Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

NAMA : SOFEMBIA EKA NUR PUTRI ANGGRAINI

SUMBER :

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit menular seksual (PMS) adalah suatu gangguan atau penyakit-
penyakit yang ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak atau
hubungan seksual. Pertama sekali penyakit ini sering disebut ‘Penyakit
Kelamin’ atau veneral disease, tetapi sekarang sebutan yang paling tepat
adalah penyakit hubungan seksual atau seksually transmitted disease atau
secara umum disebut penyakit menular seksual. Kuman penyebab infeksi
tersebut dapat berupa jamur, virus dan parasit (Noor, 2013).
PMS dikalangan remaja sudah banyak di temukan dewasa ini. Derasnya
arus media massa ditambah kurangnya informasi mengenai seksiologi,
membuat fenomena infeksi menular seksual dikalangan remaja bagaikan
bom waktu. PMS selalu menjadi salah satu masalah yang tak kunjung habis
untuk dibahas. Setiap tahunnya selalu meningkat jumlah pengidap penyakit
PMS, oleh karena itu peningkatan pengetahuan dan persepsi penyakit
menular seksual perlu ditekankan terutama pada kelompok remaja. Perilaku
seksual pranikah yang dilakukan pada usia remaja menjadi faktor resiko
tinggi tekena infeksi menular seksual. Infeksi menular seksual (IMS)
disebut juga dengan penyakit menular seksual adalah penyakit yang dapat
ditularkan melalui hubungan seksual (Hakim, 2014).
Menurut badan kesehatan dunia, world helth organitation terdapat
kurang lebih 30 jenis mikroba (bakteri, virus dan parasit) yang dapat
ditularkan melalui kontak seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan
adalah gonorrhea, chlamydia, herpesgenitalis, infeksi human
immunodeficiency virus (HIV) dan trichomonas vaginalis. Beberapa PMS
dapat meningkatkan resiko penularan human immunodeficiency virus tiga
kali lipat atau lebih (WHO 2013). Di Indonesia sendiri, penyebaran PMS
sulit ditelusuri sumbernya sebab tidak pernah dilakukan registrasi terhadap
penderita yang ditemukan. Mayoritas PMS hadir tanpa gejala. Jumlah
penderita yang sempat terdata hanya sebagian kecil dari jumlah data yang
sesungguhnya, dimana kesulitan yang terutama adalah

2
variabel yang dikumpulkan mencakup informasi yang sensitif dan pribadi
(Hidayat, 2014).
Data di Indonesia, PMS yang banyak ditemukan adalah syphilis dan
gonorrhea. Prevalensi di Indonesia sangat tinggi ditemukan dikota Bandung,
yakni dengan prevalensi infeksi gonorrhea sebanyak 37,4%, chlamidia 34,5%,
dan siphilis 25,2%. Di kota Surabaya, prevalensi infeksi chlamydia 33,7%,
siphilis 28,8%, dan gonorrhea 19,8%. Sedangkan di Jakarta prevalnsi infeksi
gonorrhea 29.8%, syphilis 25,2%, dan chlamidia 22,7%. Setiap orang bisa
tertular penyakit menular seksual. Kecenderungan meningkatnya penyakit
penyebaran penyakit ini disebabkan prilaku seksual yang bergonta ganti
pasangan, dan adanya hubungan seksual pra nikah dan diluar nikah yang cukup
tinggi. Kebanyakan penderita PMS adalah remaja usia11-29 tahun, tetapi ada
juga bayi yang tertular karena tertular dari ibunya (Hidayat, 2014).
Di Sulawesi utara Menurut data Dinkes Manado, 2014 ini setiap bulan
bertambah 10 penderita, dan semua terdata di RS Prof. Kandou, RS Teling, RS
Ratumbuysang. Ditotal sudah ada 575 penderita. Komisi pemberantasan AIDS
(KPA) intens melakukan sosialisasi pencegahan. Berdasarkan survey awal di
SMP Negeri 2 Motoling Barat didapatkan jumlah siswa kelas VII 18 siswa, kelas
VIII 16 siswa, kelas IX 10 siswa, jumlah seluruhnya 44 siswa. Kemudian
melakukan wawancara dengan 15 orang siswa yang ada di SMP Negeri 2
Motoling Barat, 6 siswa mengatakan bahwa kurang mengetahui tentang
pengertian PMS, tanda dan gejala PMS. Dikarenakan buku-buku tentang PMS di
sekolahnya sangat minim. Siswa juga mengatakan belum mendapatkan
pendidikan kesehatan tentang PMS di sekolahnya.
Pendidikan kesehatan lasallian merupakan inovasi yang diadaptasi dari
filosofi pendidikan De La Salle, yang juga merupakan dasar penyelenggaraan
pendidikan di Universitas Katolik De La Salle Manado. Kata De La Salle sendiri
berasal dari nama seorang bruder yang bernama Yohanis Baptis De La Salle
yang merasa terpanggil oleh Tuhan untuk membantu mendidik anak-anak pada
zamannya. Visi dan gaya hidupnya kemudian menjadi dasar spiritualitas
lasallian (Handbook Universitas Katolik De La Salle Manado, 2011).
Evidence-based Parctice menunjukan bahwa kemampuan memberikan
pendidikan kesehatan tentang pencegahan penyakit menular seksual adalah
3
faktor kunci untuk mencegah terifeksinya penyakit yang disebabkan akibat
kurangnya pengetahuan tentang pencegahan penyakit menular seksual. Oleh
karena itu, perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan pengetahuan tentang
pencegahan penyakit menular seksual pada remaja. Walaupun beberapa study
telah dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan penyakit
menular seksual, tetapi hasil yang diperoleh masih belum jelas dan aplikasi
pencegahan penyakit menular seksual belum dilaksanakan dengan efektif. Oleh
karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pencegahan
penyakit menular seksual di SMP Negeri 2 Motoling. Dengan demikian,
informasi-informasi yang diperoleh dari penelitian ini akan dapat berguna untuk
profesi keperawatan dalam pengembangan pencegahan penyakit menular seksual
yang lebih efektif dan pemerintah untuk membuat program pencegahan penyakit
menular seksual dimasyarakat.

1.2 Tujuan
Penelitian
1.2.1Tujuan Umum
Diketahui ada pengaruh pendidikan kesehatan berbasis lasallian dalam upaya
pencegahan penyakit menular seksual (PMS) pada siswa SMP Negeri 2
Motoling Barat Kabupaten Minahasa Selatan.
1.2.2 Tujuan khusus
1) Diketahui pengetahuan terhadap pencegahan penyakit menular pada remaja
sebelum melakukan pendidikan kesehatan berbasis lasallian terhadap
pencegahan penyakit menular seksual pada siswa SMP Negeri 2 Motoling
Barat.
2) Diketahui pengetahuan terhadap pencegahan penyakit menular pada remaja
sesudah melakukan pendidikan kesehatan berbasis lasallian terhadap
pencegahan penyakit menular seksual pada siswa SMP Negeri 2 Motoling
Barat.
3) Diketahui ada pengaruh pendidikan kesehatan berbasis lasallian terhadap
pencengahan penyakit menular seksual pada siswa SMP Negeri 2 Motoling
Barat.

4
1.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas, dapat dirumuskan
permasalahan penelitian sebagai berikut :
Apakah ada pengaruh signifikan pemberian pendidikan kesehatan berbasis
lasallian terhadap pencegahan penyakit menular seksual pada remaja di SMP
Negeri 2 Motoling Barat?

1.4 Ringkasan isi penelitian


Pada bab I berisi tentang latar belakang, tujuan penelitian, pertanyaan
penelitian dan ringkasan isi penelitian. Pada bab II diuraikan tentang penyakit
menular seksual pada remaja, pendidikan kesehatan berbasis lasallian, penelitian
yang terkait dan penggunaan konsep teori. Pada bab III berisi kerangka konsep,
hipotesis dan definisi operasional. Pada bab IV dibahas tentang desain
penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, proses penelitian, etika
penelitian dan pengolahan data. Pada bab V akan diuraikan tentang hasil
penelitian yaitu analisis univariat dan bivariat. Pada bab VI akan membahas
mengenai pengaruh pendidikan kesehatan lasallian. Pada bab VII berisi penutup
yang di dalamnnya terdapat kesimpulan dan saran.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab II ini menjelaskan tentang variable dependen, variabel independen,


penelitian yang terkait dan penjelasan mengenai konsep teori. penjelasan tentang
variabel dependen yaitu penyakit menular seksual pada remaja. Kemudian variabel
independen yaitu pendidikan kesehatan berbasis lasallian. Kemudian menjelaskan
tentang penelitian terkait akan diuraikan beberapa penelitian yang terkait dengan
penelitian dan pada penjelasan menegenai konsep teori akan dijelaskan mengenai
konsep teori yang akan digunakan dengan penelitian.

2.1 Pencegahan Penyakit Menular Seksual Pada Remaja


Remaja yang dalam bahasa inggris “adolescene”, berasal dari bahasa latin
“adolescere” yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan
menjadi dewasa (BKKBN, 2011). Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan
dari masa kanak-kanak ke dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 10
sampai 19 tahun (WHO, 2013).
Menurut Gunawan (2011) Masa remaja menandakan datangnya identitas
seksual bagi semua remaja. Seorang anak yang memasuki masa remaja ditandai
dengan berbagai macam perubahan pada organ reproduksi yang menjadikan
organ reproduksi mulai berfungsi. Tak jarang perubahan tersebut membuat
remaja merasa bingung. Di samping remaja adalah manusia yang sedang
berkembang secara fisik dan psikologis (emosi). Dalam keadaan seperti itu
berkembang pula fungsi-fungsi hormonal dalam tubuh remaja. Umumnya
proses kematangan fisik lebih cepat terjadi dari pada proses kematangan
psikologis. Melihat masa remaja sangat potensial dan dapat berkembang kearah
positif maupun negatif maka intervensi edukatif dalam bentuk pendidikan,
bimbingan, maupun pendampingan sangat diperlukan untuk mengarahkan
potensi remaja tersebut agar berkembang dengan baik, ke arah positif dan
produktif. Sehubungan dengan ini, masalah seks remaja sesungguhnya
merupakan masalah yang sangat penting dan harus segera diantisipasi
(Gunawan, 2011).

