Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

Ketoasidosis Diabetik

Pembimbing :

Disusun oleh :

FADLI ARDIANSYAH – 030.11.093

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD BUDHI ASIH JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 5 NOVEMBER – 11 JANUARI 2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul


“Ketoasidosis Diabetik”

Penyusun:
Fadli Ardiansyah 030 11 093

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk


menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Budhi Asih
periode 5 November 2018 – 11 Januari 2019.

Jakarta, Desember 2018

dr.

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T yang telah
memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga referat ini dapat diselesaikan
tepat waktu. Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas Kepanitraan Klinik
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSUD Budhi
Asih dengan judul “Ketoasidosis Diabetik”.

Besar harapan penyusun bahwa referat ini dapat berguna bagi semua
kalangan pada umumnya dan praktisi medis. Dalam kesempatan ini penyusun
hendak mengucapkan terima kasih kepada :

selaku pembimbing Ilmu Penyakit Dalalam RSUD Budhi Asih dan semua pihak
yang telah ikut memberikan dukungan dan bantuan sehingga referat ini dapat
diselesaikan.

Penyusun menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun kearah
penyempurnaan, sehingga akan menjadi bahan kajian selanjutnya demi
pembelajaran untuk referat ini.

Apabila dalam referat ini terdapat kesalahan dan hal yang kurang berkenan,
tanpa bermaksud menyinggung, penyusun mengucapkan maaf dengan segenap
kerendahan hati. Akhir kata selamat membaca dan semoga memberi manfaat.

Jakarta, Desember 2019

Fadli Ardiansyah

030 11 093

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR.. ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 2

2.1 Definisi .................................................................................... 2


2.2 Anatomi dan Fisiologi Pankreas ............................................. 2
2.3 Epidemiologi dan Prevalensi ................................................... 3
2.4 Patofisiologi KAD ................................................................... 3
2.5 Tanda dan Gejala Klinis KAD ................................................ 5
2.6 Diagnosis Diagnosis ................................................................ 5
2.7 Differential Diagnosis ............................................................. 6
2.8 Tatalaksana .............................................................................. 7
2.8.1 Resusitasi Cairan ........................................................ 7
2.8.2 Insulin ......................................................................... 8
2.8.3 Kalium ........................................................................ 8
2.8.4 Bicarbonat ................................................................... 9
2.9 Komplikasi .............................................................................. 9
2.10 Pencegahan ............................................................................
10

BAB III KESIMPULAN ............................................................................


11

Tinjauan Pustaka ...........................................................................................


12

iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

Ketoasidosis Diabetik (KAD) merupakan suatu kondisi kegawatdaruratan


medis dan memerlukan penegakan diagnosis dan tindakan dengan cepat dan tepat.1
Penyebab utama kondisi ini adalah hiperglikemic pada penderita Diabetes Mellitus
(DM) tipe I maupun tipe II yang merupakan suatu penyakit kronik yang memberi
dampak akut seperti salah satunya KAD.2 Kasus KAD umumnya lebih sering
terjadi pada anak dengan DM tipe I dibandingkan dengan tipe II.3

Peningkatan prevalensi penderita DM di Indonesia dalam 2 dekade


belakangan ini cukup dramatis dari 30 juta kasus pada tahun 1985 menjadi 285 juta
kasus pada tahun 2010.2 Data dari Riskesdas menunjukkan peningkatan penderita
DM di Indonesia dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 sebanyak 330.512 Jiwa.
Prevalensi DM terbanyak pada di Indonesia tahun 2013 diduduki oleh Jawa timur
yaitu sebanyak 1,1% penderita DM.4 Indonesia merupakan peringkat 10 di dunia
dengan penderita DM.2

Penanganan yang tepat dan pemantauan berkala pada pasien KAD sangat
dibutuhkan pada pasien KAD untuk mencapai hasil terapi yang optimal dan
mencegah komplikasi seperti edema serebral dan mengurangi angka kematian
akibat KAD,3 oleh sebab itu penting bagi penulis untuk membahas kasus KAD.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Ketoasidosis Diabetik merupakan suatu kondisi kompleks yang melibatkan


hiperglikemia, ketonaemia dan asidosis. Kondisi ini terjadi akibat konsekuensi
dari turunnya insulin secara absolut maupun relatif.5 Diabetes Melitus
merupakan penyakit utama yang memiliki peran dalam terjadinya KAD.2

2.2. Anatomi dan Fisiologis Pancreas

Pancreas merupakan organ yang memiliki peran dalam menghasilkan


insulin. Letak dari pankreas berhimpitan dengan gaster pada regio umbilicus
hingga lumbalis kiri.

