Anda di halaman 1dari 17

Sejarah Bahasa Indonesia : Bahasa

Indonesia Sebagai Identitas Nasional


Bangsa Indonesia
Sejarah Bahasa Indonesia :
Bahasa Indonesia Sebagai Identitas Nasional Bangsa
Indonesia

Abstrak : Artikel ini membahas tentang sejarah bahasa Indonesia, peranan bahasa Indonesia dalam
nasionalisme Indonesia, kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia, serta karakteristik bahasa Indonesia
sebagai identitas nasional bangsa. Sumpah Pemuda yang terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928 dijadikan
tolok ukur lahirnya bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu sebagai salah
satu bahasa daerah yang ada di nusantara ini kemudian berkembang menjadi bahasa perantara (lingua
franca), terus menjadi bahasa nasional, dan akhirnya menjadi bahasa resmi Negara. Dalam kedudukan
sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2)
lambang identitas nasional, (3) sebagai bahasa persatuan nasional dari berbagai masyarakat yang
berbeda-beda bahasa dan budaya, serta (4) sebagai bahasa perhubungan antardaerah dan antarbudaya.
Dalam kedudukan sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi
kenegaraan, (2) bahasa pengantar di lembaga pendidikan, (3) bahasa perhubungan dalam pelaksanaan
pembangunan dan pemerintahan tingkat nasional, serta (4) bahasa pengantar dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern. Penting untuk kita menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan
benar. Tak hanya lewat penuturan lisan saja melainkan juga lewat tulisan. Bahasa Indonesia berkembang
sesuai zaman dan harus lebih diperkenalkan lagi ke masyarakat sebagai upaya untuk membangun rasa
nasionalisme karena bahasa Indonesia merupakan identitas sekaligus pemersatu bangsa Indonesia.

Kata kunci : bahasa Indonesia, Sumpah Pemuda, peran dan fungsi bahasa Indonesia, bahasa Melayu
I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Apa yang akan terjadi jika manusia hidup tanpa bahasa? Bahasa adalah hal penting
untuk manusia karena manusia akan kesulitan hidup tanpa bahasa. Sebagai makhluk
sosial, manusia tidak bisa berdiri sendiri dan membutuhkan manusia lainnya. Dalam hal
ini, komunikasi antar manusia sangatlah penting. Bahasa penting untuk berinteraksi
daan bersosialisasi dengan manusia lainnya. Bahasa merupakan sarana komunikasi yang
digunakan untuk menyampaikan maksud, ide, pikiran, maupun perasaannya kepada
orang lain. Dengan bahasa kita bisa berinteraksi dengan mudah dengan orang lain.
Sebaliknya, tanpa bahasa tentu akan menyulitkan sesorang untuk menyampaikan apa
yang menjadi keinginan maupun harapannya. Jadi, penting bagi seseorang untuk
menguasai dan terus meningkatkan kemampuan berbahasanya.

Menurut KBBI Daring, Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang
digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri, percakapan (perkataan) yang baik; tingkah laku yang baik;
sopan santun: baik budi –nya.

Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat berupa lambang bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia. Pengertian bahasa itu meliputi dua bidang. Pertama,
bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan arti atau makna yang tersirat dalam arus bunyi
itu sendiri. Bunyi itu merupakan getaran yang merangsang alat pendengaran kita.
Kedua, arti atau makna, yaitu isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang
menyebabkan adanya reaksi terhadap hal yang kita dengar. Untuk selanjutnya, arus
bunyi itu disebut dengan arus ujaran (Ritonga, 1:2012).

Bahasa adalah alat komunikasi antar manusia. Dengan bahasa orang bisa berinteraksi
dengan sesama manusia lainnya. Bahasa dapat digunakan jika saling memahami atau
saling mengerti satu sama lain. Kita dapat memahami maksud dan tujuan orang lain
ketika berbicara apabila kita mendengarkan dengan baik serta dapat meahami apa yang
dikatakan.

Bahasa Indonesia ialah bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana yang juga
disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Bahasa Indonesia juga
merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sebagaimana disebut dalam Sumpah
Pemuda 28 Oktober 1928.

Meskipun begitu, hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang benar-benar
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari karena masyarakat
Indonesia lebih suka menggunakan bahasa ibu mereka masing-masing seperti bahasa
Jawa, bahasa Sunda, dan bahasa tidak resmi lainnya. Untuk sebagian besar masyarakat
Indonesia lainnya, bahasa Indonesia baku dan resmi dianggap sebagai bahasa kedua
mereka. Bahasa Indonesia merupakan sebuah dialek bahasa Melayu yang menjadi
bahasa resmi Republik Indonesia.

Sebab itulah penulis membuat artikel tentang sejarah Bahasa Indonesia. Bahasa
Indonesia menjadi Identitas Nasional dan Bahasa Pemersatu Bangsa Indonesia. Apabila
salah satu orang dari dua suku yang berbeda di Indonesia ingin berbicara, maka mereka
akan menggunakan Bahasa Indonesia agar dapat dipahami oleh satu sama lain. Jika
masing-masing dari mereka berbicara dengan bahasa suku masing-masing, maka tentu
komunikasi akan menjadi tidak efektif dan tidak dapat dipahami oleh satu sama lain.
Bahasa Indonesia memiliki banyak peran dan fungsi selain sebagai alat komunikasi.
Peran dan fungsi tersebut juga akan penulis bahas dalam artikel ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Mengapa Sumpah Pemuda yang terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928 dijadikan
tolok ukur lahirnya bahasa Indonesia?
2. Apakah hubungan dan kemiripan antara bahasa Indonesia dan bahasa Melayu?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui alasan mengapa Sumpah Pemuda yang terjadi pada tanggal 28 Oktober
1928 dijadikan tolok ukur lahirnya bahasa Indonesia.
2. Mengetahui hubungan dan kemiripan antara bahasa Indonesia dan bahasa Melayu

