MAKALAH
BAHASA INDONESIA
ii
Judul Tugas : Revisi Makalah Bahasa Indonesia
Penulis :
Fanny Pratama Putra (23201042)
Krisno Rohmat Arsy (23201068)
iii
Daftar Isi
R E V I S I M A K A L A H ....................................1
Daftar Isi................................................................................................iv
Sejarah dan ragam bahasa Indonesia.......................................................7
Ejaan Bahasa Indonesia.........................................................................11
Kata dan morfologi bahasa indonesia....................................................15
Pilihan kata bahasa indonesia................................................................19
Tata kalimat bahasa indonesia...............................................................22
Penyusunan paragraf bahasa indonesia..................................................25
Karya tulis ilmiah...................................................................................28
Etika penulisan karya ilmiah..................................................................31
daftar Pustaka.........................................................................................34
iv
Dibuat untuk memenuhi tugas matakuliah Bahasa
Indonesia
v
vi
Sejarah dan ragam bahasa
Indonesia
a. Sejarah Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang berasal dari bahasa
Melayu. Bahasa tersebut digunakan sebagai bahasa perantara (lingua
franca) atau bahasa pergaulan, di hampir seluruh wilayah Asia
Tenggara. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya prasasti-prasasti
kuno yang ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu. Selain itu,
dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu yang disesuaikan dengan
pertumbuhannya dalam masyarakat Indonesia sekarang.
Itulah pernyataan butir 8 Keputusan Seksi A dalam Kongres Bahasa
Indonesia kedua di Medan yang berlangsung 28 Oktober—2 November
1954. Keputusan itu secara eksplisit menegaskan kembali bahasa
Melayu sebagai asal dan dasar bahasa Indonesia. Dengan demikian,
pembicaraan mengenai “Perkembangan Bahasa Indonesia-Melayu di
Indonesia dalam Konteks Sistem Pendidikan” tentu saja tidak dapat
melepaskan diri dari proses perjalanan bahasa Indonesia, sebelum dan
sesudah Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, saat bahasa Melayu
diangkat sebagai bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia dikumandangkan secara resmi pada tanggal 28
Oktober 1928 yang bertepatan dengan peristiwa Sumpah Pemuda.
Peresmian nama bahasa Indonesia tersebut bermakna politis sebab
bahasa Indonesia dijadikan sebagai alat perjuangan oleh kaum
nasionalis yang sekaligus bertindak sebagai perencana bahasa untuk
mencapai negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Peresmian
nama itu juga menunjukan bahwa sebelum peristiwa Sumpah Pemuda
itu nama bahasa Indonesia sudah ada. Fakta sejarah menunjukkan
bahwa sebelum tahun 1928 telah ada gerakan kebangsaan yang
menggunakan nama “Indonesia” dan dengan sendirinya pada mereka
telah ada suatu konsep tentang bahasa Indonesia. Bahasa Melayu,
sebagai salah satu bahasa yang digunakan sebagai bahasa perhubungan
di kepulauan nusantara.
8
berbeda. Bahasa Melayu dipilih sebagai dasar pengembangan bahasa
nasional Indonesia karena sudah digunakan secara luas sebagai bahasa
perdagangan dan komunikasi lintas suku di kepulauan tersebut.
Proses pembentukan Bahasa Indonesia melibatkan pencampuran
elemen-elemen dari berbagai dialek dan variasi Bahasa Melayu, serta
pengaruh dari bahasa-bahasa lain seperti Jawa, Sunda, dan lainnya.
Bahasa Indonesia dipadukan dengan unsur-unsur struktur tata bahasa
Belanda, seperti penggunaan artikel dan konjugasi kata kerja.
Berdasarkan upaya ini, Bahasa Indonesia akhirnya diakui sebagai
bahasa resmi pada proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus
1945. Penggunaan bahasa ini sebagai bahasa nasional memiliki peran
penting dalam membangun identitas nasional dan mempersatukan
berbagai kelompok etnis di Indonesia.
Latar belakang kelahiran Bahasa Indonesia dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a) Pengaruh Bahasa Melayu: Bahasa Indonesia memiliki akar
dari bahasa Melayu, khususnya dialek yang digunakan di
sepanjang jalur perdagangan melalui Kepulauan Riau dan Selat
Malaka. Bahasa Melayu merupakan bahasa yang banyak
digunakan dalam perdagangan dan interaksi lintas budaya di
wilayah ini.
b) Pengaruh Kolonialisme: Selama masa penjajahan Belanda di
Indonesia, bahasa Belanda digunakan sebagai bahasa
administrasi, pendidikan, dan kekuasaan. Meskipun bahasa ini
hanya digunakan oleh sebagian kecil masyarakat, pengaruhnya
signifikan. Banyak istilah dan konsep teknis berasal dari
bahasa Belanda.
9
c) Gerakan Kebangsaan dan Pendidikan: Pada awal abad ke-20,
gerakan nasionalis Indonesia tumbuh dan memperjuangkan
kesadaran nasional. Pendidikan modern mulai diperkenalkan
oleh pemerintah kolonial dan misionaris. Dalam upaya
mempersatukan bangsa, bahasa Melayu mulai diajarkan di
sekolah-sekolah untuk menggantikan bahasa Belanda.
d) Kongres Pemuda II: Pada tahun 1928, Kongres Pemuda II di
Jakarta memutuskan untuk menjadikan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan Indonesia. Keputusan ini diambil
untuk menggantikan berbagai dialek dan bahasa daerah yang
beragam, guna memperkuat identitas nasional.
e) Sumpah Pemuda: Pada tahun yang sama dengan Kongres
Pemuda II, terjadi juga Sumpah Pemuda, di mana para pemuda
bersumpah satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, yang
melambangkan tekad untuk bersatu dan meraih kemerdekaan.
10
memiliki daerah penyebaran yang sangat luas dan yang
melampaui batas-batas wilayah bahasa lain,
3) Bahasa Melayu masih berkerabat dengan bahasa-bahasa
nusantara lain sehingga tidak dianggap sebagai bahasa asing
lagi,
4) Bahasa Melayu mempunyai sistem yang sederhana sehingga
relatif mudah dipelajari,
5) Faktor psikologis, yaitu adanya kerelaan dan keinsafan dari
penutur bahasa Jawa dan Sunda, serta penutur bahasa-bahasa
lain, untuk menerima bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan,
6) Bahasa Melayu memiliki kesanggupan untuk dapat dipakai
sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.1
1
Mahayana, Maman S. “Latar Belakang Lahirnya Bahasa Indonesia,” dalam
Gaung, No. 3/VII, November 1984. h.4-7
11
bahasa alay yang banyak digunakan kalangan muda untuk
berkomunikasi, yang justru merekalah yang seharusnya melestarikan
keberadaan bahasa Indonesia tersebut. Lebih parahnya lagi bahasa alay
tersebut menjadikan sebuah keharusan untuk menunjukkan eksistensi
mereka atau pengakuan diri mereka. Ditambah lagi ketika memasuki
era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), keberadaan bahasa
Indonesia akan mendapatkan tantangan kedua dengan banyaknya arus
tenaga kerja asing yang akan berkerja di Indonesia. Hal ini jelas akan
mengancam keberadaan bahasa Indonesia jika kita tidak mau berbenah
mulai dari sekarang. Untuk bisa memperbaiki persoalan ini para
akademisi, ahli bahasa, guru pendidikan bahasa Indonesia harus dapat
memberikan contoh yang positif tentang penggunaan bahasa Indonesia
yang sesuai dengan kaidah. Serta memberikan pengertian mengenai
kedudukan bahasa Indonesia. Selain itu pemerintah pusat sebagai
pembuat kebijakan juga harus merespon dengan cepat menanggapi
persoalan ini. Bila perlu mengeluarkan kebijakan yang mengharuskan
penggunaan bahasa dalam setiap komunikasi di lingkungan instansi
pemerintah. Salah satu upaya dalam melestarikan bahasa Indonesia
yaitu dengan budaya literasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia,
maka dengan budaya literasi masyarakat Indonesia akan mampu
mempertahankan bahasa Indonesia ditengah-tengah tantangan baru
pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi dan bahasa nasional
Republik Indonesia. Secara harfiah, "Bahasa Indonesia" berarti "bahasa
dari Indonesia." Bahasa ini berkembang dari bahasa Melayu yang
digunakan sebagai bahasa perdagangan di wilayah Nusantara (wilayah
kepulauan di sekitar Indonesia) selama berabad-abad. Setelah
12
Indonesia meraih kemerdekaannya pada tahun 1945, Bahasa Indonesia
diadopsi sebagai bahasa resmi untuk menyatukan berbagai kelompok
etnis dan bahasa di negara tersebut.
Bahasa Indonesia memiliki beberapa ciri khas:
a. Sederhana: Bahasa Indonesia dirancang agar mudah dipelajari
dan dipahami oleh berbagai lapisan masyarakat. Hal ini
tercermin dalam struktur tata bahasanya yang relatif sederhana.
b. Pengaruh Lain: Meskipun dasarnya adalah bahasa Melayu,
Bahasa Indonesia memiliki pengaruh dari berbagai bahasa lain,
seperti bahasa Jawa, Sunda, Arab, Belanda, dan banyak lagi.
Ini mencerminkan keragaman budaya Indonesia.
c. Bahasa Resmi: Bahasa Indonesia digunakan dalam berbagai
konteks resmi, seperti pemerintahan, pendidikan, media, dan
komunikasi bisnis di seluruh Indonesia.
d. Fleksibilitas: Meskipun bahasa resmi, Bahasa Indonesia juga
sangat fleksibel dan mampu menyerap kata-kata baru dari
berbagai bahasa asing sesuai dengan perkembangan zaman.
e. Budaya dan Identitas: Bahasa Indonesia bukan hanya alat
komunikasi, tetapi juga simbol budaya dan identitas nasional
bagi masyarakat Indonesia.
2
Sedyawati, Edi. 1993. “Bahasa Indonesia dalam Pengembangan
Kebudayaan Nasional,” Makalah disajikan dalam Kongres Bahasa Indonesia VI.
Jakarta, 28 Oktober-2 November 1993. h.13-15
13
c. Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting yang
tercantum di dalam:
1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, “Kami putra
dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia”.
2. Sejak 9 Juli 2009 keberadaan dan penggunaan bahasa
Indonesia sudah diatur dalam undang-undang nomor 24 tahun
2009 tentang (Bendera, Bahasa, dan lambing Negara, serta
Lagu Kebangsaan) ditambahkan Pasal 36 menyatakan bahwa
“Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
14
Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
Selain itu, di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai berikut :
1) Lambang kebanggaan kebangsaan
2) Lambang identitas nasional
3) Alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antar budaya
4) Alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa
dengan latar
15
seperti Aceh, Batak, Sunda, Jawa, Madura, Bali dan Makasar, akan
tetapi hanya sampai tahun ke tiga pendidikan Sekolah Dasar.
c. Alat Perhubungan pada Tingkat Nasional
Dalam hal ini bahasa Indonesia dipakai bukan saja sebagai alat
komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat luas, dan
bukan saja sebagai alat perhubungan antardaerah, dan antarsuku,
melainkan juga sebagai alat perhubungan di dalam masyarakat yang
sama latar belakang sosial budaya dan bahasanya.
d. Alat Pegembangan Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi.
