Anda di halaman 1dari 16

Nama : Muhsin Bumiarto

NPM : 23250048
Prodi : Pendidikan Agama Islam

Resume BAB I
SEJARAH SINGKAT BAHASA INDONESIA
A. Asal Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia yang dipakai oleh bangsa Indonesia sebagai bahasa resmidan
alat komunikasi sehari hari berasal dari bahasa melayu, bahsa melayu diresmikan menjadi
bahsa Indonesia pada tanggal 28 oktober 1928, yakni pada pada hari sumpah pemuda.
Bahasa Indonesia bukan hanya sebagai bahasa resmi di Negara Republik Indonesia, tetapi
merupakan bahasa kesatuan, bahasa pergaulan, alat komunikasi sehari-hari, bahasa
pengantar dalam dunia pendidikan/sekolah, dari taman kanak-kanak (TK) sampai
perguruan tinggi (PT). Hal itu sesuai dengan ketentuan menteri Pendidikan dan
Kebudayaan ketika itu yang menyatakan, bahwa:
1. Bahasa Indonesia ialah bahasa resmi Negara Republik Indonesia dan bahasa kesatuan
untuk segenap golongan dan semua masyarakat Indonesia.
2. Bahasa Indonesia ialah bahasa pengantar pada semua jenjang pendidikan serta bahasa
penghubung antarindividu yang satu dengan yang lain
3. Bahasa Indonesia ialah satu-satunya bahasa kebudayaan bangsa Indonesia dalam arti
yang seluas-luasnya, sehingga setiap gagasan, pemikiran, perasaan, dan pendapat dapat
dinyatakan atau diungkap- kan dengan bahasa tersebut.
4. Bahasa Indonesia kini sedang tumbuh dan berkembang, dan dalam pertumbuhannya
menerima unsur-unsur yang berasal dari bahasa daerah dan bahasa asing yang dapat
memperkaya kosa katanya.
Bahasa indonesia merupakan alat pemersatu bangsa yang ampuh, sebab melalui
bahasa perlahan lahan rasa nasionalisme dapat mengatasi rasa kedaerahan. Bahasa
indonesia tidak terasa sebagai bahasa asing, melainkan terasa sebagai bahasa milik
sendiri. Melalui asinilasi perkawinan antarsuku telah memungkinkan generasi mendatang
tidak lagi berbahasa daerah, tetapi berbahasa Indonesia.
B. Periode bersejarah dalam perkembangan bahasa indonesia
Dalam masa pertumbuhan dan perkembangan bahasa melayu menjadi bahasa
indonesia terdapat beberapa periode bersejarah yang cukup penting diketahui,
diantaranya;
1. Periode pertama, bahasa melayu tertua yang masih dapat ditemui dan diteliti sebagai
peninggalan masa lampau ialah bahasa melayu diatas empat buat batu bertugas (prasasti)
peninggalan kerajaan sriwijaya.
2. Periode kedua, pada masa malaka mengalami jayanya (abad 15) yaitu ketika malaka
menjadi pusat perdagangan, bahasa dan kesusastraan melayu berkembang pesat.
3. Periode ketiga, masa dibangunnya kembali kesusastraan melayu di Komitmen tahun
1530
4. Periode keempat, yaitu permulaan abad 19 masa pujangga Abdullah bin Abdul Kadar
munsyi
5. Periode kelima, pada masakan memasuki abad ke 20, dan pada awal abad 20 itu boleh
dikatakan awal masa perkembangan bahasa melayu menjadi bahasa indonesia.