II. Kerangka Teoretis

2.1 Sejarah Bahasa Indonesia

Kongres II bahasa Indonesia tahun 1954 mengakui bahwa bahasa Indonesia berasal
dari bahasa Melayu. Dalam catatan bahwa bahasa Melayu memiliki sejarah yang cukup
panjang. Dari batu-batu bertulis yang ditemukan, seperti Kedukan Bukit, Talang Tuwo,
Kota Kapur, Karang Brahi, Gandasuli, Bogor, dan Pagaruyung, maka yang paling awal
bertahun 683 M. Hal ini menunjukkan bahwa sejak abad ke-7, bahasa Melayu sudah
ditemukan dalam tulisan dengan aksara Pallawa (Collins, 2009: 78; Adul, 1981: 1-2).
Dari bukti ini dapat diduga bahwa secara lisan beberapa abad sebelumnya bahasa
Melayu sudah digunakan masyarakat penuturnya (orang Melayu).

Ada 5 faktor yang mendorong tersebarnya bahasa Melayu di nusantara. Pertama,


bahasa Melayu adalah bahasa yang digunakan oleh Kerajaan Sriwijaya sebagai salah
satu kerajaan di nusantara ini yang berpusat di Sumatera bagian Selatan dan Riau
(Ophuijsen, 1983). Kerajaan Sriwijaya pada masanya pernah menguasai wilayah yang
cukup luas di nusantara ini, sehingga bahasa Melayu sebagai bahasa kerajaan menyebar
seiring dengan meluasnya wilayah Kerajaan Sriwijaya.

Faktor kedua, pusat Kerajaan Sriwijaya merupakan wilayah pusat perdagangan


internasional. Di wilayah ini terjadi pertemuan dagang antarpedagang di nusantara ini
dengan pedagang yang datang dari luar nusantara. Dalam pertemuan perdagangan
tersebut terjadi komunikasi dengan menggunakan bahasa Melayu sehingga secara tidak
langsung para pedagang dari pelosok nusantara ini dan juga pedagang yang datang dari
luar, mau tidak mau mesti berkomunikasi dalam bahasa Melayu.

Faktor ketiga, pusat Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat pendidikan, kebudayaan, dan
keagamaan agama Buddha. Sebagai pusat pembelajaran agama Buddha, membuat
wilayah ini didatangi oleh para pembelajar agama Buddha dari berbagai wilayah,
termasuk yang berasal dari Cina, Champa dan Kamboja dengan bahasa pengantar
bahasa Melayu Kuno. Dalam kaitan ini terjadilah persentuhan antara penutur bahasa
Melayu dengan penutur yang berbahasa asing. Sebagai pusat pendidikan, kebudayaan,
dan keagamaan, intensitas hubungan berbahasa sangat kuat sehingga berdampak
terhadap penguasaan dan pemakaian bahasa Melayu.

Faktor keempat, letak geografis kerajaan Sriwijaya ini di selat Melaka menjadi pintu
masuk para pedagang dari dan ke nusantara sehingga frekuensi dan intensitas
pertemuan dan komunikasi sangat tinggi di jalur ini. Faktor kelima adalah bahasa dan
sastra Melayu. Bahasa Melayu memiliki sistem bahasa yang sangat sederhana, tidak
mengenal tingkat kebahasaan, serta terbuka, sehingga mudah dipelajari, sedangkan dari
segi kesusastraan, sastra Melayu sudah demikian tinggi yang berarti bahwa bahasa
Melayu sudah mempunyai tradisi kesusastraan yang sudah sangat baik.

Kelima faktor di atas yang membuat bahasa Melayu tersebar dan digunakan di
nusantara ini dalam komunikasi antarsuku dan antarbangsa, bagi kepentingan
perdagangan, kebudayaan, pendidikan, dan keagamaan. Dalam kondisi ini
memposisikan bahasa Melayu tidak hanya sebagai bahasa daerah, tetapi sudah menjadi
bahasa perantara ‘lingua franca’ dari berbagai suku dan bangsa yang berbeda bahasa di
nusantara ini. Bahkan oleh Van Ophuijsen (1983) disebutnya sebagai bahasa
internasional.
Pendirian Komisi Bacaan Rakyat tahun 1908 dan kemudian diubah menjadi Balai Pustaka
pata tahun 1917 sebagai lembaga pemerintah Hindia Belanda yang menerbitkan dan
menyediakan bahan bacaan rakyat dalam berbagai sektor kehidupan dalam bahasa
Melayu membuat berkembangnya dan tersebarnya bahasa Melayu di seluruh wilayah
nusantara. Demikian pula terbitnya majalah Pujangga Baru oleh Sutan Takdir
Alisjahbana dan kawan-kawan yang berwawasan nasionalisme dan kebudayaan modern
menjadikan bahasa Indonesia sebagai media perjuangan bangsa bagi kemajuan
kehidupan yang maju dan modern juga memberi andil dalam perkembangan dan
pertumbuhan bahasa Indonesia. Masa pendudukan Jepang di wilayah Hindia Belanda
setelah Jepang mengalahkan Belanda nusantara ini merupakan masa yang amat berarti
bagi perkembangan bahasa Indonesia. Jepang sebagai penguasa baru tidak ingin segala
hal yang berbau Belanda digunakan, termasuk bahasa. Jepang berkeinginan agar
bahasa Jepang yang digunakan di wilayah pendudukan ini. Namun penguasaan bahasa
tidak semudah menguasai suatu wilayah, penguasaan dan penggunaan bahasa
memerlukan proses yang panjang. Dalam kondisi transisi ini, pertimbangan yang sangat
realistis adalah digunakannya bahasa pribumi. Dalam hal ini, dipilihlah bahasa Melayu
(Indonesia) sebagai bahasa dalam pemerintahan dan pendidikan atau pengajaran
sehingga pada masa pendudukan Jepang ini bahasa Indonesia digunakan secara resmi
sebagai bahasa pemerintahan dan pendidikan atau pengajaran.

