PEMBIMBIN
G:
Dr. dr.Meilina
Lindawaty R,
SpKJ
OLEH
Kintan Utami
112021141
RS TARAKAN
JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
2
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada awal bulan
Maret 2012 di Panti Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Natar, didapatkan hasil bahwa
terdapat 103 lansia yang aktif ikut serta dalam kegiatan pemeriksaan kesehatan. Dari hasil
wawancara dengan petugas kesehatan, lansia sering mengeluh pusing dan lemas. Hasil
wawancara dari lansia yang ikut dalam posyandu lansia tersebut 30 diantaranya mengeluh
mengalami gangguan untuk memulai tidur pada malam hari. Dalam semalam hanya tidur 2
sampai 3 jam saja. Lansia mengeluhkan lebih cepat lelah dan badannya lemah. Upaya yang
sudah dilakukan oleh petugas kesehatan dalam posyandu lansia tersebut dalam menangani
masalah ini adalah dengan memberikan obat tidur, sedangkan pemberian obat tidur dalam
waktu yang lama dapat mengakibatkan efek yang tidak baik untuk kesehatan. Berdasarkan
studi di atas penting untuk diteliti tentang teknik relaksasi otot progresif untuk mengetahui
sejauh mana pengaruhnya terhadap perubahan pada kualitas tidur.7
Salah satu bentuk dari terapi perilaku terhadap penurunan insomnia adalah dengan
teknik relaksasi. Teknik relaksasi pertama kali dikenalkan oleh Edmund Jacobson seorang
Psikolog dari Chicago yang mengembangkan metode fisiologis melawan ketegangan dan
kecemasaan. Metode relaksasi terdiri dari beberapa macam, yaitu: (1) relaksasi otot, (2)
pernafasan diafragma, (3) imagery training, (4) biofeedback, dan (5) hipnosis. Relaksasi otot
progresif sampai saat ini menjadi metode relaksasi termurah, tidak memerlukan imajinasi,
tidak ada efek samping, mudah untuk dilakukan, serta dapat membuat tubuh dan fikiran
terasa tenang, rileks, dan lebih mudah untuk tidur.7
Teknik relaksasi otot progresif yaitu teknik yang dilakukan dengan cara peregangan
otot kemudian dilakukan relaksasi otot.Beberapa manfaat teknik ini di antaranya untuk
menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung, membangun emosi
positif dari emosi negatif. Indikasi dilakukannya teknik relaksasi otot progresif adalah pada
seseorang yang mengalami insomnia, sering stres, mengalami kecemasan dan mengalami
depresi.7
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kesulitan tidur atau insomnia adalah keluhan tentang kurangnya kualitas tidur yang
disebabkan oleh satu dari; sulit memasuki tidur, sering terbangun malam kemudian kesulitan untuk
kembali tidur, bangun terlalu pagi, dan tidur yang tidak nyenyak. Insomnia tidak disebabkan oleh
sedikitnya seseorang tidur, karena setiap orang memiliki jumlah jam tidur sendiri-sendiri. Tapi yang
menjadi penekanan adalah akibat yang ditimbulkan oleh kurangnya tidur pada malam hari seperti
kelelahan, kurang gairah, dan kesulitan berkonsentrasi ketika beraktivitas. 7
4
Suatu survey di Singapura menunjukkan 8% sampai 10% pasien yang datang ke
dokter umum mengeluhkan gejala insomnia. Penelitian ini menunjukkan kuantitas
pasien insomnia yang datang kepada dokter umum tidaklah sedikit. 7 Menurut studi
epidemiologi dari insomnia, chornic insomnia mengenai sekitar 9-12% populasi di dunia.
Insomnia dapat terjadi pada setiap umur,tetapi lebih sering terjadi pada umur 65 tahun keatas.