17
Ragam Daerah : Bahasa yang memiliki variasi berdasarkan
wilayah geografis di Indonesia. Setiap daerah memiliki dialek
dan kosakata khas.
Ragam Sosial : Bahasa yang digunakan berdasarkan status
sosial atau hierarki dalam masyarakat. Orang bisa
menggunakan bahasa yang lebih sopan atau formal tergantung
pada siapa yang mereka ajak bicara.
Ragam Teknis : Bahasa yang digunakan dalam bidang-bidang
khusus seperti ilmu pengetahuan, teknologi, kedokteran, dan
lainnya. Ragam ini cenderung memiliki kosakata dan frasa
teknis yang khusus untuk bidang tersebut.
Ragam Media : Bahasa yang digunakan dalam media massa
seperti berita, iklan, dan acara televisi. Ragam ini bisa
memiliki gaya bahasa yang berbeda-beda tergantung pada jenis
media dan audiens yang dituju.4
CONTOH :
Salah satu contoh perkembangan bahasa Indonesia yang terasa
adalah penulisan sumpah pemuda yang adanya perbedaan ejaan antara
ejaan lama dengan ejaan baru
Bunyi sumpah pemuda yang asli dan otentik yang muncul dari tiga
keputusan kongres sebagaimana tercantum pada prasasti di dinding
Museum Sumpah Pemuda dan ditulis menggunakan ejaan van
Ophuysen,
4
Asj‟ari, Abd. Rachman. (1960). Perkembangan dan Tatabahasa Indonesia.
Surabaya: Amir Hamzah.
18
https://katadata.co.id/agung/lifestyle/64b9338d3bae0/sejarah-
sumpah-pemuda-dalam-kongres-pemuda-i-dan-ii
Soempah Pemoeda
Pertama: Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe
bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoea: Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe
berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga: Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng
bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
19
Sumpah Pemuda
Kami Putera dan Puteri Indonesia, mengaku bertumpah
darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kami Putera dan Puteri Indonesia, mengaku berbangsa
yang satu, bangsa Indonesia.
Kami Putera dan Puteri Indonesia, menjunjung bahasa
persatuan, Bahasa Indonesia.
20
Ejaan Bahasa Indonesia
A. Ejaan Dan Tanda Baca
a. Pengertian Ejaan
Dalam penulisan bahasa Indonesia, tentu ejaan
sangatlah penting untuk diperhatikan. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), ejaan adalah kaidah cara
menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan
sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta
penggunaan tanda baca, ejaan disebut juga sebagai kaidah
yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa supaya
keteraturan dan keseragaman dalam penulisan bahasa dapat
tercapai. Dari beberapa pengertian tadi, bisa dikatakan kalau
ejaan adalah cara dalam menuliskan kata/kalimat dengan
benar, dengan memperhatikan penggunaan huruf serta tanda
baca yang benar.5
Dalam bahasa Indonesia, ejaan berperan penting dalam
menjaga konsistensi dan pemahaman dalam komunikasi
tertulis. Aturan ejaan mengatur cara kata-kata dieja,
termasuk penggunaan huruf besar dan kecil, penggunaan
tanda diakritik (seperti tanda aksen), dan sebagainya. Ejaan
5
Widya Fitriantiwi, Esai Penerapan Ejaan Bahasa Indonesia (2020)
yang benar membantu memastikan kata-kata dieja dengan
konsisten dan sesuai dengan norma bahasa yang berlaku.
b. Fungsi Ejaan
Ejaan tidak semata-mata hanya digunakan untuk
menulis kata/kalimat dengan benar. Ejaan juga
memiliki fungsi yang cukup penting dalam penulisan
Bahasa Indonesia. Menurut Siti Maimunah dalam buku
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi (2019),
berikut fungsi ejaan diantaranya:
1. Sebagai pembakuan dalam membuat tata bahasa
agar semakin baku.
2. Membuat pemilihan kosa kata dan istilah menjadi
lebih baku.
3. Sebagai penyaring unsur bahasa asing ke Bahasa
Indonesia sehingga dalam penulisannya tidak
menghilangkan makna aslinya.
4. Penggunaan ejaan dapat membantu mencerna
informasi dengan lebih cepat dan mudah, karena
penulisan bahasa yang lebih teratur.
a. Penulisan Ejaan Dan Contohnya
23
1. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
di awal kalimat. Contoh: Aku sedang
menulis surat.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
dalam unsur nama orang termasuk julukan.
Contoh: Kartika Dewi, Kim Jennie, Doja
Cat. Huruf kapital tidak digunakan untuk
menuliskan suatu satuan ukuran/nama jenis.
Contoh: 5 ampere, 10 kilogram, ikan
mujair, ikan paus. Huruf kapital tidak
digunakan untuk menuliskan kata yang
memiliki arti 'anak dari', seperti bin dan
binti. Contoh: Kaeya Al-Barikh bin Toyyib.
3. Huruf kapital dipakai pada awal kalimat
dalam petikan langsung. Contoh: Ibu
berkata, "Kapan kamu pulang?", "Cepatlah
kembali ya, nak!" ucapnya.
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
setiap kata nama agama, kitab suci, dan
Tuhan, termasuk sebutan dan kata ganti
untuk Tuhan.
Contoh: Allah, Tuhan, Kristen, Islam, Yesus.
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
unsur nama gelar kehormatan, keturunan,
keagamaan, atau akademik yang diikuti
24
nama orang, termasuk gelar akademik yang
mengikuti nama orang atau sebagai sapaan.
Contoh: Sultan Hasanuddin, Haji
Abdurrahman Wahid.
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
unsur nama jabatan dan pangkat yang
diikuti nama orang atau yang dipakai
sebagai pengganti nama orang tertentu,
nama instansi, atau nama tempat. Contoh:
Profesor Dr. Soetomo, Presiden Joko
Widodo.
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Contoh: suku Dayak.
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
nama tahun, bulan, hari, hari besar atau hari
raya, dan unsur nama peristiwa bersejarah.
Contoh: tahun Hijriah, hari Natal, hari raya
Nyepi, Konferensi Meja Bundar,
Perang Dunia II.
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
nama geografi.
Contoh: Asia Tenggara, Pulau Komodo, Gu
nung Semeru.
25
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
setiap kata (termasuk unsur kata ulang
sempurna) di dalam judul buku, karangan,
artikel, dan makalah serta nama majalah
dan surat kabar, kecuali kata tugas, seperti
di, ke, dari, dan, yang, dan untuk, yang
tidak terletak pada posisi awal. Contoh:
saya membaca novel Bumi Manusia, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, buku itu adalah
buku Undang-Undang Dasar 1945.
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
unsur singkatan nama gelar, pangkat, atau
sapaan. Contoh: S.H. (sarjana hukum),
S.Hum. (sarjana humaniora), S.Ak. (sarjana
akuntansi), Dr. (doktor), Tn. (tuan), Ny.
(nyonya).
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
kata penunjuk hubungan kekerabatan,
seperti bapak, ibu, kakak, adik, dan paman,
serta kata atau ungkapan lain yang dipakai
dalam penyapaan atau pengacuan. Contoh:
“Kapan Bapak berangkat?” tanya Hasan.
Kata ganti Anda ditulis dengan huruf awal
kapital. Contoh: "Kepada siapa Anda
bertanya?"
26
g) Huruf Miring
1. Huruf miring dipakai untuk menuliskan
judul buku, nama majalah, atau nama surat
kabar yang dikutip dalam tulisan, termasuk
dalam daftar pustaka. Contoh:
Majalah Poedjangga Baroe menggelorakan
semangat kebangsaan.
2. Huruf miring dipakai untuk menegaskan
atau mengkhususkan huruf, bagian kata,
kata, atau kelompok kata dalam kalimat.
Contoh: Dia tidak diantar,
tetapi mengantar.
3. Huruf miring dipakai untuk menuliskan
kata atau ungkapan dalam bahasa daerah
atau bahasa asing. Contoh: Setelah ini aku
harus upload gambar ke website.
h) Huruf Tebal
1. Huruf tebal dipakai untuk menegaskan
bagian tulisan yang sudah ditulis miring.
Contoh: Huruf dh, seperti pada kata
Ramadhan, tidak terdapat dalam Ejaan
Bahasa Indonesia.
2. Huruf tebal dapat dipakai untuk
menegaskan bagian-bagian karangan,
27
seperti judul buku, bab, atau subbab.
Contoh: BAB I Pendahuluan6
1. Pengertian Tanda Baca
Tanda baca adalah simbol atau tanda yang digunakan
dalam penulisan untuk memberikan petunjuk tentang cara
membaca dan mengartikan teks. Beberapa tanda baca yang
umum digunakan dalam bahasa Indonesia meliputi titik,
koma, tanda tanya, tanda seru, tanda kurung, tanda petik,
dan lain sebagainya. Tanda baca membantu mengatur aliran
kalimat, mengindikasikan jeda, menunjukkan pertanyaan
atau pernyataan, dan mengklarifikasi makna kalimat. Tanpa
tanda baca yang tepat, sebuah kalimat bisa menjadi ambigu
atau sulit dipahami.
Dalam penulisan yang efektif, ejaan dan tanda baca
harus digunakan bersama-sama. Kombinasi yang baik
antara keduanya akan membantu pembaca memahami teks
dengan jelas dan akurat. Selain itu, penggunaan yang benar
dari tanda baca seperti koma, titik, dan tanda tanya dapat
mempengaruhi makna dari sebuah kalimat atau pernyataan.
Oleh karena itu, penting untuk memahami dan menerapkan
baik aturan ejaan maupun penggunaan tanda baca dengan
tepat dalam komunikasi tertulis. Berikut macam-macam
pemakaian tanda baca : Tanda Titik (.), Tanda Koma (,),
6
Prof. Dr. Dadang Sunendar, M.Hum, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
(Jakarta, Maret 2016) 1-14
28
Tanda Titik Koma (;), Tanda Titik Dua (:), Tanda Hubung
(-), Tanda Pisah (—), Tanda Tanya (?), Tanda Seru (!),
Tanda Elipsis (...), Tanda Petik (“...”), Tanda Petik Tunggal
(‘...’) , Tanda Kurung ((...)), Tanda Kurung Siku ([...]),
Tanda Garis Miring (/), Tanda Penyingkat atau Apostrof (‘)7
B. Kata Depan Dan Awalan
Kata depan, seperti di, ke, dan dari, ditulis terpisah dari kata
yang mengikutinya.
Misalnya: Di mana dia sekarang?
Kain itu disimpan di dalam lemari.
Dia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.
Mari kita berangkat ke kantor.
Saya pergi ke sana mencarinya.
Ia berasal dari Pulau Penyengat.