Perjuangan pergerakan kemerdekaan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia, baik


perlawanan fisik berupa peperangan maupun dalam bentuk politik, ditunjang pula oleh
perkembangan dan kondisi wilayah Hindia Belanda di nusantara ini. Kekalahan Belanda
atas Jepang dan kemudian kekalahan Jepang atas sekutu menyebabkan terjadinya
kevakuman kekuasaan di wilayah Hindia Belanda ini. Kondisi ini dimanfaatkan oleh para
pejuang untuk memproklamasikan diri menjadi negara dan bangsa yang merdeka dan
berdaulat oleh Bapak Soekarno – Hatta atas nama rakyat Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945. Sidang PPKI pada tangal 18 Agustus 1945 menetapkan UUD RI 1945
serta mengangkat Ir. Soekarno dan Drs. Muh. Hatta sebagai Presiden dan Wakil
Presiden RI. Dalam UUD 1945 bab 15 pasal 36 ditetapkan bahwa bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara.

Dengan demikian, dapat kita ketahui bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Melayu sebagai salah satu bahasa daerah di nusantara ini, kemudian berkembang
menjadi bahasa perantara ‘lingua franca’ antarmasyarakat. Kemudian Kongres Pemuda
Indonesia, 28 Oktober 1928 menetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan,
bahasa nasional bangsa Indonesia. Setelah merdeka, bahasa Indonesia ditetapkan
sebagai bahasa resmi Negara.

Berkaitan dengan hal tersebut Slamet Mulyana mengemukakan bahwa dipilihnya bahasa
Melayu yang dijadikan bahasa nasional Indonesia karena 4 faktor, yaitu (1) bahasa
Melayu sudah merupakan lingua franca di nusantara. (2) sistem bahasa Melayu
sederhana sehingga mudah dipelajari. (3) suku Jawa, suku Sunda, dan suku lainnya
dengan suka rela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional, dan (4) bahasa Melayu mempunyai 167 kesanggupan untuk dipakai sebagai
bahasa kebudayaan dalam arti luas (Arifin dan Tasai, 2008: 8). Di samping itu, Moeliono
(1981: 44) mengemukakan bahwa bahasa Melayu bukan merupakan bahasa asing di
nusantara, dan karena bahasa Melayu merupakan bahasa dengan penutur yang sangat
kecil (4,9%) sementara bahasa Jawa digunakan oleh penutur 47% dan bahasa Sunda
digunakan oleh penutur 14.5% sehingga tidak ada perasaan kalah dan menang,
sehingga dalam hubungan ini, Sutan Takdir Alisjahbana mengatakan sebagai mukjizat
dan Sapardi Djoko Damono menganggap sebagai keajaiban.
Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh
sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan
Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan
tersebut banyak mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun
morfologi bahasa Indonesia.

2.2 Peran dan Fungsi Bahasa Indonesia

Bahasa dan nasionalisme sangat berkaitan dan saling memegang peranan penting
(Samuel, 2008: 159). Teori Jerman yang dianggap sebagai teori kuno tentang bangsa
mengatakan bahwa suatu bangsa itu ditandai oleh persamaan keturunan, persamaan
tempat dan dilengkapi oleh persamaan bahasa dan kepercayaan. Jadi, menurut teori ini
antara bangsa dan bahasa itu terdapat hubungan yang saling menentukan, dalam arti
adanya suatu bangsa itu karena adanya bahasa yang menandainya dan adanya bahasa
karena adanya bangsa pemakainya (Muslich dan Oka, 2010: 67). Menurut Renan
(Muslich dan Oka, 2010: 68), bangsa itu adalah suatu lembaga sosial yang tumbuh
sebagai akibat pengalaman sejarah berupa perjuangan dan penderitaan dari penjajahan
yang sama, yang lalu menimbulkan keinginan untuk tetap bersama pada masa-masa
sekarang dan masa-masa yang akan datang (Gazalba, dalam Muslich dan Oka, 2010:
68). Bahasa adalah alat pengikat sosial yang paling kuat, kalau kita hubungkan dengan
kenyataan fungsi sosial budaya bahasa itu dalam masyarakat (Vendreyes, dalam Muslich
dan Oka, 2010: 68). Menurut Chase (Muslich dan Oka, 2010: 68), suatu bahasa di dalam
masyarakat mempunyai 3 fungsi (1) sebagai alat komunikasi eksternal (antarwarga), (2)
sebagai alat komunikasi internal (berpikir), dan (3) sebagai pembentuk pandangan
hidup.