Sekitar 40-50% usia geriatrik mengalami insomnia dan prevalensinya lebih besar terjadi pada
wanita daripada laki-laki.4
Insomnia adalah gejala atau gangguan dalam tidur, dapat berupa kesulitan berulang
untuk mencapai tidur, atau mempertahankan tidur yang optimal, atau kualitas tidur yang
buruk. Pada kebanyakan kasus, gangguan tidur adalah salah satu gejala dari gangguan
lainnya, baik mental (psikiatrik) atau fisik.7 Penyebab insomnia dapat diasumsikan paling
banyak karena gangguan psikis sekunder, dari hasil survey epidemiologi memperlihatkan
kurangnya relasi ke gangguan psikis primer. Diagnosis insomnia lebih mengarah dengan
adanya keluhan berupa depresi atau rasa cemas. Insomnia dapat berupa keadaan primer
maupun insomnia sekunder.10 Adapun beberapa penyebab insomnia diantaranya karena
adanya masalah internal pada individu tersebut :
a. Stres
Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat
membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur. Peristiwa
kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit dari orang yang dicintai,
perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia.10
b. Kecemasan dan depresi
Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia dalam otak atau karena
kekhawatiran yang menyertai depresi.10
c. Obat-obatan
Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk beberapa
antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan (seperti Ritalin)
dan kortikosteroid.10
d. Kafein, nikotin dan alkohol adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan
stimulan yang dapat menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang
5
dapat membantu seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan
sering menyebabkan terbangun di tengah malam.10
e. Kondisi Medis
Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan sering buang
air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia lebih besar dibandingkan
mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat
artritis, kanker, gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease
(GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.10,11
f. Perubahan lingkungan atau jadwal kerja
Kelelahan akibat perjalanan jauh atau pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan
terganggunya irama sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian
bertindak sebagai jam internal, mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu
tubuh.10
Schneider yang menjabat sebagai direktur medis di Departement of Psychiatry di
Cedars-Sinai mengatakan bahwa penderita dan ahli jiwa harus berusaha menemukan
penyebab yang sebenarnya dari insomnia yang diderita, hal ini ditujukan untuk
memperoleh solusi yang terbaik. insomnia disebabkan oleh berbagai faktor yaitu:7
a) Faktor Psikogenik
1) Masalah psikis pada seseorang seperti rasa rendah diri, perasaaan
disingkirkan, tidak berguna, sampai pada keadaan depresi dapat
menimbulkan insomnia.
2) Rasa cemas dan perasaaan takut yang berlebihan dapat pula mengakibatkan
kesulitan untuk tidur ataupunh sering kali terbangun dari tidur. Begiti pula
dengan mimpi yang tidak menyenangkan dan menakutkan sering kali
mengganggu tidur seseorang.
3) Stres kejiwaan yang berhubungan dengan masalah perkawinan,
ketidakpuasan dalam pekerjaan, kesulitan adaptasi dengan perubahan
kehidupan modern yang sangat cepat, masalah finansial dalam keluarga dan
lain sebagainya ikut pula berpengaruh pada gangguan insomnia.
b) Faktor Fisik:
1) Bekerja terlampu lama dan keras juga dapat mempengaruhi tidur seseorang
2) Rasa sakit dan perasaan tidak menyenangkan dapat juga mempengaruhi
tidur seseorang
6
3) Gangguan insomnia sering dijumpai pada masa anak-anak dan masa usia
lanjut. Selama tahun pertama dari kehidupan, ketegangan pada masa bayi
sering kali menyebabkan gangguan tidur dan gangguan minum. Kecemasan
sering kali membangunkan bayi pada malam hari. Penyakit usia lanjut
seperti diabetes militus, asma bronkiale, arteriosklerosis, payah ginjal,
kesemuanya dapat mengakibatkan insomnia.
