Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

Relaksasi Otot Progresif Dalam Meningkatkan Kualitas Tidur

PEMBIMBIN
G:

dr.Meiliana
Lindawaty R,
SpKJ

OLEH

Kintan Utami

112021141

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA

PERIODE 18 April– 21 Mei 2022

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RS TARAKAN

JAKARTA
BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan tidur ataupun kesulitan dalam tidur yang cukup banyak diderita oleh
banyak orang di sekitar kita. Gangguan tidur yang sering menyebabkan pasien sulit untuk
tidur bahkan tidak dapat tidur sedikitpun disebut juga dengan insomnia. Insomnia adalah
gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur
walaupun ada kesempatan untuk itu.1
Insomnia didefinisikan sebagai kesusahan dalam memulai, atau mempertahankan
tidur. Gangguan ini pernah diderita oleh seseorang paling tidak sekali dalam hidupnya
ataupun ada yang menderita hampir sepanjang hidupnya dan hal yang inilah yang dapat
mempengaruhi kwalitas hidup seseorang. Seseorang yang terganggu dalam tidurnya akan
dapat terjadi bermacam-macam gangguan seperti hilang semangat, kesulitan dalam
berkonsentrasi, selalu merasa mengantuk dan gelisah, mudah marah atau temperamental
menjadi tinggi, tekanan darah menjadi tinggi dari biasanya/normal sampai berujung pada
terjadinya penyakit-penyakit tertentu yang bersifat kronis.2,3
Insomnia umumnya merupakan kondisi sementara atau jangka pendek. Dalam
beberapa kasus, insomnia dapat menjadi kronis. Hal ini sering disebut sebagai gangguan
penyesuaian tidur karena paling sering terjadi dalam konteks situasional stres akut, seperti
pekerjaan baru atau menjelang ujian. Insomnia ini biasanya hilang ketika stressor hilang atau
individu telah beradaptasi dengan stressor. Namun, insomnia sementara sering berulang
ketika tegangan baru atau serupa muncul dalam kehidupan pasien.3,4

Salah satu bentuk dari terapi perilaku terhadap penurunan insomnia adalah dengan
teknik relaksasi. Teknik relaksasi pertama kali dikenalkan oleh Edmund Jacobson seorang
Psikolog dari Chicago yang mengembangkan metode fisiologis melawan ketegangan dan
kecemasaan. Metode relaksasi terdiri dari beberapa macam, yaitu: (1) relaksasi otot, (2)
pernafasan diafragma, (3) imagery training, (4) biofeedback, dan (5) hipnosis. Relaksasi otot
progresif sampai saat ini menjadi metode relaksasi termurah, tidak memerlukan imajinasi,
tidak ada efek samping, mudah untuk dilakukan, serta dapat membuat tubuh dan fikiran
terasa tenang, rileks, dan lebih mudah untuk tidur.5

2
Teknik relaksasi otot progresif yaitu teknik yang dilakukan dengan cara peregangan
otot kemudian dilakukan relaksasi otot.Beberapa manfaat teknik ini di antaranya untuk
menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung, membangun emosi
positif dari emosi negatif. Indikasi dilakukannya teknik relaksasi otot progresif adalah pada
seseorang yang mengalami insomnia, sering stres, mengalami kecemasan dan mengalami
depresi.5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Insomnia

Menurut DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 2000),


Insomnia adalah kesulitan individu dalam memulai, mempertahankan dan merasakan kualitas
tidur yang buruk. Di dalam buku “Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III”
juga menjelaskan bahwa insomnia adalah suatu kondisi tidur yang tidak memuaskan secara
kuantitas dan kualitas yang berlangsung untuk suatu kurun waktu tertentu. The internasional
classification of diseases mendefinisikan insomnia sebagai kesulitan memulai atau
mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3 malam/mimggu selama minimal satu bulan.
Menurut internasional classification of sleep disorder, insomnia adalah kesulitan tidur yang
terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur tersebut.8

Kesulitan tidur atau insomnia adalah keluhan tentang kurangnya kualitas tidur yang
disebabkan oleh satu dari; sulit memasuki tidur, sering terbangun malam kemudian kesulitan untuk
kembali tidur, bangun terlalu pagi, dan tidur yang tidak nyenyak. Insomnia tidak disebabkan oleh
sedikitnya seseorang tidur, karena setiap orang memiliki jumlah jam tidur sendiri-sendiri. Tapi yang
menjadi penekanan adalah akibat yang ditimbulkan oleh kurangnya tidur pada malam hari seperti
kelelahan, kurang gairah, dan kesulitan berkonsentrasi ketika beraktivitas. 5

