Anda di halaman 1dari 7

PENDAHULUAN

Pembangunan kesehatan Indonesia diarahkan guna mencapai pemecahan masalah kesehatan


untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal. Masalah kesehatan dapat dipengaruhi oleh pola hidup, pola makan, lingkungan
kerja, olahraga dan stres. Perubahan gaya hidup terutama di kotakota besar, menyebabkan
meningkatnya prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung, hipertensi,
hiperlipidemia, diabetes melitus dan lain-lain (Waspadji, Sarwono dkk, 2009). Diabetes
Melitus merupakan penyakit menahun yang ditandai oleh kadar gula darah yang tinggi dan
gangguan metabolisme pada umumnya, yang pada perjalanannya bila tidak dikendalikan
dengan baik akan menimbulkan berbagai komplikasi baik yang akut maupun yang menahun.
Kelainan dasar dari penyakit ini ialah kekurangan hormon insulin yang dihasilkan oleh
pankreas, yaitu kekurangan jumlah dan atau dalam kerjanya (Isniati, 2007).

Jumlah Penderita diseluruh dunia Jumlah penderita di seluruh dunia tahun 1998 yaitu
± 150 juta, tahun 2000 yaitu ± 175,4 juta diperkirakan tahun 2010 yaitu ± 279 juta (Waspadji,
Sarwono dkk, 2009). Berdasarkan data Prevalensi penyakit Diabetes Militus di Indonesia
berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 0,7% sedangkan prevalensi Diabetes
Militus (D/G) sebesar 1,1%. Data ini menunjukkan cakupan diagnosis Diabetes Millitus oleh
tenaga kesehatan mencapai 63,6%, lebih tinggi dibandingkan cakupan penyakit asma maupun
penyakit jantung. Prevalensi nasional Penyakit Diabetes Melitus adalah 1,1% (berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan dan gejala) (Kemenkes, 2015). Perumusan masalah Penduduk
usia produktif yaitu umur 30-50 tahun, di mana umur tersebut seseorang banyak melakukan
aktivitas sebagai penggerak roda perekonomian keluarga.

Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan warga khususnya usia produktif sangat


penting dalam menunjang keberhasilan upaya peningkatan kualitas kesehatan warga
masyarakat. Berdasarkan analisa situasi, permasalahan yang dapat dirumuskan antara lain: (1)
Pengetahuan masyarakat mengenai penyakit Diabetes Militus, pencegahan, dan
penatalaksanannya secara nonfarmakologis atau perubahan gaya hidup, serta penggunaan
obat Diabetes Militus yang rasional masih rendah; (2) Rendahnya pengetahuan tentang pola
makan warga untuk mengendalikan kadar gula darah. Demi mengatasi permasalah tersebut
akan dilaksanakan kegiatan penyuluhan dan pelatihan bagi warga masyarakat Barombong
khusus yang menderita penyakit Diabetes Militus tentang pencegahan, penatalaksanaan
secara nonfarmakologis serta penggunaan obat dan tentang pola makan untuk mengendalikan
kadar gula dalam darah.

METODE

Tahap Persiapan, dilakukan untuk melakukan sosialisasi tentang rencana pelaksanaan


kegiatan prolanis berjudul “Penatalaksaan Diet Pada Pasien Diabetes Mellitus”, tahap
pelaksanaan meliputi: melaksanakan konseling terhadap pasien tentang pengetahuan
masyarakat terkait penyakit Diabetes Militus, pencegahan, dan penatalaksanan diet pola
makan dan perubahan gaya hidup, pemeriksaan kadar gula darah dasar, mengukur tensi darah
dan berat badan bagi peserta prolanis.

MATERI DIABETES MELITUS

Definisi dan Klasifikasi

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Klasifikasi DM

Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin


absolut
 Autoimun
 Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi
insulin disertai resistensi insulin
Tipe lain  Defek genetik fungsi sel beta
 Defek genetik kerja insulin
 Penyakit eksokrin pankreas
 Endokrinopati
 Karena obat atau zat kimia
 Infeksi
 Sebab imunologi yang jarang
 Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa
darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma
darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas
dasar adanya glukosuria.

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM


perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
 Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya.
 Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria,
serta pruritus vulva pada wanita.
Tabel 3. Kriteria Diagnosis DM

Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori
minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
dengan beban glukosa 75 gram.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh
National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM


digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa terganggu
(TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
• Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa
antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <140 mg/dl
• Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 -jam setelah
TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl
• Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
• Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c
yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.
Tabel 4. Kadar Tes Laboratorium Darah untuk Diagnosis Diabetes dan Prediabetes

HbA1c (%) Glukosa darah puasa Glukosa plasma 2


(mg/dL) jam setelah TTGO
(mg/dL)
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 ≥ 200
Prediabetes 5,7 – 6,4 100 – 125 140 – 199
Normal < 5,7 < 100 < 140

Pemeriksaan penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus Tipe-2


(DMT2) dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan gejala klasik
DM yaitu:

1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥23 kg/m2) yang
disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:
a. Aktivitas fisik yang kurang.
b. First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga).
c. Kelompok ras/etnis tertentu.
d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL > 4 kg atau
mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional (DMG).
e. Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk hipertensi).
f. HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL.
g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
h. Riwayat prediabetes.
i. Obesitas berat, akantosis nigrikans.
j. Riwayat penyakit kardiovaskular.
2. Usia > 45 tahun tanpa faktor risiko di atas.
Catatan: Kelompok risiko tinggi dengan hasil pemeriksaan glukosa plasma normal
sebaiknya diulang setiap 3 tahun, kecuali pada kelompok prediabetes pemeriksaan diulang
tiap 1 tahun.
Pada keadaan yang tidak memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas pemeriksaan TTGO,
maka pemeriksaan penyaring dengan mengunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler,
diperbolehkan untuk patokan diagnosis DM. Dalam hal ini harus diperhatikan adanya
perbedaan hasil pemeriksaan glukosa darah plasma vena dan glukosa darah kapiler seperti
pada tabel di bawah ini.

Tabel 5. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis
DM

Bukan Belum pasti DM


DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu Plasma vena < 100 100 – 199 ≥ 200
(mg/dL) Darah < 90 90 – 199 ≥ 200
kapiler
Kadar glukosa darah puasa (mg/dL) Plasma vena < 100 100 – 125 ≥ 126
Darah < 90 90 – 99 ≥ 100
kapiler

Penatalaksanaan Khusus

Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi medis dan
aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan obat anti hiperglikemia
secara oral dan/atau suntikan. Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu
dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting
dari pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal
dan materi edukasi tingkat lanjutan.

a) Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Primer yang
meliputi:
o Materi tentang perjalanan penyakit DM.
o Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan.
o Penyulit DM dan risikonya.
o Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target pengobatan.
o Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat antihiperglikemia oral
atau insulin serta obat-obatan lain.
o Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin
mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia).
o Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.
o Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
o Pentingnya perawatan kaki.
o Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
b) Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Sekunder
dan/atau Tersier, yang meliputi:
o Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.
o Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM.
o Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.
o Rencana untuk kegiatan khusus (contoh: olahraga prestasi).
o Kondisi khusus yang dihadapi (contoh: hamil, puasa, hari-hari sakit).
o Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang DM.
o Pemeliharaan/perawatan kaki.
o Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
o Pentingnya perawatan kaki.

Terapi Nutrisi Medis (TNM)

TNM merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DMT2 secara komprehensif. Kunci
keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi,
petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Guna mencapai sasaran terapi
TNM sebaiknya diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap penyandang DM.

Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan anjuran makan
untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori
dan zat gizi masing-masing individu. Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai
pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada
mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu
sendiri.