Cincin itu terbuat dari emas.8
Awalan adalah bagian dari kata yang ditempatkan di depan
kata dasar untuk mengubah atau memberikan makna tambahan
pada kata tersebut. Awalan sering digunakan untuk membentuk
kata-kata baru atau mengubah makna kata dasar. Contoh awalan
dalam bahasa Indonesia adalah "ber-", "di-", "ke-", "pe-", "se-",
dan banyak lainnya. Contoh penggunaan awalan: Berlari (kata
dasar: lari)
7
Prof. Dr. Dadang Sunendar, M.Hum, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
(Jakarta, Maret 2016) 35-56
8
Prof. Dr. Dadang Sunendar, M.Hum, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
(Jakarta, Maret 2016) 24
29
Dirumah (kata dasar: rumah)
kata depan dan awalan adalah dua konsep yang berbeda
dalam bahasa Indonesia. Kata depan digunakan untuk mengatur
hubungan antara kata-kata dalam kalimat, sedangkan awalan
digunakan untuk mengubah atau memberikan makna tambahan
pada kata dasar.
C. Angka Dan Bilangan
Angka Arab atau angka Romawi lazim dipakai sebagai lambang
bilangan atau nomor.
Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50),
C (100), D (500), M (1.000), _ V (5.000), _ M
(1.000.000)
Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua
kata ditulis dengan huruf, kecuali jika dipakai secara berurutan seperti
dalam perincian.
Misalnya: Mereka menonton drama itu sampai tiga kali.
Koleksi perpustakaan itu lebih dari satu juta buku.
Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang
tidak setuju, dan 5 orang abstain.
Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Misalnya: “Lima
puluh siswa teladan mendapat beasiswa dari pemerintah daerah. Tiga
pemenang sayembara itu diundang ke Jakarta.”9
D. . Serapan
9
Prof. Dr. Dadang Sunendar, M.Hum, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
(Jakarta, Maret 2016) 29-30
30
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari
pelbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa
asing, seperti Sansekerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris.
Berdasarkan taraf integrasinya, unsure pinjaman dalam bahasa
Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama, unsur
pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia,
seperti reshuffle, shuttle cock, l’axplanation de l’homme. Unsur-unsur
yang dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya
masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan
dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam
hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga
bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsure serapan itu sebagai berikut.
aa (Belanda) menjadi a
paal pal
baal bal
actaaf oktaf
ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan e
aerob aerob
aerodimanics aerodonamika
ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e
haemoglobin hemoglobin
haematite hematit
ai tetap ai
trailer trailer
31
caisson kaison
au tetap au
audiogram audiogram
autrotoph autrotof
tautomer tautomer
hydraulic hidraulik
caustic kaustik
Catatan:
1. Unsur pungutan yang sudah lazim dieja sesuai dengan
ejaan bahasa Indonesia tidak perlulagi diubah.
Misalnya:
Kabar, sirsak, iklan, erlu, bengkel, hadir
2. Sekalipun dalam ejaan yang dismpurnakan huruf q dan
x diterima sebagai bagian abjad bahasa Indonesia,
unsur yang mengandung kedua huruf itu
diindonesiakan menurut kaidah yang terurai di atas.
Kedua huruf itu dipergunakan dalam penggunaan
tertentu saja, seperti dalam pembedaan nama dan istilah
khusus.
Di samping pegangan untuk penulisan unsur
serapan tersebut di atas, berikut ini didaftarkan juga
akhiran-akhiran asing serta penyesuaiannya dalam
bahas Indonesia. Akhiran itu diserap sebagai bagian
kata yang utuh. Kata seperti standarisasi, efektif, dan
32
implementasi diserap secara utuh di samping kata
standar, efek, dan implemen.10
10
Hasan Alwi dkk, Pedoman Umum Ejaan yang DIsempurnakan
(Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional, 2000), 26-35
33
CONTOH
34
Kata dan morfologi bahasa
indonesia
Kata Dan Morfologi
a. Pengertian Kata
Pengertian sebuah kata itu mengandung makna bahwa
tiap kata mengungkapkan sebuah gagasan atau sebuah ide.
Atau dengan kata lain, kata-kata adalah alat penyalur
gagasan yang akan disampaikan kepada orang lain. Bila kita
menyadari bahwa kata merupakan alat penyalur gagasan,
maka hal itu berarti semakin banyak kata yang dikuasai
seseorang, semakin banyak pula ide atau gagasan yang
dikuasainya dan yang sanggup diungkapkannya.
Pilihan kata atau diksi jauh lebih luas dari apa yang
dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu. Istilah ini bukan saja
dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang
dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan,
tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan
ungkapan fraseologi mencakup persoalan kata-kata dalam
pengelompokan atau susunannya atau yang menyangkut
cara-cara yang khusus berbentuk ungkapan-ungkapan.
35
Pembagian kata dalam bahasa seringkali didasarkan pada
kriteria tertentu, termasuk bentuk fisik dan fungsional kata
tersebut. Beberapa pembagian kata yang umum adalah
sebagai berikut:
a) Berdasarkan Bentuk Fisik:
1. Kata Dasar: Ini adalah bentuk dasar dari
sebuah kata sebelum mengalami
perubahan akhiran atau awalan.
Contohnya, "lari" adalah kata dasar dari
"berlari" atau "larian."
2. Awalan (Prefiks): Bagian kata yang
ditambahkan di depan kata dasar untuk
mengubah maknanya. Contohnya, "tidak"
dalam "tidak makan."
3. Akhiran (Sufiks): Bagian kata yang
ditambahkan di belakang kata dasar untuk
mengubah maknanya. Contohnya, "an"
dalam "makanan."
b) Berdasarkan Fungsi Gramatikal:
1. Kata Benda: Kata yang digunakan untuk
merujuk pada orang, tempat, benda, atau
konsep. Contohnya, "rumah," "meja,"
"kucing."
36
2. Kata Kerja: Kata yang digunakan untuk
menyatakan tindakan atau kejadian.
Contohnya, "lari," "makan," "berbicara."
3. Kata Sifat: Kata yang digunakan untuk
menggambarkan atau memodifikasi kata
benda. Contohnya, "besar," "cerah,"
"bahagia."
4. Kata Keterangan: Kata yang digunakan
untuk memberikan informasi tambahan
tentang kata kerja, kata sifat, atau kata
keterangan lainnya. Contohnya,
"sekarang," "kemarin," "secara perlahan."
c) Berdasarkan Struktur:
Kata Majemuk: Kata yang terbentuk dari
gabungan dua atau lebih kata dasar. Contohnya,
"mobil mewah," "rumah sakit."
Pembentukan kata adalah proses membentuk kata
dengan menambahkan imbuhan atau unsur lain pada kata
dasar. Dalam bahasa Indonesia, pembentukan kata dapat
dilakukan dengan menggunakan berbagai cara. Cara yang
dimaksud adalah sebagai berikut. 11
(1) Pengimbuhan
(2) Penggabungan kata dasar dan kata dasar
11
Kata Dan and Pilihan Kata, ‘Oleh ’:, IV.1 (2014), 56–69
37
(3) Penggabungan unsur terikat dan kata dasar
(4) Pengulangan
(5) Pengakroniman
b. Pengertian Morfologi
. Pengertian Morfologi Ramlan (1979) dalam bukunya
mengatakan bahwa “Morfologi adalah bagian dari ilmu
yang mempelajari seluk beluk struktur kata serta pengaruh
perubahan-perubahan struktur kata terhadap golongan dari
arti kata.”
Eugene A. Nida mengatakan Morphology is the study of
Morphenes and their arrangements in forming words.
Morphemes are the minimal meaningful units which may
constitute words or parts of words e.g.,re-,de-,un-,-ish,ly-,
ceive-, mand, tie, boy, and like in the combinations receive,
demand, untie, boyish, likely. (Morfology 1970:1).
Dari kedua definisi itu dapat kita ketahui bahwa bukan
saja terdiri dari kata-kata lepas tetapi juga kumpulan bunyi-
bunyi lain yang dapat digabungkan dengan kata-kata itu.
Oleh sebab itu maka gabungan bunyi atau sebuah bunyi
yang kita gabungkan dengan kata itu juga termasuk
morfem, seperti awalan, sisipan dan akhiran. Sedangkan
iimu yang mempelajari bagaimana struktur morfem serta
seluk beluk strukturnya itu termasuk bidang morfologi.
38
Morfologi atau morfemik adalah telaah morfem. Pada
dasarnya dan yang paling bermanfaat bagi kita di sini,
morfologi dapat dibagi menjadi dua tipe analisis, yaitu :
1. Morfologi sinkronik.
2. Morfologi diakronik.
Morfologi sinkronik menelaah morfem-morfem dalam
satu cakupan dalam waktu tertentu, baik waktu lalu ataupun
waktu kini. Pada hakekatnya, morfologi sinkronik adalah
suatu analisis linear, yang mempertanyakan apa-apa yang
merupakan komponen leksikal dan komponen sintaksis
kata-kata, dan bagaimana caranya komponen-komponen
tersebut menambahkan, mengurangi, atau mengatur kembali
dirinya didalam berbagai ragam konteks. Morfologi
sinkronik tidak ada sangkut pautnya atau tidak manaruh
perhatian pada sejarah atau asal usul kata dalam bahasa kita.
Morfologi diakronik menelaah sejarah atau asal kata, dan
mempermasalahkan mengapa misalnya pemakaian kata kini
berbada dengan pemakaian kata pada masa lalu. Setiap
orang yang menaruh perhatian besar terhadap masalah kata
dan morfem beserta maknanya, maka tak mau harus
menelusuri masalah sinkronik ini. Secara singkat yang
menjadi paparan morfologi sinkronik adalah:
a. Morfologi leksikal dan morfem sintaktik
b. Morfem bebas dan morfem terikat
39
c. Morfem dasar dan morfem imbuhan
Morfologi sebagai cabang atau bagian ilmu bahasa
mengandung persamaan, disamping perbedaan, dengan
cabang atau bagian ilmu bahasa yang lain: diantaranya
leksikologi, etimologi, dan sintaksis. Morfologi dan
leksikologi keduanya sama-sama mempelajari arti kata:
morfologi mempelajari arti leksikal. Morfologi dan
etimologi mempelajari perubahan kata,baik bentuknya
maupun maknanya. Morfologi mempelajari perubahan-
perubahan yang umum yang merupakan suatu system dalam
bahasa yang bersangkutan, sedangkan Etimologi
mempelajari perubahan-perubahan yang khusus yang
berlaku pada katakata yang bersangkutan saja. Morfologi
mempelajari kata sebagai satuan terbesar sebagai hasil
pembentukan suatu proses, sedangkan sintaksis mempelajari
kata sebagai satuan terkecil dalam hubungannya dengan
pembentukan frasa, kalausa dan kalimat.12 Bentuk kata
antara lain ;
1.Kata dasar, contohnya sepeda,
2. Kata berimbuhan, contoh bersepeda,
3. Kata majemuk, contohnya sapu tangan,
4. Kata ulang, contohnya berbondong-bondong.
a) Pekerjaan Morfologi
12
Junifer Siregar, S.Pd., M.Pd. Morfologi (Banyumas,Jawa Tengah, 2021) Hlm 1-
3
40
Berdasarkan pengertian morfologi yang telah
diberikan oleh para ahli bahasa, dapat diketahui
pekerjaan morfologi. Pada hakikatnya, peker- jaan
morfologi adalah menyelidiki morfem-morfem serta
menyusunnya menjadi kata dan menguraikan kata
menjadi morfem-morfem. Dengan demikian, unsur
terkecil yang dibicarakan dalam morfologi adalah
morfem, sedangkan unsur terbesar yang dibicarakan
dalam morfologi adalah kata.