6
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja menurut
Azwar (2011), Pembentukkan atau faktor yang mempengaruhi sikap adalah
pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh
kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan, agama dan faktor emosional.
Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah pengaruh orang lain yang dianggap
penting, orang lain yang dimaksud salah satunya adalah orang tua (Azwar 2011).
Penyakit menular seksual atau yang biasa disingkat PMS merupakan penyakit
akibat hubungan seksual yang tidak sehat. PMS biasanya dialami oleh para
remaja, kaum dewasa dan tua akibat prilaku seksual menyimpang, free sex, anal
sex, oral sex, atau karena tertular secara langsung dengan penderita PMS melalui
saluran kelamin, melalui sentuhan kulit, cairan vagina, cairan sperma, dan
hubungan seksual yang tidak menggunakan kondom dan alat keamanan
berhubungan seksual lainnya (Priyono, 2015). Scorviani (2011), menjelaskan
bahwa penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seks. Penyakit menular seksual akan lebih beresiko bila melakukan
hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral
maupun anal (Scorviani, 2011).
Clevere dan Made (2013), menjelaskan bahwa penyakit menular seksual
merupakan penyakit dengan tingkat mortalitas yang tinggi disetiap tahunnya.
Angka kejadian penyakit ini termasuk tinggi di Indonesia. Perilaku seksual
beresiko atau yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan seks bebas cukup
banyak terjadi pada remaja Indonesia, yaitu berhubungan seks tanpa kondom,
sering berganti pasangan, berhubungan seks diluar nikah serta melakukan
hubungan seks melalui jasa prostitusi. Sebagian penyakit kelamin sudah dapat
disembuhkan, namun untuk penyakit-penyakit tertentu seperti HIV/AIDS
sampai kini belum ditemukan obatnya (clevere dan Made, 2013).
Tanda dan gejala PMS menurut Mandal dkk (2008), wanita beresiko untuk
terkena PMS lebih besar daripada laki-laki sebab mempunyai alat reproduksi
yang lebih rentan, dan seringkali berakibat lebih parah karena gejala awal tidak
segera dikenali, sedangkan penyakit melanjut ke tahap yang lebih parah. Oleh
karena letak dan bentuk kelaminnya agak menonjol, gejala PMS pada laki-laki
mudah dikenali, dilihat dan dirasakan. Sedangkan pada perempuan sebagian
gejala yang timbul hampir tidak dapat dirasakan (Mandal dkk, 2008). Gejala
7
umum PMS pada perempuan yaitu, rasa sakit atau nyeri saat kencing atau
berhubungan seksual, rasa nyeri pada perut bagian bawah, keluarnya lendir pada
vagina, keputihan berwarna putih susu, bergumpal, disertai rasa gatal pada
kelamin, keputihan berbusa dan bau busuk, bercak darah setelah berhubungan
seks. Sedangkan pada pria gejalanya, bintik-bintik berisi cairan, borok atau lecet
pada area sekitar kelamin, adanya kutil yang tumbuh, sakit luarbiasa saat
kencing, kencing nanah dengan bau busuk, bengkak panas nyeri pada pangkal
paha, kehilangan berat badan secara drastis, diare berkepanjangan, dan
berkeringat saat malam (Clevere dan Made, 2013).
Adapun jenis-jenis penyakit menular seksual antara lain, gonore atau kencing
nanah adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
neisseriagonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim,
rectum dan tenggorokan atau bagian putih mata (kongjungtiva). Gonore bisa
menyebar melalui aliran darah ke daerah tubuh lainya, terutama kulit dan
persendian. Pada wanita, gonore bisa naik ke saluran kelamin dan menginfeksi
selaput di dalam panggul sehingga timbul nyeri panggul dan gangguan
reproduksi. Kumam: Neisseria gonorrhoeae. Perantara : manusia, a) tempat
kuman keluar: penis, anus, mulut. b) cara penularan: kontak seksual langsung. c)
tempat kuman masuk: penis, vagina anus, mulut. d) yang biasa terkena: orang
yang berhubungan seks tidak aman. Tanda-tanda penyakit ini adalah nyeri,
merah, bengkak, dan bernanah. Gejala pada laki-laki adalah rasa sakit pada saat
kencing, keluarnya nanah kental kuning kehijauan, ujung penis tampak merah
dan agak bengkak. Pada wanita seringkali tidak menunjukan gejala selama
beberapa minggu atau bulan dan diketahui menderita penyakit ini hanya setelah
mitra seksualnya tertular (Scorviani, 2011).
Jenis yang lainnya herpes genital, merupakan penyakit infeksi akut pada
genital. Umumnya disebabkan oleh herpes simpleks virus tipe 2 (HSV-2), tetapi
sebagian kecil dapat pula oleh tipe 1. Herpes genitalis terjadi pada pada alat
genital dan sekitarnya (bokong, daerah analdan paha). Infeksi ini sering
ditularkan melalui hubungan seks, dengan masa tegang 4-7 hari setelah
terinfeksi. Gejala awal seperti gatal, kesemutan dan sakit. Lalu akan muncul
bercak kemerahan yang kecil. Diikuti oleh sekumpulan lepuhan kecil yang terasa
nyeri. Lepuhan ini pecah dan bergabung membentuk luka yang melingkar. Luka
8
yang terbentuk biasanya menimbulkan nyeri dan membentuk koropeng.
Penderita bisa mengalami kesulitan dalam berkemih, dan ketika berjalan akan
timbul nyeri. Luka akan membaik dalam waktu 10 hari tetapi bisa meninggalkan
jaringan parut. Penyakit ini akan sembuh dalam 2-3 minggu. Penyakit sering
kambuh, timbul pada tempat yang sama dan biasanya lebih ringan dari gejala
infeksi yang pertama. Faktor yang mempengaruhi kekambuhan biasanya adalah
kelelahan fisik dan stres mental (Scorviani, 2011).
Kemudian klamidia trachomatis, Penyakit ini disebabkan oleh bakteri
chlamydia trachomatis. Klamidia dapat ditularkan melalui hubungan seksual
secara vaginal, anal, atau oral, dan dapat mengakibatkan bayi tertular dari ibunya
selama masa persalinan. Pada pria, infeksi terjadi pada saluran kencing
(uretritis). Gejalanya : keluarnya putih dari penis dengan atau tanpa rasa sakit
pada kencing (dysuria) dan menyebabkan peradangan pada daerah penyimpanan
dan kantung sperma (epididymitis). Pada wanita, gejala yang kadang muncul
yaitu rasa panas terbakar pada pinggul. Akibat terkena klamidia pada perempuan
adalah cacatnya saluran telur dan kemandulan, radang saluran kencing, robeknya
saluran ketuban sehingga terjadi kelahiran bayi sebelum waktunya (prematur).
Sementara pada laki-laki akibatnya adalah rusaknya saluran air mani dan
mengakibatkan kemandulan serta radang saluran kencing. Pada bayi 60%-70%
terkena penyakit mata dan radang paru-paru (pneumonia). (Scorviani, 2011).
Adapun jenis penyakit lainya Kandiloma Akuminata, penyebab penyakit ini
adalah virus DNA golongan papovavirus, yaitu : Human papilloma virus (HPV)
dengan gejala yang khas yaitu terdapat satu atau beberapa kutil disekitar
kemaluan. Masa inkubasinya 2-3 bulan. Umumnya di daerah lipatan yang
lembab pada genitalia eksterna. Pada pria, di perinium dan sekitar anus, sulkus
koronarius gland penis, muara uretra eksterna, prepusium, korpus dan pangkal
penis. Pada wanita, divulva dan sekitarnya(Scorviani, 2011).
Kemudian limfogranuloma venerum, penyakit ini disebabkan oleh chlamidia
trachomatis. Gejala mulai timbul dalam waktu 3-12 hari atau lebih setelah
terinfeksi. Gejala lainnya adalah demam, tidak enak badan, sakit kepala, nyeri
sendi, nafsu makan berkurang, muntah, sakit punggung, dan infeksi recktum
yang menyebabkan keluarnya nanah bercampur darah. Pada wanita, disamping
gejala diatas, manifestasi dapat terjadi pada kelenjar iliaka, sehingga terjadi
9
nyeri waktu buang air besar atau berhubungan seksual. Cara paling baik untuk
mencegah penularan penyakit ini adalah abstinensia (tidak melakukan hubungan
seksual dengan mitra seksual yang diketahui menderita penyakit ini (Scorviani,
2011).
Sifilis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri spiroseta,
treponema pallidum. Masa tanpa gejala berlangsung 3-4 minggu, kadang-kadang
sampai 13 minggu. Kemudian, timbul benjolan disekitar alat kelamin. Kadang-
kadang disertai pusing-pusing dan nyeri tulang seperti flu yang akan hilang
sendiri tanpa diobati. Ada bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6-12 minggu
setelah hubungan seksual. Gejala ini akan hilang dengan sendirinya dan
seringkali penderita tidak memperhatikan akan hal ini. Selama 2-3 tahun
pertama penyakit ini tidak menunjukan gejala apa-apa atau disebut masa laten.
Setelah 5-10 tahun, penyakit sifilis akan menyerang susunan saraf otak,
pembuluh darah dan jantung. Pada perempuan hamil, sifilis dapat ditularkan
kepada bayi yang dikandungnya, dan bisa lahir dengan kerusakan kulit, hati,
limpa, dan keterlambatan mental (Scorviani, 2011).
Trikomoniasis adalah infeksi saluran urogenital yang dapat bersifat akut atau
kronik dan disebabkan oleh trichomonas vaginalis. Trikomoniasis lebih banyak
terjadi pada masa remaja dan dewasa dengan berhubungan seks yang aktif pada
wanita maupun pria. Gejala pada wanita yaitu gatal-gatal dan rasa panas pada