Selanjutnya dalam sejarah tercatat tahun-tahun penting dan sangat berarti dalam
pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia, yaitu;
1. Pada tahun 1901 disusun ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. Van Ophuysen dalam
kitab logat Melayu yang oleh Gubernur Belanda telah ditetapkan sebagai bahasa
pengantar di sekolah-sekolah Bumiputera.
2. Pada tahun 1908 Pemerintah Belanda mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku
bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (taman bacaan rakyat) yang
kemudian pada tahun 1917 diubah namanya menjadi Balai Pustaka.
3. Pada tanggal 25 Juni 1918 keluar ketetapan Ratu Belanda yang memberikan kebebasan
kepada anggota-anggota Dewan Rakyat untuk menggunakan bahasa Melayu.
4. Pada tahun 1933 didirikan sebuah angkatan sastrawan muda yang diberi nama
Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdirr Alisyahbana.
5. Pada tahun 1938 terjadi suatu peristiwa penting, yaitu dilangsungkannya Kongres
Bahasa Indonesia yang pertama di Solo. Peristiwa ini merupakan suatu pengukuhan
terhadap kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
6. Masa pendudukan Jepang (1942-1945) merupakan masa yang cukup penting dalam
perkembangan bahasa Indonesia.
7. Pada tahun 1945, ketika bangsa kita memproklamasikan kemerdekaan, merupakan
masa yang sangat penting bagi bahasa Indonesia. Dimana bahasa Indonesia memperoleh
kedudukan yang lebih pasti, menjadi bahasa nasional, bahasa kesatuan, dan bahasa resmi
di Negara RI.
8. Pada tahun 1950 setelah kemerdekaan Indonesia, bahasa Indonesia secara bulat dan
penuh diakui oleh Belanda dan dunia, tidak hanya sebagai bahasa pergaulan atau bahasa
penghubung, melainkan juga sebagai bahasa ilmu, bahasa seni, bahasa politik, bahasa
hukum, dan bahasa ekonomi.
9. Pada tanggal 28 Oktober sampai dengan 2 November 1954 untuk pertama kali di alam
kemerdekaan diadakan kongres bahasa Indonesia kedua di Medan
10. Dengan ditetapkannya dan diresmikannya pemakaian ejaan baru, bahasa Indonesia
yakni "Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)" oleh Presiden RI, Suharto pada tahun 1972,

C. Alasan bahasa melayu diangkat menjadi bahasa indonesia


Secara historis bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu, karena bahasa Melayu
sudah sejak lama (berabad-abad) menjadi lingua franca, alat komunikasi antarsuku/etnis
dan pergaulan sehari di nusantara pada zaman Sriwijaya, di samping bahasa daerah
mereka sendiri. Pada jaman pemerintah Belanda, bahasa Melayu dipergunakan sebagai
bahasa pengantar dalam dunia pendidikan/ pengajaran, dan media sastra. Selain itu,
bahasa Melayu pemakaiannya cepat berkembang karena memiliki kesederhaan dalam
lafal, pola-pola bentuk/kata, kalimat, tingkat pemakaian istilah, dan sebagainya.
Pm Pr. Slamet Mulyana mengemukakan empat faktor yang menjadi penyebab, yaitu;
1. Sejarah telah membantu penyebaran bahasa melayu
2. Bahasa melayu mempunyai sistem yang sederhana
3. Faktor psikologi
4. Faktor kesanggupan bahasa itu sendiri
Seperti kita tahu, bahwa dalam perkembangan bahasa Indonesia terdapat beberapa
istilah yang sering dipergunakan, yakni; Bahasa Resmi, Bahasa Negara, Bahasa
Persatuan, Bahasa Kesatuan, dan Bahasa Nasional.
1. Bahasa Resmi ialah bahasa yang telah disahkan dengan undang-undang atau peraturan
pemerintah.
2. Bahasa Negara ialah bahasa suatu bangsa yang memiliki pemerintahan.
3. Bahasa Persatuan ialah bahasa yang berfungsi mempersatukan semua suku bangsa
yang ada di Indonesia.
4. Bahasa Kesatuan ialah bahasa yang telah menjadi satu. Bahasa Indonesia juga
diharapkan menjadi bahasa kesatuan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
5. Bahasa Nasional ialah bahasa yang dipergunakan sebagai wahana untuk menyatakan
aspirasi kenasionalan.