Menurut Voessler (Muslich dan Oka, 2010: 71), rasa kebangsaan (nasionality) itu
tergantung sekali oleh bahasa nasional itu, karena bahasa nasional itu merupakan
elemen yang membentuk rasa kebangsaan suatu bangsa. Tentang peranan bahasa
nasional sebagai pembentuk rasa kebangsaan dikemukakan oleh Grya (Muslich dan Oka,
2010: 71) bahwa dengan peranan bahasa sebagai alat pembentuk rasa kebangsaan
maka setiap bangsa berkeinginan untuk memiliki suatu bahasa sendiri karena memiliki
suatu bahasa itu sama saja dengan memiliki suatu peradaban. Voessler (Muslich dan
Oka, 2010: 71) menyatakan antara rasa kebangsaan atau nasional karakter itu identik
dengan bahasa nasional.

Tanpa hadirnya bahasa Indonesia sulit dibayangkan dengan alat apakah bangsa
Indonesia akan mempersatukan seluruh kekuatan untuk melawan penjajah dan merebut
kemerdekaan (Suwito, 1983: 483 dan Mahayana, 2008: 38). Junus (1969:40)
menegaskan bahwa bahasa Indonesia adalah (a) bahasa yang digunakan dalam
pergerakan kebangsaan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, dan (b) bahasa yang
digunakan pada penerbitan-penerbitan yang bertujuan untuk mewujudkan cita-cita
perjuangan kemerdekaan Indonesia, baik berupa bahasa pers maupun bahasa dalam
karya sastra.
Seminar politik bahasa nasional yang dilaksanakan oleh Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa pada bulan Februari 1975 dan kemudian dikukuhkan dalam
Undang-Undang No. 24 Tahun 2009, menetapkan fungsi bahasa Indonesia dalam
kedudukan sebagai bahasa nasional. Fungsi tersebut adalah (1) sebagai lambang
kebanggaan nasional, (2) sebagai lambang identitas nasional, (3) sebagai bahasa
persatuan nasional dari masyarakat yang berbeda-beda bahasa daerah, dan (4) sebagai
bahasa perhubungan antarbahasa dan antarbudaya.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional Republik Indonesia mempunyai fungsi yang
khusus sesuai dengan kepentingan bahasa Indonesia, yaitu:

A. Sebagai bahasa resmi, maksudnya bahasa Indonesia merupakan alat untuk


menjalankan administrasi negara. Fungsi itu jelas tampak dalam surat menyurat resmi,
perauran-peraturan, undang-undang, pidato, dan pertemuan-pertemuan resmi.

B. Sebagai bahasa persatuan, maksudnya bahasa Indonesia memrupakan alat


untuk mempersatu berbagai suku di Indonesia. Indonesia terdiri dari berbagai macam
suku yang masing-masing memiliki bahasa dan dialeknya sendiri. Maka, dalam
mengintegrasikan semua suku tersebut, bahasa Indonesia memainkan peranan yang
penting.

C. Sebagai bahasa kebudayaan, maksudnya bahwa dalam pembinaan kebudayaan


Nasional, bahasa Indonesia berperan sebagai wadah penampung kebudayaan. Segala
ilmu pengetahuan dan kebudayaan harus diajarkan dan diperdalam dengan
menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat pengantarnya.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang ditetapkan pada tangal 18 Agustus
1945 dan dalam Bab XV, Pasal 36 menetapkan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa
resmi negara. Dalam kedudukan sebagai bahasa resmi negara ini, bahasa Indonesia
mempunyai 4 fungsi, yaitu (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa resmi dalam
pengajaran di sekolah, (3) bahasa resmi dalam pembangunan dan pemerintahan pada
tingkat nasional, serta (4) bahasa resmi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Jelaslah bahwa, sesuai dengan Sumpah Pemuda Tahun 1928 dan Undang-Undang Dasar
1945 (Bab XV, Pasal 36), bahasa Indonesia berkedudukan (1) bahasa nasional dan (2)
bahasa negara.

Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai


(1) Lambang Kebanggaan Nasional, (2) Lambang Identitas Nasional, (3) Alat yang
memungkinkan penyatuan berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar
belakang social budaya dan bahasanya ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia, dan
(4) Alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1)
Bahasa Resmi Kenegaraan, (2) Bahasa Pengantar di Lembaga-Lembaga Pendidikan, (3)
Alat Perhubungan pada Tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, dan (4) Alat pengembangan
kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.

III. Pembahasan

3.1 Sumpah Pemuda sebagai Tolok Ukur Lahirnya Bahasa Indonesia

Pada tahun 1928 bahasa Melayu mengalami perkembangan yang luar biasa. Pada tahun
tersebut para tokoh pemuda dari berbagai latar belakang suku dan kebudayaan
membuat ikrar untuk menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan
Indonesia. Ikrar ini dicetuskan melalui Sumpah Pemuda. Ikrar Sumpah Pemuda
dilakukan karena perjuangan rakyat yang telah dilakukan bertahun-tahun untuk
kemerdekaan belum juga berhasil. Sebab utama gagalnya perjuangan mencapai
kemerdekaan karena sifatnya masih kedaerahan. Egoisme suku dan daerah menjadi
penghalang munculnya persatuan.

Ikrar para pemuda itulah yang menjadi penyemangat muncul gerakan persatuan rakyat
untuk mencapai kemerdekaan, yang akhirnya membuahkan hasil berupa kemerdekaan
Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Satu hari setelah kemerdekaan Indonesia,
tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945, bahasa Bahasa Indonesia secara yuridis-formal
diakui sebagai bahasa resmi negara dan bahasa persatuan bangsa.