3
2.2 Epidemiologi Insomnia

Menurut Survei yang di lakukan oleh Crampex (produsen pil tidur) bahwa 86 % orang di
seluruh dunia mengalami gangguan tidur yaitu insomnia seperti di Inggris sendiri, sebanyak sepuluh
juta resep obat tidur telah ditulis setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri, prevalensi penderita insomnia
diperkirakan mencapai 10 %.6
Penelitian menunjukkan bahwa prevalensi insomnia bervariasi antara 10% -40%. Setiap tahun
diperkirakan sekitar 20-50% orang dewasa melaporkan gangguan tidur dan sekitar 17% menderita
gangguan tidur serius. Berdasarkan penelitian sebelumnya, Prevalensi insomnia di Amerika Serikat
mencapai 60-70 % dari kasus orang dewasa. Di Indonesia, prevalensi insomnia adalah sekitar 10%,
yang berarti 28 juta orang dari total 238 juta rakyat Indonesia menderita insomnia 7
Sebuah artikel menyatakan Riset internasional yang telah dilakukan US Census
Bureau, International Data Base tahun 2014 terhadap penduduk Indonesia menyatakan bahwa
dari 238,452 juta jiwa penduduk Indonesia, sebanyak 28,035 juta jiwa (11,7%) terjangkit
insomnia. Penyakit insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering dikeluhkan
masyarakat. Prevalensinya bervariasi berdasarkan definisi kasus dan kriteria diagnostik yang
spesifik, sehingga estimasi prevalensi insomnia memiliki rentang sekitar 10% hingga 40%.
Penelitian di Korea Selatan menunjukkan bagaimana variasi angka prevalensi insomnia
berdasarkan definisinya. Ketika insomnia didefinisikan berdasarkan rekuensi tidur (gejala
muncul selama 3 malam dalam 1 minggu) maka angkanya menjadi 17%. Bila definisinya
mengarah pada kesulitan dalam mempertahankan tidur, nilainya menjadi 11,5%.4
Suatu survey di Singapura menunjukkan 8% sampai 10% pasien yang datang ke
dokter umum mengeluhkan gejala insomnia. Penelitian ini menunjukkan kuantitas
pasien insomnia yang datang kepada dokter umum tidaklah sedikit. 7 Menurut studi
epidemiologi dari insomnia, chornic insomnia mengenai sekitar 9-12% populasi di dunia.
Insomnia dapat terjadi pada setiap umur,tetapi lebih sering terjadi pada umur 65 tahun keatas.
Sekitar 40-50% usia geriatrik mengalami insomnia dan prevalensinya lebih besar terjadi pada
wanita daripada laki-laki.2
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada awal bulan
Maret 2012 di Panti Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Natar, didapatkan hasil bahwa
terdapat 103 lansia yang aktif ikut serta dalam kegiatan pemeriksaan kesehatan. Dari hasil
wawancara dengan petugas kesehatan, lansia sering mengeluh pusing dan lemas. Hasil
wawancara dari lansia yang ikut dalam posyandu lansia tersebut 30 diantaranya mengeluh
mengalami gangguan untuk memulai tidur pada malam hari. Dalam semalam hanya tidur 2

4
sampai 3 jam saja. Lansia mengeluhkan lebih cepat lelah dan badannya lemah. Upaya yang
sudah dilakukan oleh petugas kesehatan dalam posyandu lansia tersebut dalam menangani
masalah ini adalah dengan memberikan obat tidur, sedangkan pemberian obat tidur dalam
waktu yang lama dapat mengakibatkan efek yang tidak baik untuk kesehatan. Berdasarkan
studi di atas penting untuk diteliti tentang teknik relaksasi otot progresif untuk mengetahui
sejauh mana pengaruhnya terhadap perubahan pada kualitas tidur.5
2.3 Etiologi Insomnia

Insomnia adalah gejala atau gangguan dalam tidur, dapat berupa kesulitan berulang
untuk mencapai tidur, atau mempertahankan tidur yang optimal, atau kualitas tidur yang
buruk. Pada kebanyakan kasus, gangguan tidur adalah salah satu gejala dari gangguan
lainnya, baik mental (psikiatrik) atau fisik.7 Penyebab insomnia dapat diasumsikan paling
banyak karena gangguan psikis sekunder, dari hasil survey epidemiologi memperlihatkan
kurangnya relasi ke gangguan psikis primer. Diagnosis insomnia lebih mengarah dengan
adanya keluhan berupa depresi atau rasa cemas. Insomnia dapat berupa keadaan primer
maupun insomnia sekunder.10 Adapun beberapa penyebab insomnia diantaranya karena
adanya masalah internal pada individu tersebut :
a. Stres
Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat
membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur. Peristiwa
kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit dari orang yang dicintai,
perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia.10
b. Kecemasan dan depresi
Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia dalam otak atau karena
kekhawatiran yang menyertai depresi.10
c. Obat-obatan
Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk beberapa
antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan (seperti Ritalin)
dan kortikosteroid.10
d. Kafein, nikotin dan alkohol adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan
stimulan yang dapat menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang
dapat membantu seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan
sering menyebabkan terbangun di tengah malam.10
e. Kondisi Medis
5
Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan sering buang
air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia lebih besar dibandingkan
mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat
artritis, kanker, gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease
(GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.10,11
f. Perubahan lingkungan atau jadwal kerja
Kelelahan akibat perjalanan jauh atau pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan
terganggunya irama sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian
bertindak sebagai jam internal, mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu
tubuh.10
Schneider yang menjabat sebagai direktur medis di Departement of Psychiatry di
Cedars-Sinai mengatakan bahwa penderita dan ahli jiwa harus berusaha menemukan
penyebab yang sebenarnya dari insomnia yang diderita, hal ini ditujukan untuk
memperoleh solusi yang terbaik. insomnia disebabkan oleh berbagai faktor yaitu:5
a) Faktor Psikogenik
1) Masalah psikis pada seseorang seperti rasa rendah diri, perasaaan
disingkirkan, tidak berguna, sampai pada keadaan depresi dapat
menimbulkan insomnia.
2) Rasa cemas dan perasaaan takut yang berlebihan dapat pula mengakibatkan
kesulitan untuk tidur ataupunh sering kali terbangun dari tidur. Begiti pula
dengan mimpi yang tidak menyenangkan dan menakutkan sering kali
mengganggu tidur seseorang.
3) Stres kejiwaan yang berhubungan dengan masalah perkawinan,
ketidakpuasan dalam pekerjaan, kesulitan adaptasi dengan perubahan
kehidupan modern yang sangat cepat, masalah finansial dalam keluarga dan
lain sebagainya ikut pula berpengaruh pada gangguan insomnia.
b) Faktor Fisik:
1) Bekerja terlampu lama dan keras juga dapat mempengaruhi tidur seseorang
2) Rasa sakit dan perasaan tidak menyenangkan dapat juga mempengaruhi
tidur seseorang
3) Gangguan insomnia sering dijumpai pada masa anak-anak dan masa usia
lanjut. Selama tahun pertama dari kehidupan, ketegangan pada masa bayi
sering kali menyebabkan gangguan tidur dan gangguan minum. Kecemasan
6
sering kali membangunkan bayi pada malam hari. Penyakit usia lanjut
seperti diabetes militus, asma bronkiale, arteriosklerosis, payah ginjal,
kesemuanya dapat mengakibatkan insomnia.
c) Faktor kepribadian
Penderita insomnia sering kali terdapat corak kepribadian tertentu, Kales
dan kawan-kawan melakukan penelitian dengan “Minessofa Multiphasic
personality Interventory” (MMPI), terhadap penderita-penderita yang keluhan
utamanya insomnia. 85 % dari pasien insomnia itu ada 1 atau 2 skala MMPI-
nya cenderung meningkat kearah patologik dan ditemukan terbanyak adalah
depresi kemudian psychastenia,conversion hysteria, psychopathic deviate dan
hypochondriasis. Bentuk-bentuk kepribadian ini akan menyebabkan
internalisasi dari gangguan psikologik yang mengakibatkan suatu aktifitas
fisiologik dan proses ini merupakan mekanisme psikofisiologik dari insomnia.5