BAB II
KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

A. Kedudukan bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia memiliki kedudukan dan posisi yang sangat penting, yaitu
sebagai Bahasa Nasional dan bahasa resmi kenegaraan. Sebagai Bahasa Nasional, dasar
yuridisnya adalah Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada Tanggal 28 Oktober 1928.
point ke-3 yakni, "Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan bahasa
Indonesia". Sedangkan sebagai bahasa Resmi Negara dasar yuridisnya adalah UUD 1945,
Bab XV Pasal 36 yang menyatakan bahwa, "Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia".
Dengan demikian secara singkat dapat dikatakan bahwa Bahasa Indonesia memiliki
kedudukan sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Negara.
Terkait dengan hal tersebut, Depdikbud (1988) menjelaskan, bahwa bahasa
Indonesia ialah bahasa yang terpenting di kawasan republik kita. Sebenarnya penting
tidaknya suatu bahasa dapat lihat dan dikaji berdasarkan kriteria sebagai berikut:
(1). Jumlah penuturnya,
(2), Luas penyebarannya,
(3), Peranannya sebagai sarania ilmu pengetahuan, sastra, dan ungkapan budaya yang
dianggap bernilai

Jumlah penutur asli bahasa Indonesia lambat laun akan bertambah. Pertambahan
itu disebabkan oleh;

1. Arus pindah ke kota besar, seperti Jakarta yang merupakan tumpuan pendatang yang
berbeda-beda bahasa ibunya. Jika mereka menetap, maka anak-anaknya tidak jarang
akan di besarkan dengan bahasa indonesia sebagai bahasa pertamanya.
2. Perkawinan antarsuku kadang-kadang mendorong orang tua untuk berbahasa
Indonesia dengan anaknya.
3. Hal-hal yang berkaitan dengan patokan kedua, bahwa warga Negara yang
berketurunan asing ada yang tidak lagi merasa perlu menguasai bahasa leluhurnya.
Anaknya akan didik dengan bahasa Indonesia atau bahasa daerah yang dipakai di
lingkungan tempat tinggalnya.
4. Orang tua masa kini yang sama atau berbeda latar budayanya, ada yang mengambil
keputusan untuk menjadikan anaknya penutur asli bahasa Indonesia.

B. Fungsi Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia memliliki kedudukan dan fungsi yang sangat penting. Adapun
kedudukan Bahasa Indonesia adalah sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Resmi Negara.
Sehubungan dengan hal tersebut, Amran Halim, dalam Buku Politik Bahasa Nasional
(1980) menyatakan, bahwa dalam kedudukannya sebagai Bahasa Nasional, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai;
1. Lambang kebanggaan nasional.
2. Lambang identitas nasional.
3. Alat pemersatu berbagai masyarakat yang memiliki latar belakang social budaya, dan
bahasa ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia.
4.Sarana perhubungan antarbudaya, dan antardaerah.
Selanjutnya dalam kedudukannya sebagai bahasa resmi kenegaraan atau Bahasa
Negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai berikut;
1. Bahasa Resmi Pemerintahan atau Kenegaraan. Dalam kaitannya dengan fungsi ini
bahasa Indonesia dipergunakan dalam; administrasi kenegaraan. Misalnya dokumen-
dokumen, surat keputusan, surat-menyurat, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah atau
lembaga negara lainya.
2. Bahasa Pengantar dalam Dunia Pendidikan, Sebagai bahasa pengantar, bahasa
Indonesia dipergunakan di lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun non-formal
3. Bahasa pemerintahan, dalam kaitannya dengan fungsi ini, bahasa Indonesia tidak
hanya dipakai sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat
luas atau antar- suku, tetapi juga sebagai alat perhubungan di dalam masyarakat yang
keadaan sosial budayanya dan bahasanya sama.
4. Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Dalam kaitan ini, bahasa Indonesia adalah satu-satunya alat yang memungkinkan kita
membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia
memiliki identitasnya sendiri, yang membedakannya dengan bahasa daerah.

C. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Daerah


Bahasa Daerah adalah suatu bahasa yang dituturkan di suat wilayah dalam sebuah
negara kebangsaan. Defenisi Bahasa Daerah dalam hukum Internasional yang termuat
dalam rumusan Piagam Eropa untuk Bahasa-Bahasa Regional atau Minoritas diartikan
bahwa "bahasa-bahasa daerah atau minoritas" adalah bahasa-bahasa yang secara
tradisional digunakan dalam wilayah suatu negara, oleh warga negara dari negara
tersebut, yang secara numerik membentuk kelompok yang lebih kecil dari populasi
lainnya di negara tersebut dan berbeda dari bulase resmi (atau bahasa-bahasa resmi) dari
negara tersebut.
Dalam UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 di dalam penjelasannya, dikatakan:
"Bahasa daerah itu adalah bagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup; bahasa daerah
itu adalah salah satu unsur kebudayaan nasional yang dilindungi oleh negara", yang
fungsinya sebagaimana disimpulkan oleh peserta Seminar Politik Bahasa Nasional tahun
1975 di Jakarta, yakni:
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa-bahasa seperti Sunda, Jawa, Bali,
Madura, Bugis, Makassar, dan Batak berfungsi sebagai;
1. Lambang kebanggaan daerah,
2. Lambang identitas daerah, dan
3. Alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah.
Bahasa daerah sebagai pendukung bahasa nasional sesuai dengan perumusan Kongres
Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, merupakan sumber pembinaan bahasa
Indonesia. Sumbangan bahasa daerah kepada bahasa Indonesia, antara lain. bidang
fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan kosa kata. Demikian juga sebaliknya,
bahasa Indonesia mempengaruhi perkembangan bahasa daerah. Hubungan timbal balik
antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah saling melengkapi dalam perkembanganya.

D. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Asing


Bahasa asing merupakan bahasa negara lain yang tidak digunakan secara umum
dalam interaksi sosial. Kedudukan bahasa asing berbeda dengan bahasa kedua. Mustafa
(2010) dalam hal ini menyatakan bahwa bahasa kedua adalah bahasa yang dipelajari anak
setelah bahasa ibunya dengan ciri bahasa tersebut digunakan dalam lingkungan
masyarakat sekitar. Sedangkan bahasa asing adalah bahasa negara lain yang tidak
digunakan secara uma dalam interaksi sosial. Dalam kedudukanya sebagai bahasa asing,
bahasa-bahasa seperti, bahasa Inggris, Perancis, Mandarin, Jepang, Cina, Belanda, dan
Jerman tidak memiliki kemampuan untuk bersaing dengan bahasa Indonesia sebagai
bahasa Nasional maupun bahasa Negara atau dengan kata lain bahasa asing tidak akan
pernah menjadi bahasa Nasional ataupun bahasa Negara Indonesia.
Adapun fungsi bahasa asing dimaksud adalah:
1. Alat penghubung antar bangsa.
2. Alat pembantu pengembangan bahasa Indonesia menjadi bahasa modern.
3. Alat pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern untuk pembangunan
Nasional.
BAB III
BAHASA INDONESIA BAKU (STANDAR)

A. Pengertian Bahasa Indonesia Baku


Bahasa Indonesia baku adalah bahasa yang tunduk pada ketatapan yang telah
dibuat dan disepakati bersama mengenai ejaan, tata bahasa, kosa kata, dan istilah. Oleh
karena itu, bahasa Indonesia yang baku (baik dan benar) harus memperhatikan
penulisannya atau ejaannya, pengucapannya, struktur atau tata bahasanya, penggunaan
kata-katanya, penggunaan istilahnya, penyusunan kalimat dan penalarannya. Secara
singkat dapat dikatakan, bahwa bahasa Indonesia baku adalah bahasa Indonesia yang
pemakaianya mengikuti atau sesuai dengan kaidah, aturan, dan norma yang berlaku
dalam bahasa Indonesia.
Terkait dengan pemakaian bahasa Indonesia baku, maka ada beberapa referensi atau
kaidah yang perlu dipedomani dalam pemakaian bahasa Indonesia, antara lain;
1. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang berisi tentang kaidah alau aturan penulisan
dalam bahasa Indonesia
2. Buku Tata Bahasa Indonesia ini, berisi tentang pedoman penyusunan atau kaidah tata
bahasa Indonesia yang benar, baik dalam sal struktur kata, frase, klauss, dan utamanya
struktur kalimat.
3. Dalam bidang kosa kata, Depdiknas dalam hal ini Pusat Bahasa telah menyusun
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai referensi atau rujukan penggunaan kosa
kata bahasa Indonesia.
4. Dalam bidang peristilahian, Depdiknas dalam hal ini Pusat Bahasa juga telah membuat
dan menyusun buku pedoman pembentukan istilah.