Morfem yang dimaksudkan dalam penyelidikan
morfologi dapat berupa morfem bebas dan morfem
terikat. Proses penyusunannya dapat dilakukan melalui
morfem bebas dengan morfem terikat, morfem bebas
dengan morfem bebas, dan morfem bebas dengan
morfem unik.
Pembentukan kata melalui morfem bebas dengan
morfem terikat dapat ditemukan pada proses afiksasi,
yaitu pembentukan kata yang dilakukan dengan
menggabungkan bentuk dasar bebas/terikat dengan
morfem terikat berupa afiks. Misalnya, bentuk bebas
curi digabungkan dengan afiks meng- menghasilkan
kata mencuri. Demikian pula bentuk terikat juang
digabungkan dengan bentuk terikat ber- menghasilkan
kata berjuang. Kata yang dihasilkan dari proses
41
penggabungan morfem bebas/terikat dengan morfem
terikat berupa afiks, menghasilkan kata kompleks, yang
lazim disebut kata berafiks.
Pembentukan kata yang dilakukan melalui morfem
bebas dengan morfem bebas, morfem bebas dengan
morfem terikat (pangkal), dan morfem bebas dengan
morfem unik dijumpai pada proses pemajemukan
(komposisi). Proses ini menghasilkan kata yang lazim
disebut kata ma- jemuk. Misalnya, bentuk bebas rumah
dan bentuk bebas sakit menghasilkan kata majemuk
rumah sakit. Bentuk bebas tua dengan bentuk terikat
unik bangka menghasilkan kata majemuk tua bangka,
serta bentuk bebas daya dengan bentuk terikat
(pangkal) tempur, menghasilkan kata majemuk daya
tempur.
Proses pembentukan kata juga dapat dilakukan
dengan cara mengulang bentuk dasar, baik mengulang
seluruh bentuk dasar, sebagian bentuk dasar,
mengombinasikan dengan afiks, atau terjadi perubahan
fonem pada salah satu konstituennya. Hasil proses
pembentukan kata ini lazim disebut kata ulang.
Secara tradisional, perulangan ini tidak dibedakan
dengan pengulangan (repetisi), sehingga istilah bentuk
ulang, kata ulang, pengulangan, dan perulangan
dianggap sama. Oleh karena itu, secara tradisional
42
dikenal adanya istilah kata ulang semu. Di samping itu,
istilah perulangan konsti- tuen di depan bentuk dasar
(dwipurwa) dan perulangan di belakang konstituen
bentuk dasar (dwiungkur), juga merupakan terminologi
tata bahasa tradisional.13
b) Macam-macam Proses Morfologi
1. Proses Pembubuhan Afiks (afiksasi)
Afiksasi merupakan nama lain dari morfem
terikat. Morfem terikat merupakan kata yang tidak
dapat berdiri sendiri. Sedangkan kata yang dapat
berdiri sendiri disebut sebagai morfem bebas.
Morfem bebas merupakan kata dasar yang dapat
berdiri sendiri. Kata dasar dapat berupa kata benda,
kata sifat, kata kerja, dll. Penggabungan morfem
bebas dan morfem terikat akan membentuk kata
jadian. Afiksasi terdiri atas:
1. prefiks (ber-, me-, pe-, per-, di-, ter-, ke-, seb.
sufiks (–kan, –an, –iatar
2. infiks (–el-, -em-, -er-),
3. konfiks (ber-kan, ber-an, per-kan, per-an, per-
i, pe-an, di-kan, di-i, me-kan, me-i, terkan, ter-i,
ke-an),
13
I Wayan Simpen, Morfologi: Kajian Proses Pembentukan Kata (Jakarta,Bumi
Aksara,2020). hlm; 5-6
43
4. simulfiks (memper-kan, memper-i, diper-kan,
diper-i).
2. Komposisi atau Pemajemukan dalam Bahasa
Indonesia
Komposisi adalah proses kata pemajemukan.
Kata majemuk ialah gabungan kata dasar yang telah
bersenyawa atau yang sudah membentuk satu
kesatuan dan menimbulkan arti baru (Alisjahbana,
1953). Contoh : Keras+kepala = 12 keras kepala
Kamar+mandi = kamar mandi Mata+pelajaran =
mata pelajaran Kumis+kucing = kumis kucing
Kumis kucing dalam arti ‘sejenis tanaman’ adalah
kata majemuk, tetapi kumis kucing dalam arti
‘kumis dari seekor kucing’ bukanlah kata majemuk.
Pokok kata (tidak bisa diartikan jika sendiri), tetapi
setelah bergabung kemudian mempunyai arti sendiri
disebut pemajemukan.
3. Pengulangan (Reduplikasi)
Pengulangan atau redupliksai adalah pengulangan
satuan gramatik, baik seluruh, maupun sebagian,
baik variasi fonem maupun tidak, hasil pengulangan
itu merupakan kata ulang, sedangkan satuan yang
diulang merupakan bentuk dasar. Misalnya, rumah –
rumah dari bentuk dasar rumah. Setiap kata ulang
sudah pasti memilki bentuk dasar. Kata – kata
44
seperti sia – sia, mondar – mandir dll. Dalam
tinjauan deskriftif tidak dapat digolongkan kata
ulang karena sebenarnya tidak ada satuan yang
diulang. Dari deretan morfologik dapat ditentukan
bahwa sesungguhnya tidak ada satuan yang lebih
kecil dari kata – kata tersebut. Secara historic atau
komparatif, mungkin kata – kata itu dapat
dimasukan ke dalam golongan kata ulang.
Cara Menentukan Bentuk Dasar Kata Ulang
a. Pengulangan tidak merubah golongan kata
nomina, verb, dan subjek. Contoh :
Berkata – kata dari bentuk dasar berkata.
b. Bentuk dasar berupa satuan dalam
kehidupan bahasa Indonesia. Contoh :
Mepertahan – tahankan bentuk dasarnya
bukan mepertahankan melainkan
mempertahankan, karena mempertahan
tidak terdapat dalam pemakaian bahasa
Indonesia. Macam – Macam Pengulangan
a. Pengulangan Seluruh Pengulangan
seluruh ialah pengulangan seluruh bentuk
dasar, Tanpa perubahan fonema dan tidak
berkombinasi dengan proses perubahan
afiks misalnya sepeda, sepeda – sepeda. b.
45
Pengulangan Sebagian Ialah Pengulangan
Sebagian Dari Bentuk Dasarnya. Misalnya
mengambil – ambil.
c. Pengulangan Yang Berkombinasi Dengan
Proses Pembubuhan Afiks Pengulangan
yang berkombinasi dengan proses
pembubuhan afiks yaitu, bentuk dasar
diulang seluruhnya dan berkombinasi.
14
Dizionario Fisiognomico II, Morfologia. 2006, hlm: 113–132.
46
Pilihan kata bahasa
indonesia
Kata dan Gagasan
1. Pengertian Kata
Pengertian pilihan kata atau diksi jauh lebih luas dari
apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu. Istilah ini
bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana
yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan,
tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan
ungkapan fraseologi mencakup persoalan kata-kata dalam
pengelompokan atau susunannya atau yang menyangkut
cara-cara yang khusus berbentuk ungkapan-ungkapan.
Pengertian dasar pilihan kata adalah sebagai berikut;
a. Pemilihan Kata Dalam Bahasa
Pilihan kata mengacu pada proses
pemilihan kata yang tepat untuk menyampaikan
pesan atau informasi dengan jelas dan efektif
dalam bahasa tertentu. Ini melibatkan
pemahaman akan makna kata-kata dan
bagaimana mereka dapat digunakan dalam
berbagai konteks.
47
b. Pilihan Kata Dalam Sastra
Dalam sastra, pilihan kata adalah elemen
penting dalam menciptakan gaya penulisan
yang khas. Penulis sering memilih kata-kata
dengan cermat untuk menciptakan suasana,
nada, atau gambaran yang diinginkan dalam
karya sastra mereka.
c. Pilihan Kata Dalam Komunikasi Visual
Pilihan kata juga dapat merujuk pada cara
kata-kata dipilih dan ditampilkan dalam
komunikasi visual, seperti desain grafis, iklan,
atau presentasi. Dalam konteks ini, pemilihan
kata dapat bertampak besar pada bagaimana
pesan atau informasi disampaikan kepada
audiens.
Pilihan kata yang tepat dalam semua konteks ini penting
untuk memastikan bahwa komunikasi efektif terjadi. Kata
dan Gagasan Pengertian sebuah kata itu mengandung
makna bahwa tiap kata mengungkapkan sebuah gagasan
atau sebuah ide. Atau dengan kata lain, kata-kata adalah alat
penyalur gagasan yang akan disampaikan kepada orang lain.
Bila kita menyadari bahwa kata merupakan alat penyalur
gagasan, maka hal itu berarti semakin banyak kata yang
dikuasai seseorang, semakin banyak pula ide atau gagasan
yang dikuasainya dan yang sanggup diungkapkannya.15
15
Kata Dan And Pilihan Kata, ‘Oleh ’:, Iv.1 (2014), 56–69.
48
Pengertian yang tersirat dalam sebuah kata itu
mengandung makna bahwa tiap kata mengungkapkan
sebuah gagasan atau sebuah ide. Atau dengan kata lain,
kata-kata alat penyalur gagasan yang akan disampaikan
kepada orang lain. Kata kata ibarat “pakaian” yang dipakai
oleh pikiran kita. Tiap kata memiliki jiwa setiap anggota
masyarakat harus mengetahui “jiwa” setiap kata, agar ia
dapat menggerakkan orang lain dengan “jiwa” dari kata-kata
yang dipergunakannya.
Bila kita menyadari bahwa kata merupakan alat penyalur
gagasan, maka hal itu berarti semakin banyak kata yang
dikuasai seseorang, semakin banyak pula ide atau gagasan
yang dikuasainya dan yang sanggup diungkapkannya. Mereka
yang banyak gagasan, atau dengan kata lain. Mereka yang
luas kosa katanya, dapat dengan mudah dan lancar
mengadakan komunikasi dengan orangorang lain. Betapa
sering kita tidak dapat memahami orang-orang lain, hanya
karena kita tidak cukup memiliki kata atau gagasannya, atau
karena orang yang diajak bicara tidak cukup memiliki
gagasan atau kosa kata, sehingga tidak sanggup
mengungkapkan maksudnya secara jelas kepada kita.