Pada saat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, usul agar bahasa Melayu diangkat sebagai
bahasa nasional disampaikan oleh Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan
ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Muhammad
Yamin mengatakan: “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di
Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi
bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa
Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.”

Peristiwa Sumpah Pemuda 1928 ini dianggap sebagai awal lahirnya bahasa Indonesia
yang sebenarnya, karena sejak saat itu bahasa Indonesia menjadi media dan sebagai
simbol kemerdekaan bangsa. Tidak bisa dipungkiri bahwa cita-cita kemerdekaan mulai
mengkristal dan menunjukkan kenyataannya sejak Sumpah Pemuda 1928. Mulai saat itu
bahasa Indonesia tidak hanya menjadi media kesatuan dan politik, melainkan juga
menjadi bahasa pengantar dalam bidang sastra.
Pendidikan sebagai bentuk politik etis dari pemerintah Hindia Belanda di nusantara
dengan bahasa pengantar adalah bahasa daerah yang bersifat lokal, bahasa Melayu, dan
bahasa Belanda. Pelaksanaan pendidikan ini dapat dinikmati oleh rakyat di tanah air
maupun oleh segelintir rakyat di Belanda dalam bidang hukum, kedokteran, ekonomi,
dan teknik menumbuhkan benih-benih nasionalisme dalam tubuh rakyat dan
masyarakat. Tumbuh rasa hak asasi sebagai manusia yang harus merdeka dari
penjajahan. Rasa nasionalisme ini berpadu dengan rasa anti penjajahan yang 166
dilakukan oleh berbagai gerakan pemberontakan dan peperangan dengan berbagai
tokohnya. Kristalisasi dari nasionalisme dan anti penjajahan ini dituangkan dalam satu
deklarasi nasionalisme hasil Kongres Pemuda Indonesia, 28 Oktober 1928 berupa
Sumpah Pemuda.

Ketika pembahasan dalam Kongres Pemuda Indonesia tersebut dijelaskan bahwa tidak
ada satu pun dari para pemuda yang berasal dari semua daerah di nusantara ini yang
keberatan menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan dan sebagai bahasa
nasional Indonesia. Sumpah Pemuda dengan 3 deklarasi tersebut oleh A. Teeuw disebut
sebagai pentasmiahan nama Indonesia bagi bangsa, tanah air, dan bahasa sehingga
dengan peritiwa ini memposisikan bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan dan bahasa
nasional bangsa Indonesia.

Bahasa Indonesia dengan perlahan-lahan, tetapi pasti berkembang dan tumbuh terus.
Pada waktu akhir-akhir ini perkembangannya itu menjadi demikian pesat sehingga
bahasa ini telah menjelma menjadi bahasa modern yang kaya akan kosakata dan
mantap dalam struktur.

Pada tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda kita mengikrarkan Sumpah Pemuda.
Naskah Putusan Kongres Pemuda Indonesia Tahun 1928 itu berisi tiga butir kebulatan
tekad sebagai berikut :

Pertama : Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah
Indonesia.

Kedua : Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa
Indonesia.

Ketiga : Kami putra putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Pernyataan yang pertama adalah pengakuan bahwa pulau-pulau yang bertebaran dan
lautan yang menghubungkan pulau-pulau yang merupakan wilayah Republik Indonesia
sekarang adalah satu kesatuan tumpah darah (tanah kelahiran) yang disebut Tanah Air
Indonesia.
Pernyataan yang kedua adalah pengakuan bahwa manusia-manusia yang menempati
bumi Indonesia itu juga merupakan satu kesatuan yang disebut bangsa Indonesia.

Pernyataan yang ketiga bukan merupakan pengakuan “berbahasa satu”, tetapi


merupakan pernyataan tekad kebahasaan yang menyatakan bahwa kita, bangsa
Indonesia, yang menjunjung tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia.

Indonesia pada waktu itu dituntut untuk dapat bersatu dalam mewujudkan tujuan yaitu
kemerdekaan. Dan para pemuda pada saat itu membuat inisiatif untuk dapat
mempersatukan bangsa Indonesia dalam melawan kolonial untuk dapat mencapai satu
tujuan yaitu merdeka, perlu adanya persatuan dan kesatuan melihat kondisi seperti itu
para Pemuda memancangkan tonggak yang kukuh yang dapat mempersatukan bangsa
Indonesia dengan nama Sumpah Pemuda yang di ikrarkan pada tanggal 28 Oktober 1928
dimana salah satunya isinya adalah “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung
bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Tujuannya adalah untuk
mempermudah komunikasi antar suku di Indonesia.

Kebijakan dalam pendidikan bahasa Indonesia di Indonesia dapat dilihat beberapa


keputusan yang diambil bangsa Indonesia dan dokumen-dokumen seperti berikut.

1) Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 Sumpah Pemuda merupakan tonggak


sejarah lahirnya bahasa Indonesia. Para Pemuda mendeklarasikan sumpahnya pada
tanggal 28 Oktober 1928. Salah satu ikrar tersebut berbunyi: KAMI POETRA DAN
POETRI INDONESIA MENDJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA
Ikrar ini mempunyai makna yang mendalam ditinjau dari perspektif semantik. Para
pemuda Indonesia tidak hanya “mengakoe”, bahkan “mendjoenjoeng” bahasa
persatuan, bahasa Indonesia yang diangkat dari bahasa daerah yaitu bahasa Melayu.

2) Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945. Dalam UUD 1945 Bab XV pasal 36


disebutkan bahwa Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia. Salah satu fungsi bahasa
Indonesia sebagai bahasa Negara adalah sebagai bahasa resmi pengantar dalam
lembaga pendidikan.

3) Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang menyatakan


masalah bahasa Indonesia diatur pada Bab VII Pasal 33 ayat (1) yang menyebutkan
bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam
pendidikan nasional. Pasal 37 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa kurikulum
pendidikan dasar dan menengah serta perguruan tinggi wajib memuat bahasa.

4) Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang


Negara serta Lagu Kebangsaan. Bagian undang - undang yang berkaitan dengan bahasa
terdapat pada Bab dan pasal berikut. (a) Bab I Pasal 1 menyebutkan bahwa Bahasa
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bahasa Indonesia adalah
bahasa resmi nasional yang digunakan di seluruh Kebijakan Pendidikan Bahasa
Indonesia ... (hal1-12) 10 wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (b) Bab III
Pasal 25 menyebutkan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara berfungsi
sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa,
serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah. Selain itu, bahasa
Indonesia juga sebagai bahasa resmi negara yang berfungsi sebagai bahasa resmi
kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan
kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan
dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa. (c) Pasal
26-39 mengatur penggunaan bahasa Indonesia yang selanjutnya pada pasal 40
disebutkan ketentuannya diatur dalam Peraturan Presiden. (d) Pasal 40 dan 43
mengatur Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa Indonesia. (e) Pasal 44
mengatur Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Internasional. (f) Pasal
45 mengatur Lembaga Kebahasaan.

5) Peraturan Presiden RI No. 16 Tahun 2010 tentang Penggunaan Bahasa


Indonesia dalam Pidato Resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden serta Pejabat Negara
Lainnya. Peraturan ini merupakan tindak lanjut dari Pasal 40 UU No. 24 Tahun 2009.
Perpres ini terdiri atas 3 Bab dan 17 pasal yang mengatur pidato resmi pejabat negara di
luar negeri dan di dalam negeri baik pada forum internasional maupun forum nasional.

Dengan demikian diikrarkannya Sumpah Pemuda, resmilah bahasa Melayu yang sudah
dipakai sejak pertengahan abad VII, sebagai bahasa Indonesia.

3.2 Hubungan dan Kemiripan antara Bahasa Indonesia dan Bahasa


Melayu

Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu, yang sejak dahulu
sudah dipakai sebagai bahasa perantara (lingua franca), bukan saja di Kepulauan
Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.

Pertanyaan yang mungkin timbul adalah kapan sebenarnya bahasa Melayu mulai
dipergunakan sebagai alat komunikasi. Berbagai batu bertulis (prasasti) kuno yang
ditemukan, seperti (1) Prasasti Kedukan Bukit di Palembang tahun 683, (2) Prasasti
Talang Tuo di Palembang tahun 684, (3) Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat tahun 686,
yang bertulis Pra-Nagari dan bahasanya bahasa Melayu Kuno, memberi petunjuk kepada
kita bahwa bahasa Melayu dalam bentuk bahasa Melayu Kuno sudah dipakai sebagai
alat komunikasi pada zaman Sriwijaya.

Prasasti-prasasti yang juga tertulis di dalam bahasa Melayu Kuno terdapat di Jawa
Tengah (Prasasti Gandasuli tahun 832) dan di Bogor (Prasasti Bogor tahun 942). Kedua
Prasasti di Pulau Jawa itu memperkuat pula dugaan kita bahwa bahasa Melayu Kuno
pada waktu itu bukan saja dipakai di Pulau Sumatra, melainkan pula dipakai di Pulau
Jawa.
Menurut Cliff Goddard dalam bukunya “The Languages of East and Southeast Asia: An
Introduction” (30:2005), menyebutkan persebaran bahasa di Asia Tenggara, yaitu
bahasa Indonesia dan Malaysia (disebut Malay) sebanyak 200 juta, bahasa Jawa 75 juta,
bahasa Sunda 30 juta, bahasa Tagalog 50 juta, dan sisanya bahasa yang lain. Bahasa
Indonesia dan bahasa melayu merupakan dua bahasa yang mempunyai jumlah penutur
terbanyak. Namun ditinjau dari segi politis identitas bahasa indonesia mempunyai
keunggulan dari bahasa melayu. Bahasa indonesia terbukti mampu mempersatukan
berbagai etnis yang ada di berbagai pulai di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa
bahasa indonesia dapat diterima oleh berbagai etnis dan menarik mereka untuk
mempelajarinya. Sebaliknya, bahasa Melayu di Malaysia yang berbasis etnis tertentu,
sehingga etnis non melayu enggan untuk mempelajarinya dan bertahan menggunakan
bahasa asal mereka.

Bahasa Indonesia bukan bahasa yang lahir secara alamiah, melainkan hasil kesepakatan
sosiologis dan politis, yaitu pengangkatan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia.
Namun, bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu yang digunakan di
Semenanjung Malaka, dan ada yang menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari
bahasa Melayu Tinggi yang digunakan di Riau dan di Jakarta.