B. Ciri dan Fungsi Bahasa Indonesia Baku


Bahasa Indonesia Baku (standar) memiliki beberapa ciri utama. Adapun ciri-ciri
Bahasa Indonesia Baku (standar) dimaksud adalah:
1. Memiliki sifat kemantapan dinamis.
Kata mantap di sini berarti memiliki kaidah yang tetap atau ada keseragaman norma.
Kata dinamis berarti ada peluang untuk perubahan sesuai dengan perubahan kebudayaan
dan bahasa.
Bahasa Indonesia baku memiliki peranan dan fungsi yang sangat penting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti dikemukakan oleh Anton M. Muliono
(1988) dalam "Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia", menyatakan, bahwa fungsi
bahasa Indonesia baku adalah sebagai berikut;
1. Fungsi pemersatu.
2. Fungsi penanda kepribadian/ pemberikhasan.
3. Fungsi penambah wibawa 4. Fungsi sebagai kerangka acuan.
2. Memiliki sifat kecendekiaan Cendekia di sini artinya mampu mengungkapkan proses
pemikiran yang rumit dalam berbagai bidang ilmu, teknologi, dan hubungan
antarmanusia.

C. Sikap terhadap Bahasa Indonesia Baku


Sikap bahasa (language attitude) adalah peristiwa kejiwaan dan merupakan bagian
dari sikap (attitude) pengguna bahasa pada umumnya Namun sikap tersebut dapat berupa
sikap positif dan negatif, maka sikap terhadap bahasa pun demikian.
Bersikap positif terhadap Bahasa Indonesia Baku yaitu:
1. Sikap kesetiaan bahasa.
2. Sikap kebanggaan bahasa.
3. Sikap kesadaran akan norma dan kaidah.
Kesetiaan bahasa, adalah sikap yang mendorong suatu masyarakat bahasa
mempertahankan kemandirian bahasanya. Kebanggaan Bahasa (language pride) yang
mendorong seseorang mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai
lambang identitas dan kesatuan masyarakat.

D. Pengguanaan Bahasa Indonesia Baku


Bahasa Indonesia Baku digunakan dalam bahasa lisan maupun tulisan. Jika secara
lisan, maka kita harus memperhatikan kaidah bahasa lisan, begitu pula jika berbahasa
tulis, maka kita harus memperhatikan kaidah bahasa tulis. Kemudian, jika ditinjau dari
pemakaian, bahwa Bahasa Indonesia Baku digunakan dalam:
1. Komunikasi resmi, yakni dalam surat-menyurat resmi dinas,pengumuman yang
dikeluarkan oleh instansi resmi, penamaan dan peristilahan resmi, perundang-undangan,
dan sebagainya.
2. Wacana teknis, yakni dalam laporan resmi, dan karangan ilmiah; makalah, skripsi,
tesis, disertasi, tugas-tugas sekolah/kuliah, dan lain.lain
3. Pembicaraan di depan umum, yakni dalam berpidato, ceramah, kuliah, khotbah, dan
sebagainya.
4. Pembicaraan dengan orang yang dihormati secara formal dan resmi. Misalnya,
pembicaraan dengan pimpinan, guru, dosen. pejabat, dan lain-lain.
Dengan demikian, Bahasa Baku Bahasa Indonesia dimaksud mencakup bahasa
baku secara lisan dan tulisan. Selanjutnya unsur Bahasa Baku Bahasa Indonesia tersebut
meliputi unsur bahasa yang terkecil fonem/huruf, morfem/bentukan kata/kosa kata,
sintaksis kalimat, paragraph/alenia, sampai dengan unsur bahasa terbesar dan tertinggi,
yakni wacana/karangan.