2.4 Klasifikasi Insomnia

Insomnia dibagi menjadi 2 bagian yaitu primary insomnia dan secondary insomnia.
Primary insomnia merupakan gangguan kekurangan tidur yang tidak ada hubungannya
dengan medis, psikis, dan lingkungan. Sedangkan secondary insomnia merupakan gangguan
tidur yang disebabkan oleh beberapa penyakit dan gangguan medis yang lain misalnya
kondisi medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat
menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu masalah fisik
seperti penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat menyebabkan terjadinya
insomnia sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1 dari 10 orang yang menderita insomnia.
Insomnia sekunder juga dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan yang diminum
untuk suatu penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang ataupun
penyalahgunaan alkohol.4,12

Secara international insomnia masuk dalam 3 sistem diagnostik yaitu Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) IV, International Classification of Sleep
Disorders (ISD) dan International code of diagnosis (ICD) 10.8

2.4.1 Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 yaitu:8

1. Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain


7
2. Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum
3. Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan atau keadaan tertentu

Gangguan tidur primer (gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali dengan kondisi
mental, penyakit, ataupun obat-obatan.) Gangguan ini menetap dan diderita minimal 1
bulan.

Berdasarkan International Classification of Sleep Disorders, 2nd Edition (ICSD-2),


insomnia diklasifikasikan menjadi 11 kategori10,13:

a. Acute insomnia
b. Psychophysiologic insomnia (primary insomnia)
c. Paradoxical insomnia (sleep-state misperception)
d. Idiopathic insomnia
e. Insomnia due to mental disorder
f. Inadequate sleep hygiene
g. Behavioral insomnia of childhood
h. Insomnia due to drug or substance
i. Insomnia due to medical condition
j. Insomnia not due to substance or known physiologic condition, unspecified (nonorganic)
k. Physiologic insomnia, unspecified (organic)

2.5 Gejala Gangguan Tidur (Insomnia)

Gangguan tidur merupakan keadaan yang berdampak negatif pada kehidupan seseorang
yang dapat menggangu aktivitas sehari-hari, seperti; menurunkan konsentrasi, sering
mengantuk saat siang hari hingga dapat menggangu Kesehatan organ lainnya. Terdapat
4 gangguan insomnia yang sering di keluhkan, yaitu : 5

a) Initial Insomnia Initial insomnia adalah kesulitan untuk memulai tidur

b) Intermittent Insomnia Penderita intermittent insomnia bisa tidur tetapi sering


terbangun.

8
c) Terminal / Matutinal Insomnia Penderita Terminal / Matutinal Insomnia bisa tidur
tetapi bangun tidur terlalu pagi, merasa tidak segar dan tidak bisa tidur lagi

d) Compulsive Insomnia Penderita compulsive insomnia takut untuk tidur tetapi


penderita juga takut jika tidak tidur

Penderita mengalami kesulitan untuk tertidur atau sering terjaga di malam hari dan
sepanjang hari merasakan kelelahan.

Gangguan tidur bisa juga dialami dengan berbagai cara seperti berikut:

a. Sulit untuk tidur


b. Tidak ada masalah untuk tidur namun mengalami kesulitan untuk tetap tidur
(sering bangun awal)
c. Bangun terlalu awal
Kesulitan tidur hanyalah satu dari beberapa gejala disomnia. Gejala yang dialami
waktu siang hari adalah :
 Mengantuk
 Resah
 Sulit berkonsentrasi
 Sulit mengingat
 Gampang tersinggung

2.6 Faktor Risiko dan Predisposisi

2.6.1 Faktor Risiko

1. Adanya gangguan organik (seperti gangguan endokrin, penyakit jantung).


2. Adanya gangguan psikiatrik seperti gangguan psikotik, gangguan depresi, gangguan
cemas, dan gangguan akibat zat psikoaktif.

2.6.2 Faktor Predisposisi

1. Sering bekerja di malam hari


2. Jam kerja tidak stabil
3. Penggunaan alkohol, cafein atau zat adiktif yang berlebihan
4. Efek samping obat
5. Kerusakan otak, seperti: encephalitis, stroke, penyakit Alzheimer10,11
9
2.7 Diagnostik

Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:10,11

 Pola tidur penderita.


 Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.
 Tingkatan stres psikis.
 Riwayat medis.
 Aktivitas fisik
 Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.

2.7.1 Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ8

Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:


a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas tidur
yang buruk
b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan
c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan terhadap
akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari
d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan
yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan
Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan diagnosis
insomnia diabaikan.
Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak digunakan untuk menentukan adanya
gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi
kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”) tidak didiagnosis di sini, dapat
dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) atau gangguan penyesuaian (F43.2).9

2.9 Tatalaksana Non Farmakologis: Psikoterapi Pada Insomnia


Terapi tanpa obat-obatan medis bisa diterapkan pada insomnia tipe primer maupun
sekunder. Terapi tipe ini sangat memerlukan kepatuhan dan kerjasama penderita dalam
mengikuti segala nasehat yang diberikan oleh dokter. Terdapat beberapa pilihan yang
bisa diterapkan seperti yang dibahas di bawah ini :
10
1) Stimulus Control
Tujuan dari terapi ini adalah membantu penderita menyesuaikan onset tidur dengan
tempat tidur. Dengan metode ini, onset tidur dapat dapat dipercepat. Malah dalam suatu
studi menyatakan bahwa jumlah tidur pada penderita insomnia dapat meningkat 30-40
menit. Metode ini sangat tergantung kepada kepatuhan dan motivasi penderita itu sendiri
dalam menjalankan metode ini, seperti :16
 Hanya berada ditempat tidur apabila penderita benar-benar kelelahan atau tiba waktu
tidur
 Hanya gunakan tempat tidur untuk tidur atau berhungan sexual.
 Membaca, menonton TV, membuat kerja tidak boleh dilakukan di tempat tidur
 Tinggalkan tempat tidur jika penderita tidak bisa tidur, dan masuk kembali jika
penderita sudah merasa ingin tidur kembali
 Bangun pada waktu yang telah ditetapkan setiap pagi
 Hindari tidur di siang hari.