2
Insulin merupakan protein mikro yang disusun oleh asam amino 51 yang
diproduksi dalam versi beta sel-sel pulau Langerhans di pankreas. Insulin
berfungsi sebagai enzim yang memfasilitasi perjalanan glukosa dari aliran darah
ke dalam sel. Glukosa hanya dapat melintasi membran sel ketika insulin
berikatan dengan reseptor pada membran sel, selanjutnya glukosa dioksidasi
untuk energi di dalam sel.

2.3. Epidemiologi dan Prevalensi

Sebanyak 1 juta warga Australia diperkirakan menderita DM pada usia 25


tahun keatas. Sebanyak 30% penduduk Aborigin dan Kepulauan Torres
merupakan penderita DM. Penderita DM seluruh dunia mencapai 194 juta jiwa
dan diperkirakan 333 juta jiwa merupakan penderita DM pada tahun 2025.6
Data dari Riskesdas menunjukkan peningkatan penderita DM di Indonesia dari
tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 sebanyak 330.512 Jiwa.4 Insiden KAD
di Australia sebanyak 4.6-13,4% perkasus diabetes pertahun.6

2.4. Patofisiologi KAD

Ketoasidosis diabetik terutama merupakan komplikasi dari diabetes tipe I


tetapi insiden pada diabetes tipe II meningkat. Ketoasidosis Diabetik ditandai
dengan hiperglikemia, hiperosmolalitas, ketoasidosis, dan penurunan volume
darah.

Homeostasis glukosa di dalam darah diatur secara utama oleh kuantitas


relatif kedua hormon yang dikeluarkan oleh endokrin pankreas, yaitu insulin
dan glukagon. Kelainan pada regulasi kedua hormon ini menyebabkan

3
hiperglikemi pada DM. Pada kondisi normal, ketika kadar glukosa plasma
meninggi, kerja insulin mendominasi, termasuk supresi sekresi glukagon oleh
insulin. Kerja insulin meliputi glikogenesis (liver dan otot), glucose uptake
(otot), sintesis protein (otot), dan fat storage pada jaringan adiposa.

ketika kadar glukosa plasma menurun, kadar plasma insulin akan


tersupresi dan efek dari glukagon mendominasi (meningkatkan
glukoneogenesis di liver dan pembentukan badan keton). Dalam keadaan
insulin yang tersupresi, pengambilan glukosa di otot akan menurun, protein
otot akan dikatabolisme, dan terjadi lipolisis pada jaringan adiposa. Oleh
karena itu, pada keadaan insulinopeni kadar glukosa di dalam darah tidak dapat
diturunkan dan kerja glukagon mendominasi sehingga kadar glukosa tereus-
menerus akan semakin tinggi.

Pada penderita DM terjadi kondisi hiperglikemia yang disebabkan oleh


defisit absolut atau relatif dari insulin dan dapat terasosiasi dengan defek kerja
insulin (insulin resistance).17 Menurut klasifikasinya, DM terbagi menjadi tipe
1, tipe 2, dan tipe spesifik lain. Pada DM tipe 1 defisit insulin absolut terjadi
akibat dari destruksi sel beta pankreas yang umumnya dikarenakan proses
autoimun, sedangkan pada DM tipe 2 terjadi defisit insulin relatif sampai
absolut akibat dari disfungsi sel beta pankreas yang umumnya berhubungan
dengan resistensi insulin. Etiologi disfungsi sel beta dan resistensi insulin pada
penderita DM tipe 2 masih kontroversial, namun teori penyebab resistensi
insulin diduga berhubungan dengan genetik, physical inactivity, dan obesitas.