c) Faktor kepribadian
Penderita insomnia sering kali terdapat corak kepribadian tertentu, Kales
dan kawan-kawan melakukan penelitian dengan “Minessofa Multiphasic
personality Interventory” (MMPI), terhadap penderita-penderita yang keluhan
utamanya insomnia. 85 % dari pasien insomnia itu ada 1 atau 2 skala MMPI-
nya cenderung meningkat kearah patologik dan ditemukan terbanyak adalah
depresi kemudian psychastenia,conversion hysteria, psychopathic deviate dan
hypochondriasis. Bentuk-bentuk kepribadian ini akan menyebabkan
internalisasi dari gangguan psikologik yang mengakibatkan suatu aktifitas
fisiologik dan proses ini merupakan mekanisme psikofisiologik dari insomnia.7
Insomnia dibagi menjadi 2 bagian yaitu primary insomnia dan secondary insomnia.
Primary insomnia merupakan gangguan kekurangan tidur yang tidak ada hubungannya
dengan medis, psikis, dan lingkungan. Sedangkan secondary insomnia merupakan gangguan
tidur yang disebabkan oleh beberapa penyakit dan gangguan medis yang lain misalnya
kondisi medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat
menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu masalah fisik
seperti penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat menyebabkan terjadinya
insomnia sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1 dari 10 orang yang menderita insomnia.
Insomnia sekunder juga dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan yang diminum
untuk suatu penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang ataupun
penyalahgunaan alkohol.4,12
Secara international insomnia masuk dalam 3 sistem diagnostik yaitu Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) IV, International Classification of Sleep
Disorders (ISD) dan International code of diagnosis (ICD) 10.8
7
2.4.1 Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 yaitu:8
Gangguan tidur primer (gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali dengan kondisi
mental, penyakit, ataupun obat-obatan.) Gangguan ini menetap dan diderita minimal 1
bulan.
a. Acute insomnia
b. Psychophysiologic insomnia (primary insomnia)
c. Paradoxical insomnia (sleep-state misperception)
d. Idiopathic insomnia
e. Insomnia due to mental disorder
f. Inadequate sleep hygiene
g. Behavioral insomnia of childhood
h. Insomnia due to drug or substance
i. Insomnia due to medical condition
j. Insomnia not due to substance or known physiologic condition, unspecified (nonorganic)
k. Physiologic insomnia, unspecified (organic)
Gangguan tidur merupakan keadaan yang berdampak negatif pada kehidupan seseorang
yang dapat menggangu aktivitas sehari-hari, seperti; menurunkan konsentrasi, sering
mengantuk saat siang hari hingga dapat menggangu Kesehatan organ lainnya. Terdapat
4 gangguan insomnia yang sering di keluhkan, yaitu : 7
8
b) Intermittent Insomnia Penderita intermittent insomnia bisa tidur tetapi sering
terbangun.
Penderita mengalami kesulitan untuk tertidur atau sering terjaga di malam hari dan
sepanjang hari merasakan kelelahan.
Gangguan tidur bisa juga dialami dengan berbagai cara seperti berikut:
9
3. Penggunaan alkohol, cafein atau zat adiktif yang berlebihan
4. Efek samping obat
5. Kerusakan otak, seperti: encephalitis, stroke, penyakit Alzheimer10,11
2.7 Diagnostik
10
Insomnia dapat di diferential diagnosiskan dengan penyakit berikut :
a. Depresi
Suatu kondisi yang lebih dari suatu keadaan sedih, bila kondisi depresi seseorang
sampai menyebabkan terganggunya aktivitas sosial sehari-harinya. Dengan gejala
utama berupa afek datar, kehilangan minat, anenergi dan mudah lelah, dimana disertai