Tujuan diet DM adalah untuk memberikan makanan sesuai kebutuhan,


mempertahankan kadar gula darah sampai normal/mendekati normal, mempertahankan berat
badan menjadi normal, mencegah terjadinya kadar gula darah terlalu rendah yang dapat
menyebabkan pingsan, serta mengurangi/mencegah komplikasi.

Syarat dalam melaksanakan diet DM antara lain :

 Kebutuhan energi ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan untuk metabolisme


basal sebesar 25-30 kkal/kg BB normal, ditambah kebutuhan untuk aktivitas fisik dan
keadaan khusus, misalnya kehamilan atau lakatasi dan adanya komplikasi.
 Kebutuhan protein 10-15% dari kebutuhan energi total.
 Kebutuhan lemak 20-25% dari kebutuhan energi total ( <10% dari lemak jenuh, 10%
dari lemak tidak jenuh ganda, sisanya dari lemak tidak jenuh tunggal).
 Kolesterol makanan dibatasi maksimal 300 mg/hari.
 Kebutuhan karbohidrat 60 -70% dari kebutuhan energi total.
 Penggunaan gula murni tidak diperbolehkan, bila kadar gula darah sudah terkendali
diperbolehkan mengkonsumsi gula murni sampai 5 % dari kebutuhan energi total.
 Serat dianjurkan 25 gr / hari.
Tabel 6. Pengaturan Makanan pada Pasien Diabetes Melitus

HASIL DAN PEMABAHASAN

Sosialisasi tentang Diabetes Mellitus dilakukan untuk menyampaikan informasi secara umum
tentang diet pasien Diabetes Mellitus. Penjelasan yang disampaikan meliputi definisi
Diabetes Mellitus, kriteria seseorang dapat dikatakan Diabetes Mellitus dan penatalaksaan
diet Diabetes Mellitus.

Dijelaskan beberapa penyebab Diabetes Mellitus yang meliputi gangguan hormonal


(insulin), diet, obesitas dan kehamilan dalam menimbulkan Diabetes Mellitus. Setelah
dilakukan penyuluhan tentang penyakit diabetes mellitus, kemudian dilakukan diskusi tanya
jawab dan pengukuran kadar gula darah.

Pada kegiatan ini disampaikan pula cara-cara untuk mengontrol kadar gula darah.
Disarankan agar kadar gula darah diperiksa secara teratur, menjaga proposionalitas berat
badan, menjaga pola makan dan gaya hidup, hindari rokok, minum obat seperti yang sudah
diresepkan, sering berkonsultasi dengan dokter dan apoteker, rutin berolahraga, serta hidup
secara normal dan bahagia.

Faktor Penghambat Kebiasaan masyarakat dalam mengkonsumsi makanan yang dapat


memicu terjadinya Diabetes Militus serta keengganan masyarakat dalam melaksanakan
olahraga secara rutin dengan alasan tidak ada waktu dan biaya bila harus pergi ke pusat
kebugaran, ketidaktahuan masyarakat tentang pola makan dan gaya hidup yang dapat
dilakukan sendiri di rumah secara sederhana untuk dapat dilaksanakan sebagai salah satu
pencegahan dan menjaga kadar gula darah.

SIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari kegiatan ini antara lain:

(1) Masyarakat mulai memahami tentang penyakit Diabetes Mellitus, penyebabnya, serta
penatalaksanaan secara nonfarmakologi melalui perubahan gaya hidup

(2) Pengetahuan masyarakat untuk melakukan pola hidup sehat, pola makan / gaya hidup
yang dapat dilakukan sendiri di rumah secara sederhana untuk dapat dilaksanakan sebagai
salah satu pencegahan dan menjaga kadar gula darah

REFERENSI

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana


Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular. 1st ed.; 2015.
2. Kementerian Kesehatan RI. Diet Hipertensi.; 2011.
3. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2. PB
PERKENI; 2015.
4. Kementerian Kesehatan RI. Diet Diabetes Melitus.; 2011.

Anda mungkin juga menyukai