BAB IV
KETERAMPILAN BERBAHASA LISAN (PIDATO)

A. Keterampilan Berbahasa Lisan


Keterampilan dan kemampuan bahasa lisan yang perlu dimiliki oleh para pelajar
dan mahasiswa antara lain; diskusi, presentasi, berpidato, berceramah, dan lain-lain.
Seperti telah kita ketahui, bahwa keterampilan berdiskusipun banyak macamnya
diantaranya; diskusi kelompok, diskusi panel, seminar, doalog, debat, muktamar,
sarasehan, simposium, kongres, rapat kerja, dan sebagainya.
1. Pengertian Pidato
Pidato adalah Pengungkapan gagasan atau pikiran yang ditujukan kepada orang
banyak dengan teknik tertentu sehingga isi pidato yang disampaikan menjadi jelas dan
manarik. Menurut KBBI berpidato adalah pengungkapan buah pikiran dalam bentuk
kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak atau wacana yang disiapkan untuk
diucapkan di depan khalayak.
2. Tujuan pidato
Secara umum berpidato dihadapkan audiens memiliki 4 tujuan yaitu;
a. Menyampaikan informasi (informatove)
b. Meyakinkan dan memengaruhi sikap pendengar (persuasive)
c. Menghibur pendengar (rekreatif)
d. Menekankan aspek-aspek pendidikan (edicative)
Faktor-faktor yang harus diperhatikan agar dapat berpidato dengan baik antara lain;
a. Harus mempunyai tekad dan keyakinan bahwa pembicara mampu meyakinkan
orang lain. Dengan memiliki tekad ini maka akan tumbuh keberanian dan sikap
percaya diri sehingga pembicara tidak akan ragu-ragu mengucapkan pidatonya.
b. Harus memiliki pengetahuan yang luas sehingga pembicara dapat menguasai
materi dengan baik.
c. Harus memiliki pembendaharaan kata yang cukup, sehingga pembicara mampu
mengungkapkan pidato dengan lancar dan meyakinkan.
d. Harus memiliki kebiasaan atau latihan yang intensif. Persiapan yang matang dan
latihan yang intensif akan sangat membantu kelancaran berpidato.
3. Jenis-Jenis dan Metode Pidato
Berdasarkan referensi yang pernah penulis pelajarai, bahwa ditinjau dari sifat
isinya, pidato dapat dibedakan menjadi:
a. Pidato pembukaan, yaitu pidato singkat yang dibawakan oleh pembawa acara
atau MC (master of ceremony) dalam sebuah acara, seperti acara pernikahan,
ulang tahun.
b. Pidato pengarahan, yaitu pidato yang dilakukan oleh seseorang pada suatu
per-temuan resmi yang berfungsi untuk memberi pengarahan dalam
melakukan sesuatu, seperti pidato seorang Dekan dalam persiapan KKN
mahasiswa.
c. Pidato sambutan, yaitu pidato yang disampaikan pada suatu acara kegiatan
atau peristiwa tertentu yang dapat dilakukan oleh beberapa orang dengan
waktu yang terbatas secara bergantian, seperti pidato pejabat dalam acara
peresmian gedung.
d. Pidato peresmian, yaitu pidato yang dilakukan oleh orang yang berpengaruh
untuk meresmikan sesuatu, seperti pidato peresmian gedung baru oleh rektor.
e. Pidato laporan, yaitu pidato yang berisi laporan suatu tugas atau kegiatan yang
telah selesai dilaksanakan, seperti pidato laporan ketua kelompok KKN
mengenai kegiatan-kegiatan KKN yang dilakukan di desa.
f. Pidato pertanggungjawaban, yaitu pidato yang berisi suatu laporan
pertanggung-jawaban, seperti pidato pertanggungjawaban ketua koperasi pada
rapat akhir tahun dan sebagainya.
Ditinjau dari metodenya berpidato dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu:
a. Metode menghafal : membuat suatu rencana pidato lalu menghalalkan dari
kata perkata.
b. Metode impromptu (serta-merta) : membawakan pidato tanpa persiapan
dan hanya mengandalkan pengalaman dan wawasan.
c. Metode naskah : berpodato dengan menggunakan naskah yang telah