Terdapat beberapa jenis pilihan kata dalam bahasa
Indonesia yang dapat memengaruhi arti dan nuansa dalam
komunikasi. Berikut adalah beberapa jenisnya beserta
contoh-contoh:
a) **Sinonim**: Sinonim adalah kata-kata yang
memiliki arti atau makna yang serupa atau
mirip. Contohnya:
“Cepat” dan “Kilat”
“Bahagia” dan “Gembira”
49
“Sedih” dan “Muram”
b) **Antonim**: Antonim adalah kata-kata yang
memiliki makna berlawanan. Contohnya:
“Panjang” dan “Pendek
“Dingin” dan “Panas”
“Muda” dan “Tua”
c) **Homonim**: Homonim adalah kata-kata
yang memiliki pengucapan atau penulisan yang
sama tetapi maknanya berbeda. Contohnya:
“Sapi” (hewan) dan “Sapi” (kata kerja, misalnya
mengeluh)
“Bunga” (kembang) dan “Bunga” (bunga-bunga)
d) **Paronim**: Paronim adalah kata-kata yang
terdengar mirip tetapi memiliki makna yang
berbeda. Contohnya:
“Resep” (dokumen medis) dan “Resep”
(petunjuk memasak)
“Mencuri” (mengambil secara diam-diam) dan
“Mengkuri” (memanjat)
e) **Eufemisme**: Eufemisme adalah
penggunaan kata-kata yang lebih halus atau
lembut untuk menyampaikan sesuatu yang
50
mungkin dianggap kasar atau tidak pantas.
Contohnya:
“Meninggal” daripada “Mati”
“Berhenti bekerja” daripada “Diberhentikan”
“Seseorang dengan kemampuan berbeda”
daripada “Cacat”
f) **Kata Denotatif dan Konotatif**: Kata-kata
dapat memiliki makna denotatif (makna literal)
dan konotatif (makna yang terkait dengan
perasaan atau asosiasi). Contohnya:
“Merah” (denotatif: warna merah, konotatif:
semangat atau marah)
“Rumah” (denotatif: bangunan tempat tinggal,
konotatif: tempat kedamaian)
g) **Kata Berimbuhan**: Kata-kata dapat
memiliki awalan atau akhiran yang
menambahkan makna. Contohnya:
“Tidak” (awalan negatif, misalnya “tidak baik”)
“Anak-anak” (akhiran jamak, misalnya “anak-anak
ceria”)16
16
Jurnal Al – Irsyad Vol. Iv, No. 1, (Januari – Juni 2014) hlm.57
51
2. Makna kata
A. Makna Kata
Segi isi atau makna adalah segi yang menimbulkan
reaksi dalam pikiran pendengar atau pembaca karena
rangsangan aspek bentuk tadi. Pada waktu orang berteriak
“Maling !” timbul rekasi dalam pikiran kita bahwa “ada
seseorang telah berusaha untuk mencuri barang atau milik
orang lain”. Jadi bentuk atau ekspresinya adalah kata
maling yang di ucapkan orang tadi, sedangkan makna atau
isi adalah reksi yang timbul pada orang yang mendengar”.17
B. Macam-Macam Makna
1. Makna Denotatif Makna denotatif disebut juga
dengan beberapa istilah lain seperti makna
denotasional, makna kognitif, makna konseptual,
makna ideasional, makna referen, atau makna
proposisional.
2. Makna Konotatif. Konotasi atau makna konotatif
disebut juga makna konotasional, makna ematif,
atau makna evaluatif. Makna konotatif adalah suatu
jenis makna di mana stimulus dan respons
mengandung nilai-nilai emosional. Memilih
konotasi, seperti sudah disinggungkan di atas,
adalah masalah yang jauh lebih berat bila
dibandingkan dengan memilih denotasi.
17
Supriadi, Asep, Pilihan Kata (diksi), (Bandung: Unikom, 2020), h. 3.
52
3. Makna Kognitif Makna kognitif adalah makna
yang menunjukkan adanya hubungan antar konsep
dengan dunia kenyataan. Makna kognitif adalah
makna yang lugas atau makna apa adanya.
C. Jenis-jenis makna
1. Makna gramatikal
Makna gramatikal adalah makna yang muncul dalam
suatu proses gramatika, seperti proses afiksasi dan
proses reduplikasi.
Contoh makna gramatikal proses afiksasi: cuaca
yang cukup panas ini memberikan rasa seolah
sedang berjalan ditepi pantai.
2. Makna kontekstual
Makna kontekstual adalah makna sebuah laksem
atau kata yang berada dalam suatu konteks. Makna
kontekstual berhubungan dengan situasi, tempat,
waktu dan lingkungan penggunaan Bahasa.
Contoh: Adi jatuh dari sepeda
3. Makna refrensial
Disebut makna refrensial jika ada refrensi atau
acuannya.
Contoh: kuda berlari kencang, tembok itu berwarna
merah, gambar monument nasional Jakarta.
4. Makna non-refrensial
Merupakan kebalikan dari makna refrensial. Setiap
kata yang tidak memiliki acuan atau refrensi pada
dunia nyata maka dinamakan dengan makna non-
refrensial.
Contoh: Guru menasihati siswanya “tekunlah dalam
menuntut ilmu tapi kalian jangan pernah lupa akan
ibadah” dan “pergilah kalian dari sini jangan
53
mengamen ditempat ini lagi. Aku sangat tidak suka”,
ujar Lala.
Kata “kalian” pada kedua kalimat tersebut sama tapi
keduanya memiliki acuan berbeda, itulah yang
disebut non-refrensial.
5. Makna konotatif
Makna konotatid merupakan jenis makna yang
mengandung arti imajinasi atau nilai rasa tertuntu.
Contoh: benyak sekali warga yang mengantri
minyak goreng disupermarket.
6. Makna denotative
Makna denotatif adalah sebuah konsep yang
didukung oleh refrensi dan ide. Makna denotative
mengacu padamakna sebenarnya.
Contoh: ada 50 warga yang mengantri minyak
goreng disupermarket.
7. Makna istilah dan makna kata
Perbedaan natar makna kata dan makna istilah
terdapat pada tepat tidaknya makna sebuah satuan
ujaran secara umun maupun khusus. Pada
percakapan sering kali kata-kata digunakan secara
tidak tepat sehingga menyebabkan makna yang
bersifat umum.Contoh:
a) tangannya luka kena pecahan kaca
b) lengannya kena pecahan kaca.
18
khusus Jokowi. Jenis makna dan perubahan makna. ”(Medan. Jurnak
Universitas Medan.Muzaiyanah. 2012)
55
56
Tata kalimat bahasa
indonesia
Pola Kalimat
57
kalimat dasar menjadi enam, yaitu:
1) S-P contohnya, rumah kotor. Kata kotor menduduki
fungsi S dan kata rumah menduduki fungsi P
2) 2 S-P-O contohnya, ibu membeli sayur. Kata ibu
menduduki fungsi S,
3) Kata membeli menduduki fungsi P, dan kata sayur
menduduki fungsi O
4) S-P-Pel contohnya, Roni menjadi seorang guru. Kata
Roni menduduki fungsi S, kata menjadi menduduki
fungsi P, dan frasa seorang guru menduduki fungsi Pel.
5) S-P-Ket contohnya, Anton datang dari Surabaya Kata
Anton menduduki fungsi S, kata datang menduduki
fungsi P, dan frasa dari Surabaya menduduki fungsi Ket
6. S-P-O-Pel contohnya, kakak membelikan adik jam baru
Kata kakak menduduki fungsi S, kata membelikan
menduduki fungsi P, kata adik menduduki fungsi O, dan
frasa jam baru menduduki fungsi Pel. 6. S-P-O-Ket
contohnya, kek menjemput nenek di bandara. Kata kakek
menduduki fungsi S, kata menjemput menduduki fungsi P.
kata nenek menduduki fungsi O, dan frasa di bandara
menduduki fungsi Ket.
Pola kalimat merupakan cabang ilmu sintaksis, membagi
konsep dasar dalam kajian sintaksis menjadi tiga, yaitu
fungsi sintaksis
58
kategori sintaksis, dan
peran sintaksis.
Subjek (S),
Predikat (P),
Objek (O),
Pelengkap (Pel),
b. Predikat (P)
Predikat (P) adalah bagian kalimat yang memberi tahu
melakukan perbuatan (action) apa S, yaitu pelaku/tokoh atau
sosok di dalam suatu kalimat. Satuan bentuk pengisian P dapat
berupa kata atau frasa namun sebagian besar berkelas verbal atau
adjektiva, tetapi dapat juga numeral, nominal atau frasa nominal.
Pemakaian kata adalah pada predikat biasa terdapat pada kalimat
nominal.
Predikat (P) dapat dicari dengan rumus
pertanyaan bagaimana, mengapa, ataupun diapakan.
c. Objek (O)
Objek merupakan bagian kalimat yang
melengkapi Predikat (P). Objek biasanya diisi oleh
nomina, frasa nominal atau klausa. Letak Objek (O)
selalu di belakang P yang berupa verba transitif, yaitu
veba yang menuntut wajib hadirnya
O. Objek dapat dicari dengan rumus pertanyaan
apa atau siapa.
d. Pelengkap (Pel)
Pelengkap (Pel) atau komplemen adalah bagian
kalimat yang melengkapi P. Letak Pel umumnya di
60
belakang P yang berupa verbal. Posisi ini juga bisa
ditempati oleh O, dan jenis kata yang mengisi Pel dan
O juga bisa sama, yaitu nominal atau frasa nominal.
Akan tetapi, antara Pel dan O terdapat perbedaan.
e. Keterangan (Ket)
b. Fungsi Sintaksis
Fungsi mempersoalkan kedudukan satuan-satuan
bahasa pada tataran yang lebih tinggi, misalnya sebuah
kata menduduki fungsi subjek, predikat, objek,
pelengkap, atau keterangan dalam kalimat. fungsi
sintaksis adalah semacam kotak kotak yang akan diisi
unsur-unsur tertentu.
61
(d) pelengkap (Pel),
(e) dan keterangan (Ket).
20
Djoko Kentjono, dkk, Tata Bahasa Acuan Bahasa Indonesia Untuk Penutur
Asing, Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2004, hlm: 18.
63
6. predikat (P).
Contoh:
Orang itu guru kami. (S-P)
Minggir! (P)
Kalimat Kompleks
Kalimat kompleks yang lazim disebut kalimat majemuk
bertingkat adalah kalimat yang terdiri atas klausa utama dan
klausa subordinatif. Klausa utama lazim disebut induk
kalimat, sedangkan klausa subordinatif lazim disebut anak
kalimat.
64
Klausa utama dapat berdiri sendirisebagai kalimat yang
lepas yang Tidak bergantung pada klausa yang lain,
sedangkan klausa subordinatif selalubergantung pada klausa
utama. Tanpa kehadiran klausa utama, klausa
subordinatiftidak dapat mengungkapkan apa-apa karena
informasinya belum jelas. Selain itu,klausa subordinatif
merupakan pengembangan dari salah satu fungsi kalimat
sehingga klausa ini hanya menduduki salah satu fungsi yang
ada di dalam kalaimat. Oleh karena itu, hubungan
antarkedua klausa dalam kalimat kompleksini tidak
sederajat atau tidak sejajar.