gejala lainnya berupa konsentrasi dan perhatian yang berkurang, harga diri dan
kepercayaan berkurang, rasa bersalah, pandangan masa depan kurang, pesimis, tidur
terganggu, nafsu makan berkurang, perbuatan membahayakan diri kurang dari 2
minggu. Mengenai perbedaan depresi di antara remaja perempuan dan remaja laki‐
laki, dan studi ini juga menyimpulkan bahwa ada perbedaan depresi antara remaja
perempuan dengan remaja laki‐laki. Remaja perempuan cenderung lebih depresif
dibandingkan dengan remaja laki‐laki.9,11
b. Obstruktive sleep apnea
Pada obstruktive sleep apnea terjadi pendorongan lidah dan palatum ke
belakang sehingga aposisi dengan dinding faring posterior yang menyebabkan oklusi
nasofaring dan orofaring. Sewaktu tidur oklusi saluran napas menyebabkan
berhentinya aliran udara meskipun pernapasan masih berlangsung sehingga timbul
apnea, asfiksia sampai proses terbangun yang singkat dari tidur dan terjadi perbaikan
patensi saluran napas atas sehingga aliran udara dapat diteruskan kembali. 14 Dengan
perbaikan asfiksia, penderita tidur kembali sampai kejadian berikutnya terulang
kembali. Akibat gangguan pola tidur normal, penderita dengan apnea tidur sering
merasa mengantuk, gangguan konsentrasi dan aktivitas di siang hari. Termasuk
didalamnya depresi, iritabiliti, sulit belajar, gangguan seksual dan tertidur saat bekerja
atau saat menyetir kendaraan.15
11
studi menyatakan bahwa jumlah tidur pada penderita insomnia dapat meningkat 30-40
menit. Metode ini sangat tergantung kepada kepatuhan dan motivasi penderita itu sendiri
dalam menjalankan metode ini, seperti :16
Hanya berada ditempat tidur apabila penderita benar-benar kelelahan atau tiba waktu
tidur
Hanya gunakan tempat tidur untuk tidur atau berhungan sexual.
Membaca, menonton TV, membuat kerja tidak boleh dilakukan di tempat tidur
Tinggalkan tempat tidur jika penderita tidak bisa tidur, dan masuk kembali jika
penderita sudah merasa ingin tidur kembali
Bangun pada waktu yang telah ditetapkan setiap pagi
Hindari tidur di siang hari.
2) Sleep Restriction
Dengan metode ini, diharapkan penderita menggunakan tempat tidur hanya
waktu tidur dan dapat memperpanjang waktu tidur, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kualitas tidur penderita. Pendekatan ini dilakukan dengan alasan,
berada di tempat tidur terlalu lama bisa menyebabkan kualitas tidur terganggu dan
terbangun saat tidur. Metode ini memerlukan waktu yang lebih pendek untuk
diterapkan pada penderita berbanding metode lainnya, namun sangat susah untuk
memastikan penderita patuh terhadap instruksi yang diberikan. Protocol sleep
restriction seperti di bawah :16
Hitung rata-rata total waktu tidur pada penderita. Data didapatkan melalui catatan
waktu dan jumlah tidur yang dibuat penderita sekurang-kurangnya 2 minggu
Batasi jam tidur berdasarkan perhitungan jumlah waktu tidur
Estimasi tidur yang efisien setiap minggu dengan menggunakan rumus (jumlah jam
tidur/jumlah waktu di tempat tidur x 100)
Tingkatkan jam tidur 15-20 menit jika efisiensi tidurr > 90%, sebaliknya kurangi 15-
20 menit jika < 80%, atau pertahankan jumlah jam tidur jika efisiensi tidur 80-90%
Setiap minggu sesuaikan jumlah tidur berdasarkan perhitungan yang dilakukan
Jangan tidur kurang dari 5 jam
Tidur di siang hari diperbolehkan, tetapi tidak melebihi 1 jam
12
Pada usia lanjut, jumlah jam tidur dikurangi hanya apabila efisiensi tidur kurang dari
75%.
3) Sleep Hygiene
Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan merubah cara hidup dan
lingkungan penderita dalam rangka meningkatakan kualitas tidur penderita itu sendiri.