2) Sleep Restriction
Dengan metode ini, diharapkan penderita menggunakan tempat tidur hanya
waktu tidur dan dapat memperpanjang waktu tidur, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kualitas tidur penderita. Pendekatan ini dilakukan dengan alasan,
berada di tempat tidur terlalu lama bisa menyebabkan kualitas tidur terganggu dan
terbangun saat tidur. Metode ini memerlukan waktu yang lebih pendek untuk
diterapkan pada penderita berbanding metode lainnya, namun sangat susah untuk
memastikan penderita patuh terhadap instruksi yang diberikan. Protocol sleep
restriction seperti di bawah :16
 Hitung rata-rata total waktu tidur pada penderita. Data didapatkan melalui catatan
waktu dan jumlah tidur yang dibuat penderita sekurang-kurangnya 2 minggu
 Batasi jam tidur berdasarkan perhitungan jumlah waktu tidur
 Estimasi tidur yang efisien setiap minggu dengan menggunakan rumus (jumlah jam
tidur/jumlah waktu di tempat tidur x 100)
 Tingkatkan jam tidur 15-20 menit jika efisiensi tidurr > 90%, sebaliknya kurangi 15-
20 menit jika < 80%, atau pertahankan jumlah jam tidur jika efisiensi tidur 80-90%
 Setiap minggu sesuaikan jumlah tidur berdasarkan perhitungan yang dilakukan

11
 Jangan tidur kurang dari 5 jam
 Tidur di siang hari diperbolehkan, tetapi tidak melebihi 1 jam
 Pada usia lanjut, jumlah jam tidur dikurangi hanya apabila efisiensi tidur kurang dari
75%.
3) Sleep Hygiene
Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan merubah cara hidup dan
lingkungan penderita dalam rangka meningkatakan kualitas tidur penderita itu sendiri.
Sleep hygiene yang tidak baik sering menyebabkan insomnia tipe primer. Pada suatu
studi mendapatkan, seseorang dengan kualitas buruk biasanya mempunyai kebiasan
sleep hygiene yang buruk. Penelitian lain menyatakan, seseorang dengan sleep
hygiene yang baik, bangun di pagi hari dalam suasana yang lebih bersemangat dan
ceria. Terkadang, penderita sering memikirkan dan membawa masalah-masalah
ditempat kerja, ekonomi, hubungan kekeluargaan dan lain-lain ke tempat tidur,
sehingga mengganggu tidur mereka. Terdapat beberapa hal yang perlu dihindari dan
dilakukan penderita untuk menerapkan sleep hygiene yang baik, seperti dibawah :16
 Hindari mengkonsumsi alkohol, kafein dan produk nikotin sebelum tidur
 Meminimumkan suasana bising, pencahayaan yang terlalu terang, suhu ruangan yang
terlalu dingin atau panas
 Pastikan kamar tidur mempunyai ventilasi yang baik
 Menggunakan bantal dan kasur yang nyaman dengan penderita
 Hindarimakanan dalam jumlah yang banyak sebelum tidur
 Elakkan membawa pikiran yang bisa mengganggu tidur sewaktu di tempat tidur
 Lakukan senam secara teratur (3-4x/minggu), dan hindari melakukan aktivitas yang
berat sebelum tidur
4) Cognitive Therapy
Pendekatan dengan cognitive therapy adalah suatu metode untuk mengubah
pola pikir, pemahaman penderita yang salah tentang sebab dan akibat insomnia.
Kebanyakan penderita mengalami cemas ketika hendak tidur dan ketakutan yang
berlebihan terhadap kondisi mereka yang sulit tidur. untuk mengatasi hal itu, mereka
lebih sering tidur di siang hari dengan tujuan untuk mengganti jumlah tidur yang tidak
efisien di malam hari. Namun itu salah, malah memperburuk status insomnia mereka.
Pada studi yang terbaru, menyatakan cognitive therapy dapat mengurangi onset tidur