Dasar utama patogenesis dari KAD adalah defisit insulin efektif dalam
darah yang diikuti dengan peningkatan hormon kontra insulin, seperti glukagon,
katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Hiperglikemia terjadi karena
peningkatan gluconeogenesis, glikogenolisis, dan hambatan glucose uptake
pada jaringan perifer. Pada KAD, kombinasi dari defisiensi insulin dan
peningkatan dari hormon kontra insulin menyebabkan pelepasan asam lemak
bebas dari jaringan adiposa (lipolisis) ke aliran darah dan oksidasi asam lemak
di liver menjadi badan keton (β-hydroxybutyrate dan acetoacetate), sehingga
mengakibatkan ketonemia dan asidosis metabolik.2

4
2.5. Tanda dan Gejala Klinis

Presentasi KAD bervariasi dengan tingkat keparahan dan kondisi


komorbiditas. Poliuria dengan polidipsia adalah yang paling umum
menunjukkan gejala dan ditemukan pada 98 persen orang dalam satu studi
diabetes tipe 1 masa kanak-kanak. gejala umum lainnya termasuk penurunan
berat badan (81%), kelelahan (62%), dyspnea (57%), muntah (46%), penyakit
demam sebelumnya (40%), nyeri abdomen (32%), dan polifagia (23%).
Dehidrasi dapat menyebabkan takikardia, turgor kulit yang buruk,
selaput lendir kering, dan hipotensi ortostatik. Asidosis metabolik dapat
menyebabkan kompensasi pada pernafasan yang ditandai dengan Kussmaul,
sedangkan peningkatan aseton bisa dinilai dari nafas pasien yang berbau aroma
buah. Status mental dapat bervariasi dari mengantuk hingga lesu dan koma.
Sebuah evaluasi terperinci dapat mengungkapkan faktor pencetus, khususnya
ketidakpatuhan terhadap rejimen medis dan infeksi, yang merupakan penyebab
umum DKA.7
2.6. Diagnosis KAD

Tingkat keparahan KAD diklasifikasikan sebagai ringan, sedang, atau


berat berdasarkan keparahan asidosis metabolik (pH darah, bikarbonat, dan
keton) dan keadaan status mental yang berubah.8 Diagnosis KAD didasarkan
pada peningkatan kadar glukosa serum (lebih dari 250 mg per dL [13,88 mmol
per L]), tingkat keton serum tinggi, a pH kurang dari 7,3, dan kadar serum
bikarbonat kurang dari 18 mEq per L (18 mmol per L). Meskipun darah arteri
pengukuran gas tetap yang paling banyak direkomendasikan tes untuk

5
menentukan pH, pengukuran darah vena gas dapat diterima sebagai suatu
indikasi.7
Satu ulasan menunjukkan pH vena dan arteri secara klinis dapat
dipertukarkan pada orang dengan hemodinamik stabil dan tanpa gagal napas.
Secara tradisional, tingkat keparahan KAD adalah ditentukan oleh pH arteri,
tingkat bikarbonat, anion kesenjangan, dan status mental pasien.8 Celah Anion
lebih besar dari 16 mEq per L (16 mmol per L) menegaskan suatu keadaan
asidosis metabolik. Meskipun penderita KAD biasanya memiliki kadar glukosa
lebih besar dari 250 mg per dL, beberapa laporan kasus mendokumentasikan
DKA pada wanita hamil yang mengalami euglycemic.7
2.7. Differential Diagnosis
- Hiperosmolar Hiperglikemik
- Ketoasidosis Alkoholik didiagnosa dari riwayat penyalahgunaan alkohol dan
kadar glukosa darah normal/rendah
- Kelaparan yang menyebabkan ketosis (tidak ada hubungan dengan terjadinya
asidosis dan kadar glukosa normal/rendah)
-Asidosis metabolik (gap anion tinggi: asidosis laktat, konsumsi salisilat,
konsumsi salisilat, etilen, glikol, paraldehide)
- Gagal Ginjal

6
2.8. Tatalaksana

Keberhasilan terapi KAD membutuhkan koreksi dehidrasi,


hiperglikemia, dan ketidakseimbangan elektrolit, identifikasi komorbiditas
faktor pemicu, dan yang terpenting adalah pemantauan yang secara berkala
terhadap pasien.8

2.8.1. Penggantian Cairan


Setelah menentukan tingkat dehidrasi, penggantian cairan
intravena harus dimulai. Pada kebanyakan orang, saline 0,9% dimulai
pada 15 hingga 20 mL per kg perjam, atau 1 L per jam pada awalnya.
Status cairan, status jantung, output urin, tekanan darah, dan tingkat
elektrolit harus dipantau. Saat pasien stabil, cairan dapat diturunkan
hingga 4 hingga 14 mL perkg per jam, atau 250 hingga 500 mL per jam.
Begitu konsentrasi natrium terkoreksi normal atau tinggi (lebih dari 135
mEq per L [135 mmol per L]), solusinya dapat diubah menjadi saline
0,45%. Dextrose ditambahkan ketika kadar glukosa berkurang hingga
200 mg per dL (11,10 mmol per L).