Sleep hygiene yang tidak baik sering menyebabkan insomnia tipe primer. Pada suatu
studi mendapatkan, seseorang dengan kualitas buruk biasanya mempunyai kebiasan
sleep hygiene yang buruk. Penelitian lain menyatakan, seseorang dengan sleep
hygiene yang baik, bangun di pagi hari dalam suasana yang lebih bersemangat dan
ceria. Terkadang, penderita sering memikirkan dan membawa masalah-masalah
ditempat kerja, ekonomi, hubungan kekeluargaan dan lain-lain ke tempat tidur,
sehingga mengganggu tidur mereka. Terdapat beberapa hal yang perlu dihindari dan
dilakukan penderita untuk menerapkan sleep hygiene yang baik, seperti dibawah :16
Hindari mengkonsumsi alkohol, kafein dan produk nikotin sebelum tidur
Meminimumkan suasana bising, pencahayaan yang terlalu terang, suhu ruangan yang
terlalu dingin atau panas
Pastikan kamar tidur mempunyai ventilasi yang baik
Menggunakan bantal dan kasur yang nyaman dengan penderita
Hindarimakanan dalam jumlah yang banyak sebelum tidur
Elakkan membawa pikiran yang bisa mengganggu tidur sewaktu di tempat tidur
Lakukan senam secara teratur (3-4x/minggu), dan hindari melakukan aktivitas yang
berat sebelum tidur
4) Cognitive Therapy
Pendekatan dengan cognitive therapy adalah suatu metode untuk mengubah
pola pikir, pemahaman penderita yang salah tentang sebab dan akibat insomnia.
Kebanyakan penderita mengalami cemas ketika hendak tidur dan ketakutan yang
berlebihan terhadap kondisi mereka yang sulit tidur. untuk mengatasi hal itu, mereka
lebih sering tidur di siang hari dengan tujuan untuk mengganti jumlah tidur yang tidak
efisien di malam hari. Namun itu salah, malah memperburuk status insomnia mereka.
Pada studi yang terbaru, menyatakan cognitive therapy dapat mengurangi onset tidur
sehingga 54%. Pada studi lainnya menyatakan, metode ini sangat bermanfaat pada
13
penderita insomnia usia lanjut, dan mempunyai efektifitas yang sama dengan
pengobatan dengan medikamentosa.16
5) Progressive Muscle Relaxation (PMR)
Pemberian intervensi Progressive Muscle Relaxation (PMR) terhadap
peningkatan kualitas tidur ini mempengaruhi keseimbangan emosi dan ketenangan
pikiran, karena Progressive Muscle Relaxation (PMR), merupakan jenis latihan
relaksasi yang dilakukan dengan prinsip menejemen stres pada tubuh seseorang.
Progressive Muscle Relaxation (PMR) akan memberikan pemijatan halus pada
kelenjar tubuh, dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi hormon kortisol di
dalam darah, serta dapat menyeimbangkan hormon yang dikeluarkan, sehingga
hormon kortisol dapat diproduksi secukupnya.17
Progressive Muscle Relaxation (PMR) terdapat teknik menegangkan dan
relaksasi, dimana saat terjadi ketegangan pada otot, tentunya akan memunculkan stres
fisik pada tubuh, ketika terjadi stres fisik pada tubuh, maka akan merangsang bagian
otak, yaitu hipotalamus untuk memproduksi pelepasan Corticotropic Releasing
Factor (CRF) yang merupakan faktor pelepas kortikotropin. Begitupula pada saat
kembali merileksasikan otot-otot yang sebelumnya telah ditegangkan. Perasaan rileks
yang dirasakan kemudian akan diteruskan juga ke hipotalamus untuk menstimulasi
kelenjar pituitari agar terjadi peningkatan hormon endorfin, enkefalin, dan serotonin,
peningkatan hormon tersebut terjadi karena pengaruh dari CRF yang dilepaskan oleh
hipotalamus yang akan menstimulasi kelenjar pituitari. Terjadinya peningkatan
produksi hormon endorfin, enkefalin, dan serotonin maka akan menimbulkan
perasaan tenang dan rileks.17 Adanya peningkatan hormon serotonin akan membantu
lebih mudah untuk tertidur, karena hormon serotonin merupakan hormon yang paling
berperan dalam proses tidur. Hormon serotonin juga dapat mengikat glukokortikoid
yang dapat menurunkan kadar kortisol di dalam darah, dimana ketika hormon kortisol
diproduksi dalam jumlah yang sedikit maka seseorang akan merasakan rileks, nyaman