vagina, secret vagina yang banyak, berbau, berbusa, nyeri perdarahan pada
waktu post coitos dan nyeri abdomen bagian bawah. Pada pria, gejalanya yaitu
disuri, nyeri urethra, nyeri testis, sering berkemih, dan nyeri abdomen bagian
bawah. Ulkus molle adalah penyakit menular seksual yang akut, dan biasanya
terlokalisasi digenitalia atau anus dan sering disertai pembesaran kelenjar
didaerah inguinal. Penyakit ini disebabkan oleh basil gram negative
haemophilus ducreyi. Ulkus molle lebih sering menyerang pria terutama yang
sering melakukan prostitusi dibanding wanita. (Scorviani, 2011)
Kemudian jenis penyakit AIDS-HIV, AIDS atau Acquered ImunneDeficiency
Syndrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV (human immunodeficiencyvirus).
Penderita AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada
infeksi HIV primer akut yang lamanya 1-2 minggu, penderita akan merasakan
10
sakit seperti flu. Disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) penderita akan
mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare,
neuropati, keletihan, ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif dan
lesi oral. Disaat fase infeksi HIV menjadi AIDS (bervariasi 1-5 tahun dari
pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi oportunistik, yang
paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), pneumonia interstisial,
infeksi lain termasuk meningitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mkrobakterial,
dan atipikal (Scorviani, 2011).
Upaya pencegahan penyakit menular seksual yang dilakukan pemerintah
melalui departemen kesehatan Rakyat Indonesia dan lembaga-lembaga lainnya
dalam mengurangi penderita PMS dilakukan melalui edukasi dan promosi yaitu
penyuluhan melalui kampanye, media massa dan penyebaran leaflet. Tetapi
usaha tersebut masih saja kurang atau belum menurunkan angka mortalitas
penyakit menular seksual (Depkes RI, 2013).
Mencegah dan mengobati penyakit menular seksual dapat ditempuh dengan
beberapa alternatif cara antara lain tidak mengunjungi tempat prostitusi. Tempat
prostitusi umumnya berisi orang-orang yang memiliki perilaku menyimpang
seksual, dan tempat merebaknya berbagai penyakit menular seksual. Sebab,
orang-orang yang berkunjung ke lokasi prostitusi banyak dari kalangan profesi
tertentu, dari banyak aneka ragam budaya dan asal negara, asal daerah dan
bahkan orang-orang asing dan tidak pernah dikenal sebelumnya. Kemudian tidak
melakukan hubungan seksual di luar nikah. Kalangan remaja saat ini sudah
banyak yang terbiasa dengan pergaulan keliru. Termasuk pacaran merupakan
salah satu penyimpangan pergaulan keliru yang tak terkontrol di era globalisasi.
Pacaran dianggap para remaja adalah sebuah trend dan budaya modern. Pacaran
dapat memicu terjadinya perkosaan, penyakit menular seksual, bahkan kematian
akibat perkelahian dengan pasangan (Priyono, 2015).
Tidak melakukan prilaku seksual menyimpang termasuk praktek LGBT
(Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender). Penyakit menular seksual umumnya
banyak diderita oleh mereka yang memiliki kebiasaan dan prilaku menyimpang
seksual. Umumnya PMS merenggut orang-orang yang melakukan praktek
LGBT. Kaum homoseksual (Gay) merupakan risiko terberat pengidap AIDS.
Oleh sebab itu, melakukan hubungan seksual sebaiknya dilakukan melalui jalur
11
resmi pernikahan. Dengan jalur pernikahan normal (laki dan wanita) akan
mencegah terjadinya penyimpangan prilaku seksual serta penyakit seksual yang
tidak diinginkan. Tidak berganti-ganti pasangan seksual (orgy), biasanya
pasangan orgy merupakan pasangan sesama jenis. Pasangan orgy biasanya
melakukan hubungan seksual lebih dari dua orang, bahkan dilakukan secara
bersama-sama dan berganti-ganti pasangan seksual. Jika dilakukan dengan tiga
orang pasangan sejenis dinamakan threesome, dan seterusnya. Dampak dari
berganti-ganti pasangan jelas negatif, juga berbahaya bagi kesehatan reproduksi,
efek terberatnya menimbulkan banyak penyakit menular seksual seperti
gonorhoe, sifilis, herpes genitalis, bahkan dapat menyebabkan HIV-AIDS dan
kematian. Maka lingkungan bergaul yang baik penting dicari untuk memperbaiki
sikap dalam bertingkah laku kepada orang lain (Priyono, 2015).
Kemudian tidak melakukan hubungan seksual dengan penderita PMS.
Penderita PMS rentan menularkan berbagai penyakit kelamin. Penularan dapat
dilakukan dengan berbagai cara, misalnya melalui cairan reproduktif (cairan
sperma dan cairan vagina yang terinfeksi virus, bakteri, jamur dan mikroba
patogen menyebabkan penyakit AIDS, kanker serviks, keputihan, kencing
nanah, sifilis,dan sebagainya), sentuhan antar kulit (biasanya menyebabkan
penyakit herpes genitalis yang ditandai dengan benjolan di bagian kulit sekitar
alat kelamin yang jika pecah akan mengeluarkan cairan dan terasa nyeri), air liur
(pada kasus oral sex dan anal sex; dapat menyebabkan bakteri masuk dan
menginfeksi ke dalam mulut dan anus, sehingga berbahaya bagi kesehatan).
Tidak melakukan aktivitas Anal sex dan Oral sex yaitu aktivitas seksual dengan
melakukan penetrasi penis ke dalam lubang pembuangan feses (anus). Prilaku
seksual ini tentu sangat menyimpang dan dapat menyebabkan iritasi pada bagian
penis dan anus. Selain itu, luka atau robekan di sekitar daerah anus akibat
penetrasi penis tersebut dapat menjadi pintu gerbang masuknya virus dan bakteri
ke dalam tubuh melalui peredaran darah bahkan dapat melemahkan sistem
pertahanan tubuh (imunitas). Biasanya virus AIDS berada pada lingkungan
seseorang yang terbiasa dengan prilaku menyimpang anal sex. Sementara itu
oral sex (aktivitas seksual dengan cara memasukkan penis ke dalam mulut
pasangan) dapat menginfeksi seseorang untuk menderita kanker mulut dan iritasi
kulit di sudut bibir. Namun oral sex tidak menutup kemungkinan seseorang
12
untuk menderita AIDS melalui luka pada sariawan atau robekan pada sudut bibir
dan penyabab lainnya (Priyono, 2015).
Pencegahan yang lainya, Menggunakan kondom sebagai alat kontrasepsi
pasangan suami-istri sebagai pengamanan dalam melakukan hubungan seksual
atau mencegah terjadinya kehamilan. Namun demikian, kondom tidak berarti
sepenuhnya dapat mencegah kehamilan dan penyakit menular seksual. Sebab,
ukuran sel sperma hampir setara dengan ukuran pori-pori pada kondom,
sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan serta infeksi berbagai penyakit
menular reproduktif dapat terjadi. Mencari lingkungan bergaul yang baik dan
kondusif merupakan tempat rekomendasi untuk tumbuh kembang remaja.
Lingkungan ini akan mengajar, mendampingi, serta membentuk karakter remaja
menjadi pribadi yang berintegritas, religius, berwawasan luas, cerdas, dan
bersahabat. Dengan wawasan yang luas, seorang remaja akan memperoleh
pendidikan kesehatan reproduksi melalui bimbingan konseling, sehingga remaja
akan terbentengi dengan pengetahuan seksual yang komprehensif (mampu
mengetahui seputar kehidupan seksual yang sehat, tidak melakukan pacaran,
mengetahui berbagai risiko penyakit menular seksual dan bagaimana
mencegahnya). (Priyono, 2015).
Aktivitas positif penting diberikan kepada remaja selama hidupnya. Aktivitas
positif seperti olahraga, belajar kelompok, kegiatan ekstra kulikuler di sekolah,
isi teka-teki silang, pembelajaran kontekstual melalui lingkungan alam, berlibur
dan belajar kelompok. Aktivitas-aktivitas tersebut akan meminimalisir seorang
remaja untuk melakukan penyimpangan perilaku, termasuk penyimpangan
perilaku seksual yang keliru (Priyono, 2015). Masa remaja merupakan masa
transisi dimana terjadi perubahan secara emosional tapi tidak dalam bentuk fisik.
Kurangnya perhatian orangtua dalam pembentukan karakter dan perilaku
remaja sehingga membuat remaja mencoba hal yang berhubungan dengan
seksual, sebuah studi literature memaparkan bahwa orangtua memegang
peranan cukup besar dalam menentukan perilaku anak. Hal ini dalam perilaku
seksual remaja, orangtua yang dekat dengan remaja cenderung membuat
remaja menunda aktifitas seksualnya (Dinkes, 2012).
Orang yang suka berganti-ganti pasangan seksual haruslah mewaspadai
penyakit ini. Terutama mereka yang bekerja sebagai pekerja seks. Penyakit ini
13
mudah menyerang pada remaja karena secara biologis sel-sel organ reproduksi
belum matang. Hubungan seksual pada remaja meningkatkan kerentanan
terhadap infeksi menular seksual dikalangan remaja. PMS adalah satu di antara
faktor-faktor penting yang meningkatkan penularan HIV. Apabila tidak ada
kebijakan yang tepat dalam memerangi penyakit menular seksual, maka
mengurangi penularan HIV akan menjadi sulit. Strategi utama untuk mengontrol
penyakit menular seksual adalah melalui meningkatkan program pencegahan
(SDKI, 2012)

2.2 Pendidikan Kesehatan Berbasis Lasallian


Pengetahuan merupakan hasil dari tahu atau hasil pengindraan manusia
terhadap objek melalui indra yang dimilikinya. Pengindraan terjadi melalui
panca indra, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan meraba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior) karena dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian
Rogrers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku
baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yang disebut
AIETA yaitu awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam
arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek), interest (merasa
tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai
timbul, evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. Trial
dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki stimulus dan adaption dimana subjek telah berperilaku baru sesuai
dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo,
2011).
Menurut Notoatmodjo 2010, pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu, tahu
(know) diartikan sebagi mengingat suatu materi yang telah dipelajari seblumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
14
telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Memahami (comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan
untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham
terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Analisis (analysis)
adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam
kompenen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih
ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan)
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. Sintesis
(synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Selanjutnya yang terakhir evaluasi
(evaluation) ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian-penelitian itu didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang ada
(Notoatmodjo, 2010).
Pendidikan kesehatan merupakan upaya yang dilakukan dengan memberikan
ceramah tentang kesehatan yang dimaksudkan untuk menambah pengetahuan
pada seseorang agar dapat mengubah perilaku kesehatannya yang awalnya
kurang baik menjadi lebih baik. Pendidikan seks adalah salah satu cara untuk
mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah
dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak
direncanakan, penyakit menular dan depresi (Notoatmodjo, 2010).
Tujuan pendidikan kesehatan menurut Anwar (2011), menjelaskan tentang
pengetahuan yang didapatkan dari pendidikan akan membentuk sistem
kepercayaan tidaklah mengherankan apabila konsep tersebut mempengaruhi
15
sikap, jika pendidikan tinggi akan memberikan sikap positif terhadap
pencegahan seks pranikah dan resiko terkena penyakit menular seksual (Azwar,
2011).
Menurut Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), beberapa
pihak masih tidak setuju dengan pendidikan kesehatan seksual karena
dikhawatirkan dengan pendidikan seksual, anak-anak yang belum saatnya tahu
tentang seksual jadi mengetahuinya dan karena dengan keingintahuan yang besar
yang ada pada remaja, mereka jadi ingin mencobanya hal ini dikarenakan
masyarakat masih mengganggap tabu jika membicarakan tentang seks
(BKKBN, 2011).
Pendidikan kesehatan berbasis lasallian merupakan inovasi yang diadaptasi
dari filosofi pendidikan De La Salle, yang juga merupakan dasar
penyelenggaraan pendidikan di Universitas Katolik De La Salle Manado. Kata
De La Salle sendiri berasal dari nama seorang bruder yang bernama Yohanis
Baptis De La Salle yang merasa terpanggil oleh Tuhan untuk membantu
mendidik anak-anak pada zamannya. Visi dan gaya hidupnya kemudian menjadi
dasar spiritualitas lasallian (Handbook Universitas Katolik De La Salle Manado,
2011).
Spiritualitas lasallian adalah “spirit of faith, spirit of service, and spirit of
community”. Menurutnya “spirit of faith” menuntun semua orang untuk melihat
segala sesuatu hanya menurut cara pandang Tuhan dan mempersatukan
semuannya dalam Tuhan. Unsur kedua “spirit of zeal” atau “spirit of service”
yaitu cinta yang begitu bergairah untuk melayani. Unsur yang ketiga dalam
spiritualitas lasallian adalah kebersamaan sebagai satu persaudaraan atau “Spirit
of Community”. Dapat disimpulkan bahwa spiritualitas lasallian adalah “spirit of
faith, spirit of service and spirit of community” ketiga spiritualitas lasallian ini
mendapat bentuknya yang pedagonis dalam inti pendidikan De La Salle yakni
dalam proses pendidikan yang mencerdaskan dan mencerahkan dalam terang
iman, yakni “teaching mind”. Namun tidak berhenti pada aspek kognitif semata
tapi juga pada aspek afeksi, moral dan spiritual dengan cara menyentuh hati atau
“touching heart” para anak didik atau mahasiswa. Hanya hati yang dapat
menyentuh hati (Handbook Universitas Katolik De La Salle Manado, 2011)

16
Seorang mahasiswa De La Salle bukan hanya mengandalkan aspek
pendidikan yakni intelektual, tapi juga kehidupan relasional, kedekatan dan
persahabatan. Turut menjadi sehati dan sejiwa dengan mereka yang dilayani,
memberi teladan dan kesaksian hidup. Dengan demikian dalam proses
pendidikan terjadi suatu pembaruan dalam kehidupan “transforming live”.
Sehingga dalam proses pendidikan di Universitas Katolik De La Salle terdapat
perpaduan antara pikiran (mind), hati (heart), dan kehidupan yang
transformative (life). (Kinzler, Campos dan Ricci, 2009).
Motto De La Salle: Religio – Mores – Cultura. Sebagai bagian dari
pendidikan Katolik, maka hakekat utama pendidikan menurut De La Salle
adalah karya iman, yakni karya Tuhan untuk menyelamatkan manusia dan
membangun kesatuan kasih dengan Tuhan yang maha kasih melalui pendidikan.
Para guru dan dosen adalah utusan Tuhan untuk mengembangkan semua potensi
yang ada dalam anak didiknya yang adalah anak-anak Allah, yang diciptakan
menurut gambar dan rupa Allah. Karena itu, aspek utama pendidikan adalah
iman atau Religio. Dalam cahaya iman ini maka pendidikan mendapatkan makna
terdalam yakni pembangunan manusia seutuhnya sebagai anak Allah, oleh para
pendidik yang adalah utusan-utusan Allah sendiri. Mereka adalah serentak
pendidik profesional, duta karya keselamatan Allah dan saksi iman. Iman ini
akan menjadi penerang dalam pencarian kebenaran akademik, yang menjadi
tujuan utama ilmu pengetahuan, yakni mencari kebenaran. Dalam terang iman,
proses pendidikan didorong untuk mengupayakan yang terbaik di segala bidang,
baik intelektual – akademik, moral – spiritual, fisik – emosional, bahkan
komunal dan relasional. (Kinzler,Campos dan Ricci, 2009)
Iman terwujud pertama-tama dalam cinta kasih, baik terhadap Tuhan maupun
sesama. Dengan demikian seorang beriman adalah seorang yang bermoral yang
terwujud dalam perbuatan cinta kasih. Oleh karena itu, motto ke dua Unika De
La Salle adalah “Mores” (Moral). Mores berarti panggilan bagi semua orang
untuk mengabdikan diri seutuhnya untuk karya cinta kasih dalam pelayanan.
Nilai-nilai ini yang merupakan perwujudan spirit of service yang mewarnai
seluruh karya pendidikan De La Salle (Kinzler,Campos dan Ricci, 2009).
Menurut Paus Yohanes Paulus II, “Iman yang tidak termanifestasikan dan
meresap dalam budaya adalah iman yang tidak diterima dengan sepenuh hati,
17
yang tidak sungguh-sungguh dipikirkan secara mendalam, dan tidak dihidupi
secara penuh.” Oleh karena itu, kesatuan dialektis antara iman (religio) dan
kasih (mores), yang terus menerus ditanamkan dan ditumbuh kembangkan
menjadi suatu pola yang terintegrasi baik secara individual maupun kolektif
menjadi nilai dan norma serta tindakan dan tradisi yang terus menerus dihidupi
dan diwariskan dalam semangat “spirit of faith, service, community”, sehingga
terbangun suatu budaya (cultura) yang manusiawi dan Kristiani. Menurut
Webster’s Dictionary (2002) dalam Kinzler (2009), “Budaya adalah penanaman
dan pengembangan semua kemampuan intelektual dan moral melalui
pendidikan, membentuk suatu rangkaian sistem kepercayaan, pengetahuan,
tingkah laku yang tergantung pada kemampuan manusia untuk belajar dan
meneruskannya kepada generasi selanjutnya” (Kinzler,Campos dan Ricci, 2009).
Oleh karena itu, pendidikan De La Salle menjadi kesatuan integrative antara
Iman (Religio)–Moral (Mores)–Budaya (Cultura) sama halnya dengan integrasi
iman–budaya–kehidupan. Prinsip dan semangat inilah yang kiranya menjadi
pemersatu, daya dorong dan pemberi semangat seluruh keluarga besar lasallian
untuk melanjutkan tugas perutusan bersama atau “the shared mission of religio–
mores–cultura”. (Kinzler,Campos dan Ricci, 2009)
2.3 Konsep Teori
Promosi kesehatan sebagai pendekatan terhadap faktor perilaku kesehatan,
maka kegiatan tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan prilaku
tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan
dengan determinan (faktor yang mempengaruhi prilaku itu sendiri). Menurut
Lawrence Green ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku diantaranya.
Faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factors),
factor penguat (reinforcing factors).(Notoadmojo,2005).
Faktor predisposisi (predisposing factor) merupakan faktor pengetahuan dan
sikap yang dapat mempermudah mempengaruhi perilaku seseorang atau
masyarakat terhadap apa yang dilakukan dan dimana melakukannya. Faktor
pemungkin (enabling factors) merupakan faktor pendukung seperti fasilitas,
saran dan prasarana kesehatan yang dapat mendukung perilaku seseorang atau
masyarakat. Factor penguat (reinforcing factors) selain faktor pengetahuan dan

18
fasilitas kesehatan faktor lingkungan dan ekonomi juga mempengaruhi perilaku
seseorang (Notoadmojo,2005).
Lawrence Green mencoba menganalisis suatu perilaku Manusia dari
tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor
pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non-
behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terentuk 3
faktor yaitu :
1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factor) yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nila-nilai dan sebagainya
2. Faktor pendukng (Enabling factor) yang terwujud dalam fasilitas dan
sarana, alat-alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.
3. Faktor pendorong (Reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku, petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok
referensi dan perilaku masyarakat. Model ini dapat digambar sebagai
berikut, B = f (PF, EF, RF).
Keterangan ;
B = Behaviour, PF = Predisposing factor, EF = Enabling factor, RF =
Reinforcing factor, F = Fungsi

Faktor predisposisi; Pengetahuan,


Kepercayaan, Nilai-nilai dan Sikap

Faktor pendukung ; Lingkungan , sarana, dan prasarana.


Perilaku kesehatan

Faktor pendorong ;
Sikap dan perilaku, petugas kesehatan.

Gambar 2.1 : Kerangka teori Lawrence Green 1980, dalam Prioto 2014

19
2.4 Penelitian Terkait
Tabel 2.1 Penlitian Terkait

No Penulis Tempat Tahun Tujuan Desain/Metod Populasi/ Hasil Manfaat/Keterbatas


e/Uji an
Sampling/sample
Statistik
penelitian

1 Delyana SMK 2015 Untuk Pre Populasi berjumlah 46 Hasil penelitian Manfaat, pendidikan
Negeri 1 mengetahui Eksperimen orang. terdapat pengaruh kesehatan seksual
Bantul pengaruh (Pre pendidikan seksual berpengaruh
Bentuk rancangan dari
Yogyakarta pendidikan Eksperimenta terhadap tingkat terhadap
penelitian ini adalah The
kesehatan l Design) One pengetahuan dan pengetahuan siswa
seksual Group Pretest One Group Pre Test–Post sikap remaja dalam dalam pencegahan
terhadap Posttest Test Design, dengan pencegahan seks PMS.
tingkat Design jumlah sampel 46 orang bebas di SMK
Penelitian ini masih
pengetahuan siswa, karakteristik Negeri 1 Bantul
pada variable yang
sikap seks dalam penelitian ini Yogyakarta
terbatas sehingga
bebas pada meliputi jenis kelamin.
masih perlu

20
remaja. menindak lanjuti
pada variabel yang
lain dengan sampel
dalam jumlah benar
dan ruang lingkup
yang lebih luas
sehingga dapat
meningkatkan
ketelitian hasil
penelitian

2 Nur SMA 2015 Untuk Cross Populasi berjumlah 132 Pengetahuan Manfaat, untuk
Triningtias mengetahui sectional. orang. Teknik remaja tentang
Al-Asiyah Meningkatkan
Putri tingkat pengambilan sampel yaitu tanda dan gejala
Teknik pengetahuan remaja
Cibinong pengetahuan disproporsional stratified memberikan hasil
pengambilan tentang IMS.
Bogor. remaja tentang sampling. Dengan jumlah <70%. Secara
sampel yaitu
infeksi sampel 132 orang, keseluruhan tingkat Ketidakseimbangan
disproporsion
menular berdasarkan karakteristik pengetahuan jumlah laki-laki dan
al stratified
seksual. responden, siswa yang remaja di SMA Al- perempuan ini
sampling,
menjadi responden adalah Asiyah berada dikarenakan
menggunakan
siswa yang berusia <16 pada kategori sebagian besar
uji validitas
21
content dan tahun sebanyak 38 orang cukup. populasi di SMA Al-
uji reliabilitas (28.8%) dan siswa yang Asiyah Cibinong
spearman berusia > 16 tahun Bogor ini lebih
brown. sebanyak 94 orang banyak perempuan
(71.3%) dari pada laki-laki.

3 Hendy SMA 2014 Untuk Penelitian ini Populasi berjumlah Hasil penelitian Melalui tingkat
Pratamaputra Negeri 1 mengetahui menggunakan 43.Teknik pengambilan yang telah pengetahuan yang
hidayat Semarang tingkat penelitian sampel dengan cara dilakukan pada 43 diteliti penulis
pengetahuan deskriptif random sampling. Dengan responden dalam penelitian ini
remaja tentang kuantitatif. jumlah sampel 43 orang menunjukan hasil yang lebih spesifik
penyakit Menggunakan yang terdiri dari empat tingkat lagi yaitu
Teknik kelompok umur yaitu 14 pengetahuan bagaimana
menular
pengambilan tahun, 15 tahun, 16 tentang penyakit seseorang remaja
seksual pada
sampel tahun, dan 17 tahun dan menular seksual mengetahui
siswa SMA
dengan cara dua kelas yaitu kelas IPA pada siswa SMA penyakit menular
Negeri 1
random dan kelas IPS. Negeri 1 seksual serta
Semarang
sampling, Semarang dengan bagaimana
dalam kriteria
menggunakan kategori baik penularannya, dan
baik, cukup,
analisa data sebanyak 4 ciri–ciri beberapa
dan kurang.
responden (9%), penyakit menular

22
univariat. kategori cukup seksual.

sebanyak 34 Keterbatasan yaitu


responden (79%), menggunakan
dan kategori kuisioner
kurang sebanyak 5
tertutup sehingga
responden (12%).
kurang dapat
Jadi tingkat
menggali
pengetahuan
pengetahuan
tentang penyakit
responden karena
menular seksual
memungkinkan
pada siswa SMA
responden untuk asal
Negeri 1
menjawab dan bisa
Semarang di jalan saja kebetulan
Taman Menteri memilih jawaban
Supeno No. 1 Kota yang benar.
Semarang adalah
cukup.

4 Novia SMA 2012 Untuk Deskriptif Populasi berjumlah 282 Hasil penelitian Manfaat, untuk
Rahmawati BATIK 1 mengetahui kuantitatif. siswa yang terbagi menunjukan
meningkatkan

23
SURAKAR tingkat menggunakan menjadi 8 kelas. tingkat pengetahuan remaja
TA pengetahuan teknik Pengambilan sampel pengetahuan tentang penyakit
remaja tentang pengambilan dengan teknik systematic remaja tentang menular seksual.
penyakit sampel random sampling, dengan penyakit menular
menular dengan jumlah sampel sebanyak seksual siswi kelas
seksual. teknik 30 orang. XI di SMA BATIK Penelitian ini hanya
systematic 1 SURAKARTA bersifat deskriptif
random yaitu remaja yang yaitu tingkat
sampling, mempunyai pengetahuan siswa
menggunakan pengetahuan
SMA Al-Asiyah
analisa data cukup yaitu 23
Cibinong tentang
responden (77%),
univariat. IMS.
pengetahuan
kurang yaitu 4
responden (13%)
dan pengetahuan
baik yaitu 3
responden (10%).

5 Siti SMA 3 2012 Untuk Cross Populasi berjumlah 747 Dari penelitian ini Manfaat bagi pihak
Wahyuni Banda Aceh mengetahui sectional. orang. Pengambilan didapatkan adanya sekolah atau tenaga

24
tahun 2012. hubungan Teknik sampel secara simple hubungan antara guru dapat
antara pengambilan random sampling, dengan jenis kelamin mengetahui
pengetahuan sampel secara jumlah sampel 290 orang. dengan hubungan jenis
remaja dengan simple Sampel ini diambil pengetahuan kelamin dan sumber
jenis kelamin random menggunakan teknik remaja tentang informasi terhadap
dan sumber sampling, proporsi sampel. PMS dan terdapat Penyakit Menular
informasi menggunakan hubungan antara Seksual pada remaja.
tentang uji statistik sumber informasi
penyakit chi square. dengan
menular pengetahuan
seksual. remaja tentang
PMS.

25
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DEFINISI OPERASIONAL

Pada bab ini menjelaskan tentang kerangka konsep, hipotesis dan definisi
operasional.

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep adalah suatu kaitan atau hubungan antara konsep yang satu
dengan konsep yang lain dari masalah yang akan diteliti. Kerangka konsep ini
berguna untuk menjelaskan suatu topik yang akan dibahas secara panjang lebar
(Setiadi,2007).

Faktor predisposisi; (Pendidikan Kesehatan Berbasis Lasallian)


Teaching Mind
Touching Heart
Transforming Life

Faktor pendukung ; Lingkungan , sarana, dan prasarana. Perilaku kesehatan


(Pengetahuan tentang Pencegahan PMS)

Faktor pendorong ;
Sikap dan perilaku, petugas kesehatan.

Gambar 3.2 : Kerangka Konsep

Ket : Variabel Dependen


Variabel Independen
Variabel yang tidak
diteliti
46
3.2 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu penelitian (Setiadi, 2007).
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang telah
dikemukakan maka hipotesis penelitian ini dirumuskan:
Ha: Ada pengaruh pendidikan kesehatan berbasis lasallian dalam upaya
pencegahan penyakit menular seksual pada remaja setelah diberikan pendidikan
kesehatan lasallian.
H0: Tidak ada pengaruh pendidikan kesehatan berbasis lasallian dalam upaya
pencegahan penyakit menular seksual pada remaja setelah diberikan pendidikan
kesehatan lasallian.

3.3 Definisi Operasional


Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek
atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Tabel 3.2 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Konseptual Definisi Alat Ukur Skala Hasil
Operasional Ukur

1 Dependen: Pengetahuan tentang Pengetahuan Kuisioner Interval Rentang


penyakit menular remaja tentang skor 14-
Pengetahuan Pendidikan
seksual atau yang kemampuan 28.
tentang Kesehatan
biasa disingkat PMS merubah
pencegahan Berbasis
merupakan penyakit perilaku
PMS Lasallian
akibat hubungan tentang PMS
Terhadap
seksual yang tidak dan bagaimana
Pengetahuan
sehat. (Priyono, mencegah
Pencegahan
2015). PMS Pada
Penyakit
Siswa SMP
Menular
Negeri 2
Motoling Seksual.

Barat

47
Kabupaten
Minahasa
Selatan.

2 Independen: Pendidikan Pendidikan


kesehatan berbasis kesehatan
Pendidikan
lasallian merupakan Berbasis
Kesehatan
inovasi yang lasallian yang
Berbasis
diadaptasi dari berisi nilai-
Lasallian
filosofi pendidikan nilai lasallian
De La Salle, yang yaitu :
juga merupakan
“Teaching
dasar
mind”
penyelenggaraan
memberikan
pendidikan di
pendidikan
Universitas Katolik
kesehatan
De La Salle Manado.
berbasis
Pendidikan
lasallian
kesehatan berbasis
tentang
lasallian yang berisi
pencegahan
nilai-nilai lasallian
penyakit
yaitu :
menular
“Teaching mind” seksual.
“Touching heart”
“Touching
“Transforming live”
heart”
(Handbook memberikan
Universitas Katolik kesadaran
De La Salle Manado, dan motivasi
2011) kepada
responden
untuk
berubah.

48
“Transformin
g live”
melakukan
pembaruan
dalam

kehidupan.
Merubah
perilaku
menjadi lebih
baik. Pada
Siswa SMP
Negeri 2
Motoling

Barat
Kabupaten
Minahasa
Selatan.

49
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai desain penelitian, lokasi dan waktu
penelitian, populasi dan sampel, instrumen penelitian, proses penelitian, etika
penelitian dan analisa data.

4.1 Desain Penelitian


Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian
rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan
penelitian (Setiadi, 2007). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan desain
Pra Eksperimental desain penelitian One Group Pretest Posttest. Penelitian ini
tidak ada kelompok pembanding untuk mengetahui pengaruh pemberian
pendidikan kesehatan berbasis lasallian terhadap upaya pencegahan penyakit
menular seksual pada siswa.
Dalam rancangan ini tidak ada kelompok pembanding (control) tetapi
dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan peneliti dapat
menguji perubahan yang terjadi setelah adanya perlakuan.
Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut (Setiadi, 2007):

O1 4.3 Rancangan
Gambar X O2penelitian
Keterangan:
O1 = Nilai pre-test
X = Pemberian pendidikan kesehatan berbasis lasallian terhadap upaya
pencegahan penyakit menular seksual
O2 = Nilai post-test

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian


a. Tempat
Tempat penelitian di SMP Negeri 2 Motoling Barat.
b. Waktu
Penelitian dilakukan pada 24 Maret sampai 16 Juli 2016.

50
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas VII, kelas VIII dan kelas IX
Tahun ajaran 2015/2016 SMP Negeri 2 Motoling Barat yang berjumlah 40.
4.3.2 Sampel
Sampel dari penelitian ini adalah siswa kelas VII, VIII dan kelas IX SMP
yang bersekolah di SMP Negeri 2 Motoling Barat. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling yaitu menggunakan
keseluruhan subjek penelitian berjumlah 40 orang.
Kriteria penelitian ini:
Siswa SMP Negeri 2 Motoling Barat Kelas VII, kelas VII dan kelas IX

4.4 Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner. Kuisioner
tersebut berisi 14 pertanyaan pengetahuan mengenai PMS. Kuisioner ini
menggunakan skala Guttman. Pertanyaan ini telah diuji validitas dan reabilitas
sebelum digunakan oleh peneliti. Perhitungan kategori skor, skor benar 2 dan
skor salah 1 dengan rentang skor 14-28. Kategori pengetahuan baik jika 76%-
100% skor 21-28, pengetahuan cukup jika 56%-75% skor 16-20, dan
pengetahuan kurang jika <56% skor <15.

51
4.5 Proses Penelitian

Melakukan survey awal ditempat


penelitian di SMP Negeri 2 Motoling
Barat, dengan jumlah populasi 44

Memberikan surat izin penelitian


kepada Kepala Sekolah SMP
Negeri 2 Motoling Barat. Mendatangi responden
(14 Juli 2016)

Memperkenalkan diri dan


menjelaskan maksud dan tujuan

Pre-test responden diberikan Siswa SMP Negeri 2 Motoing Barat


kuesioner bersedia dijadikan responden
sebanyak 40 orang dan
menandantangani lembar
Pemberian pendidikan
persetujuan
kesehatan lasallian terhadap
pengetahuan pencegahan PMS,
dengan media leaflet dan power Diskusi dan Sharing
point

Post-test responden pada hari ketiga,


responden diberikan kuesioner Diskusi dan Sharing

Analisa Data

Pembahasan/pembuatan laporan Hasil penelitian

Gambar 4.4 Alur Penelitian

52
Tahap persiapan yaitu sebelum memulai penelitian ini maka perlu dilakukan
persiapan meliputi penyusunan proposal, melakukan survei awal ditempat penelitian,
studi kepustakaan untuk membuat acuan penelitian dan menyiapkan kuisioner
penelitian. Tahap pelaksanaan yaitu setelah mendapatkan surat pengantar izin
penelitian dari dekan fakultas keperawatan selanjutnya peneliti memberikan kepada
Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Motoling Barat. Setelah mendapatkan persetujuan,
peneliti mengunjungi para siswa kemudian peneliti memperkenalkan diri dan
menjelaskan maksud dan tujuan serta kerahasiaan data responden dengan maksud
agar responden dapat memberikan data dengan jujur dan lengkap sehingga peneliti
memperoleh data-data yang akurat.
Siswa yang bersedia dalam penelitian ini dijadikan sebagai responden dan
menandatangani surat persetujuan. Sebelum diberikan pendidikan kesehatan
responden diberikan pre-test dengan menggunakan lembar kuisioner. Kemudian
memberikan pendidikan kesehatan berbasis lasallian terhadap pencegahan penyakit
menular seksual pada siswa SMP Negeri 1 Motoling Barat dan menggunakan media
leaflet dan power point. Setelah itu dilakukan diskusi dan sharing. Post-test
dilakukan dihari ketiga dengan memberikan lembar kuisioner. Setelah data
terkumpul dilakukan pemeriksaan data kemudian dilakukan pengolahan data.
4.6 Etika Penelitian
Setelah penelitian disetujui, maka peneliti lalu mendapatkan surat yang akan
diberikan kepada Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Motoling Barat agar mendapat
persetujuan kepada siswa kelas VII, kels VII dan IX.
a. Lembar persetujuan penelitian
Lembar persetujuan penelitian (informed consent) kepada responden
tentang perlunya penelitian, responden setuju maka diminta untuk
menandatangani dan mengisi kuisioner yang telah disediakan peneliti.
b. Tanpa Nama
Tanpa nama (anonymity) yang berarti bahwa kuisioner yang diisikan oleh
responden tanpa memberikan data diri secara khusus dan identitas
responden dirahasiakan (tidak mencantumkan nama responden).

53
c. Kerahasiaan
Kerahasiaan (privacy) yang berarti identitas responden tidak diketahui
orang lain dan bahkan oleh penelitian itu sendiri, hanya kelompok data
tertentu saja yang disajikan atau dilaporkan pada hasil penelitian.

4.7 Pengolahan Data


Setelah data ditabulasi maka pengolahan data dilakukan menggunakan
komputerisasi.
4.7.1 Analisa Univariat
Analisa univariat adalah untuk mengetahui distribusi frekuensi dengan
penyajian data-data kedalam bentuk tabel distribusi frekuensi masing-masing
variable yaitu umur, jenis kelamin dan pendidikan kesehatan menggunakan
persen.
4.7.2 Analisa Bivariat
Analisa bivariat adalah analisa yang digunakan pada dua variable yang
dianggap berhubungan. Analisa ini juga berfungsi untuk mengetahui perbedaan
antara siswa sebelum diberikan pendidikan kesehatan berbasis lasallian dengan
siswa sesudah diberikan pendidikan kesehatan berbasis lasallian. Uji statistik
yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji parametrik yaitu uji t-test
berpasangan. Dengan syarat uji adalah skala ukur interval dan distribusi variabel
normal, dengan nilai kemaknaan (α) 0,05.
Hasil analisa yang diambil dalam penelitian ini dengan ketentuan sebagai
berikut.
a. Jika hasil diperoleh p-value < 0,05 berarti ada pengaruh pada responden
sebelum diberikan pendidikan lasallian dan setelah diberikan pendidikan
lasallian.
b. jika hasil diperoleh p-value > 0.05 berarti tidak ada pengaruh pada
responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan berbasis lasallian dan
setelah diberikan pendidikan kesehatan berbasis lasallian.

54
BAB V
HASIL PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan di SMP Negeri 2 Motoling Barat, pada 24


Maret – 16 Juli 2016 yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan
kesehatan berbasis lasallian terhadap pengetahuan pencegahan penyakit menular
seksual pada siswa SMP Negeri 2 Motoling Barat. Jumlah populasi dalam penelitian
ini adalah 44 orang dan sampel di ambil menggunakan total sampling. Saat
penelitian 4 orang tidak hadir sehingga jumlah sampel yaitu 40 orang. Hasil
penelitian ini diperoleh melalui lembar kuesioner yang memuat pertanyaan-
pertanyaan tentang pencegahan penyakit menular seksual. Kuesioner dibagi dua kali,
sebelum diberikan pendidikan kesehatan dan setelah diberikan pendidikan kesehatan.
Setelah data terkumpul, dilakukan pemeriksaan data kembali dan kemudian
dilakukan pengolahan data, peneliti menyajikan analisis data deskriptif atau analisis
data univariat dan analisis antara variabel terkait atau analisis bivariat yang di uji
dengan menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank yang disajikan dalam bentuk tabel.

5.1 Hasil Analisa Univariat


Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur dan
Jenis Kelamin Responden Di SMP Negeri 2 Motoling Barat

Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)


Umur
12 12 30
13 18 45
14 6 15
15 4 10
Std. Devition = 0,932
Jenis Kelamin
Perempuan 18 45
Laki-laki 22 55
Std. Devition = 0,504
Total 40 100

Berdasarkan tabel 5.1 menunjukan responden yang banyak berjenis


kelamin perempuan berjumlah 22 responden (55%), dan yang berjenis kelamin

55
laki-laki sebanyak 18 responden (45%). Kemudian dari tabel tersebut
menunjukan responden yang banyak berumur 13 tahun sebanyak 18 responden
(45%) , yang berumur 12 tahun sebanyak 12 responden (30%), yang berumur
14 tahun sebanyak 6 responden (15%) dan berumur 15 tahun sebanyak 4
responden (10%).
Tabel 5.2 Distribusi Responden tentang Pengetahuan Pencegahan
Penyakit Menular Seksual Sebelum Diberikan Pendidikan
Kesehatan
Pengetahuan Pencegahan Frekuensi (n) Persentase(%)
Penyakit Menular Seksual
Baik 2 5

Cukup 36 90
Kurang 2 5

Total 40 100

Berdasarkan table 5.2 menunjukkan bahwa pengetahuan tentang


pencegahan penyakit menular seksual pada remaja siswa SMP N 2 Motoling
Barat sebelum di berikan pendidikan kesehatan, didapatkan siswa yang
pengetahuannya baik berjumlah 2 responden (5%) dan siswa yang
pengetahuannya cukup berjumlah 36 responden (90%) dan siswa yang
pengetahuannya kurang berjumlah 2 responden (5%).
Tabel 5.3 Distribusi Responden Pengetahuan Pencegahan Penyakit
Menular Seksual Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan
Pengetahuan Pencegahan Frekuensi (n) Persentase (%)
Penyakit Menular Seksual
Baik 40 100

Cukup 0 0
Kurang 0 0

Total 40 100

56
Berdasarkan table 5.3 menunjukkan bahwa pencegahan penyakit menular
seksual pada remaja siswa sesudah di berikan pendidikan kesehatan,
didapatkan siswa yang pencegahannya baik berjumlah 40 responden (100%).

5.2 Hasil Analisis Bivariat


Analisa bivariat menggunakan uji statistik parametrik (uji t-test
berpasangan), dengan syarat data harus terdistribusi normal dengan nilai p-
value=0,05, namun setelah dilakukan uji normalitas diperoleh hasil data tidak
terdistribusi normal dengan nilai p-value=0,000. Oleh karena itu digunakan
uji alternatif atau uji non parametrik yaitu analisis Wilcoxon.
Tabel 5.4 Pengaruh Pendidikan Kesehatan Berbasis Lasallian Terhadap
Pengetahuan Pencegahan Penyakit menular Seksual Pada
Siswa SMP N 2 Motoling Barat

Pengetahuan Positif Negatif Ties Mean P-value


Ranks Ranks Rank

Sebelum 0,00 0,000

Setelah 40 0 0 20,50

Berdasarkan table 5.4 secara statistik dari hasil uji Wilcoxon Sign.
Berdasarkan nilai mean sebelum pendidikan kesehatan rata-rata data = 17,15
dan setelah pendidikan kesehatan diperoleh nilai mean 26,70, negative ranks
pengetahuan setelah diberikan pendidikan kesehatan< pengetahuan sebelum
diberikan pendidikan kesehatan sebanyak 0 (tidak ada), positive ranks
pengetahuan setelah diberikan pendidikan kesehatan > pengetahuan sebelum
diberikan kesehatan sebanyak 40 responden dan ties pengetahuan setelah
diberikan pendidikan kesehatan = pengetahuan sebelum diberikan pendidikan
kesehatan sebanyak 0, dan nilai ρ = 0.000 (ρ = ≤ 0.05) artinya Ha diterima
dan Ho ditolak. Demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
bermakna antara pengetahuan pencegahan penyakit menular seksual sebelum
dan sesudah diberi pendidikan kesehatan.

57
BAB VI
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan membahas atau mendiskusikan hasil yang diperoleh
melalui penelitian yang telah dilaksanakan di SMP Negeri 2 Motoling Barat tentang
pengaruh pendidikan kesehatan berbasis lasallian terhadap pengetahuan pencegahan
penyakit menular seksual remaja siswa.
6.1. Pengetahuan Remaja Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Seksual
Sebelum Pendidikan Kesehatan Berbasis Lasallian
Hasil analisa univariat menunjukkan 18 responden (45%) yang berumur 13
tahun, 12 responden (30%) yang berumur 12 tahun, 6 responden (15%) yang
berumur 14 tahun dan 4 responden (10%) yang berumur 15 tahun. Rata-rata umur
responden adalah remaja awal, semakin cukup umur, tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir (Wawan dan dewi, 2011). Data
untuk pengetahuan responden tentang pencegahan penyakit menular seksual sebelum
diberikan pendidikan kesehatan berbasis lasallian yaitu berpengetahuan cukup
sebanyak 36 responden (90%), berpengetahuan baik 2 responden (5%) dan
berpengetahuan kurang 2 responden (5%).
Hasil penelitian ini berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendy
Pratamaputra Hidayat (2014), yang meneliti tentang tingkat pengetahuan remaja
tentang penyakit menular seksual pada siswa SMA Negeri 1 Semarang tanpa
dilakukan perlakuan kepada responden didapatkan hasil dari 43 responden, terdapat 4
responden berpengetahuan baik (9,3%), 34 responden (79%) berpengetahuan cukup
dan 5 responden (11,6%) berpengetahuan kurang. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa
di beri perlakuan atau pendidikan kesehatan tentunya mempengaruhi pengetahuan
seseorang. Sama halnya penelitian ini sebelum diberikan kesehatan terdapat faktor-
faktor yang mempegaruhi pengetahuan seseorang dalam menerima informasi

58
diantaranya umur, dukungan sosial baik dukungan dari keluarga maupun masyarakat
serta lingkungan sekitar yang merupakan sumber informasi pengetahuan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja menurut
Azwar (2011), pembentukkan atau faktor yang mempengaruhi sikap adalah
pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh
kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan, agama dan faktor emosional. Salah
satu faktor yang mempengaruhi adalah pengaruh orang lain yang dianggap penting,
orang lain yang dimaksud salah satunya adalah orang tua (Azwar 2011). Peneliti
berasumsi bahwa pengetahuan remaja tentang pencegahan penyakit menular seksual
umumnya cukup karena berkaitan dengan sumber informasi siswa dan rasa
keingintahuan yang tinggi dan sumber informasi yang mereka peroleh juga cukup.
Menurut teori Laurance Green Promosi kesehatan sebagai pendekatan
terhadap faktor perilaku kesehatan, maka kegiatan tidak terlepas dari faktor-faktor
yang menentukan perilaku tersebut. Faktor predisposisi (predisposing factor)
merupakan faktor pengetahuan dan sikap yang dapat mempermudah mempengaruhi
perilaku seseorang atau masyarakat terhadap apa yang dilakukan dan dimana
melakukannya. Faktor pemungkin (enabling factors) merupakan faktor pendukung
seperti fasilitas, saran dan prasarana kesehatan yang dapat mendukung perilaku
seseorang atau masyarakat. Factor penguat (reinforcing factors) selain faktor
pengetahuan dan fasilitas kesehatan faktor lingkungan dan ekonomi juga
mempengaruhi perilaku seseorang (Notoadmojo,2005)
6.2 Pengetahuan Remaja Siswa tentang Pencegahan Penyakit Menular Seksual
Sesudah Pendidikan Kesehatan Berbasis Lasallian
Hasil analisis data menunjukkan untuk pengetahuan responden tentang
pencegahan penyakit menular seksual setelah diberikan pendidikan kesehatan, semua
responden sebanyak 40 responden (100%) berpengetahuan baik. Artinya setelah di
berikan pendidikan kesehatan berbasis lasallian terjadi perubahan pengetahuan pada
responden ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan sebelum diberikan pendidikan
kesehatan dan setelah diberikan pendidikan kesehatan yang menunjukkan ada
peningkatan pengetahuan pada remaja remaja siswa dimana awalnya sebagian besar
berpengetahuan cukup tetapi setelah diberi pendidikan kesehatan semua remaja siswa
berpengetahuan baik. Hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
pendidikan kesehatan merupakan upaya-upaya terencana untuk mengubah perilaku
59
individu, kelompok, keluarga, dan masyarakat. Hal tersebut juga menunjukkan
bahwa pendidikan kesehatan membutuhkan pemahaman yang mendalam, karena
melibatkan berbagai istilah atau konsep seperti perubahan perilaku dan proses
pendidikan (Maulana 2009).

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Daliana (2015)


dengan hasil penelitian setelah diberikan pendidikan kesehatan kepada responden
diperoleh hasil 46 remaja siswa 100% telah berpengetahuan baik. Pengetahuan
seseorang dapat meningkat karena beberapa faktor, salah satunya adalah dengan
memberikan informasi kepada seseorang. Informasi tersebut dapat diberikan dalam
beberapa bentuk dan pemberian pendidikan kesehatan merupakan salah satu upaya
untuk memberikan informasi kepada seseorang yang nantinya akan berdampak pada
meningkatnya pengetahuan orang tersebut (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris
khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (open behavior)
(Notoatmodjo, 2011). Kemudahan seseorang untuk memperoleh suatu informasi
dapat membantu mempercepat seseorang untuk mendapatkan pengetahuan yang
baru. Hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pendidikan kesehatan
merupakan upaya-upaya terencana untuk mengubah perilaku individu, kelompok,
keluarga, dan masyarakat. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa pendidikan
kesehatan membutuhkan pemahaman yang mendalam, karena melibatkan berbagai
istilah atau konsep seperti perubahan perilaku dan proses pendidikan (Maulana,
2009).
Pendidikan kesehatan merupakan upaya yang dilakukan dengan memberikan
ceramah tentang kesehatan yang dimaksudkan untuk menambah pengetahuan pada
seseorang agar dapat mengubah perilaku kesehatannya yang awalnya kurang baik
menjadi lebih baik. (Notoatmodjo, 2010). Pendidikan seks adalah salah satu cara
untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah
dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak
direncanakan, penyakit menular, dan depresi. Peneliti berasumsi bahwa pengetahuan
remaja siswa mengalami peningkatan setelah diberi perlakuan pada tahap tahu dan

60
memahami sehingga terjadi peningkatan pengetahuan tentang pencegahan penyakit
menular seksual.
Hasil Penelitian ini berkaitan dengan teori keperawatan dari Lawrence Green
pada health promotion, dimana peneliti memberikan pendidikan kesehatan berbasis
lasallian terhadap pencegahan penyakit menular seksual untuk menambah
pengetahuan remaja mengenai pencegahan penyakit menular seksual.
6.3 Pengaruh Pendidikan Kesehatan Berbasis Lasallian terhadap Pengetahuan
Pencegahan Penyakit Menular Seksual
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa pendidikan kesehatan
berpengaruh terhadap pengetahuan remaja tentang pencegahan penyakit menular
seksual. Dari hasil analisa data, sebelum diberikan pendidikan kesehatan remaja
siswa yang berpengetahuan baik hanya 2 orang (5%), berpengetahuan kurang 2
orang (5%) dan berpengetahuan cukup 36 orang (90%) dan setelah diberikan
pendidikan kesehatan terdapat perubahan pada pengetahuan siswa, dimana seluruh
siswa yang berpengetahuan kurang dan cukup telah berpengetahuan baik, hasil
analisa data dengan menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank Test diperoleh Z=-5.371
dengan nilai ρ=0.000 (α=<0,05) yang berarti ρ-value lebih kecil dari α value (0,005),
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh pendidikan kesehatan
berbasis lasallian terhadap pengetahuan pencegahan penyakit menular seksual pada
siswi di SMP Negeri 2 Motoling Barat.
Hasil penelitian ini berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh Daliana
(2015) yang meneliti tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat
pengetahuan sikap seks bebas pada remaja di SMK Negeri 1 Bantul Yogyakarta
menggunakan desain pre eksperimen dengan hasil didapatkan nilai p = 0,00< α=0,05
yang artinya adanya pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan
sikap seks bebas pada remaja di SMK Negeri 1 Bantul Yorgyakarta. Ini
membuktikan pentingnya pendidikan kesehatan mempengaruhi pengetahuan
seseorang.
Pendidikan kesehatan berbasis lasallian yang merupakan inovasi yang
diadaptasi dari filosofi pendidikan De La Salle, yang juga merupakan dasar
penyelenggaraan pendidikan di Universitas Katolik De La Salle Manado.Model
pendidikan kesehatan berbasis lasallian berdasarkan nilai-nilai lasallian yaitu :
“Teaching mind” memberikan pendidikan kesehatan berbasis lasallian tentang
61
pencegahan penyakit menular seksual. “Touching heart” memberikan kesadaran dan
motivasi kepada responden untuk berubah. “Transforming live” melakukan
pembaruan dalam kehidupan (Handbook Universitas Katolik De La Salle Manado,
2011). Peneliti berasumsi bahwa pentingnya pendidikan kesehatan berbasis lasallian
dalam mengubah pola pikir, pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang pada tahap
remaja awal yang diberikan secara optimal.
Hasil Penelitian ini berkaitan dengan teori keperawatan dari Lawrance Green
yang lebih ditekankan pada (health promotion) dimana peneliti memberikan
pendidikan kesehatan berbasis lasallian. Faktor predisposisi (predisposing faktor)
memberikan pengetahuan pencegahan penyakit menular seksual. Faktor pemungkin
(enabling factors) merupakan faktor pendukung seperti fasilitas, saran dan prasarana
kesehatan yang dapat mendukung perilaku seseorang atau masyarakat. Faktor
penguat (reinforcing factors) selain faktor pengetahuan dan fasilitas kesehatan faktor
lingkungan dan ekonomi juga mempengaruhi perilaku seseorang. Artinya pendidikan
kesehatan berbasis lasallian ini dilakukan untuk mempromosikan kesehatan pada
remaja karena pentingnya pencegahan dini tentang kesehatan terutama pencegahan
penyakit menular seksual.

62
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik


kesimpulan sebagai berikut.
1. Sebelum dilakukan pendidikan kesehatan berbasis lasallian pada remaja
siswa di SMP Negeri 2 Motoling Barat sebagian besar berpengetahuan
cukup.
2. Setelah dilakukan pendidikan kesehatan berbasis lasallian pada remaja
siswa di SMP Negeri 2 Motoling Barat semua berpengetahuan baik.
3. Setelah dilakukan pendidikan kesehatan berbasis lasallian didapatkan
adanya pengaruh yang signifikan terhadap peningkatkan pengetahuan
pencegahan penyakit menular seksual pada remaja
7.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka peneliti menganjurkan saran :
1. Bagi Sekolah
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai masukkan bagi
sekolah dan pendidikan untuk upaya mengoptimalkan pengetahuan
tentang pencegahan penyakit menular seksual pada siswa.
2. Instansi Kesehatan
Diharapkan untuk lebih meperhatikan pengetahuan remaja pada usia
awal dengan memberikan pendidikan kesehatan atau penyuluhan
mengenai pencegahan penyakit menular seksual agar pengetahuan
remaja dapat ditingkatkan.
3. Penelitian Selanjutnya
Untuk peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan penelitian
terkait ataupun acuan teori, biarlah yang akan melakukan penelitian
lanjut terhadap pengetahuan pencegahan penyakit menular seksual pada
remaja siswa agar dapat meneliti tentang sikap atau perilaku remaja
siswa tentang pencegahan penyakit menular seksual.

63
DAFTAR PUSTAKA

Azwar. S, 2011. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogjakarta. Pustaka


Pelajar Offset
BKKBN, 2011. Mengajarkan Pendidikan Kesehatan Reproduksi Butuh Kehati-
hatian. Jakarta
Clevere dan Made, 2013. Penyakit Kulit dan Kelamin. Yogjakarta : Nuha Medika.
Delyana, 2015. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Seksual Terhadap Tingkat
Pengetahuan Dan Sikap Seks Bebas Pada Remajadi Smk Negeri 1 Bantul
Yogyakarta. Jurnal. Yogyakarta. STIKES
Depkes RI, 2013. Provil Kesehatan Indonesia. Jakarta
Dinkes, 2012. Health statistics. Jakarta : Profil Kesehatan Indonesia
Gunawan, 2011. Remaja dan permasalahannya. Yogjakarta : Hanger Kreato.
Hakim. L, 2014. Fenomena Pacaran Dunia Remaja. Pekanbaru Riau: Zanafa
Publizhing
Hidayat, 2014. Tingkat Pengetahuan Tentang Penyakit Menular Seksual Pada Siswa
Sma Negeri 1 Semarang. Jurnal. Semarang. Undip
Kinzler, R., Campos,M., & Ricci, R. (2009). La Salle University and Its Chatolic
Lasallian Mission. Philadelphia
Mandal dkk, 2008. Penyakit Infeksi.. Jakarta : Erlangga
Maulana, H.D.J.2009. Promosi Kesehatan. EGC. Jakarta
Noor.N.N, 2013. Pengantar Epidemologi Penyakit Menular Seksual. Jakarta : PT.
Rineka Cipta.
Notoatmodjo. S, 2005. Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasi. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
Notoatmodjo. S, 2010. Metodologi Peneltian Kesehatan. . Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
Notoatmodjo. S, 2011. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta : PT. Rineka
Cipta

64
Nur, T.P, 2015. Tingkat pengetahuan remaja tentang infeksi menular Seksual di sma
al-asiyah cibinong bogor.Skripsi. Jakarta. Uinsht
Priyono, 2015. 9 Cara Mencegah Penyakit Menular Seksual (PMS). Artikel.
Lampung. FKIP
Priyoto, 2014. Teori Sikap Dan Perilaku Dalam Kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika
Rahmawati, 2012. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Penyakit Menular Seksual
Siswi Kelas Xi Di Sma Batik 1 Surakarta. Karya Ilmiah. Surakarta. STIKES
Scorviani. Dkk, 2011. Mengungkap tuntas 9 jenis PMS (Penyakit Menular Seksual).
Yogjakarta. Nuha Medika.
SDKI, 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: Survei Demografi Kesehatan
Indonesia
Setiadi, 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Universitas katolik De La Salle Manado. (2012). Handbook Universitas De La Salle
Manado. Manado: Universitas Katolik De La Salle Manado
Wahyuni, 2012. Hubungan Antara Pengetahuan Remaja Tentang Penyakit Menular
Seksual (PMS) Dengan Jenis Kelamin dan Sumber Informasi Di SMA N 3
Banda Aceh. Jurnal. Banda Aceh. STIKES
WHO, 2013. Adolescent Health:World Helath Organization. www.who.int diunduh
pada tanggal 18 Maret 2016 pada pukul : 16.00 WITA
WHO, 2013. Sexually transmitted infections: World Helath Organizatio

65

Anda mungkin juga menyukai