Contoh:
66
Penelitian ini memerlukan tenaga yang terampil, biaya
yang banyak, serta waktu yang cukup (sejajar).
c. Kefokusan
Yang dimaksudkan dengan pemfokusan adalah pemusatan
perhatian pada bagian kalimat tertentu. Pemfokusan dapat
dilakukan melalui berbagai cara, antara lain melalui
pengedepanan dan pengulangan. Contoh:
Sulit ditingkatkan kualitas dan kuantitas produk
hortikultura ini (tidak efektif).
Produk hortikultura ini sulit ditingkatkan kualitas dan
kuantitasnya (efektif).
d. Kehematan
Sebuah kalimat dapat dikatakan sebagai kalimat
efektif, antara lain dapat ditandai dengan penggunaan kata
secara hemat. Penghematan penggunaan kata itu dilakukan
dengan cara (a) tidak mengulang subjek yang sama, (b)
menghindari pemakaian bentuk ganda, dan (c) menggunakan
kata secara hemat. Berikut ini contoh kalimat yang tidak hemat
(10) Sejak saya pindah ke Bandung, saya mempunyai
banyak waktu untuk berolah raga.
(11) Penghijauan lahan-lahan gundul perlu digalakkan
agar supaya tidak terjadi banjir.
(12) Beberapa rumah-rumah di pinggir Kali
Cikapundung akan segera ditertibkan.
Kalimat (10) adalah kalimat majemuk tidak setara
yang terdiri atas dua kalimat dasar dengan subjek yang sama,
yaitu saya. Pemunculan subjek sebanyak dua kali tersebut tidak
hemat. Oleh karena itu, subjek dalam kalimat kedua tidak perlu
hadir sehingga terbentuk kalimat (10) yang Iebih efektif.
67
Dalam kalimat (11) terlihat pemakaian bentuk
ganda pada kata agar dan supaya yang mempunyai makna
yang sama atau bersinonim. Pemakaian bentuk ganda yang
bermakna sama dalam sebuah kalimat seperti itu harus
dihindarkan. Dengan demikian, kalimat (11) dapat
diperbaiki seperti berikut.
(11a) Penghijauan lahan-lahan gundul perlu
digalakkan agar tidak terjadi banjir. (11b) Penghijauan
lahan-lahan gundul perlu digalakkan supaya tidak terjadi
banjir.Dilain kalimat (12) terlihat pemakaian bentuk jamak
yang dilakukan dengan penambahan kata yang menyatakan
jamak dan pengulangan secara .bersama- sama. Sudah
barang tentu, hal itu menjadikan kalimat (12) tidak efektif.
Perbaikan kalimat (12) adalah sebagai berikut.
(12a) Beberapa rumah di pinggir Kali Cikapundung akan
segera ditertibkan. (12b) Rumah-rumah di pinggir Kali
Cikapundung akan segera ditertibkan.22
22
Hasan Alwi, Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2001,
hlm:7.
68
jelas, lugas, dan tidak berbelit- belit. Dalam kaitannya dengan
kesantunan ini, sebuah karya tulis ilmiah di Indonesia pada
umumnya mengikuti kaidah bahwa penulis harus menghindari
subjektivitas, contohnya penggunaan ungkapan “ menurut
pendapat saya adalah ungkapan yang kurang tepat, seharusnya
data menunjukkan bahwa atau penelitian membuktikan
bahwa.23
69
sedangkan wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang
direalisasikan dalam bentuk karangan. atau laporan utuh,
seperti novel, buku, artikel, pidato, atau khotbah.
Paragraf merupakan sarana penuangan gagasan, perasaan,
pengalaman penulis yang disusun dengan rangkaian kata
yang runtut dalam satu kesatuan bentuk yang padu sehingga
pemikiran itu dapat dipahami oleh pembaca dengan mudah.
Menuangkan gagasan secara tertulis: dapat kita analogikan
dengan merangkai karangan bunga atau membingkiskan kado
untuk orang lain. Karangan bunga atau bingkisan kado
mewujudkan suatu gagasan. Bingkisan gagasan itu harus
merupakan karangan yang jadi utuh dan lengkap Makna
kata.24
Hakikat paragraf sebenarnya tidak sesederhana itu.
Paragraf merupakan miniatur dari suatu karangan. Syarat-
syarat sebuah karangan ada pada paragraf. Memahami seluk
beluk paragraf berarti juga memahami miniatur dari sebuah
bangun yang disebut karangan. Terampil membangun
paragraf berarti terampil pula membangun miniatur karangan
dalam ukuran yang lazim. Hal ini berarti bahwa paragraf
merupakan dasar utama bagi kegiatan karang-mengarang.
Banyak pendapat mengenai pengertian dan batasan
paragraf. Dalam sebuah karangan/tulisan, paragraf
mempunyai fungsi memudahkan pengertian dan pemahaman
dengan memisahkan satu topik atau tema dengan topik atau
tema yang lain karena setiap paragraf hanya boleh
mengandung satu unit pikiran atau ide pokok. Ide pokok
tersebut berfungsi sebagai pengendali informasi yang
24
Oldrie Ch. Sorey, S.Pd., M.Pd., Paragraf Bahasa Indonesia, h 2.
70
diungkapkan melalui sejumlah kalimat. Dari uraian tersebut
dapat disimpulkan hal-hal berikut.
1) Paragraf mempunyai ide pokok (gagasan
utama) yang dikemas dalam kalimat topik. Bagi
penulis, ide pokok itu menjadi pengendali untuk
kalimat-kalimat penjelas/pengembang agar tidak
keluar dari pokok pembicaraan. Sementara itu, bagi
pembaca ide pokok itu menjadi penuntun dalam
memahami isi karena di situlah inti informasi yang
ingin disampaikan penulis.
2) Salah satu dari sekumpulan kalimat dalam
paragraf merupakan kalimat topik, sedangkan
kalimat-kalimat lainnya merupakan pengembang yang
berfungsi memperjelas atau menerangkan kalimat
topik.25
71
gagasan tambahan atau penjelas yang mendukung
gagasan utama itu. Dalam gagasan tambahan tersebut
tidak boleh terdapat aragr-unsur atau informasi yang
sama sekali tidak berhubungan dengan gagasan
pokok. Penyimpangan informasi dari gagasan utama
akan menyulitkan pembaca. Jadi, semua gagasan
tambahan dalam paragraf harus membicarakan
gagasan utama.
Kesatuan paragraf dapat terpenuhi jika semua
informasi dalam paragraf itu masih dikendalikan oleh
gagasan utama. Dengan kata lain, informasi-informasi
dalam paragraf itu hanya terfokus pada topik yang
dibicarakan. Oleh karena itu, penulis harus selalu
mengevaluasi kalimat-kalimat yang dibuatnya. Jika ada
kalimat yang sama sekali tidak berkaitan dengan gagasan
utama, kalimat tersebut harus dikeluarkan dari paragraf.
Jika ternyata dalam sebuah paragraf terdapat dua gagasan
utama, kedua gagasan utama itu harus dipisah dan
dijadikan paragraf tersendiri.
b) Kepaduan Paragraf
Paragraf bukanlah merupakan kumpulan kalimat yang
masing-masing berdiri sendiri. Paragraf dibangun oleh
kalimat yang mempunyai hubungan atau keterkaitan.
Pembaca dapat dengan mudah memahami dan mengikuti
jalan pikiran penulis tanpa hambatan akibat adanya
loncatan pikiran yang membingungkan. Urutan pikiran
yang teratur dapat terbentuk dari keterkaitan dan
keserasian antarkalimat dalam paragraf.
72
Kepaduan suatu paragraf berkaitan dengan keserasian
antarkalimat yang membangun paragraf tersebut.
Keserasian hubungan antarkalimat dalam paragraf dapat
dibangun dengan menggunakan alat kohesi, baik
gramatikal maupun leksikal.
Alat kohesi gramatikal yang dapat digunakan untuk
membangun paragraf yang padu, antara lain, adalah
(1) kata transisi (konjungsi/ungkapan penghubung
antarkalimat),
(2) referensi (pengacuan),
(3) paralelisme (kesejajaran struktur), dan
(4) ellipsis (pelesapan).
Sementara itu, alat kohesi leksikal, antara lain, berupa
(1) sinonim, (2) antonim, (3) hiponim, dan (4) repetisi
(pengulangan).
a. Kata Transisi (Ungkapan Penghubung Antar
kalimat)
Kata transisi merupakan penghubung
(konjungtor) atau perangkai yang digunakan untuk
menghubungkan unsur-unsur dalam sebuah kalimat
atau antarkalimat dalam sebuah paragraf. Ketepatan
penggunaan kata transisi berpengaruh terhadap
ketegasan informasi. Gagasan-gagasan dalam kalimat
yang sama dapat memunculkan informasi yang
berbeda karena perbedaan penggunaan kata transisi.
b. Referensi
Referensi atau pengacuan merupakan hubungan antara
referen dengan lambang yang dipakai untuk
mewakilinya. Dengan kata lain, referensi merupakan
73
unsur luar bahasa yang ditunjuk oleh unsur bahasa,
misalnya, benda yang disebut rumah adalah referen dari
kata rumah.
c. Substitusi
Substitusi atau penyulihan adalah penggantian
konstituen dengan menggunakan kata yang maknanya
sama sekali berbeda dengan kata yang diacunya.
Penyulihan itu merupakan salah satu cara untuk
membangun kepaduan paragraf dengan cara mengganti
suatu unsur dengan unsur lain yang acuannya tetap sama,
dalam hubungan antarbentuk kata atau bentuk lain yang
lebih besar daripada kata, seperti frasa atau klausa.
Misalnya, kata Jepang dapat disulih dengan frasa Negeri
Sakura atau ada yang menyebut dengan frasa Negeri
Matahari Terbit.
d. Elipsis
Elipsis atau pelesapan merupakan pelesapan unsur
bahasa yang maknanya telah diketahui sebelumnya
berdasarkan konteksnya. Pada dasarnya elipsis dapat
dianggap sebagai substitusi dengan bentuk kosong atau
zero. Unsur-unsur yang dilesapkan itu dapat berupa
nomina, verba, atau klausa. Elipsis nominal merupakan
pelesapan nomina, baik berupa leksikal maupun frasal.
Sementara itu, alat kohesi leksikal, antara lain, berupa
1) Sinonim
Kesinoniman berarti bahwa dua butir leksikal
memiliki makna yang hampir sama atau mirip. Sinonim
dapat juga dikatakan sebagai ungkapan, baik berupa kata,
frasa, maupun kalimat, yang maknanya kurang lebih
74
sama dengan makna ungkapan lain, misalnya bunga,
kembang, dan puspa; mati, meninggal, wafat, tewas, dan
gugur; jelek dan buruk. Jika suatu kata yang bersinonim
tidak mempunyai makna yang persis sama, kesamaannya
terletak pada kandungan informasinya.
