanya, terdapat pula bentuk baku lain yang
dipakai di Brunei. Namun karena penuturnya sedikit, perkembangan bentuk ini menjadi
kurang signifikan. Artikel ini mencoba menunjukkan perbedaan di antara kedua bentuk baku
utama meskipun usaha-usaha penyatuan ejaan dan peristilahan selalu dilakukan di bawah
koordinasi Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia (MABBIM).

Sebenarnya tidak banyak perbedaan antara kedua bahasa tersebut. Berbagai varian
bahasa Melayu digunakan di berbagai wilayah Indonesia dan semua mengakui bahwa
bahasa yang digunakan di Provinsi Riau dan sekitarnya adalah bahasa Melayu Standar atau
bahasa Melayu Tinggi, bahasa Melayu Piawai). Perbedaan latar belakang sejarah, politik,
dan perlakuan yang berbeda menyebabkan munculnya perbedaan tata bahasa, peristilahan
dan kosakata, pengucapan, serta tekanan kata pada dua bentuk standar modern yang
sekarang dipakai.

Bahasa Indonesia berbeda dari bahasa Melayu di Malaysia karena bahasa Indonesia
memiliki lebih banyak perkataan yang berasal dari bahasa Jawa dan bahasa Belanda meski
bahasa Indonesia didasarkan dan didominasi dari bahasa Melayu Riau, contohnya "pejabat
pos" di Malaysia dikenal dengan sebutan "kantor pos" di Indonesia. "Kantor" ini berasal dari
kata Belanda kantoor untuk "pejabat"

Perbedaan itu secara garis besar dapat dipaparkan sebagai berikut:


1. Dari latar belakang penjajahan asing bisa dikatakan bahwa bahasa Indonesia lebih
menyerap bahasa Belanda sedangkan bahasa Malaysia lebih menyerap bahasa Inggris.
2. Dari segi perlakuan, kedua bahasa tersebut diperlakukan sesuai dengan kebijakan
kebahasaan di negara masing-masing, namun ada perhimpunan yang mengatur bahasa
Melayu yang disebut dengan Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia
(MABBIM).
3. Dari segi penyerapan kata di negara masing-masing, bahasa Indonesia yang didasarkan
dari bahasa Melayu berdialek Riau menyerap pula bahasa-bahasa daerah di Indonesia
seperti bahasa Jawa, dll.

B. Sejarah
Sebelum abad kedua puluh, bahasa Melayu ditulis menggunakan aksara yang
dimodifikasi dari aksara Arab yang dikenal sebagai Huruf Jawi.[1] Setelah abad dua puluh,
bahasa Melayu ditulis menggunakan huruf Latin, dikenal sebagai Rumi, dan penggunaan
huruf Latin ini telah hampir menggantikan huruf Jawi secara keseluruhan dalam kehidupan
sehari-hari. Romanisasi pada awalnya digunakan di Malaya (kini bagian dari Malaysia) dan
Hindia Belanda (kini Indonesia). Hal ini menunjukkan kedua negara tersebut merupakan
bekas jajahan britania dan Belanda.

Dalam bahasa Indonesia, huruf vokal u pada awalnya dilambangkan dengan oe,
seperti halnya dalam Bahasa Belanda. Perubahan resmi oe menjadi u dilakukan pada tahun
1947. Hal serupa juga terjadi di Malaysia, sampai tahun 1972, huruf konsonan c di Malaysia
dilambangkan dengan ch, sedangkan Indonesia mengikuti Belanda yang menggunakan tj.
Sehingga kata cucu di Malaysia dulu ditulis chuchu dan di Indonesia ditulis tjoetjoe, sampai
akhirnya sistem Ejaan Yang Disempurnakan diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1972,
yang mengganti tj dengan c.

Indonesia mengganti konsonan dj dengan j, yang sudah terlebih dahulu digunakan di


Malaysia, sedangkan konsonan lama j digantikan oleh y, seperti halnya di Malaysia.
Demikian juga bunyi desah yang berasal dari bahasa Arab, yang dulu ditulis 'ch' di Indonesia,
kini menjadi kh dalam kedua bahasa.

Akan tetapi, oe masih dapat ditemukan, misalnya pada nama presiden pertama
Indonesia, Sukarno (ditulis Soekarno), dan penggantinya Suharto, (ditulis Soeharto).
Kombinasi huruf ch dan dj masih dapat ditemukan pada nama-nama semacam Achmad dan
Djojo (diucapkan Akhmad dan Joyo), meskipun kini orang-orang lebih suka menggunakan
ejaan pasca-1972.
DAFTAR PUSTAKA

Muslich,Masnur.2010.Bahasa Indonesia Pada Era Globalisasi.Malang:PT. Bumi Aksara

http://widhiieaprilia.blogspot.co.id/p/blog-page_17.html. Diakses pada tanggal 21 Oktober 2016.


Jam 09.09

http://ugerwan.blogspot.co.id/2009/11/tata-ejaan-bahasa-indonesia.html. Diakses pada tanggal


22 Oktober 2016 Jam 21.09

https://id.wikipedia.org/wiki/Perbedaan_antara_bahasa_Melayu_Baku_dan_bahasa_Indonesia.
Diakses pada tanggal 23 Oktober 2016 Jam 19.45
BAHASA INDONESIA
KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA
NASIONAL DAN BAHASA NEGARA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK V

ABDURRAHMAN NAWI

AGUS ARIANI

AINUN JARIYAH

ALDA ANGGERIYANI

BELLA SYAHILLAH

ESTRI UTAMI

LOKAL A PRODI EKONOMI SYARIAH


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
BANJARMASIN
2016

Anda mungkin juga menyukai