Sementara itu, banyak pendapat yang menyatakan bahwa bahasa Indonesia merupakan
pijin, kreol, atau bukan pijin maupun kreol. Untuk itu, sebagai langkah awal
pembicaraan tentang “bentuk” bahasa Indonesia yang apakah merupakan pijin atau
merupakan kreol, atau bukan keduanya, perlu dibicarakan dahulu tentang apa yang
dimaksud dengan pijin dan kreol. Pijin ialah suatu bahasa campuran dari dua bahasa
(atau lebih) yang muncul secara alamiah karena masing-masing pihak penutur bahasa
aslinya tidak saling mengerti (Wardhaugh, 1986:57; Fasold, 1990:181; Crystal,
1992:334). Tentu saja, pijin itu tercipta agar masing-masing pihak dapat saling
berkomunikasi. Biasanya, bahasa pijin terjadi dari bahasa penduduk asli yang bercampur
dengan bahasa kaum pendatang. Biasanya pula, “sumbangan” dari bahasa penduduk
asli lebih banyak daripada “sumbangan” dari bahasa kaum pendatang, tetapi hal itu
tidak bersifat mutlak. Yang terpenting ialah bahasa pijin lebih sederhana dari
masingmasing bahasa “penyumbangnya”. Dengan kata lain, bagian mana yang lebih
mudah diterima/dimengerti oleh kedua belah pihak, bagian itu pula yang masuk ke
dalam pijin.

Selain itu, pijin juga dapat muncul pada daerah yang dihuni oleh orang-orang sesama
pendatang di suatu tempat yang masing-masing memiliki bahasa ibu berlainan, yang di
antara mereka tidak dapat saling memahami bahasa ibu pihak lain. Untuk itu, mereka
menggunakan, misalnya, bahasa Inggris (sebagai bahasa internasional) yang juga
sebenarnya tidak mereka pahami sepenuhnya. Akhirnya, bahasa yang muncul secara
spontan ialah bahasa Inggris bercampur dengan kedua bahasa ibu mereka sehingga
terbentuklah bahasa pijin Inggris (Wardhaugh, 1986:58-75).
Pijin, jelas-jelas bukan merupakan bahasa ibu bagi para penuturnya. Namun, pijin itu
dapat sebagai lingua franca (alat komunikasi), yaitu secara luas digunakan masyarakat
yang masing-masing memiliki bahasa ibu yang berbeda. Sebagai lingua franca, pijin
tersebut digunakan dalam kurun waktu yang relatif lama dari generasi ke generasi
sehingga memungkinkan pijin itu menjadi bahasa ibu bagi generasi berikutnya. Pijin
yang sudah menjadi bahasa ibu bagi para penuturnya itu disebut kreol. Dengan
demikian kreol ialah pijin yang sudah memiliki penutur asli (Todd, 1974:52; Wardhaugh,
1986:76; Fasold, 1990:186; Crystal, 1992:336).

Dengan adanya pendapat beberapa ahli tentang penjenisan bahasa Indonesia tersebut,
dapat digolongkannya tiga hipotesis tentang penjenisan bahasa Indonesia, yaitu: (1)
bahasa Indonesia merupakan pijin (belum kreol), (2) bahasa Indonesia merupakan
kreol, dan (3) bahasa Indonesia bukan merupakan pijin ataupun kreol.

Bahasa Melayu Tinggi yang digunakan di Riau termasuk bahasa yang berpretise karena
digunakan oleh para bangsawan. Kemudian, oleh pemerintah Hindia Belanda yang
menjajah Indonesia waktu itu membuat kebijakan bahwa bahasa Melayu tersebut
digunakan sebagai pengantar pendidikan di wilayah jajahannya, terutama di Jakarta.
Dengan itu, bahasa Melayu Tinggi digunakan oleh kaum terpelajar. Selanjutnya, pada
tahun 1901 Van Ophuijen membuat ejaan bahasa Melayu yang termuat dalam Kitab
Logat Melayoe yang tentu saja ejaan itu ejaan bahasa Melayu Tinggi, bukan Melayu
Pasar yang waktu itu sudah menjadi lingua franca di sebagian besar wilayah Indonesia.

Para pemuda yang juga sebagai kaum pelajar mengadakan kongres pemuda pada
tanggal 28 Oktober 1928 dengan salah satu keputusannya ialah “Menjunjung bahasa
Persatuan yaitu bahasa Indonesia”. Karena itu, selanjutnya, bahasa perpolitikan mereka
ialah bahasa Indonesia yang tentu saja yang berasal dari Melayu Tinggi karena
penggunanya ialah kaum terpelajar. Klimaksnya, bahasa Indonesia tersebut
distandardisasikan secara resmi pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai bahasa
persatuan dan bahasa negara. Di pihak lain bahasa Melayu Pasar semakin tumbuh
subur, bahkan menjadi kreol di berbagai tempat, termasuk yang ada di Jakarta. Jadi,
pada waktu itu di Jakarta (sebagai pusat Pemerintahan Belanda maupun Indonesia)
memiliki dua bahasa, yaitu bahasa Melayu Tinggi yang secara politis menjadi bahasa
Indonesia dan bahasa Melayu Pasar yang akhirnya menjadi dialek Melayu Jakarta
sampai sekarang.

Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu, namun bahasa Indonesia bukan bahasa
Melayu, karena bahasa Indonesia sudah sangat berbeda dengan bahasa Melayu. Dalam
perkembangannya, bahasa Indonesia sangat banyak menyerap kosakata dari berbagai
bahasa, baik bahasa asing maupun bahasa daerah di Indonesia. Bahasa asing yang
berkontribusi dalam pengembangan bahasa Indonesia meliputi bahasa Sanskerta,
bahasa India, bahasa Tamil, bahasa Portugis, bahasa Parsi, bahasa China, bahasa
Jepang, bahasa Belanda, bahasa Jerman, bahasa Arab, dan bahasa Inggris, sedangkan
dari bahasa daerah meliputi bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Batak, bahasa Minang,
bahasa Palembang, bahasa Bugis, bahasa Banjar, bahasa dari Papua, bahasa dari
Maluku, dan lain-lain.