dibuat sebelumnya dan pada umumnya dipakai pada pidato-pidato resmi
d. Metode ekstemporan (menggunakan kerangka pembicaraan) : Metode
tanpa persiapan naskah yang lengkap
4. Langkah langkah berpidato
Hal hal yang perlu disiapkan dan dilakukan oleh seorang pembicara dalam
berpidato yaitu:
a. Menentukan topik dan tujuan pidato
b. Menganalisis pendengar dan situasi
c. Memilih topik dan menyempatkan topik
d. Mengumpulkan materi pidato
e. Menyusun dan mengembangkan kerangka pidato
f. Menguraikan secara mendetail
g. Melatih dengan suara nyaring
B. Faktor faktor penunjang keefektifan berpidato
Untuk menjadi pembicara (orator) yang baik, seorang pembicara harus
memberikan kesan bahwa ia menguasai masalah yang dibicarakan, pembicara harus
memperlihatkan keberanian dalam berbicara. Selain itu pembicara harus berbicara
dengan tepat dan jelas. Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh pembicara
untuk keefektifan berpidato yaitu faktor kebahasaan dan nonkebahasa-an.
1. Faktor kebahasaan
Berikut ini adalah faktor kebahasaan yang menentukan keberhasilan dalam
berpidato menurut arsjad dan mukti
a. Ketetapan ucapan
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi bunyi
bahasa secara tepat. Penginapan bunyi bahasa yang juga tepat dapat
mengalihkan perhatian pendengar.
b. Penempatan tekanan, sendi, nada, durasi yang sesuai
Kesesuaian tekanan, sendi, nada, dan durasi akan menjadi daya tarik
tersendiri dalam berbicara, bahkan kadang-kadang merupakan faktor
penentu.
c. Pilihan kata (Diksi)
Pilihan kata hendaknya tepat, jelas dan bervariasi. Maksudnya mudah
dimengerti pendengar yang menjadi sasaran.
d. Ketetapan sasaran pembicaraan
Pembicara sebaiknya menggunakan kalimat efektif untuk memudahkan
pendengar menangkap pembicaranaanya.
2. Faktor Non-Kebahasaan
Berikut ini adalah faktor nonkebahasaan yang dikemukakan oleh Arsjad dan Mukti
a. Sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku
Pembicara yang tidak tenang, kaku akan memberi kesan pertama yang kurang
menarik. Padahal, kesan pertama ini sangat penting untuk menjaga
kesinambungan perhatian pihak audiens/ pendengar.
b. Pandangan pada Lawan Bicara, Supaya.
pendengar dan pembicara betul-betul terlibat dalam kegiatan ber-bicara,
pandangan pembicara harus diarahkan kepada semua pendengar.
c. Kesediaan Menghargai Pendapat Orang Lain, Pembicara hendaknya memiliki
sikap terbuka dalam arti dapat menerima pendapat orang lain, bersedia
menerima kritik, dan bersedia mengganti penda-patnya jika memang pendapat
tersebut keliru.
d. Gerak-gerik dan Mimik yang Tepat
Gerak-gerik dan mimik juga merupakan faktor yang penting dalam berbicara.
Dengan gerak-gerik dan mimik yang tepat akan menghidupkan komu-nikasi
sehingga tidak kaku.
e. Kenyaringan Suara
Kenyaringan suaraharus disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pen-
dengar, agar semua pendengar dapat mendengar suara pembicara dengan
jelas.
f. Kelancaran dalam Berbicara
Berbicara dengan lancar akan memudahkan pendengar dalam menangkap apa
yang disampaikan oleh pembicara. Dalam berbicara perlu dihindari
penyelipan bunyi a, e, o yang dapat mengganggu pendengar dalam memahami
pesan yang disampaikan pembicara.
g. Penalaran Ide dari hal yang dibicarakan harus logis dan berkesinambungan.
Kalimat-kalimat yang digunakan dapat ditangkap oleh nalar dan tidak
melompat jauh dari topik yang dibicarakan.
h. Penguasaan topik
Dalam berpidato diperlukan kesiapan yang matang. Penguasaan topik akan
sangat membantu pembicara menjadi lebih percaya diri dalam berpidato.