12
sehingga 54%. Pada studi lainnya menyatakan, metode ini sangat bermanfaat pada
penderita insomnia usia lanjut, dan mempunyai efektifitas yang sama dengan
pengobatan dengan medikamentosa.16
5) Progressive Muscle Relaxation (PMR)
Pemberian intervensi Progressive Muscle Relaxation (PMR) terhadap
peningkatan kualitas tidur ini mempengaruhi keseimbangan emosi dan ketenangan
pikiran, karena Progressive Muscle Relaxation (PMR), merupakan jenis latihan
relaksasi yang dilakukan dengan prinsip menejemen stres pada tubuh seseorang.
Progressive Muscle Relaxation (PMR) akan memberikan pemijatan halus pada
kelenjar tubuh, dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi hormon kortisol di
dalam darah, serta dapat menyeimbangkan hormon yang dikeluarkan, sehingga
hormon kortisol dapat diproduksi secukupnya.17
Progressive Muscle Relaxation (PMR) terdapat teknik menegangkan dan
relaksasi, dimana saat terjadi ketegangan pada otot, tentunya akan memunculkan stres
fisik pada tubuh, ketika terjadi stres fisik pada tubuh, maka akan merangsang bagian
otak, yaitu hipotalamus untuk memproduksi pelepasan Corticotropic Releasing
Factor (CRF) yang merupakan faktor pelepas kortikotropin. Begitupula pada saat
kembali merileksasikan otot-otot yang sebelumnya telah ditegangkan. Perasaan rileks
yang dirasakan kemudian akan diteruskan juga ke hipotalamus untuk menstimulasi
kelenjar pituitari agar terjadi peningkatan hormon endorfin, enkefalin, dan serotonin,
peningkatan hormon tersebut terjadi karena pengaruh dari CRF yang dilepaskan oleh
hipotalamus yang akan menstimulasi kelenjar pituitari. Terjadinya peningkatan
produksi hormon endorfin, enkefalin, dan serotonin maka akan menimbulkan
perasaan tenang dan rileks.17 Adanya peningkatan hormon serotonin akan membantu
lebih mudah untuk tertidur, karena hormon serotonin merupakan hormon yang paling
berperan dalam proses tidur. Hormon serotonin juga dapat mengikat glukokortikoid
yang dapat menurunkan kadar kortisol di dalam darah, dimana ketika hormon kortisol
diproduksi dalam jumlah yang sedikit maka seseorang akan merasakan rileks, nyaman
serta tenang, yang akan memudahkan seseorang untuk tertidur.18
Terpenuhinya kebutuhan tidur disebabkan karena terjadinya penurunan
aktivitas Reticular Activating System (RAS), yang dapat mengontrol gelombang alfa
di dalam otak, sehingga memudahkan untuk tertidur. Terjadinya penurunan fungsi
oksigen, denyut nadi, frekuensi napas, ketegangan otot, tekanan darah juga akan
13
membantu seseorang mudah untuk tertidur. 17,18 Progressive Muscle Relaxation (PMR)
yang dikombinasikan dengan teknik pernapasan akan dapat memberikan pemijatan
halus pada jantung, karena diafragma akan bergerak naik turun, sehingga dapat
membuka sumbatan dan dapat melancarkan aliran darah ke seluruh tubuh serta ke
jantung. Meningkatnya aliran darah maka akan mempengaruhi kadar nutrien dan
oksigen di dalam otak. Oksigen yang meningkat di dalam otak tentunya akan
merangsang produksi hormon serotonin, sekresi hormon serotonin yang meningkat
akan membuat tubuh menjadi tenang dan lebih memudahkan untuk tertidur. 19 Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Made dkk, tahun 2015 telah
membuktikan bahwa Progressive Muscle Relaxation (PMR) efektif dalam
meningkatkan kualitas tidur pada pekerja perempuan.20
Relaksasi otot progresif ini terdiri dari menegangkan dan melemaskan masing-
masing otot, dilatih untuk lebih menyadari dan merasakan relaksasi, salah satu
penerapan ketrampilan otot progresif diperlukan untuk melakukan suatu aktivitas
tertentu. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Nuryanti dkk pada tahun 2014 yang
menyatakan bahwa terapi relaksasi otot progresif dapat mengatasi insomnia. 21
Relaksasi otot progresif memberikan efek rileks, perasaan rileks tersebut diteruskan
ke hipotalamus dan menghasilkan Corticotropin Releasing Factor (CFR) kemudian
CFR merangsang kelenjar pituitary untuk meningkatkan produksi
Propioidmelanicortin yang menyebabkan B-endorfin sebagai neurotransmitter yang
mempengaruhi suasana hati menjadi rileks dan produksi encephalin oleh medulla
adrenal meningkat sehingga terjadi peningkatan jumlah pemenuhan tidur.22
Penelitian lain tentang relaksasi otot progresif yaitu Azizah dkk pada Tahun
2015 yang menyatakan 88% lansia yang mengalami hipertensi di wilayah kerja
puskesmas air tawar barat Padang, didapatkan 68% responden mengalami penurunan
tekanan darah sistolik setelah melakukan relaksasi otot progresif. 23 Demikian pula
hasil penelitian dari Mashudi dkk tahun 2011 yang meneliti tentang diabetes mellitus
tipe 2 di RSUD Raden Mattaher Jambi, didapatkan 66% responden mengalami
penurunan kadar gula darah setelah melakukan relaksasi otot progresif. Penelitian
24

dari Praptini dkk pada tahun 2013, yang melakukan penelitian tentang pengaruh
relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan pasien kemoterapi di rumah
Singgah kanker Denpasar dan hasilnya ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap
tingkat kecemasan pasien yang menjalani kemoterapi. 25 Berdasarkan hasil dari
14
penelitian-penelitian yang telah dilakukan mengenai relaksasi otot progresif dapat
dilihat bahwa relaksasi otot progresif dapat memberikan manfaat diantaranya dapat
meningkatkan kualitas tidur, menurunkan tekanan darah, menurunkan kadar gula
darah, dan menurunkan kecemasan.22
Teknik relaksasi otot progresif yaitu teknik yang dilakukan dengan cara
peregangan otot kemudian dilakukan relaksasi otot. Beberapa manfaat teknik ini di
antaranya untuk menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung,
membangun emosi positif dari emosi negatif. Indikasi dilakukannya teknik relaksasi
otot progresif adalah pada seseorang yang mengalami insomnia, sering stres,
mengalami kecemasan dan mengalami depresi.7

Terapi latihan adalah gerakan tubuh, postur, atau aktivitas fisik yang di
lakukan secara sistematis dan terencana guna memberikan manfaat bagi pasien atau
klien. Berguna untuk meningkatkan fungsi tubuh, mengurangi faktor resiko terkait
kesehatan, dan mengoptimalkan kondisi kesehatan dan kebugaran secara keseluruhan.
Latihan relaksasi juga membantu pasien untuk belajar mengurangi nyeri, ketegangan
otot, kecemasan atau stres. Relaksasi progresif, dipelopori oleh Jacobson
menggunakan peningkatan kontraksi dan relaksasi otot volunter dari distal ke
proksimal secara sistematis.27 Teknik relaksasi otot progresif menempatkan pasien di
area yang tenang dalam posisi yang nyaman, dan pastikan untuk melonggarkan
pakaian bila menghalangi, minta pasien bernapas dengan relaks dan dalam. Kemudian
minta pasien mengkontraksikan otot distal tangan atau kaki secara sadar selama
beberapa detik (5- 7) kemudian merelaksasi otot tersebut secara sadar selama 20-30
detik sambil meminta pasien merasakan sensasi berat di tangan atau di kaki dan
sensasi hangat di otot yang baru saja di relaksasi. 27 Latihan relaksasi otot progresif
melibatkan otot yang tegang dan relaks dengan cara yang berulang-ulang, berpindah
dari tangan ke bahu, leher ke kepala, lalu turun perut dan kembali ke bokong, kaki
menegang dan santai secara bergantian selama 10 detik. Waktu yang digunakan
biasanya dalam satu periode 20-30 menit. Posisi terbaik adalah duduk dengan nyaman
dan punggung lurus serta kaki rata di lantai.27
Lansia mengalami insomnia atau sulit tidur yang diakibatkan oleh kecemasan
yang berakibat timbulnya emosi negatif, baik terhadap permasalahan tertentu maupun
kegiatan sehari-hari seseorang bila tidak diatasi. Insomnia pada lansia dapat diatasi