7
2.8.2. Insulin
Untuk lebih jauh mengoreksi hiperglikemia, insulin harus
ditambahkan ke cairan intravena satu hingga dua jam setelah cairan
diinisiasi. Seharusnya bolus awal 0,1 unit per kg diberikan dengan infus
0,1 unit per kg per jam. Beberapa penitian menyebutkan bolus ini tidak
perlu selama infus insulin memadai, dapat dipertahankan. Infus
disarankan sebanyak 0,14 unit per kg per jam jika tidak ada bolus.
Tingkat glukosa harus menurun sekitar 50 hingga 70 mg per dL (2,77
hingga 3,89 mmol per L) per jam, dan infus insulin harus disesuaikan
untuk mencapai target tersebut.
Setelah kadar glukosa menurun hingga 200 mg per dL, laju infus
insulin harus diturunkan menjadi 0,05 0,1 unit per kg per jam, dan
dekstrosa harus ditambahkan ke cairan intravena untuk
mempertahankan kadar glukosa antara 150 dan 200 mg/dL (8,32 dan
11,10 mmol/L). Insulin subkutan adalah alternatif yang efektif untuk
insulin intravena pada orang dengan komplikasi KAD.
2.8.3. Potasium
Meskipun potasium sangat terkuras pada orang dengan KAD,
kadar insulin menurun, asidosis, dan penurunan volume menyebabkan
peningkatan konsentrasi ekstraseluler. Kadar Kalium harus dipantau
setiap dua hingga empat jam di tahap awal KAD. Hidrasi sendiri akan
menyebabkan kalium turun karena terjadi pengenceran darah.
Peningkatan perfusi ginjal akan meningkatkan ekskresi. Terapi insulin
dan koreksi asidosis akan menyebabkan penyerapan kalium seluler.
Jika tingkat potasium dalam kisaran normal, penggantian dapat dimulai
pada 10 hingga 15 mEq kalium per jam.
Selama pengobatan KAD, tujuannya adalah untuk
mempertahankan kadar serum kalium antara 4 dan 5 mEq per L (4 dan
5 mmol per L). Jika potasium levelnya antara 3,3 dan 5,2 mEq per L
(3,3 dan 5,2 mmol per L) dan output urin adalah normal, penggantian
bisa mulai dari 20 hingga 30 mEq kalium per jam. Jika tingkat
potasiumnya lebih rendah dari 3,3 mEq per L, insulin harus diberikan
dan penggantian kalium harus dimulai pada 20 hingga 30 mEq per jam.
Jika kadar potasium lebih besar dari 5,2 mEq per L, terapi insulin tanpa

8
penggantian kalium harus dimulai, dan kadar kalium serum harus
diperiksa setiap dua jam.
Ketika tingkat potasium antara 3,3 dan 5,2 mEq per L,
penggantian kalium harus dimulai. Beberapa pedoman
merekomendasikan penggantian kalium dengan kalium klorida,
sedangkan yang lain merekomendasikan untuk menggabungkannya
dengan kalium fosfat atau kalium asetat.7
2.8.4. Bicarbonat
Terapi bikarbonat pada pasien dengan KAD hingga kini masih
kontroversial. Para pendukung percaya asidosis yang parah akan
menyebabkan jantung dan komplikasi neurologis. Hasil Studi saat ini
belum menunjukkan adanya hasil perbaikan klinis dengan terapi
bikarbonat, dan pengobatan telah dikaitkan dengan hipokalemia. Dalam
satu eksperimen semu retrospektif studi dari 39 orang dengan KAD dan
pH antara 6,9 dan 7,1, tidak ada perbedaan hasil antara mereka yang
mendapat terapi bicarbonat maupun tidak.9
Pedoman Asosiasi Diabetes Amerika saat ini terus
merekomendasikan penggantian bikarbonat secara langsung dengan pH
lebih rendah dari 6,9 menggunakan 100 mEq natrium bikarbonat dalam
400 mL air steril dengan 20 mEq potasium klorida dengan kecepatan
200 mL per jam selama dua jam. Ini harus diulang setiap dua jam
sampai pH pasien adalah 6,9 atau lebih besar.8