serta tenang, yang akan memudahkan seseorang untuk tertidur.18
Terpenuhinya kebutuhan tidur disebabkan karena terjadinya penurunan
aktivitas Reticular Activating System (RAS), yang dapat mengontrol gelombang alfa
di dalam otak, sehingga memudahkan untuk tertidur. Terjadinya penurunan fungsi
oksigen, denyut nadi, frekuensi napas, ketegangan otot, tekanan darah juga akan
membantu seseorang mudah untuk tertidur. 17,18 Progressive Muscle Relaxation (PMR)
14
yang dikombinasikan dengan teknik pernapasan akan dapat memberikan pemijatan
halus pada jantung, karena diafragma akan bergerak naik turun, sehingga dapat
membuka sumbatan dan dapat melancarkan aliran darah ke seluruh tubuh serta ke
jantung. Meningkatnya aliran darah maka akan mempengaruhi kadar nutrien dan
oksigen di dalam otak. Oksigen yang meningkat di dalam otak tentunya akan
merangsang produksi hormon serotonin, sekresi hormon serotonin yang meningkat
akan membuat tubuh menjadi tenang dan lebih memudahkan untuk tertidur. 19 Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Made dkk, tahun 2015 telah
membuktikan bahwa Progressive Muscle Relaxation (PMR) efektif dalam
meningkatkan kualitas tidur pada pekerja perempuan.20
Relaksasi otot progresif ini terdiri dari menegangkan dan melemaskan masing-
masing otot, dilatih untuk lebih menyadari dan merasakan relaksasi, salah satu
penerapan ketrampilan otot progresif diperlukan untuk melakukan suatu aktivitas
tertentu. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Nuryanti dkk pada tahun 2014 yang
menyatakan bahwa terapi relaksasi otot progresif dapat mengatasi insomnia. 21
Relaksasi otot progresif memberikan efek rileks, perasaan rileks tersebut diteruskan
ke hipotalamus dan menghasilkan Corticotropin Releasing Factor (CFR) kemudian
CFR merangsang kelenjar pituitary untuk meningkatkan produksi
Propioidmelanicortin yang menyebabkan B-endorfin sebagai neurotransmitter yang
mempengaruhi suasana hati menjadi rileks dan produksi encephalin oleh medulla
adrenal meningkat sehingga terjadi peningkatan jumlah pemenuhan tidur.22
Penelitian lain tentang relaksasi otot progresif yaitu Azizah dkk pada Tahun
2015 yang menyatakan 88% lansia yang mengalami hipertensi di wilayah kerja
puskesmas air tawar barat Padang, didapatkan 68% responden mengalami penurunan
tekanan darah sistolik setelah melakukan relaksasi otot progresif. 23 Demikian pula
hasil penelitian dari Mashudi dkk tahun 2011 yang meneliti tentang diabetes mellitus
tipe 2 di RSUD Raden Mattaher Jambi, didapatkan 66% responden mengalami
penurunan kadar gula darah setelah melakukan relaksasi otot progresif. Penelitian
24
dari Praptini dkk pada tahun 2013, yang melakukan penelitian tentang pengaruh
relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan pasien kemoterapi di rumah
Singgah kanker Denpasar dan hasilnya ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap
tingkat kecemasan pasien yang menjalani kemoterapi. 25 Berdasarkan hasil dari
penelitianpenelitian yang telah dilakukan mengenai relaksasi otot progresif dapat
15
dilihat bahwa relaksasi otot progresif dapat memberikan manfaat diantaranya dapat
meningkatkan kualitas tidur, menurunkan tekanan darah, menurunkan kadar gula
darah, dan menurunkan kecemasan.22
Teknik relaksasi otot progresif yaitu teknik yang dilakukan dengan cara
peregangan otot kemudian dilakukan relaksasi otot. Beberapa manfaat teknik ini di
antaranya untuk menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung,
membangun emosi positif dari emosi negatif. Indikasi dilakukannya teknik relaksasi
otot progresif adalah pada seseorang yang mengalami insomnia, sering stres,
mengalami kecemasan dan mengalami depresi.7
16
chronic kronik (PPOK) dalam kualitas tidur global
obstructive tahap 3 dan 4. dan sub-skala tidur lainnya.