15
dengan cara nonmedikasi yaitu dengan terapi relaksasi otot progresigf sehingga
seseorang kembali pada taraf normal. Teknik relaksasi otot progresif adalah teknik
relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi ketekunan atau sugesti. Salah
satu cara dari teknik relaksasi yang mengkombinasikan latihan napas dalam dan
serangkaian seri kontraksi dan relaksasi otot tertentu misalnya teknik relaksasi otot
progresif. Teknik relaksasi otot progresif memungkinkan pasien untuk mengendalikan
respon tubuhnya terhadap ketegangan. Tujuan terapi relaksasi otot progresif Terapi
relaksasi otot progresif bertujuan untuk mencapai keadaan relaks menyeluruh,
mencakup keadaan relaks secara fisiologis yang merangsang hipotalamus dengan
mengeluargakan pituitary untuk merilekskan pikiran.

Menurut setyoadi, tujuan dari teknik relaksasi otot progresif ini adalah untuk:27
1. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung, tekanan darah
tinggi, frekuensi jantung dan laju metaboli
2. Mengurangi disritmia jantung, kebutuhan oksigen pada lansia yang dapat
memeberikan udara ke otak
3. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi setelah klien sadar dan tidak
memfokuskan perhatian serta relaks.
4. Meningkatkan rasa kebugaran.
5. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres.
6. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot, fobia ringan,
gagap ringan
7. Membangun emosi positif dan emosi negatif yang dialami lansia.

Indikasi Terapi Relaksasi Otot, ada beberapa indikasi yang dapat diberikan
yaitu pada pasien yang mengalami gangguan tidur (insomnia), sering mengalami
stres, cemas dan depresi. Kontraindikasi pada relaksasi ini adalah pasien yang
mengalami keterbatasan gerak, misalnya tidak bisa meggerakkan badannya dan yang
mengalami perawatan tirah baring (bed rest).
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada teknik ini adalah :
1. Jangan terlalu menegangkan otot berlebihan karena dapat melukai diri sendiri
2. Dibutuhkan waktu sekitar 20-50 detik untuk membuat otot-otot relaks

16
3. Perhatikan posisi tubuh. Lebih nyaman dengan mata tertutup. Hindari dengan posisi
berdiri.
4. Menegangkan kelompok otot dua kali tegangan
5. Melakukan pada bagian kanan tubuh dua kali, kemudian bagian kiri dua kali
6. Memeriksa apakah klien benar-benar relaks
7. Terus-menerus memberikan instruksi
8. Memberikan instruksi tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.
9. Pada saat melaksanakan relaksasi otot progresif perlu diperhatikan menegangkan
otot ditahan kira-kira lima detik dan dikendorkan pada saat yang sama.

Teknik terapi relaksai otot Beberapa pelaksanaan, yaitu:


1. Persiapan alat dan lingkungan: kursi, bantal, serta lingkungan yang tenang dan
sunyi.
2. Persiapan klien
a. Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur dan pengisian lembaran persetujuan terapi
kepada klien.
b. Posisikan tubuh klien secara nyaman yaitu berbaring dengan mata tertutup
menggunakan bantal dibawah kepala dan lutut atau duduk di kursi dengan kepala
ditopang,
c. Lepaskan aksesoris digunakan seperti kacamata, jam dan sepatu
d. Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain yang sifatnya mengikat
ketat.
3. Prosedur Gerakan
 Gerakan 1: ditunjukkan untuk melatih otot tangan
a. Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan
b. Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi ketegangan yang
terjadi
c. Pada saat kepalan dilepaskan, klien dipandu untuk merasakan relaks selama
10 detik
d. Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua klien sehingga klien dapat
membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan relaks yang
dialami.
e. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kiri.
17
 Gerakan 2: ditunjukkan untuk melatih otot tangan bagian belakang, tekuk
kedua lengan kebelakang pada pergelangan tangan sehingga otot ditangan
dibagian belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari menghadap ke langit-
langit.
 Gerakan 3: ditunjukkan untuk melatih otot biseps (otot besar pada bagian atas
pangkal lengan)
a. Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan
b. Kemudian membuka kedua kepalan kepundak sehingga otot biseps akan
menjadi tegang
 Gerakan 4: ditunjukkan untuk melatih otot bahu supaya mengendur a. Angkat
kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga menyentuh kedua telinga b.
Fokuskan perhatian gerakan pada kontras ketegangan yang terjadi dibahu,
punggung atas, dan leher.
 Gambar 5 dan 6: ditunjukkan untuk melemaskan otot-otot wajah (seperti otot
dahi, mata, rahang dan mulut).
a. Gerakkan dan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai
otot terasa dan kulitnya keriput.
b. b. Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan disekitar
mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata.
 Gerakan 7: ditunjukkan untuk mengendurkan ketegangan yang di alami oleh
otot rahang. Katupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi sehingga terjadi
ketegangan di sekitar otot rahang.
 Gerakan 8: ditunjukkan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut. Bibir
dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan disekitar
mulut
 Gerakan 9: ditunjukkan untuk merilekskan otot leher bagian depan maupun
belakang.
a. Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang kemudian otot leher
bagian depan
b. Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat
c. Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga
dapat merasakan ketegangan dibagian belakang leher dan punggung atas.
 Gerakan 10: ditunjukkan untuk melatih otot leher bagain depan
18
a. Gerakan membawa kepala ke muka
b. Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah
leher bagian muka.
 Gerakan 11: ditunjukkan untuk melatih otot punggung
a. Angkat tubuh dari sandaran kursi
b. Punggung dilengkungkan
c. Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik, kemudian relaks
d. Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil membiarkan otot
menjadi lemas.
 Gerakan 12: ditunjukkan untuk melemaskan otot dada
a. Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara
sebanyakbanyaknya.
b. Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan dibagian dada
sampai turun ke perut, kemudian di lepas.
c. Saat ketegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega.
d. Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara kondisi tegang
dan relaks.
 Gerakan 13: ditunjukkan untuk melatih otot perut
a. Tarik dengan kuat perut ke dalam.
b. Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10 detik, lalu dilepaskan
bebas.
c. Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut ini.
 Gerakan 14-15: ditunjukkan untuk melatih otot-otot kaki (seperti paha dan
betis)
a. Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang
b. Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga ketegangan
pindah ke otot betis
c. Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu di lepas
d. Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali

2.9.1 Progressive Muscle Relaxation (PMR) Dapat Meningkatkan Kualitas Tidur


Tabel 1. Artikel Review Penelitian PMR dapat Meningkatkan Kualitas Tidur.26
PENULIS JUDUL TUJUAN METODE HASIL

19
/TAHUN
ASTUTI pengaruh Latihan Mengetahui Kuantitatif S
K, Relaksasi Otot pengaruh Pre and post
Dwi Progresif Dengan relaksasi otot test without
Nanik
Iringan Musik progresif dengan control group
(2017)
Gending Jawa iringan musik
Terhadap gending jawa
Perbaikan terhadap
Kualitas Tidur peningkatan
Lansia kualitas tidur
pada lansia
POOYA The effect of Menilai efek Kuantitatif PMR menurunkan tingkat
& progressive relaksasi otot Pre and post kelelahan pasien dan
MEHDI muscle relaxation progresif (PMR) test with Mningkatkan kualitas tidur
(2018)
on the pada kelelahan control group subskala termasuk kualitas
management of dan kualitas tidur subjektif, latensi tidur,
fatigue and tidur pasien durasi tidur dan efisiensi tidur
quality of sleep in dengan penyakit kebiasaan, tetapi tidak ada
patients with paru obstruktif perbaikan yang ditemukan
chronic kronik (PPOK) dalam kualitas tidur global
obstructive tahap 3 dan 4. dan sub-skala tidur lainnya.
pulmonary
disease: A
randomized
controlled clinical
trial
ZUMRU Effect of Menyelidiki Kuantitatif Program latihan relaksasi
T & progressive efek Teknik Pre and post progresif merupakan
NURAY relaxation Relaksasi Otot test without pendekatan intervensi
(2015)
exercises on Progresif control group terapeutik yang efektif untuk
fatigue and sleep terhadap menghilangkan kelelahan dan
quality in patients kelelahan dan kualitas tidur terkait COPD.
with chronic kualitas tidur Program PMRT akan
20
obstructive lung pada pasien memperluas cakupan
disease (COPD) dengan COPD. pekerjaan perawat
Penelitian ini rehabilitasi, karena
dilakukan merupakan program penting
sebagai dalam perawatan kontinuitas
kelompok pasien PPOK.
tunggal model
pretrial pretest /
post-test.
SEMIHA The effect of Menilai efek Kuantitatif Skor rata-rata Indeks Kualitas
& relaxation latihan relaksasi Pre and post Tidur Pittsburgh global
GULAY exercises on sleep pada kualitas test with adalah 7.12 ± 3.66.
(2018)
quality in tidur subyektif control group Ditentukan bahwa latihan
pregnant women pada kehamilan relaksasi meningkatkan
in the third trimester ketiga beberapa subskala kualitas
trimester: A tidur termasuk kualitas tidur
randomized subjektif, latensi tidur, durasi
controlled tria tidur dan efisiensi tidur
kebiasaan, gangguan tidur,
disfungsi siang hari dan
kualitas tidur global.

2.10 Komplikasi
Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur.
Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik. Komplikasi insomnia
meliputi;1
 Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.
 Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan reaksi
kecelakaan.
 Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi
 Kelebihan berat badan atau kegemukan
 Daya tahan tubuh yang rendah

21
 Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya tekanan
darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.

2.11 Prognosis
Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada gangguan
lain seperti depresi dan lain-lain. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia.
Penanganan insomnia terdiri dari terapi nonfarmakologi dan farmakologi. Terapi
nonfarmakologi terdiri dari stimulus control, sleep retriction, sleep hygiene, terapi relaksasi
dan CBT. Terapi Relaksasi yang telah dikenalkan salah satu yang pertama adalah dengen
metode relaksasi otot. Relaksasi otot merupakan refleksi yang mudah dilakukan serta tidak
memiliki efek samping. Dengan begitu pemulihan akan lebih baik dan tidak menimbulkan
gangguan lain27
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Insomnia merupalan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam mempertahankan


tidur, atau tidak cukup tidur. Insomnia merupakan gangguan fisiologis yang cukup serius,
dimana apabila tidak ditangani dengan baik dapat mempengaruhi kinerja dan kehidupan
sehari-hari. Insomnia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti stres, kecemasan
berlebihan, pengaruh makanan dan obat-obatan, perubahan lingkungan, dan kondisi medis.
Insomnia didiagnosis dengan melakukan penilaian terhadap pola tidur penderita, pemakaian
obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres psikis, riwayat medis, aktivitas fisik,
dan kebutuhan tidur secara individual.