C. Struktur atau organisasi naskah pidato


Secara umum struktur naskah pidato terdiri dari ;
1. Pembukaan
Dalam pidato biasanya pada bagian pembukaan disampaikan kata kata ataupun
ucapan berupa salam pembukaan.
2. Pendahuluan
Pendahuluan pidato biasanya berupa ucapan terima kasih, dan sedikit kejelasan
mengenai pokok masalah yang akan disampaikan dalam pidatonya.
3. Isi pokok
Isi pokok pidato merupakan uraian tentang menjelaskan secara rinci semua materi
dan persoalan tang dibahas.
4. Simpulan/penutup
Ini adalah bagian akhir dari sebuah pidato, yang merupakan kesimpulan dari
keseluruhan uraian sebelumnya.

D. Etika dalam berpidato


Selain Teknik dan metode berpidato, Hal yang penting untuk kita ketahui sebelum
berpidato adalah "etika berpidato". Dalam berpidato, tentu kita harus dapat beradaptasi
dan membedakan siapa yang menjadi pendengar/ audiens. Berikut beberapa etika dalam
berpidato yang harus kita perhatikan:
1. Etika berpidato di depan umum yang meliputi;
a. Mengenakan pakaian yang sesuai dengan suasana pertemuan, rapi,
bersih, dan Sopan. Tampil dengan bersahaja, sopan dan rendah hati.
b. Menyisipkan beberapa humor segar dalam pidato (khusus non-formal)
c. Gunakan kata-kata yang sopan, halus, dan sederhana.
d. Sebagai kata penutup jangan lupa mengucapkan maaf bila terdapat tutur
kata yang kurang berkenan dan lain-lain.
2. Etika Berpidato di Depan Pejabat
Adapun etika berpidato di depan pejabat sebaiknya adalah:
a. Menghilangkan rasa rendah diri.
b. Jangan tampil seolah-olah menggurui, sikap lebih tahu, dan lain-lain.
c. Jangan terlalu memberikan penghormatan yang berlebihan pada audiens.
3. Etika berpidato di depan pemuka agama
Bagaimana etika berpidato di depan Pemuka Agama? berpidato atau ber-
bicara di depan para Pemuka Agama idealnya sebagai berikut:
a. Jangan mengeluarkan kata-kata yang bisa menyinggung umat beragama;
b. Jangan ada nada merendahkan atau memuji agama/ kelompok tertentu;
c. Perbanyak istilah-istilah keagamaan/relegius.
4. Etika Berpidato di Depan Para Wanita.
Bila pembicara seorang laki-laki, hati-hati jangan sampai menyinggung harkat
dan martabat wanita; gunakan istilah-istilah yang tepat seperti ibu-ibu atau saudari
sekalian; hindari kata-kata kasar, kurang senonoh, dan kurang sopan;
5. Etika Berpidato di Depan Pemuda Mahasiswa
Berpidato pada forum ini harus mengutamakan penataran yang berkaitan
dengan chinia anak-anak muda: Jangan mengeluarkan kata-kata yang bersifat
menentang. Jangan mengkritik, menyinggung perasaan, dan menyalahkan anak-
anak muda.
6. Etika berpidato di depan masyarakat desa.
Meskipun kita berbicara di depan masyarakat umum, jangan sekali-kali
berbohong atau congkak, sombong, dan sebagainya. Gunakan kata-kata yang
sopan dan sederhana, dan jika perlu sisipkan kata atau istilah dalam bahasa
setempat yang bersifat humor.

Anda mungkin juga menyukai