TINJAUAN PUSTAKA
6
7
1. Faktor biologis
Pada organ manusia yakni otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepine. Reseptor ini membantu mengatur ansietas.
Penghambat GABA yang berperan utama dalam mekanisme biologis
berhubungan dengan ansietas sebagaimana halnya dengan endofrin.
Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya
menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor (Stuart,
2016).
2. Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang mempengaruhi kecemasan adalah sebagai
berikut :
a. Pandangan psikoanalaitik. Ansietas adalah konflik emosional yang
terjadi antara dua elemen kepribadian-id dan superego. Id mewakili
dorongan insting dan impuls primitive, sedangkan superego
mencerminkan hati Nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-
norma budaya seseorang. Ego berfungsi menengahi tuntunan dari
dua elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah
meningkatkan ego bahwa ada bahaya.
b. Pandangan interpersonal. Ansietas timbul dari perasaan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal.
Ansietas berhubungan dengan perkembanagn trauma, seperti
perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik.
Orang yang mengalami harga diri rendah terutama mudah
mengalami perkembangan ansietas yang berat.
c. Pandangan perilaku. Ansietas merupakan produk frustasi yaitu
segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seorang untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku menganggap
sebagai dorongan belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk
menghindari kepedihan. Individu yang terbiasa dengan kehidupan
9
3. Usia
Laraia M.T (2017) menyatakan bahwa maturitas atau kematangan
individu akan mempengaruhi kemampuan koping mekanisme seseorang sehingga individ
6. Sosial Budaya
Ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam keluarga. Ada
tumpeng tindih dalam gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas
dan depresi. Faktor ekonomi dan latar belakang Pendidikan
berpengaruh terhadap terjadinya ansietas. Faktor sosial seperti
memiliki pengalaman buruk seperti pernah ditindas, kekerasan dalam
keluarga, malu saat di depan publik dan orangtua yang terlalu
overprotective pada anaknya dapat memicu kecemasan pada individu
(National Institute for Health and Care Excellence, 2013).
2.1.5 Penatalaksanan
Menurut Eko Prabowo (2014) penatalaksanaan ansietas pada tahap
pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang
bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau
psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian
berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a. Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b. Tidur yang cukup.
c. Cukup olahraga.
d. Tidak merokok.
11
2. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan
memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan
neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat
otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai
adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam,
clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate
dan alprazolam.
1. SRRIs
2. SNRI
3. Benzodiazepin
4. TCAs
3. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala
ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk
menghilangkan keluhan- keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan
obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain:
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan
dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus
asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan
koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi
kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki
kembali (re- konstruksi) kepribadian yang telah mengalami
goncangan akibat stressor. Psikoterapi kognitif, untuk
12
5. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya
dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai
problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial
6. Napas Dalam
Napas dalam yaitu bentuk latihan napas yang terdiri atas
pernapasan abdominal (diafragma) Prosedur :
1) Atur posisi yang nyaman
2) Fleksikan lutut klien untuk merelaksasi otot abdomen
3) Tempatkan 1 atau 2 tangan pada abdomen, tepat dibawah tulang iga.
4) Tarik napas dalam melalui hidung, jaga mulut tetap tertutup. Hitung
sampai 3 selama inspirasi.
5) Hembuskan udara lewat bibir seperti meniup secara perlahan – lahan.
pneumonia, yang berasal dari Wuhan, Provinsi Hubei, dan Cina pada 28
Januari. Pada 2019 Covid 19 memiliki masa inkubasi diantara 2 sampai 14
hari, inkubasi terjadi pada seseorang yang berpotensial terinfeksi baik dengan
gejala dan tanpa gejala. Pasien yang terinfeksi Covid 19 memiliki berbagai
macam tanda gejala. Kebanyakan mengalami sakit ringan, sekitar 20%
berkembang menjadi penyakit parah termasuk pneumonia, gagal napas, dan
beberapa kasus yang menyebabkan kematian (Pramana, Cipta 2020).
dengan SARS dan MERS CoV, tetapi dari hasil evaluasi genomik isolasi
dari 10 pasien, didapatkan kesamaan mencapai 99% yang menunjukkan
suatu virus baru, dan menunjukkan kesamaan (identik 88%) dengan
batderived severe acute respiratory syndrome (SARS, bat-SL-CoVZC45 dan
bat- SLCoVZXC21, yang diambil pada tahun 2018 di Zhoushan, Cina
bagian Timur, kedekatan dengan SARS-CoV adalah 79% dan lebih jauh lagi
dengan MERS-CoV (50%).
2.2.3 Klasifikasi
Berdasarkan Panduan Surveilans Global WHO untuk novel Corona-
virus 2019 (COVID-19) per 20 Maret 2020, definisi infeksi COVID-19 ini
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Kasus Terduga (suspect case)
1) Pasien dengan gangguan napas akut (demam dan setidaknya satu
tanda/gejala penyakit pernapasan, seperti batuk, sesak napas), DAN
riwayat perjalanan atau tinggal di daerah yang melaporkan penularan
di komunitas dari penyakit COVID-19 selama 14 hari sebelum onset
gejala; atau
2) Pasien dengan gangguan napas akut DAN mempunyai kontak
dengan kasus terkonfirmasi atau probable COVID-19 dalam 14 hari
terakhir sebelum onset; atau c. Pasien dengan gejala pernapasan
berat (demam dan setidaknya satu tanda/gejala penyakit pernapasan,
seperti batuk, sesak napas DAN memerlukan rawat inap) DAN tidak
adanya alternatif diagnosis lain yang secara lengkap dapat
menjelaskan presentasi klinis tersebut.
3. Kasus terkonfirmasi
yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan laboratorium infeksi COVID-19
positif, terlepas dari ada atau tidaknya gejala dan tanda klinis. Kontak
adalah orang yang mengalami satu dari kejadian di bawah ini selama 2
hari
16
sebelum dan 14 hari setelah onset gejala dari kasus probable atau kasus
terkonfirmasi
1) Kontak tatap muka dengan kasus probable atau terkonfirmasi dalam
radius 1 meter dan lebih dari 15 menit.
2) Kontak fisik langsung dengan kasus probable atau terkonfirmasi
3) Merawat langsung pasien probable atau terkonfirmasi penyakit
Covid-19 tanpa menggunakan alat pelindung diri yang sesuai; atau
4) Situasi lain sesuai indikasi penilaian lokasi lokal.
napas bawah. Kelebihan contoh uji dari saluran napas bawah dapat
digunakan juga untuk memeriksa biakan mikroorganisme dan jamur yang
mungkin menyertai atau diagnosis banding. Identifikasi COVID-19 yang
dilakukan pertama adalah pemeriksaan pan corona, yaitu termasuk HCoV-
229E, HCoV-NL63, HCoV-HKU1 dan HCoV- OC43, kemudian
dilakukan pemeriksaan spesifik SARS-CoV-2. 2
5) Pemeriksaan ulang perlu dilakukan untuk menentukan respons terapi
seiring proses perbaikan klinis. Bila didapatkan perbaikan klinis dan hasil
RTPCR negatif 2 kali berturut turut dalam 2-4 hari negatif pasien
dinyatakan sembuh (Handayani, 2020).