Progressive Muscle Relaxation (PMR) terdapat teknik menegangkan dan relaksasi,


memicu terjadinya peningkatan produksi hormon endorfin, enkefalin, dan serotonin maka
akan menimbulkan perasaan tenang dan rileks. Dikombinasikan dengan teknik pernapasan
Meningkatnya aliran darah maka akan mempengaruhi kadar nutrien dan oksigen di dalam
otak. Adanya peningkatan hormon akan membantu lebih mudah untuk tertidur, karena
hormon tersebut yang paling berperan dalam proses tidur. Jika seseorang akan merasakan
rileks, nyaman serta tenang, yang akan memudahkan seseorang untuk tertidur. Dari beberapa

22
hasil penelitian telah membuktikan bahwa Progressive Muscle Relaxation (PMR) efektif
dalam meningkatkan kualitas tidur.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan dan sadock. Buku Ajar Psikiatri klinis. Edisi 2.
Jakarta : EGC;2014.h.322-6
2. Larayanthi CID. Penatalaksanaan insomnia pada pasien geriatri. Jakarta : Bagian/
SMF Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana;2014:h.1-4.
3. Sayekti NPIW, Hendrati LY. Analisis risiko depresi, tingkat sleep hygiene dan
penyakit kronis dengan kejadian insomnia pada lansia. Jakarta : Departemen
Epidemiologi FKM UA. 2015:h.4-9.
4. Permana MGC. Insomnia dan hubungannya terhadap faktor psikososial pada
pelayanan kesehatan primer. Bali : Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah;2014:h.2-8.
5. Thahir, A. Pengaruh PMR (Progressive Muscle Relaxation) Terhadap Insomnia pada
Lansia di Panti Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Natar Provinsi Lampung Tahun
2015. KONSELI : Jurnal Bimbingan Dan Konseling (E-Journal), 2(1), 1–14.
https://doi.org/10.24042/kons.v2i1.1300
6. Cable News Network Indonesia.(2017).https://m.cnnind onesia.com(Diakses 6
November 2017)

23
7. Rimbawan, P. P. G. K. B. . & Ratep, N. 2016. Pravalensi dan Korelasi Insomnia
Terhadap Kemampuan Kognitif Remaja Usia 15-18 Tahun di Panti Asuhan Widhya
Asih 1 Denpasar. Jurnal Medika 5(5): 1–8.
8. Maslim, Rusdi. Buku saku diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari ppdgj-iii.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya,2010:h.35-47.
9. Pradeep C. Bollu, MD, Munish K Goyal, MD, Mahesh M. Thakkar, PhD, & Pradeep
Sahota, MD. Sleep Medicine: Parasomnias. Missouri Medicine; 2018.
10. Jasvinder Chawla M, MBA. Insomnia 2016. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1187829-overview, diakses pada 27 April
2022
11. Nabili Sn, Stöppler Mc. insomnia 2016. Available from:
http://www.emedicinehealth.com/insomnia/article_em.htm, diakses pada 27 April
2022
12. Abadi K, Loway CA. Insomnia. Cibubur Fakultas Kedokteran Universitas
Tarumanagara, Medik KKG; 2012 12 Maret 2012 – 14 April 2012
13. American Academy of Sleep Medicine. ICSD2 - International Classification of Sleep
Disorders. American Academy of Sleep Medicine Diagnostic and Coding Manual .
Diagnostik dan Coding Manual. 2nd. 2. Westchester, Ill: American Academy of Sleep
Medicine; 2015:1-32
14. Japardi I. Gangguan Tidur. USU Library. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara. 2012:1-11.
15. Maslim, Rusdi. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik. Jakarta: Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya;2014
16. GHADDAFI, Muammar. Management of insomnia using pharmocology or non-
pharmacology. Bali : E-Jurnal Medika Udayana;2013:p. 1812-29
17. Fitrisyia, R. Relaksasi Otot Progresif Dengan Pemenuhan Kebutuhan Tidur Lansia.
Jurnal Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.2012. 31-36
18. Aziz, MT. Pengaruh Terapi Pijat (massage) Terhadap Tingkat Insomnia pada Lansia
di Unit Rehabilitasi Pucang Gading Semarang. Jurnal Imliah Stikes Ngudi Waluyo
Ungaran. 2012; 1-21. Diakses tanggal 21 April 2022.
19. Safruddin. Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap Kualitas Tidur
Klien Gagal Ginjal yang Menjalani Terapi Hemodialisis. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis;2016. 9 (2), 217-221.
24
20. Made, NND . Ayu, ANTN. Indah , LMS. the Effectivity of Giving Progressive Muscle
Relaxation Compared To Aromatherapy. Jakarta; Jurnal Kedokteran Universitas
Udayana. 2015.P; 5, 1–5.
21. Nuryanti, Lisna. Pengaruh relaksasi otot progresi terhadap insomnia pada lansia di
PSTW .Budhi Dharma Bekasi.2014;p 1-13

22. Susanti, H. D. Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Kualitas Tidur Lansia di
Dusun Nengahan Trimurti Srandakan Bantul. E.Journal,2016. 33.
23. Aisyah, S. Pengaruh Rendam Kaki Air Hangat Pada Kualitas Tidur Lansia di Dusun
Rejoso Wijimulyo nanggulan Kulon Progo. Skripsi Strata satu. Stikes Achmad Yani
Yogyakarta.2015.
24. Mashudi.Pengaruh Relaksasi Otot Progresif terhadap pasien diabetes mellitus tipe
2.skripsi.Universitas Medicine: Jambi. 2011.p 1-15
25. Praptini K.D. Pengaruh ROP pada tingkat kecemasan pada pasien kemoterapi di
rumah singgah kanker denpasar.Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.2013. p 11-23
26. Amanda, S. P. Progressive Muscle Relaxation in Improving Sleep Quality :
Systematic Review Relaksasi Otot Progresif Dalam Meningkatkan Kualitas Tidur :
Review Sistematik. Journal Of Health. 2019 5, 90–94.
27. Zai, Y. P. (2019). Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif Terhadap Gangguan
Tidur Lansia Di Desa Tuntungan Ii Kecamatan Pancur Batu Tahun 2019. Sekolah
Ilmu Tinggi Kesehatan Santa Elisabeth Medan, 53(9), 1–114.

25

Anda mungkin juga menyukai