pulmonary
disease: A
randomized
controlled clinical
trial
ZUMRU Effect of Menyelidiki Kuantitatif Program latihan relaksasi
T & progressive efek Teknik Pre and post progresif merupakan
NURAY relaxation Relaksasi Otot test without pendekatan intervensi
(2015)
exercises on Progresif control group terapeutik yang efektif untuk
fatigue and sleep terhadap menghilangkan kelelahan dan
quality in patients kelelahan dan kualitas tidur terkait COPD.
with chronic kualitas tidur Program PMRT akan
obstructive lung pada pasien memperluas cakupan
disease (COPD) dengan COPD. pekerjaan perawat
Penelitian ini rehabilitasi, karena
dilakukan merupakan program penting
sebagai dalam perawatan kontinuitas
kelompok pasien PPOK.
tunggal model
pretrial pretest /
post-test.
SEMIHA The effect of Menilai efek Kuantitatif Skor rata-rata Indeks Kualitas
& relaxation latihan relaksasi Pre and post Tidur Pittsburgh global
GULAY exercises on sleep pada kualitas test with adalah 7.12 ± 3.66.
(2018)
quality in tidur subyektif control group Ditentukan bahwa latihan
pregnant women pada kehamilan relaksasi meningkatkan
in the third trimester ketiga beberapa subskala kualitas
trimester: A tidur termasuk kualitas tidur
randomized subjektif, latensi tidur, durasi
controlled tria tidur dan efisiensi tidur
kebiasaan, gangguan tidur,
17
disfungsi siang hari dan
kualitas tidur global.
Perbedaan antara kedua
kelompok ditemukan
signifikan secara statistik (p
2.10 Komplikasi
Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur.
Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik. Komplikasi insomnia
meliputi;1
Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.
Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan reaksi
kecelakaan.
Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi
Kelebihan berat badan atau kegemukan
Daya tahan tubuh yang rendah
Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya tekanan
darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.
2.11 Prognosis
Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada gangguan
lain seperti depresi dan lain-lain. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia.1
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
19
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan dan sadock. Buku Ajar Psikiatri klinis. Edisi 2.
Jakarta : EGC;2014.h.322-6
2. Cable News Network Indonesia.(2017).https://m.cnnind onesia.com(Diakses 6
November 2017)
3. Rimbawan, P. P. G. K. B. . & Ratep, N. 2016. Pravalensi dan Korelasi Insomnia
Terhadap Kemampuan Kognitif Remaja Usia 15-18 Tahun di Panti Asuhan Widhya
Asih 1 Denpasar. Jurnal Medika 5(5): 1–8.
4. Larayanthi CID. Penatalaksanaan insomnia pada pasien geriatri. Jakarta : Bagian/
SMF Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana;2014:h.1-4.
5. Sayekti NPIW, Hendrati LY. Analisis risiko depresi, tingkat sleep hygiene dan
penyakit kronis dengan kejadian insomnia pada lansia. Jakarta : Departemen
Epidemiologi FKM UA. 2015:h.4-9.
6. Permana MGC. Insomnia dan hubungannya terhadap faktor psikososial pada
pelayanan kesehatan primer. Bali : Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah;2014:h.2-8.