2.) Antonim
Antonim adalah oposisi makna dalam pasangan
leksikal yang dapat dijenjangkan. Secara umum antonim
memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
i. Antonim penuh dengan kejenjangan
(kebanyakan adjektiva dan beberapa verba).
ii. Anggota tingkat pasangan menunjukkan
beberapa ciri peubah seperti kepanjangan,
kecepatan, ketelitian, dan sebagainya.
iii. Untuk menyatakan agak/lebih dan sangat,
anggota pasangan yang bergerak dalam
pertentangan arah, panjang skala
memperlihatkan tingkat ciri peubah yang
relevan.
2) Hiponim
Kehiponiman adalah hubungan yang terjadi
antara kelas yang umum dan subkelasnya. Bagian
yang mengacu pada kelas yang umum disebut
superordinat, sedangkan bagian yang mengacu
pada subkelasnya disebut hiponim. Kehiponiman
dapat dikatakan sebagai hubungan makna leksikal
yang bersifat hierarkis antara suatu konstituen dan
konstituen yang lain. Relasi makna terlihat pada
75
hubungan antarkonstituen yang memiliki makna
yang khusus.
3) Repetisi
Perulangan adalah penyebutan kembali suatu
unit leksikal yang sama yang telah disebut
sebelumnya. Perulangan dapat berupa perulangan
kata, frasa, atau klausa. Di samping itu, terdapat
juga perulangan sebagian dan perulangan
seluruhnya. Dalam perulangan itu, kemungkinan
yang diulang adalah nomina atau verba, atau
kategori kata lainnya.
c) Kelengkapan dan Ketuntasan
Kelengkapan atau kekompletan merupakan salah satu
syarat paragraf yang baik. Aspek kelengkapan ini
terpenuhi jika semua informasi yang diperlukan untuk
mendukung atau menjelaskan gagasan utama sudah
tercakup. Hal ini berarti bahwa gagasan utama dalam
paragraf harus dikembangkan sesuai dengan informasi
yang diperlukan dan dituntut oleh gagasan utama.
Dengan begitu, pembaca akan memperoleh informasi
secara utuh.
Ketuntasan dapat dimaknai kedalaman pembahasan,
yakni semakin konkret penggambaran suatu objek akan
semakin jelas informasi yang disampaikan. Ketuntasan
bahasan berkaitan dengan kesempurnaan pembahasan
materi secara menyeluruh dan utuh. Ini dilakukan karena
pembahasan yang tidak tuntas akan menghasilkan
simpulan yang salah, tidak sahih, dan tidak valid.
Ketuntasan dapat dilakukan dengan klasifikasi, yaitu
76
pengelompokan objek secara lengkap dan menyeluruh.
Ketuntasan klasifikasi tidak memungkinkan adanya
bagian yang tidak masuk kelompok klasifikasi.
d) Keruntutan
Sebuah paragraf dikatakan runtut jika uraian
informasi disajikan secara urut, tidak ada informasi yang
melompat-lompat sehingga pembaca lebih mudah
mengikuti jalan pikiran penulis. Keruntutan paragraf
ditampilkan melalui hubungan formalitas di antara
kalimat yang membentuk paragraf. Hubungan formalitas
tersebut menunjukkan pola urutan penyajian infomasi.
Ada beberapa model urutan informasi, seperti urutan
tempat, urutan waktu, urutan khusus-umum, urutan
tingkat, urutan apresiatif, urutan sebab-akibat, dan urutan
tanya-jawab. Tiap-tiap model itu mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda. Untuk model urutan
tempat, misalnya, penyajian informasi tentang objek
hendaknya disampaikan secara horizontal, dari kiri ke
kanan atau sebaliknya, atau secara vetikal, dari bawah ke
atas atau sebaliknya.
e) Konsistensi
Sudut pandang adalah cara penulis menempatkan diri
dalam karangannya. Dengan kata lain, sudut pandang
dapat diartikan sebagai cara penulis atau pengarang
menempatkan dirinya terhadap cerita atau karangan; atau
dari sudut mana penulis memandang ceritanya. Sudut
pandang ini dalam suatu karangan bisa berupa perspektif
yang hendak dibangun penulis.26
26
Suladi, Seri Penyuluhan Bahasa Indonesia Paragraf, (Jakarta,2014), h 15-49.
77
3. Kekohesian Dan Kekoherensian Paragraf
a. Kohesi
Kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur-
unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana
sehingga tercipta pengertian yang baik (koheren).
Kalimat atau kata yang dipakai bertautan dan saling
mendukung makna. Pengertian yang satu menyambung
pengertian yang lainnya sehingga berturut-turut. Dengan
demikan ada wacana yang kohesif, koheren dan ada
wacana yang tidak kohesif dan koheren. Pendapat
tersebut dikemukakan oleh Djajasudarma (2006: 44).
Pendapat lain yang berkaitan dengan kohesi
dikemukakan oleh Mulyana (2005: 26) bahwa kohesi
dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk secara
struktural membentuk ikatan sintaktikal.
Konsep kohesi pada dasarnya mengacu kepada
hubungan bentuk artinya, unsur-unsur wacana (kata atau
kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana
memiliki keterkaitan secara padu dan utuh. Dengan kata
lain, kohesi termasuk dalam aspek internal struktur
wacana. Sehubungan dengan hal tersebut, Mulyana
(2005: 26).
Penanda Kohesi Konsep kohesi pada dasarnya
mengacu kepada hubungan bentuk artinya, unsur-unsur
wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk
menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara
padu dan utuh. Dengan kata lain, kohesi termasuk dalam
78
aspek internal struktur wacana. Sehubungan dengan hal
tersebut, Mulyana (2005: 26) mengemukakan bahwa
penelitian terhadap unsur kohesi menjadi bagian dari
kajian aspek formal bahasa. Oleh karenanya, organisasi
dan struktural kewacanaannya juga berkonsentrasi dan
bersifat sintaktik gramatikal.
Wacana sebagai satu pesan yang lengkap
berhubungan dengan banyak fenomena kebahasaan.
Salah satu fenomena wacana yang menjadi perhatian
adalah kekohesifan dan kekoherensian sebuah wacana.
Menurut Wedhawati, dkk (2006: 604) kohesi adalah
hubungan bahasa di dalam wacana atau teks. Sebuah teks
terbentuk jika satuan-satuan bahasa pembentuknya
berhubungan secara gramatikal dan sistematis.
Berdasarkan penandanya, kohesi dibedakan menjadi dua,
yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi
gramatikal adalah hubungan antarsatuan bahasa
pembentuk teks dengan penanda satuan gramatikal
tertentu. Kohesi leksikal adalah hubungan antarsatuan
bahasa secara semantik leksikal di dalam teks yang sama.
b. Koherensi
Koherensi adalah pertalian makna atau pertalian isi
kalimat (Tarigan, 2008: 32). Koherensi sangat diperlukan
keberadaannya untuk menata pertalian batin antara
bagian yang satu dengan yang lain dalam paragraf.
Keberadaan unsur koherensi sebenarnya tidak pada
satuan teks semata, melainkan juga pada kemampuan
pembaca atau pendengar dalam menghubungkan makna
dan menginterpretasikan suatu bentuk wacana yang
79
diterimanya. Tarigan (2008: 104) membagi unsur
penanda koherensi diantaranya adalah penambahan,
komparasi, penekanan, kontras, simpulan, contoh,
pararelisme, tempat dan waktu. Berbeda dengan
Kridalaksana (Tarigan, 2008: 38) yang mengungkapkan
penanda hubungan koherensi dalam wacana antara lain
hubungan sebab-akibat, hubungan sarana-hasil,
hubungan alasan-sebab, hubungan sarana-tujuan,
hubungan latarkesimpulan, hubungan kelonggaran-hasil,
hubungan syarat-hasil, hubungan perbandingan,
hubungan parafrasis, hubungan amplikatif, hubungan
adiftif waktu, hubungan adiftif nonwaktu, hubungan
identifikasi, hubungan generikspesifik, dan hubungan
ibarat.
Penanda Koherensi Penanda koherensi yang terdapat
dalam karangan ini antara lain adalah penanda hubungan
cara, hubungan penjelasan, hubungan rentetan, hubungan
identifikasi, latar-kesimpulan, dan hubungan alasan-
sebab.
c. Perbedaan Kohesi dan Koherensi
Kohesi dan koherensi sebenarnya hampir sama karena
penanda aspek kohesi juga merupakan penanda aspek
koherensi. Demikian pula sebaliknya. Namun, keduanya
memiliki perbedaan. Perbedaan keduanya terletak pada
titik dukung terhadap struktur wacana. Aspek yang
mendukung keutuhan wacana dari dalam (internal)
disebut aspek kohesi. Sedangkan Aspek yang
mendukung keutuhan wacana dari luar (eksternal)
80
disebut aspek koherensi (Parera, 2009: 218). Tabel
berikut menggambarkan perbedaan keduanya.27
27
Riska Fita Lestari, Kohesi Dan Koherensi Paragraf Dalam Karangan Narasi
Mahasiswa Teknik Angkatan 2017 Universitas Pgri Banyuwangi (Jurnal Kredo
Vol. 3 No. 1 Oktober 2019) h. 4-10
28
Ismail Kusnayadi, Dini Aida Fitria. 2006. Be Smart Bahasa Indonesia. Bandung.
Hlm. 39
81
Keterpaduan dalam sebuah paragraf meliputi adanya
hubungan antarkalimat, ada hubungan antarparagraf, dan
menggunakan kata penghubung yang tepat
5. Konsistensi
tidak mengubah-ubah kata penghubung yang tepat.
Memiliki pengetahuan mengenai fakta- fakta. Misalnya,
pengetahuan nama-nama tokoh, dan peristiwa-peristiwa
yang penting.
82
Karya tulis ilmiah
Karya Tulis Ilmiah
1. Pengertian Karya Tulis Ilmiah
83
penelitian, hasil pengamatan, tinjauan dalam bidang tertentu
yang disusun secara sistematis” (KBBI, 2012).
Dalam hal ini, karya tulis ilmiah dapat dikatakan
sebagai hasil rangkaian gagasan yang merupakan hasil
pemikiran yang didasarkan pada fakta, peristiwa, dan gejala
yang disampaikan secara akurat dan dapat dipertanggung
jawabkan. Karya ilmiah adalah karya tulis yang isinya
berusaha memaparkan suatu pembahasan secara ilmiah
yang dilakukan oleh seorang penulis.29
2. Ciri-Ciri Karya Tulis Ilmiah
Ciri-ciri karya ilmiah yang harus dipahami mengenai
karya ilmiah ialah ciri-cirinya seperti berikut:
a. Obyektif
Tulisan yang disajikan harus diungkapkan dengan
berdasarkan kenyataan yang sebenarnya yang didukung
oleh bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan, artinya
isi karya tulis tersebut tidak boleh dimanipulasi atau
direkayasa. Obyektif juga dimaksudkan bahwa penulis
bersikap jujur dalam menyajikan informasi yang akurat.
b. Sistematis
Penulisan ilmiah harus bersifat sistematis yaitu
mengikuti urutan atau tahapan penulisan yang baku.
Sistematis juga berarti seorang penulis harus berfikir secara
runtun dalam menuangkan ide atau gagasannya, karena ciri
ini akan memudahkan pembaca dalam memahami apa yang
diuraikan penulis tersebut.
c. Logis
29
Dalman. (2012). Menulis Karya Ilmiah. Jakarta : Rajagrafindo Persada.
84
Berfikir logis adalah berfikir dengan menggunakan
logika, rasional dan masuk akal. Berfikir logis juga
diartikan sebagai sesuatu yang dapat diterima oleh akal
sehat berdasarkan penalarannya. Dalam penulisan ilmiah,
hal ini berkaitan dengan logika berfikir induktif dan
deduktif.
d. Menyajikan fakta
Informasi yang disajikan dalam karya ilmiah harus
bersifat fakta (faktual). Tidak dibenarkan menyajikan
informasi yang berupa luapan perasaaan atau yang bersifat
emosional.
e. Menggunakan bahasa formal
Di kalangan masyarakat Indonesia sering
menggunakan bahas sehari-hari dalam berkomunikasi.
Untuk penulisan ilmiah harus menggunakan bahasa
Indonesia yang bersifat formal yang dikenal dengan istilah
bahasa yang baik dan benar.
f. Tidak Pleonastis
Istilah pleonatis menurut KBBI yaitu pemakaian kata-
kata yang lebih dari apa yang diperlukan. Karya ilmiah
hendaknya tidak berlebihan dalam menggunakan kata-kata,
artinya harus hemat, tidak berulang-ulang dan tidak
berbelitbelit.30
3. Macam-Macam Karya Tulis Ilmiah
Macam-macam Karya Tulis Ilmiah, yaitu :
30
Azahari, Azril. (2005). Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Universitas Trisakti.
Sitepu
85
1. Karya Ilmiah Populer, yaitu tulisan ilmiah yang
biasanya ditulis dengan menggunakan bahasa yang
mudah difahami oleh orang kebanyakan. Contohnya,
artikel ilmiah di media masa, dan buku-buku ilmiah
populer untuk kalangan awam.
Makalah, merupakan bagian dari kegiatan akademik
terstruktur. Di samping itu makalah juga disusun untuk
diajukan di dalam kegiatan ilmiah (seminar, simposium,
kongres, dan sebagainya), atau untuk dimuat di dalam
penerbitan, panjangnya lebih kurang 5 hingga 15 halaman
(relative). Pada umumnya makalah merupakan penyajian
yang bersifat deskriptif dan ekspositoris. Namun, ada juga
makalah yang di sana-sini mengandung uraian yang bersifat
argumentatif.
2. Kertas Kerja, ialah karya tulis ilmiah yang bersifat
lebih mendalam daripada makalah dengan menyajikan
data di lapangan atau kepustakaan; data itu bersifat
empiris dan objektif.
3. Laporan Penelitian, Jika dibandingkan dengan
makalah, laporan penelitian lebih panjang,
sekurangkurangnya 70 halaman. Sesuai dengan
sebutannya “laporan penelitian”, analisisnya lebih
mendalam serta uraiannya lebih luas dan tuntas. Di
dalam bagian pendahuluan dinyatakan secara eksplisit
teori, metode, dan tehnik yang digunakan di dalam
penelitiannya; juga dinyatakan sistematika penyusunan
karya tersebut. Dalam beberapa hal, ada perbedaan
tehnik dan sistematika penyusunan makalah dan laporan
penelitian. Walaupun demikian, biasanya lembaga
86
pendidikan, instansi penyelenggara pertemuan ilmiah,
atau pengelola penerbitan mempunyai persyaratan
khusus tentang tehnik dan sistematika ini.
4. Skripsi, ialah karya tulis ilmiah yang mengemukakan
pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain
(karya ilmiah S-1). Karya ilmiah ini ditulis untuk
meraih gelar sarjana.
5. Tesis, ialah karya tulis ilmiah yang mengungkapkan
pengetahuan baru dengan melakukan pengujian
terhadap suatu hipotesis. Tesis ini sifatnya lebih
mendalam daripada skripsi (karya ilmiah S-2). Karya
ilmiah ini ditulis untuk meraih gelar magister.31
6. Disertasi, ialah karya tulis ilmiah yang mengemukakan
teori atau dalil baru yang dapat dibuktikan berdasarkan
fakta secara empiris dan objektif (karya ilmiah S-3).
Karya ilmiah ini ditulis untuk meraih gelar doktor.
31
Alka Mutmainna, ‘Penulisan Karya Tulis Ilmiah’, Penulisan Karya Tulis Ilmiah, October
(2017), hlm 1.
87
1. Sebagai wadah untuk melatih kemampuan untuk
mengungkapkan pemikiran atau hasil penelitiannya dalam
bentuk tulisan ilmiah yang sistematis dan metodologis.
2. Menumbuhkan pandangan ilmiah di kalangan mahasiswa
untuk memahami pentingnya menjadi penghasil
(produsen) pemikiran dan karya tulis dalam bidang ilmu
pengetahuan, sehingga mereka tidak hanya menjadi
konsumen dari ilmu pengetahuan itu sendiri.
3. Karya ilmiah yang telah ditulis diharapkan menjadi
wahana perubahan terhadap pengetahuan antara sekolah
dengan masyarakat, atau orang- orang yang berminat
membacanya.
4. Membuktikan potensi dan wawasan ilmiah yang dimiliki
oleh mahasiswa dalam menghadapi dan menyelesaikan
masalah dalam bentuk karya tulis ilmiah.
5. Melatih keterampilan dasar untuk melakukan penelitian.32
32
Vigih Hery Kristanto, Metodologi Penelitian Pedoman Penulisan Karya Tulis
Ilmiah (KTI), Yogyakarta: Deepublish, 2018, hlm: 43.
88
2. Melalui kegiatan menyusun, kita mengembangkan
berbagai gagasan. Kita harus berpikir ilmiah,
menghubung-hubungkan dan membangkitkan
fakta-fakta yang mungkin tidak pernah kita
lakukan jika kita tidak menulis atau menyusun.
3. Kegiatan menulis atau menyusun, memaksa kita
lebih banyak menyerap, mencari, dan menguasai
informasi sehubung dengan topik yang kita tulis.
Dengan demikian kegiatan menulis memperluas
wawasan baik secara teoritis maupun fakta-fakta
yang berhubungan.
4. Menyusun berarti mengorganisasikan gagasan
secara sistematis dan mengungkapkannya secara
tersurat. Dengan demikian kita dapat menjelaskan
permasalahan yang semula mungkin masih samar
bagi kita sendiri.
5. Melalui tulisan kita dapat meninjau dan menilai
gagasan kita sendiri secara lebih objektif.
6. Dengan menyusun gagasan-gagasan dikertas kita
akan lebih mudah memecahkan permasalahan,
yakni dengan menganalisisnya secara tersurat,
dalam konteks yang lebih konkrit.
7. Dengan mnyusun mengenai suatu topik,
mendorong kita untuk belajar aktif. Kita harus
menjadi penemu sekaligus pemecah masalah,
bukan sekedar menjadi penyadap informasi dari
orang lain.
89
8. Kegiatan menulis dan menyusun yang terencana
akan membiasakan kita berpikir dan berbahasa
secara tertib.33
Contohnya :
“PENYUSUNAN
KALIMAT”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
“Bahasa Indonesia”
Dosen Pengampu
33
Siti Akhadiyah. Dkk, Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia,
Jakarta: Erlangga, 1999, hlm: 1-2.
90
Disusun Oleh :
KELAS B
FAKULTAS TARBIYAH
TAHUN 2023
91
Etika penulisan karya ilmiah
Etika Penulisan
1. Pengertian Etika Penulisan Ilmiah
Pengertian etika adalah konsep nilai yang mengarah pada
perilaku yang baik dan pantas. Sedangkan pengertian karya
tulis adalah sebuah hasil karangan dalam bentuk tulisan.
Sehingga, pengertian etika penulisan ilmiah adalah sebuah
hasil karangan dalam bentuk tulisan yang menggunakan kata
atau kalimat yang baik dan pantas.
34
R.Himawan Yudhistira Niloperbowo, Buku Etika Penulisan Ilmiah, (2019)
h. 3
93
terjerat dalam pelanggaran fabrikasi dan falsifikasi
data.
b) Objektivitas
c) Pengutipan
d) Ketelitian
35
R.Himawan Yudhistira Niloperbowo, Buku Etika Penulisan Ilmiah, (2019)
h. 4-5
95
sendiri. Tindakan plagiarisme tersebut merupakan suatu
bentuk pelanggaran hak cipta sehingga pelaku
plagiarisme, yang biasa disebut dengan plagiator dapat
dijatuhi hukuman karena tindakannya yang secara tidak
langsung mencuri karya orang lain.36
2. Jenis Plagiarisme
96
4. Plagiasi diri (self-plagiarism)
37
Budiawan, Dkk “Kesalahan Penerapan Kaidah Antiplagiasi Dalam
Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa”
(2020) h. 11-12
97
terori atau metode, mengembangkan suatu teori atau
metode, mengidentifikasi kesenjangan yang terjadi
antara suatu teori dengan relevansi di lapangan /
terhadap suatu hasil penelitian ((Rowley & Slack, 2004;
Bettany-Saltikov, 2012). Melakukan literatur review
sama artinya dengan melakukan kegiatan : 1)
pengumpulan data / informasi, 2) melakukan evaluasi
data, teori, informasi atau hasil penelitian, serta 3)
menganalisa hasil publikasi seperti buku, artikel
penelitian atau yang lain terkait dengan pertanyaan
penelitian yang telah disusun sebelumnya.
38
Eko Agus Cahyono, dkk. “Jurnal Keperawatan” (2019) h. 2
99
daftar Pustaka
Mahayana, Maman S. “Latar Belakang Lahirnya Bahasa
Indonesia,” dalam Gaung, No. 3/VII, November 1984.
Sedyawati, Edi. 1993. “Bahasa Indonesia dalam Pengembangan
Kebudayaan Nasional,” Makalah disajikan dalam Kongres Bahasa
Indonesia VI. Jakarta, 28 Oktober-2 November 1993.
Limas. EYD Plus. Jakarta: Redaksi Lima Adi Sekawan, 2010.
Asj‟ari, Abd. Rachman. (1960). Perkembangan dan Tatabahasa
Indonesia. Surabaya: Amir Hamzah.
Kata Dan and Pilihan Kata, ‘Oleh ’:, IV.1 (2014)
Junifer Siregar, S.Pd., M.Pd. Morfologi (Banyumas,Jawa Tengah,
2021)
I Wayan Simpen, Morfologi: Kajian Proses Pembentukan Kata
(Jakarta,Bumi Aksara,2020).
Dizionario Fisiognomico II, Morfologia. 2006
100