Bahasa Indonesia bukan bahasa Melayu, bukan bahasa daerah, dan juga bukan bahasa
asing, bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa resmi negara Indonesia.
Bahasa Indonesia, sejak awal pembentukannya dari bahasa Melayu sangat banyak
menyerap berbagai bahasa asing dan bahasa daerah. Dilihat dari sifat kebahasaan,
bahasa Indonesia bersifat aglutinasi tidak bersifat derivasi, sehingga dalam proses
morfologis menggunakan imbuhan berupa awalan, akhiran, dan sisipan, serta
penggabungan awalan dan akhiran berupa konfiks serta simullfiks, sedangkan dalam
struktur kalimat bahasa Indonesia menganut hukum DM (diterangkan – menerangkan)
bukan MD (menerangkan – diterangkan). Hal ini sangat berbeda dibandingkan dengan
bahasa Inggris atau bahasa Arab.

IV. Penutup
4.1 Simpulan

Sumpah Pemuda hasil oleh Kongres Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 1928
merupakan kristalisasi dari nasionalisme Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai salah satu
isi sumpah pemuda memegang peranan penting bagi nasionalisme Indonesia. Bahasa
Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu sebagai salah satu bahasa daerah yang ada
di nusantara ini kemudian berkembang menjadi bahasa perantara (lingua franca), terus
menjadi bahasa nasional, dan akhirnya menjadi bahasa resmi Negara.

Dalam kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1)
lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) sebagai bahasa
persatuan nasional dari berbagai masyarakat yang berbeda-beda bahasa dan budaya,
serta (4) sebagai bahasa perhubungan antardaerah dan antarbudaya. Dalam kedudukan
sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi
kenegaraan, (2) bahasa pengantar di lembaga pendidikan, (3) bahasa perhubungan
dalam pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan tingkat nasional, serta (4) bahasa
pengantar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

4.2 Saran

Bahasa Indonesia mempunyai banyak peran dan kedudukan penting. Bahasa Indonesia
juga disebut bahasa pemersatu bangsa. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk
menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Tak hanya lewat penuturan
lisan saja melainkan juga lewat tulisan. Bahasa Indonesia berkembang sesuai zaman
dan harus lebih diperkenalkan lagi ke masyarakat sebagai salah satu upaya untuk
membangun rasa nasionalisme karena Bahasa Indonesia merupakan identitas sekaligus
pemersatu Bangsa Indonesia.

V. Daftar Pustaka

Devianty, R. (2017). Bahasa Sebagai Cermin Kebudayaan. Jurnal tarbiyah, 24(2).

Harmoko, D. D. (2015). Analisa Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Komunikasi Antar Negara
Anggota ASEAN. SNIT 2015, 1(1), 1-6.
Kemendikbud. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan RI. https://kbbi.kemdikbud.go.id/ diunduh di Jakarta, 14 November 2020.

Kuntarto, E. 2017. Modul Matakuliah Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Universitas
Jambi.

Monika, R. 2015. Sejarah Bahasa Indonesia. SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH


Ar RAUDAH (STIT-AR) HAMPARAN PERAK, DELI SERDANG.

Sukesti, R. (2015). Pendekatan Linguistik Sinkronis dan Diakronis pada Beberapa Dialek Melayu:
Pemikiran Kritis atas Sejarah Bahasa Melayu. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, 15(1), hlm.
46-56.

Susilo, J. (2014). Kebijakan Pendidikan Bahasa Indonesia Di Era Globalisasi: Permasalahan dan
Solusi. LOGIKA Jurnal Ilmiah Lemlit Unswagati Cirebon, 12(3), hlm. 1-12.

Yazidi, A. (2012). Bahasa Indonesia Sebagai Identitas Nasional Bangsa Indonesia (Indonesian
Language As The National Identity Of Indonesian). JURNAL BAHASA DAN SASTRA, hlm. 163-177.

VI. Ringkasan Artikel

Sumpah Pemuda yang terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928 dijadikan tolok ukur
sebagai lahirnya bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai salah satu isi sumpah
pemuda memegang peranan penting bagi nasionalisme Indonesia. Bahasa Indonesia
yang berasal dari bahasa Melayu sebagai salah satu bahasa daerah yang ada di
nusantara kemudian berkembang menjadi bahasa perantara (lingua franca), lalu
menjadi bahasa nasional, dan akhirnya menjadi bahasa resmi Negara.

Dalam kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1)
lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) sebagai bahasa
persatuan nasional dari berbagai masyarakat yang berbeda-beda bahasa dan budaya,
serta (4) sebagai bahasa perhubungan antardaerah dan antarbudaya. Dalam kedudukan
sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi
kenegaraan, (2) bahasa pengantar di lembaga pendidikan, (3) bahasa perhubungan
dalam pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan tingkat nasional, serta (4) bahasa
pengantar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

Bahasa Indonesia mempunyai banyak peran dan fungsi juga disebut bahasa pemersatu
bangsa. Penting bagi kita untuk menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan
benar. Tak hanya lisan saja melainkan juga tulisan. Bahasa Indonesia berkembang
sesuai zaman dan harus lebih diperkenalkan lagi ke masyarakat sebagai salah satu
upaya untuk membangun rasa nasionalisme karena Bahasa Indonesia merupakan
identitas sekaligus pemersatu bangsa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai