Anda di halaman 1dari 25

Referat

HUBUNGAN DIABETES MELLITUS DENGAN

KEJADIAN XEROSTOMIA

Oleh :

Putri Umniyah, S.Ked

71 2021 084

Pembimbing :
drg. Nursiah Nasution, M.Kes

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022

i
HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT

Judul:

Hubungan Diabetes Mellitus Dengan


Kejadian Xerostomia

Disusun Oleh:
Putri Umniyah, S.Ked
712021084

Telah dilaksanakan pada bulan September 2022 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut
di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.

Palembang, 8 September 2022


Pembimbing

drg. Nursiah Nasution, M.Kes

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul
“Hubungan Diabetes Mellitus dengan keiadian xerostomia” sebagai salah satu
syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu Kesehatan Gigi
dan Mulut di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang, Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang. Shalawat dan salam selalu tercurah
kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan
pengikutnya sampai akhir zaman. Pada kesempatan inipenulis ingin
menyampaikan rasa hormatdan terima kasih kepada :
1. drg. Nursiah Nasution, M.Kes., pembimbing Kepaniteraan Klinik Senior di
bagian Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang, yang telah memberikan masukan, arahan, serta bimbingan
dalam penyelesaian referat ini.
2. Rekan-rekan co-assistensi dan perawat atas bantuan dan kerja samanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindunganAllah
SWT. Amin.

Palembang, 8 September 2022

Penulis,

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Maksud dan Tujuan ..................................................................... 3
1.3 Manfaat ....................................................................................... 3
1.3.1 Manfaat Teoritis .............................................................. 3
1.3.2 Manfaat Praktisi .............................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 4
2.1 Diabetes ....................................................................................... 4
2.1.1 Definisi ............................................................................ 4
2.1.2 Etiologi ............................................................................ 5
2.1.3 Klasifikasi ....................................................................... 5
2.1.4 Menifestasi Klinis ........................................................... 6
2.1.5 Menifestasi Diabetes Mellitus Di Rongga Mulut ........... 6
2.2 Xerostomia .................................................................................. 7
2.3.1 Definisi ............................................................................ 7
2.3.2 Etiologi ............................................................................ 7
2.3.3 Diagnosis ......................................................................... 8
2.3.4 Terapi .............................................................................. 9
2.3 Aspek Hormonal pada penderita Diabetes Mellitus ................... 10
2.4 Perubahan Hormin insulin dan hyperglikemia di cavum oris dan
saliva pada penderita Diabetes Mellitus ..................................... 10
2.5 Perubahan jaringan mulut dan saliva pada penderita Diabetes
Mellitus ....................................................................................... 11
2.6 Hubungan Diabetes Mellitus dengan kejadian Xerostomia ........ 12
2.7 Proses Diabetes Mellitus sampai menimbulkan gejala
Xerostomia .................................................................................. 14
2.8 Pencegahan dan perawatan gejala Xerostomia pada penderita
Diabetes Mellitus ........................................................................ 15
iv
BAB III KESIMPULAN ................................................................................ 17
3.1 Kesimpulan ................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 18

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit diabetes melitus atau yang lebih dikenal dengan penyakit kencing manis
adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam
darah atau hiperglikemia.1 Menurut American Diabetes Association tahun 2014, diabetes
melitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya kemampuan dalam memetabolisme
karbohidrat.2 Diabetes melitus dan komplikasinya telah menjadi masalah yang serius, serta
merupakan penyebab penting dari angka kesakitan, kematian, dan kecacatan di seluruh
dunia
Jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia selalu bertambah dari tahun ke
tahun. Berdasarkan data WHO, jumlah penderita diabetes di Indonesia saat ini berada di
peringkat keenam setelah India, Cina, Rusia, Jepang dan Brasil.3 Prevalensi diabetes
melitus di Indonesia sebanyak 8,4 juta jiwa pada tahun 2000, dan pada tahun 2030
diperkirakan penderita diabetes sebesar 21,3 juta jiwa, sehingga akan menjadikan
Indonesia sebagai urutan keempat di dunia sebagai negara dengan jumlah penderita
diabetes tertinggi.3
Diabetes Melitus mempunyai dua tipe utama yaitu DM Tipe 1 (DMT1) yang
tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM) dan DM tipe 2 (DMT2)
tidak tergantung insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus/NIDDM).4
Penyakit Diabetes Melitus dapat menyebabkan beberapa gejala pada bagian mulut,
antara lain terjadi gingivitis dan periodontitis, kehilangan perlekatan gingiva, peningkatan
derajat kegoyangan gigi, dan xerostomia. 5
Xerostomia merupakan kondisi mulut kering yang ditandai adanya penurunan laju
alir saliva. Beberapa faktor dapat memicu terjadinya kelainan produksi saliva pada pasien
DM yaitu penuaan dan penggunaan obat-obatan. Pada DMT1 dan DMT2 terjadi penurunan
produksi saliva yang disebabkan kerusakan pada glandula parenkim, perubahan
mikrosirkulasi glandula saliva, kondisi dehidrasi, dan tingginya glikemik indeks.
Sekresi kelenjar saliva dikontrol oleh sistem saraf otonom yang menginervasi
kelenjar saliva, yaitu saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Saraf parasimpatis lebih
dominan mensekresi saliva dibandingkan saraf simpatis. Sekresi saliva dipengaruhi oleh
adanya stimulasi yang diberikan, diet, malnutrisi, jenis kelamin, usia, status emosi,

1
penyakit akut, disfungsi mastikasi.23
Gejala subjektif xerostomia meliputi mulut terasa kering, keinginan minum
meningkat, kesulitan merasakan makanan, kesulitan menelan, rasa terbakar pada lidah, dan
kesulitan menggunakan gigi tiruan lepasan. Xerostomia menyebabkan mukosa mulut
menjadi kering sehingga mudah mengalami iritasi dan infeksi. Keadaan ini disebabkan
oleh karena menurunnya daya lubrikasi dan proteksi dari saliva. Kekeringan pada mulut
menyebabkan fungsi pembersih saliva berkurang, sehingga terjadi radang dari mukosa
yang disertai keluhan rasa terbakar pada mulut. Selain itu, fungsi anti bakteri dari saliva
pada penderita xerostomia akan berkurang sehingga menyebabkan timbulnya proses karies
gigi.24
Xerostomia terjadi sekitar 40-80% pada pasien diabetes melitus yang dikaitkan
dengan penurunan laju aliran saliva, baik pasien diabetes melitus yang terkontrol maupun
pasien diabetes melitus yang tidak terkontrol dikarenakan adanya peningkatan diuresis
yang berhubungan dengan penurunan cairan ekstraseluler akibat dari hiperglikemia
25
sehingga berefek langsung pada produksi saliva.
Xerostomia jika dibiarkan dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan
berbagai komplikasi pada rongga mulut, seperti gingivitis, periodontitis, kandidiasis,
angular cheilitis, resiko karies meningkat, sehingga penderita diabetes mellitus yang
mengalami xerostomia akan mengalami ganggguan baik secara fisik maupun psikis (Ilyas,
2011). Angka kejadian penderita diabetes mellitus yang terus meningkat dari tahun ke
tahun, dapat juga menyebabkan peningkatan xerostomia, sehingga perlu dilakukan
pembahasan untuk mengetahui hubungan diabetes mellitus dengan kejadian xerostomia.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan referat ini adalah sebagai berikut.
1. Diharapkan dokter muda dapat memahami hubungan diabetes mellitus dengan
kejadian xerostemia .
2. Diharapkan adanya pola berpikir kritis setelah dilakukan diskusi mengenai materi
hubungan diabetes mellitus dengan kejadian xerostemia.
3. Diharapkan dokter muda dapat mengaplikasikan pemahaman yang didapat
mengenai hubungan diabetes mellitus dengan kejadian xerostemia

2
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
1) Bagi Institusi
Diharapkan referat ini dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan dan sebagai
tambahan referensi dalam bidang ilmu kesehatan gigi dan mulut terutama
mengenai hubungan diabetes mellitus dengan kejadian xerostemia.
2) Bagi Akademik
Diharapkan referat ini dapat dijadikan landasan untuk penulisan karya ilmiah
selanjutnya.
1.3.2 Manfaat Praktis
Diharapkan agar dokter muda dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dari
referat ini dalam kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS) dan diterapkan di
kemudian hari dalam praktik klinik.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus


2.1.1 Definisi
Menurut ADA (American Diabetes Assocation) diabetes melitus (DM)
merupakan penyakit metabolik yang mempunyai karakteristik hiperglikemi dan
terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Gejala umum
yang tampak pada penderita DM adalah poliuria, polidipsia, polifagia serta
penurunan berat badan. 9 Sedangkan menurut international diabetes federation (IDF)
2015 DM atau sering disebut juga kencing manis adalah suatu penyakit yang
diakibatkan karena tubuh tidak bisa memproduksi insulin atau tubuh tidak bisa
menggunakan insulin yang telah diproduksi (resistensi insulin). Insulin merupakan
suatu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang sangat berperan dalam pengolahan
glukosa dari aliran darah ke sel-sel untuk digunakan sebagai energi.
Jadi, berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa DM secara
umum adalah suatu gangguan metabolik karena tubuh tidak bisa memproduksi
insulin atau karena kerusakan hormon insulin sehingga menyebabkan glukosa yang
telah diproduksi oleh tubuh tidak bisa masuk kedalam sel dan mengakibatkan glukosa
tetap berada dalam aliran darah yang disebut juga dengan hiperglikemia.
Seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa >
126 mg/dL, kadar gula darah post prandial/ setelah makan >180mg/dL, dan pada tes
sewaktu >200 mg/dL. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan
meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.8
Jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia selalu bertambah dari tahun ke
tahun. Berdasarkan data WHO, jumlah penderita diabetes di Indonesia saat ini berada
di peringkat keenam setelah India, Cina, Rusia, Jepang dan Brasil.3 Prevalensi
diabetes melitus di Indonesia sebanyak 8,4 juta jiwa pada tahun 2000, dan pada tahun
2030 diperkirakan penderita diabetes sebesar 21,3 juta jiwa, sehingga akan
menjadikan Indonesia sebagai urutan keempat di dunia sebagai negara dengan jumlah
penderita diabetes tertinggi.3

4
2.1.2 Etiologi
Penyebab diabetes melitus adalah kurangnya produksi dan ketersediaan
insulin dalam tubuh atau terjadinya gangguan fungsi insulin, yang sebenarnya
jumlahnya cukup. Faktor – faktor yang menyebabkan diabetes melitus yaitu:
1. Faktor Keturunan
Diabetes merupakan penyakit degenerative atau diturunkan. Sekitar 50%
pasien diabetes melitus tipe 2 mempunyai orang tua yang menderita diabetes,
lebih dari sepertiga pasien diabetes mempunyai saudara yang mengidap
diabetes.
2. Bahan Beracun
Sianida dapat menyebabkan kerusakan pankreas yang akhirnya menimbulkan
gejala diabetes melitus jika disertai dengan kekurangan protein.
3. Virus dan Bakteri
Menurut para ahli di bidangnya melalui mekanisme infeksi sitolitik pada sel
beta virus dapat menyebabkan rusaknya sel. Kemudian hilangnya autoimun
pada sel beta karena yang dicurigai itu adalah rubella mumps, dan human
coxsackievirus B4.
4. Nutrisi
Berat badan yang berlebih bisa menyebabkan diabetes melitus, karena jalan
insulin yang hendak menyebarkan gula – gula ke dalam sel terhalangi
akibatnya gula menumpuk.10
2.1.3 Klasifikasi
Sedangkan menurut Maulana (2015), klasifikasi diabetes dibagi menjadi 4
kelas klinis meliputi:
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes tipe ini terjadi karena kehancuran sel β pankreas pada pulau langerhans,
diabetes tipe ini menyebabkan defisiensi insulin yang absolut.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes tipe ini terjadi karena gangguan sekresi insulin yang progresif yang
melatar belakangi terjadinya resistensi insulin.
3. Diabetes Gestasional
Diabetes tipe ini terjadi dengan melibatkan suatu kojmbinasi dari kemampuan
reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidajk cukup. Diabetes jenis ini
terjadi saat seseorang dalam keadaan hamil.

5
4. Diabetes tipe spesifik lain
Diabetes tipe ini terjadi karena gangguan genetik fungsi sel β, gangguan genetik
pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis) dan dipicu
oleh efek dari pengobatan atau bahan kimia seperti pengobatan HIV/ AIDS atau
setelah melakukan transplantasi organ.
2.1.4 Manifestasi Klinik
Sedangkan menurut Fatimah (2015) manifestasi klinis diabetes melitus dibagi
menjadi 2 yaitu:
a. Gejala akut diabetes melitus meliputi: Poliphagia (banyak makan) polidipsia
(banyak minum), Poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari), nafsu
makan bertambah namu berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-
4 minggu), serta mudah lelah.
b. Gejala kronik diabetes melitus meliputi : Kesemutan, kulit terasa panas atau
seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah
mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas,
kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu
hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan
bayi berat lahir lebih dari 4kg.

2.1.5 Manifestasi Diabetes Melitus Di Rongga Mulut


Penyakit diabetes melitus dapat menimbulkan beberapa manifestasi didalam
rongga mulut diantaranya adalah terjadinya gingivitis dan periodontitis, kehilangan
perlekatan gingiva, peningkatan derajat kegoyangan gigi, xerostomia, burning tongue,
sakit saat perkusi, resorpsi tulang alveolar dan tanggalnya gigi. Pada penderita
diabetes melitus tidak terkontrol kadar glukosa didalam cairan krevikular gingiva
(GCF) lebih tinggi dibanding pada diabetes melitus yang terkontrol. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Aren dkk. menunjukkan bahwa selain GCF, kadar
glukosa juga lebih tinggi kandungannya di dalam saliva. Peningkatan glukosa ini juga
berakibat pada kandungan pada lapisan biofilm dan plak pada permukaan gigi yang
berfungsi sebagai tempat perlekatan bakteri. Berbagai macam bakteri akan lebih
banyak berkembang biak dengan baik karena asupan makanan yang cukup sehingga
menyebabkan terjadinya karies dan perkembangan penyakit periodontal.
Diabetes melitus menyebabkan suatu kondisi disfungsi sekresi kelenjar saliva
yang disebut xerostomia, dimana kualitas dan kuantitas produksi saliva dirongga
mulut menurun. Xerostomia yang terjadi pada penderita diabetes melitus

6
menyebabkan mikroorganisme opotunistik seperti Candida albicans lebih banyak
tumbuh yang berakibat terjadinya candidiasis. Oleh karena itu penderita cenderung
memiliki oral hygiene yang buruk apabila tidak dilakukan pembersihan gigi secara
adekuat. Pemeriksaan secara radiografis juga memperlihatkan adanya resorpsi tulang
alveolar yang cukup besar pada penderita diabetes melitus dibanding pada penderita
non diabetes melitus. Pada penderita diabetes melitus terjadi perubahan vaskularisasi
sehingga lebih mudah terjadi periodontitis yang selanjutnya merupakan faktor etiologi
resorpsi tulang alveolar secara patologis. Resorpsi tulang secara fisiologis dapat
terjadi pada individu sehat, namun resorpsi yang terjadi pada diabetes melitus
disebabkan karena adanya gangguan vaskularisasi jaringan periodontal serta
gangguan metabolisme mineral.13

2.2 Xerostomia
2.2.1 Definisi
Xerostomia merupakan keluhan subjektif berupa mulut kering yang terjadi
akibat penurunan laju aliran saliva yaitu kurang dari atau sama dengan 0,15
ml/menit, biasanya penderita mengeluh kesulitan mengunyah, menelan, berbicara,
gangguan pengecapan dan rasa sakit pada lidah.6,7 Xerostomia juga dapat
mengakibatkan gigi karies, erythema mukosa oral, pembengkakan kelenjar parotid,
angular cheilitis, mukositis, inflamasi atau ulser pada lidah dan mukosa bukal,
kandidiasis, sialadenitis, halitosis, ulserasi pada rongga mulut.14
Xerostomia adalah keadaan di mana mulut kering akibat pengurangan atau
tiadanya aliran saliva. Xerostomia bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan
gejala dari berbagai kondisi seperti perawatan yang diterima, efek samping dari
radiasi di kepala dan leher, atau efek samping dari berbagai jenis obat dan penyakit
sistemik.15
2.2.2 Etiologi
Xerostomia yang diindikasikan ebagai penurunan produksi saliva pada
umumnya disebabkan oleh beberapa faktor berikut.
1. Penurunan volume kelenjar saliva
Beberapa penyakit lokal mempengaruhi volume kelenjar saliva dan
menyebabkan hiposaliva Inflamasi kelenjar saliva akut dan kronik, tumor ganas
maupun jinak serta sindrom Sjörgen dapat menyebabkan xerostomia.
kelenjar saliva kronis lebih sering mempegaruhi kelenjar submandibula dan
parotis. Penyakit ini menyebabkan degenerasi dari sel asini dan penyumbatan

7
duktus. Kista-kista dan tumor kelenjar saliva, baik yang jinak maupun ganas dapat
menyebabkan penekanan pada struktur duktus dari kelenjar saliva dan
mempengaruhi sekresi saliva.
Xerostomia juga dapat terjadi pada usia lanjut dengan gangguan sistemik
seperti demam, diabetes dan gagal ginjal. Pada pasien diabetes mellitus, jumlah
sekresi saliva berkurang akibat adanya gangguan fungsi kelenjar saliva.
2. Obat-obatan
Salah satu efek samping dari pengobatan tertentu adalah hiposalivasi yang
dapat menyebabkan timbulnya keluhan xerostomia. Beberapa obat tertentu
seperti antidepresan trisiklik, antipsikotik, benzodiazepin, atropin, β-blocker dan
antihistamin mempunyai efek samping xerostomia. Obat-obat ini memiliki sifat
antikolinergik atau simpatomimetik yang akan menurunkan produksi saliva
sehingga kadar asam di dalam mulut meningkat. Dengan jumlah yang sedikit dan
konsistensi yang kental, saliva akan kehilangan fungsinya sebagai pembersih
3. Usia Tua
Xerostomia merupakan masalah umum yang terjadi pada usia lajut. Keadaan
ini disebabkan oleh adanya perubahan atopi pada kelenjar saliva dan mengubah
komposisinya. Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses aging. Terdapat
perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim
hilang dan akan tergantikan oleh jaringan ikat dan lemak. Keadaan ini
mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva. Perubahan atopi yang terjadi
di kelenjar submandibula sesuai dengan pertambahan usia juga akan menurunkan
produksi saliva dan mengubah komposisinya
4. Tingkat stress
Pada saat berolah raga atau berbicara yang lama aliran saliva dapat berkurang
sehingga mulut terasa kering. Dalam keadaan gangguan emosional seperti stres,
putus asa dan rasa takut, terjadi stimulasi simpatis dari sistem saraf otonom dan
menghalangi sistem saraf parasimpatis, sehingga sekresi saliva menjadi menurun
dan menyebabkan mulut menjadi kering. Bernafas melalui mulut juga akan.16

2.2.3 Diagnosis
Diagnosis xerostomia dapat dilakukan berdasarkan anamnesa terarah dan
pengukuran laju aliran saliva total yaitu dengan saliva collection. Laju aliran saliva
memberi informasi yang penting untuk tindakan diagnostik dan tujuan penelitian
tertentu. Fungsi kelenjar saliva dapat dibedakan dengan teknik pengukuran tertentu.

8
Laju aliran saliva dapat dihitung melalui kelenjar saliva mayor individual atau
Metode spitting (metode yang digunakan Nederford sesuai dengan metode standar
Navazesh) dilakukan dengan membiarkan saliva untuk tergenang di dalam mulut dan
tertentu.

2.2.4 Terapi
Terapi xerostomia tergantung pada penyebab dan tingkat kerusakan kelenjar
saliva. Terapi tersebut berupa saliva buatan dan terapi stimulan. Ketika kelenjar
saliva tidak mampu distimulasi secara lokal maupun sistemik, saliva buatan dapat
dijadikan pilihan terapi. Namun saliva buatan tidak mampu memberikan kepuasan
dibandingkan dengan saliva yang dihasilkan oleh terapi stimulan karena harga dan
ketersediaan saliva buatan cenderung susah dijangkau.saliva buatan cenderung susah
dijangkau.17
Berikut adalah terapi stimulan yang dapat diberikan.
1. Stimulasi local
Mengunyah dan mengkonsumsi makanan yang asam sangat efektif dalam
merangsang laju aliran saliva. Contohnya mengunyah permen karet, apel dan
buah nanas. Pada penderita xerostomia, hendaknya menggunakan permen karet
yang mengandung xylitol sehingga menurunkan resiko karies gigi. Selain itu
terapi akupuntur dan listrik juga mampu merangsang laju aliran saliva.
2. Stimulasi sistemik
Setiap agen yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan laju aliran saliva
disebut secretagogue. Contoh secretagogue antara lain bromhexine,
anetholetrithione, pilocarpine hidroklorida (HCl), dan cevimeline HCl. Pilokarpin
HCL adalah secretagogue terbaik yang efeknya menyebabkan stimulasi reseptor
kolinergik pada permukaan sel-sel asinar, meningkatkan output saliva dan
merangsang setiap fungsi kelenjar tersisa.
Xylitol adalah gula alkohol yang mempunyai atom karbon lebih pendek
dari pada pemanis lainnya. Xylitol diproduksi dalam tubuh sebagai hasil
metabolisme hingga 15 gram per hari. Xylitol juga dapat diekstraksi dari bahan
serat kayu tanaman, faktor protektif pada saliva. Xylitol memiliki efek mereduksi
jumlah dan pembentukan plak karena termasuk golongan gula non fermentasi
yang tidak dapat dikonversi menjadi asam oleh bakteri mulut, mengembalikan
keseimbangan pH mulut, mereduksi jumlah sel-sel Streptococcus mutans, dan
meningkatkan proses remineralisasi enamel dengan cara mengeraskan lesi karies

9
dini yang ada. Selain itu, Dalam jumlah kecil, penggunaan xylitol secara
konsisten. meningkatkan proses remineralisasi enamel dengan cara mengeraskan
lesi karies dini yang ada. Selain itu, xylitol juga mampu menstimulasi saliva tanpa
produksi asam yang signifikan.17

2.3 Aspek Hormonal pada Penderita diabetes melitus


Resistensi insulin merupakan suatu kondisi yang berhubungan dengan kegagalan
organ target dalam kondisi normal merespon aktivitas hormon insulin. Resistensi insulin dapat
disebabkan oleh bebrapa faktor diantaranya obesitas. Pada individu obesitas dapat
menimbulkan resistensi insulin melalui peningkatan produksi asam lemak bebas, akumulasi
asam lemak bebas di jaringan akan menginduksi resistensi insulin terutama pada hati dan otot.
Mekanisme induksi resistensi insulin oleh asam lemak terjadi karena akibat kompetisi asam
lemak dan glukosa untuk berikatan dengan reseptor insulin. Oksidasi asam lemak
menyebabkan peningkatan asetil koA pada mitokondria dan inaktivasi enzim piruvat
dehidrogenase, mekanisme ini akan menginduksi peningkatan asam sitrat intraselular yang
menghambat akumulasi fosfo-fruktokinase dan glukosa-6 phosphat menyebabkan akumulasi
glukosa interseluler dan mengurangi pengambilan glukosa dari ekstrasel. Resistensi insulin
menyebabkan penggunaan glukosa yang dimediasi oleh insulin di jaringan perifer menjadi
berkurang. Kekurangan insulin atau resistensi insulin menyebabkan kegagalan fosforilasi
kompleks Insulin Reseptor Substrat (IRS), penurunan translokasi glucose transporter–4
(GLUT-4) dan penurunan oksidasi glukosa sehingga glukosa tidak dapat masuk kedalam sel
dan terjadi kondisi hiperglikemia yang mengakibatkan diabetes melitus. Resistensi insulin dan
disfungsi sekresi insulin mengakibatkan diabetes melitus tipe 2.26

2.4 Perubahan hormon insulin dan hyperglikemia di cavum oris dan saliva pada penderita
diabetes melitus
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan
hiperglikemia kronik yang seringkali disertai dengan perubahan metabolisme karbohidrat,
protein, dan lipid. Penyakit ini memiliki dua tipe yaitu DMT1 dan DMT2 dimana kedua tipe
ini dapat memicu berbagai komplikasi penyakit yang bergantung pada keparahan dan durasi
dari hiperglikemia yang dialami. Pasien dengan DM akan memiliki perubahan fungsi dari
polimorfonuklear leukosit, gangguan pada aktifitas bakteriosidal, gangguan respon paparan
antigen, serta gangguan fungsi limfosit T. Hal tersebut menyebabkan penderita DM lebih
rentan terkena berbagai penyakit lainnya termasuk penyakit di rongga mulut.27
Umumnya, penderita diabetes melitus tidak mampu memproduksi hormon insulin

10
sesuai dengan kebutuhan tubuh sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar
glukosa di dalam darah.Tingginya kadar glukosa dalam darah merupakan faktor yang dapat
menimbulkan xerostomia.
Sekresi saliva diatur oleh sistem saraf otonom baik saraf simpatis dan parasimpatis.
Stimulasi pada saraf simpatis akan mempengaruhi kadar dan komposisi protein dari saliva,
sedangkan saraf parasimpatis akan meningkatkan volume dari sekresi saliva.8 Beberapa studi
menjelaskan ada beberapa faktor yang dapat memicu penurunan sekresi saliva pada pasien
DM yaitu adanya proses penuaan dan lama menderita DM. Kebanyakan pasien DM terdiri
dari golongan usia lanjut dan seiring bertambahnya usia akan menyebabkan perubahan dan
kemunduran fungsi dari kelenjar saliva sehingga ada risiko penurunan produksi saliva.9
Kondisi xerostomia pada pasien DM juga bergantung pada kadar glukosa dalam darah dimana
pasien dengan kadar glukosa darah puasa ≥100mg/dl dan gula darah 2 jam sesudah makan
23
≥140 mg/dl memiliki risiko lebih tinggi terkena xerostomia.
Pada pasien DM, xerostomia dapat dipicu oleh hiperglikemia berkepanjangan
dan polyuria yang menyebabkan dehidrasi pada pasien. Kondisi dehidrasi inilah yang
akan memicu penurunan fungsi kelenjar saliva dan produksi saliva.8 Pasien DM
mungkin akan mengalami berbagai komplikasi kesehatan seperti neuropati dan angiopati
yang dapat mempengaruhi kinerja saraf otonom simpatis maupun parasimpatis.
Perubahan pada saraf otonom akan memicu perubahan pada fungsi dari glandula saliva
dan menyebabkan xerostomia.10 Pada DMT1 dan DMT2 terjadi penurunan produksi
saliva yang disebabkan kerusakan pada glandula parenkim, perubahan mikrosirkulasi
glandula saliva, kondisi dehidrasi, dan tingginya glikemik indeks.19

2.5 Perubahan jaringan mulut dan saliva pada penderita diabetes melitus
DM dapat memicu berbagai penyakit di rongga mulut diantaranya menyebabkan
gingivitis dan kelainan jaringan periodontal lainnya, meningkatkan risiko terjadinya karies
dan kandidiasis oral, serta memicu terjadinya keterlambatan penyembuhan luka.5 Pada
beberapa studi juga dilaporkan bahwa DM dapat memicu burning mouth syndrome, gangguan
pengecapan rasa, disfungsi pada saliva, serta xerostomia.27
Xerostomia merupakan suatu keluhan subjektif yang ditandai kondisi mulut yang
kering dan seringkali ditandai dengan penurunan laju alir saliva atau hiposalivasi. 3 Saliva
merupakan salah satu cairan tubuh yang sangat penting terutama bagi berbagai organ di
rongga mulut. Pada saat produksi saliva menurun, akan memicu berbagai masalah di rongga
mulut seperti insidensi karies semakin tinggi, pasien lebih rentan terhadap infeksi oral,

11
kebersihan rongga mulut akan memburuk, serta dapat memicu fissure tongue.28
Xerostomia seringkali dikaitkan dengan adanya disfungsi pada glandula saliva, namun
untuk menegakkan diagnosa tersebut perlu pemeriksaan lebih lanjut salah satunya dengan
pemeriksaan sialometri. Xerostomia ditandai dengan adanya hiposalivasi yaitu suatu kondisi
saat laju alir saliva dibawah 0,1 mL/menit pada saliva yang tidak distimulasi atau dibawah 0,7
mL/menit pada saliva yang distimulasi.3 Laju alir saliva rata-rata pada penderita DM pria
yaitu 0,15-0,27 mL/menit sedangkan pada wanita yaitu 0,13-0,22 mL/menit. Adapun
prevalensi xerostomia pada DMT1 dilaporkan sebanyak 53% sedangkan pada DMT2
sebanyak 14-62%.23

2.6 . Hubungan Diabetes Melitus Dengan Kejadian Xerostomia


Penderita diabetes melitus dapat menyebabkan komplikasi mikrovaskular
berupa retinopati, nefropati dan neuropati. Salah satu komplikasi neuropati adalah
gangguan saraf simpatis dan parasimpatis, dimana akan berakibat pada penurunan
sekresi saliva dan mulut terasa kering (xerostomia). Pada penderita diabetes melitus
juga mengalami poliuria atau meningginya jumlah urin mengakibatkan jumlah cairan
dalam tubuh berkurang dan sekresi saliva juga berkurang. Keadaan berkurangnya
produksi saliva (hiposalivasi) dapat mengakibatkan mulut kering (xerostomia).
Erostomia merupakan gejala yang paling sering ditemukan dalam rongga mulut
penderita diabetes melitus tipe 2. Penelitian yang dilakukan oleh Hamadneh dan
Dweiri tahun 2012 melaporkan bahwa dari 62 pasien diabetes melitus tipe 2
dengan kontrol glikemik yang buruk, sebanyak 87% mengalami xerostomia.
Xerostomia merupakan kondisi mulut kering yang ditandai adanya penurunan
laju alir saliva. Beberapa faktor dapat memicu terjadinya kelainan produksi saliva pada
pasien DM yaitu penuaan dan penggunaan obat-obatan. Pada DMT1 dan DMT2 terjadi
penurunan produksi saliva yang disebabkan kerusakan pada glandula parenkim,
perubahan mikrosirkulasi glandula saliva, kondisi dehidrasi, dan tingginya glikemik
indeks.10
Pada pasien DM, xerostomia dapat dipicu oleh hiperglikemia berkepanjangan
dan polyuria yang menyebabkan dehidrasi pada pasien. Kondisi dehidrasi inilah yang
akan memicu penurunan fungsi kelenjar saliva dan produksi saliva.8 Pasien DM
mungkin akan mengalami berbagai komplikasi kesehatan seperti neuropati dan angiopati
yang dapat mempengaruhi kinerja saraf otonom simpatis maupun parasimpatis.
Perubahan pada saraf otonom akan memicu perubahan pada fungsi dari glandula saliva

12
dan menyebabkan xerostomia.19
Penurunan laju alir saliva diduga dapat terjadi akibat efek samping penggunaan
obat-obatan. Akumulasi senyawa kimia dari obat-obatan yang berlebih dapat
terakumulasi pada kelenjar saliva dan menyebabkan toksisitas jaringan dan gangguan
fungsi kelenjar saliva.22 Kasus xerostomia dilaporkan diderita oleh pasien yang rutin
mengonsumsi obat-obatan anti hipertensi.20 Pada pasien DM, xerostomia diduga terjadi
akibat efek samping pengobatan yang dikonsumsi oleh pasien seperti obat Metformin.20
Pada kasus diketahui pasien mengonsumsi obat Metformin secara rutin untuk menjaga
kadar glukosa darah.
Obat Metformin merupakan golongan biguanid yang berperan sebagai
antidiabetes dengan aksi menekan glukoneogenesis hati dan meningkatkan sensitivitas
insulin. Obat Metformin dapat terakumulasi pada beberapa organ dan jaringan tubuh
salah satunya kelenjar saliva. Metformin akan masuk ke kelenjar saliva dengan difusi
pasif yang diperantarai oleh Organic Cation Transporter3 (OCT3) yaitu transporter
elektrogenik yang terletak pada basolateral dan apikal sel asinus glandula saliva.
Konsentrasi Metformin dalam darah dapat berdifusi pasif melalui OCT3 menuju sel
asinus glandula saliva dan akan meningkatkan toksisitas obat pada sel epitel.
Penggunaan Metformin dalam jangka waktu lama dapat memicu inflamasi dan nekrosis
pada kelenjar saliva sehingga mampu menyebabkan penurunan produksi saliva dan
xerostomia. Metformin juga dapat dieksresikan melalui saliva sehingga seringkali pasien
yang rutin konsumsi Metformin akan merasakan perubahan rasa pahit dan rasa logam di
rongga mulutnya.22
Perawatan xerostomia pada pasien DM yang dapat dilakukan yaitu merujuk
pasien ke dokter spesialis penyakit dalam untuk mengganti obat antidiabetes dengan obat
yang memiliki lebih sedikit efek samping terhadap xerostomia, seperti obat glimepiride
yang merupakan golongan sulfonilurea generasi ketiga.14 Terapi obat-obatan juga dapat
dipilih untuk menstimulasi produksi saliva seperti obat pilocarpine dengan dosis 5- 10
mg tiga kali sehari, cevimeline 30 mg tiga kali sehari, bethanechol 25 mg tiga kali sehari,
atau anethole trithione 25 mg tiga kali sehari. Namun perlu mempertimbangkan juga
interaksi obat dengan obat sistemik yang rutin dikonsumsi oleh pasien.19
Pasien dengan DMT2 memiliki risiko tinggi terkena xerostomia yang ditandai
penurunan laju alir saliva. Beberapa tatalaksana dapat dilakukan untuk memperbaiki
kondisi xerostomia agar tidak menimbulkan berbagai komplikasi pada kesehatan rongga
mulut diantaranya edukasi menjaga kebersihan rongga mulut, konsumsi permen karet
xylitol, maupun pemberian obat yang dapat menstimulasi produksi saliva.

13
2.7 Proses Diabetes mellitus sampai menimbulkan gejala Xerostomia
Xerostomia yang terjadi sebagai manifestasi oral dari pasien DM disebabkan adanya
angiopati, neuropati, dan dehidrasi sebagai akibat dari diuresis osmotic.32 Pada keadaan
xerostomia maka jaringan mukosa oral akan mudah untuk terjadinya ulcerasi, infeksi, dan
karies gigi. Hal ini karena adanya peran saliva dalam membantu menghancurkan bakteri
patogen seperti pada karies gigi dan membuang partikel makanan yang memberi dukungan
metabolisme bakteri, dengan kandungan lisosim dan antibodi protein.33
a. Xerostomia Diabetic
Xerostomia diabetic merupakan sekresi saliva yang berkurang akibat adanya
angiopati, neuropati diabetic pada DM yang tidak terawat baik, sehingga saliva yang
disekresikan menjadi lebih kental dan mulut terasa kering. Pada pemeriksaan klinis
didapatkan perubahan pada mukosa rongga mulut dan faring tampak kering, merah,
lunak, dan terdapat ulserasi yang nyeri. Sekresi saliva dari kelenjar saliva sangat
dipengaruhi oleh sistem persarafan, sehingga akibat neuropati diabetic maka pada
pasien DM akan terjadi penurunan jumlah sekresi saliva. Selain karena perubahan
pada kelenjar parotis. xerosrostomia diabetic juga disebabkan karena dehidrasi hebat
akibat poliuria yang berat. Berkurangnya sekresi saliva memegang peranan penting
atas tingginya prevalensi karies gigi pada DM yang tidak terawat baik. Xerostomia
diabetic juga memudahkan timbulnya infeksi di dalam rongga mulut.32
b. Angiopati Diabetic
Xerostomia diabetic dapat disebaan angiopati yang berhubungan dengan
kondisi hiperglikemia. sehingga menyebabkan aliran darah berkurang. Kondisi ini
mengakibatkan penurunan perfusi jaringan sehingga mobilisasi leukosit, antibodi,
komplemen dan oksigen ke jaringan berkurang pula, sehingga ketahanan jaringan
menurun dan mudah timbul infeksi. Angiopati diabetic memberikan perubahan seperti
pada lidah berupa atrofi, gingivitis, gigi karies. dan periadontopathy diabetic.32
Angiopati diabetic menyebabkan perubahan pada kelenjar parotis.
ikroangiopati akan menyebabkan penurunan perfusi jaringan sehingga mengakibatkan
kerusakan sel asini kelenjar parotis yang kemudian berkurangnya sekresi saliva yang
dihasilkan oleh sel asini.34

c. Neuropati Diabetic
Neuropati diabetic terdapat pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol
dan lama pada usia lanjut. Keadaan hiperglikemia pasien DM mengakibatkan
gangguan keseimbangan pengangkutan oksigen dan dapat memicu terjadinya anoksia

14
mikrotrombosis yang dapat menyebabkan neuropati. Neuropati dapat menyerang
sistem saraf otonom. saraf-saraf perifer, dan saraf saraf kranial. Neuropati saraf
otonom mempengaruhi saraf-saraf yang mengatur fungsi vital tidak sadar termasuk
kerja otot jantung, otot polos, dan kelenjar.35
Xerostomia dapat terjadi akibat adanya gangguan pada sistem saraf. yaitu pada
nervus facialis yang mempersataft kelenjar submandibularis dan sublingualis, dan
nervus glosofaringeal yang mcmpersarafi kelenjar parotis. Adanya gangguan pada
saraf yang mampersarafi kelenjar mayor sebagai sumber utama sekresi saliva
mengakibatkan suplai sekremotor saraf simpatis terganggu, sehingga terjadinya atrofi
dari kelenjar dan jumlah sekresi saliva yang berkurang.35
Pada keadaan hiperglikemia menyebabkan kenaikan kadar gula pada
interseluler. Kelebihan glukosa ini diubah menjadi sorbitol dan fruktosa yang
menyebabkan penurunan myo-inositol, penurunan aktivitas Na-K-ATPase yang dapat
mengganggu transport aksonal sehingga kecepatan hantar saraf tepi menurun.36

2.8 Pencegahan dan Perawatan gejala Xerostomia pada Penderita Diabetes Melitus
Upaya pencegahan dan perawatan gejala xerostomia pada penderita diabetes melitus
perlu dilakukan untuk mengurangi gejala yang ditimbulkan dari xerostomia tersebut. Menurut
Katz (2015), cara penderita diabetes untuk mengurangi atau menghilangkan gejala xerostomia
adalah menjaga kadar glukosa darah dengan mengatur pola makan yang seimbang, menjaga
berat badan yang sehat dan teratur memonitor kadar insulin dalam tubuh, menjaga kebersihan
mulut setiap hari seperti menyikat gigi dua kali sehari, flossing setiap habis makan, berkumur
dengan obat kumur non alkohol, minum banyak air putih, banyak mengkonsumsi sayuran dan
buah-buahan, menghindari minuman manis, membersihkan lidah, dan mengunyah permen
karet yang mengandung xylitol. Menurut teori Husna (2014) melengkapi teori Katz (2015)
dengan menghindari penggunaan antihistamin dan dekongestan karena dapat memperburuk
gejala, hindari bernafas melalui mulut, batasi asupan kafein dan merokok, serta rutin
mengunjungi dokter gigi minimal 6 bulan sekali
Perawatan untuk mengurangi gejala xerostomia pada penderita diabetes melitus juga
harus dilakukan agar tidak memperburuk gejala. Langkah pertama untuk perawatan
xerostomia yaitu menegakkan diagnosa, langkah kedua menjadwalkan pemeriksaan dental
rutin untuk mengevaluasi komplikasi oral akibat saliva yang berkurang, seperti: kontrol plak
dan menjaga kebersihan mulut, hindari mengkonsumsi minuman alkohol dan rokok,
menjalani diet rendah gula untuk mengontrol karies, penderita yang memakai protesa gigi,

15
sebaiknya protesa gigi tidak dipakai pada malam hari. Kebersihan protesa gigi dijaga melalui
penyikatan dan pembersihan gigi. Sementara dalam kasus candidiasis, protesa gigi dapat
dibersihkan dengan klorheksidin 0,2 % atau klorheksidin gel 1 % dua kali sehari. Candidiasis
oral dapat diterapi dengan obat anti jamur topikal seperti nystatin krim dan azole gel dan pada
kasus yang sulit disembuhkan dapat digunakan terapi sistemik dengan fluconazole,
mengkonsumsi obat-obatan untuk menstimulasi saliva yang dapat memberikan efek jangka
panjang seperti pilocarpine (5 -10 mg, tiga kali sehari) dan cevimeline (30 mg, tiga kali sehari),
bethanechol (25 mg, 3 kali sehari), anethole trithione (25 mg, 3 kali sehari), pasien sebaiknya
didukung meminum air yang cukup, dan menggunakan pelembab pada waktu malam hari
dapat mengurangi ketidak nyamanan akibat mulut kering .

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Xerostomia merupakan keadaan keringnya mulut karena
sekresi saliva yang kurang dari normal. Salah satu penyebab dari
xerostomia adalah penyakit diabetes melitus yang dapat
didiagnosis dengan xerostomia diabetic. Patogenesis dari
xerostomia diabetik adalah adanya angiopati diabetic yang
menyebabkan kerusakan kelenjar parotis dan menyebabkan
saliva berkurang. Proses yang kedua adalah neuropati diabetic
dimana akhirnya akan menyebabkan atrofi kelenjar saliva dan
jumlah sekresi berkurang. Dan proses yang terakhir adalah
adanya dehidrasi akibat diuresis osmotik pada pasien diabetes
melitus dimana dehidrasi akan menurunkan jumlah produksi
saliva. Penatalaksanaan xerostomia sampai saat ini bersifat
simptomatis yaitu mengusahakan terjadinya kelembapan rongga
mulut

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Nadia, S. Gangguan Metabolisme Karbohidrat pada Diabetes Melitus, Tesis, Fakustas


Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang. 2012.
2. Restyana, N. F. Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority Volume 4 No 5. 2015. 93-101.
3. Zahtamal, Chandra, F., Suyanto, & Restuastuti, T. Faktor-Faktor Risiko Pasien Diabetes
Melitus. Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 23 No. 3. 2007. 142-147.
4. Fatimah, R.N., 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Journal Majority. 2(5): 93-105.
5. Lopez-Pintor, R.M., et all. 2016. Xerostomia, Hyposalivation, and Salivary Flow in Diabetes
Patients. Journal of Diabetes Research. 1-15.
6. ADA (American Diabetes Association). (2010). Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus. Diabetes Care, 33, 62-90.
7. International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas, Sixth Edition. 2015:11−9. Diunduh
dari http://www.diabetesresearchclini calpractice.com/ article/S0168- 8227(16)30080-8/pdf.
8 November 2016
8. Perkeni. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Indonesia . Jakarta: PB. Perkeni.
9. Ermawati, T. (2012). Periodontitis dan Diabetes Mellitus. Stomatognatic; 9(2). 86-9.
10. Sari, D. N. (2018). Hubungan antara self efficacy dengan self care pada penderita diabetes
melitus tipe 2 di poliklinik penyakit dalam rsup m.djamil padang. Padang: Universitas
Andalas. Skripsi.
11. MAULANA, MOH IRKHAM. PENGARUH SENAM KAKI TERHADAP STATUS
VASKULARISASI DIABETISI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KASIHAN 1 BANTUL
YOGYAKARTA. Diss. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2015.
12. Fatimah, R.N. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta: J MAJORITY. Vol. 4, No. 5:93-99
13. Sari SD, Ariana YMD, Ermawati T. Hubungan Pengetahuan Kesehatan Gigi Mulut dengan
Status Kebersihan Rongga Mulut pada Lansia. Jurnal IKESMA Maret 2015; 11(1): 45
14. Wulan, G.W. Gambaran Xerostomia pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik
Endokrin RSUP. Prof dr. R. D. Kandou Manado, Jurnal e-Gigi, Vol.1 No.2. 2013.
15. Rizky. (2013). Pengaruh Pemberian Permen Karet Yang Mengandung Xylitol Terhadap
Penurunan Keluhan Pada Lansia Penderita Xerostomia. Elsevier
16. Hasibuan S. Keluhan mulut kering ditinjau dari faktor penyebab manifestasi dan
penanggulannya. http://library.usu.ac.id/download/fkg/fkg-sayuti.pdf (15 Februari 2012)

18
17. Navazesh M, Kumar SKS. Xerostomia: Prevalence, Diagnosis, and Management.
Compendium of Continuing Education in Dentistry. 2011.
18. Lopez-Pintor, R.M., et all. 2016. Xerostomia, Hyposalivation, and Salivary Flow in Diabetes
Patients. Journal of Diabetes Research. 1-15.
19. Vasudev, C.I., Kashyap, R.R., Kini, R., Rao, P.K., Nayak., V. 2018. Diabetes Mellitus and
Xerostomia: An Obnoxious Co- Occurrence. ARC Journal of Dental Science. 3(1): 1-2.
20. Babu, K., et all. 2019. Oral Manifestations in Diabetes Mellitus. The Dentist. 1(8): 28- 30.
21. 6. Acitores, L.R.M., et all. 2020. Xerostomia and Salivary Flow in Patient Taking
Antihypertensive Drugs. International Journal of Environmental Research and Public Health.
17(2478):1-16.
22. Sung, E., Hernawan, I. 2018. Tatalaksana Serostomia Akibat Penggunaan Metformin:
Laporan Kasus. Makassar Dental Journal. 7(1): 14-20.
23. Kartika, A.T., Rahau, C., Triyanto, R., Miko, H. 2018. Penyakit Sistemik Diabetes Melitus
dengan Penurunan Produksi Saliva (Xerostomia). Actual Research Science Academic. 3(1):
6-12.
24. Bartels, C.L. 2010. Xerostomia Information for Dentists : Helping Patients with Dry Mouth.
The Oral Cancer Foundation 2(1): 2-3.
25. Inayaty, H., & Apriasari, M. L. Studi deskripsi laju aliran saliva pada pasien diabetes melitus
di RSUD Ulin Banjarmasin. Jurnal PDGI Vol. 63, No.1. 2014. 8-13.
26. Sulistyoningrum E, 2010, Tinjauan Molekular dan Aspek Klinis Resistensi Insulin, Mandala
of Health, Vol 4 No 2
27. Obradors, E.M., Devesa, A.E., Salas, E.J., Vinas, M., Lopez, J.L. 2017. Oral Manifestation
of Diabetes Mellitus: A Systematic Review. Journal Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 22(5):86-
94.
28. Acitores, L.R.M., et all. 2020. Xerostomia and Salivary Flow in Patient Taking
Antihypertensive Drugs. International Journal of Environmental Research and Public Health.
17(2478):1-16.
29. Katz, H., 2015, Dry Mouth Diabetes, http://www.therabreath.com/dry- mouth-diabetes.html.
30. Husna, M., 2014, Mengenal Mulut Kering (Xerostomia), http://www.kainahealthcare.com
31. Tumengkol, dkk., 2014, Gambaran Xerostomia pada Masyarakat di Desa Kembuan
Kecamatan Tondano Utara, Skripsi, Universitas Sam Ratulangi, Manado, Hal: 4,7.
32. Tjokroprawiro A. 2002. Diabetes Mellitus. Lab. UPF llmu Penyakit Dalam FK UNAIR-
RSUD Dr. Soetomo. Surabaya
33. Guyton Hall. 2000. A Textbook of Medical physilogy. 10th Ed. Saunders. Philadelphia: 307;
707; 894-897

19
34. Monalisa. 1999. Prevalensi Burning Mouth Syndrome pada Penderita Diabetes Mellitus
dengan Xerostomia di Poli Diabtes RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Skripsi Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya: 4-l5
35. Djajusman SK. 2004.Xerostomia pada Pasien Diabetes Mellitus karena Neumpati Diabetika
Glosofaringeal melalui pendekatan Patobiologi. Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Airlangga Surabaya
36. Meliala KRT L.Strategi bari Penatalaksanaan Nyeri Neuropati Diabetika. Berkala Neira
Sains. 2003: 4(2): 63-75

20

Anda mungkin juga menyukai