7. Thahir, A. Pengaruh PMR (Progressive Muscle Relaxation) Terhadap Insomnia pada
Lansia di Panti Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Natar Provinsi Lampung Tahun
2015. KONSELI : Jurnal Bimbingan Dan Konseling (E-Journal), 2(1), 1–14.
https://doi.org/10.24042/kons.v2i1.1300
8. Maslim, Rusdi. Buku saku diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari ppdgj-iii.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya,2010:h.35-47.
9. Pradeep C. Bollu, MD, Munish K Goyal, MD, Mahesh M. Thakkar, PhD, & Pradeep
Sahota, MD. Sleep Medicine: Parasomnias. Missouri Medicine; 2018.
20
10. Jasvinder Chawla M, MBA. Insomnia 2016. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1187829-overview, diakses pada 27 April
2022
11. Nabili Sn, Stöppler Mc. insomnia 2016. Available from:
http://www.emedicinehealth.com/insomnia/article_em.htm, diakses pada 27 April
2022
12. Abadi K, Loway CA. Insomnia. Cibubur Fakultas Kedokteran Universitas
Tarumanagara, Medik KKG; 2012 12 Maret 2012 – 14 April 2012
13. American Academy of Sleep Medicine. ICSD2 - International Classification of Sleep
Disorders. American Academy of Sleep Medicine Diagnostic and Coding Manual .
Diagnostik dan Coding Manual. 2nd. 2. Westchester, Ill: American Academy of Sleep
Medicine; 2015:1-32
14. Japardi I. Gangguan Tidur. USU Library. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara. 2012:1-11.
15. Maslim, Rusdi. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik. Jakarta: Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya;2014
16. GHADDAFI, Muammar. Management of insomnia using pharmocology or non-
pharmacology. Bali : E-Jurnal Medika Udayana;2013:p. 1812-29
17. Fitrisyia, R. Relaksasi Otot Progresif Dengan Pemenuhan Kebutuhan Tidur Lansia.
Jurnal Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.2012. 31-36
18. Aziz, MT. Pengaruh Terapi Pijat (massage) Terhadap Tingkat Insomnia pada Lansia
di Unit Rehabilitasi Pucang Gading Semarang. Jurnal Imliah Stikes Ngudi Waluyo
Ungaran. 2012; 1-21. Diakses tanggal 21 April 2022.
19. Safruddin. Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap Kualitas Tidur
Klien Gagal Ginjal yang Menjalani Terapi Hemodialisis. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis;2016. 9 (2), 217-221.
20. Made, NND . Ayu, ANTN. Indah , LMS. the Effectivity of Giving Progressive Muscle
Relaxation Compared To Aromatherapy. Jakarta; Jurnal Kedokteran Universitas
Udayana. 2015.P; 5, 1–5.
21. Nuryanti, Lisna. Pengaruh relaksasi otot progresi terhadap insomnia pada lansia di
PSTW .Budhi Dharma Bekasi.2014;p 1-13
22. Susanti, H. D. Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Kualitas Tidur Lansia di
Dusun Nengahan Trimurti Srandakan Bantul. E.Journal,2016. 33.
21
23. Aisyah, S. Pengaruh Rendam Kaki Air Hangat Pada Kualitas Tidur Lansia di Dusun
Rejoso Wijimulyo nanggulan Kulon Progo. Skripsi Strata satu. Stikes Achmad Yani
Yogyakarta.2015.
24. Mashudi.Pengaruh Relaksasi Otot Progresif terhadap pasien diabetes mellitus tipe
2.skripsi.Universitas Medicine: Jambi. 2011.p 1-15
25. Praptini K.D. Pengaruh ROP pada tingkat kecemasan pada pasien kemoterapi di
rumah singgah kanker denpasar.Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.2013. p 11-23
26. Amanda, S. P. Progressive Muscle Relaxation in Improving Sleep Quality :
Systematic Review Relaksasi Otot Progresif Dalam Meningkatkan Kualitas Tidur :
Review Sistematik. Journal Of Health. 2019 5, 90–94.
22