2.9. Komplikasi
Edema serebral adalah komplikasi yang paling parah pada KAD.
Kejadian Edema Serebral sebanyak 0,5 hingga 1% dari semua kasus
KAD,10dan tingkat mortalitas sebanyak 21 hingga 24%.30 Korban selamat
berada pada risiko masalah neurologis residual.11 Edema Serebral yang
sebagian besar terjadi pada anak-anak telah dilaporkan pada terjadi orang
dewasa. Faktor-faktor risiko termasuk usia lebih muda, diabetes baru, durasi
gejala lebih lama, tekanan parsial karbon dioksida yang lebih rendah, asidosis
berat, kadar bikarbonat awal rendah, kadar natrium rendah, kadar glukosa
tinggi, hidrasi cepat, dan cairan yang tertahan di perut.12

9
Tanda edema serebral yang memerlukan evaluasi segera antara lain
sakit kepala, muntah terus-menerus, hipertensi, bradikardia, kelesuan dan
perubahan neurologis lainnya. Komplikasi lain dari KAD termasuk
hipokalemia, hipoglikemia, gagal ginjal akut, dan syok.7
2.10. Pencegahan
- Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien
- Pasien harus belajar cara untuk memonitor glukosa darah di rumah dan
mengenali tanda dan gejala KAD
- membangun hubungan kerjasama antara pasien – ahli gizi – ahli endokrin –
dokter umum dan konsultasi secara teratur.
- menjadikan status imunisasi yang baik sebagai target

10
BAB III

KESIMPULAN

Ketoasidosis Diabetik merupakan suatu kondisi kedaruratan medis yang


memerlukan kecepatan dan ketepatan dalam tindakan. Tingginya angka prevalensi
penderita Diabetes Melitus di dunia meningkatkan risiko terjadinya KAD. Pasien
penderita DM perlu edukasi agar memahami dan mengenali gejala KAD agar KAD
dapat cepat ditangani dan komplikasi seperti edema serebral dapat dicegah sedini
mungkin.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Lupsa B.C,Inzucchi S.E, Diabetic Ketoacidosis and Hyperosmolar


Hyperglicemic Syndrome. Springer Science and Bussines Med New
York.2014;287(50)
2. Huang I, Patofisiologi dan Diagnosis Penurunan Kesadaran pada penderita
Diabetes Melitus. Medicinus.2016;5(2):48-57
3. Sivanandan. Et al. Management of Diabetic Ketoacidosis. Indian J
Pediatr.2010
4. Lathifah N.L Hubungan durasi penyakit dan kadar gula darah dengan
keluhan subyektif penderita Diabetes Melitus. Jurnal Berkala
Epidemiologi.2017;5(2):231-9
5. The Management of Diabetic Ketoacidosis in Adults. Joint British Societies
Inpatient Care Group.ed.2nd.2013 available at: http://www.diabetologists-
abcd.org.uk/JBDS/JBDS.htm
6. Oakes E.E,Cole L. Diabetic Ketoacidosis DKA. Napean Guide.2007:4-29
7. Westerberg D. P. Diabetic Ketoacidosis : Evaluation and Treatment.
American and Family Physician.2013;87(5):338-46
8. Kitabchi.et al. Hyperglicemic Crises in Adult Patients with Diabetes.
Diabetes Care.2009;32(7):1335-43
9. Viallon A, Zeni F, Lafond P, et al. Does bicarbonate therapy improve the
management of severe diabetic ketoacidosis?.Crit Care Med.1999;
27(12):2690-2693
10. Lawrence SE, Cummings EA, Gaboury I, Daneman D. Population-based
study of incidence and risk factors for cerebral edema in pediatric diabetic
ketoacidosis. J Pediatr. 2005;146(5):688-692
11. Dunger DB, Sperling MA, Acerini CL, et al. ESPE/LWPES consensus
statement on diabetic ketoacidosis in children and adolescents. Arch Dis
Child. 2004;89(2):188-194
12. Carlotti AP, St George-Hyslop C, Guerguerian AM, Bohn D, Kamel KS,
Halperin M. Occult risk factor for the development of cerebral edema in
children with diabetic ketoacidosis: possible role for stomach emptying.
Pediatr Diabetes. 2009;10(8):523-533.

12

Anda mungkin juga menyukai